commit to user BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama di kota-kota besar (Arif, 2010). Salah satu masalah kesehatan lingkungan tersebut berhubungan dengan sampah. Di Indonesia, sistem pembuangan sampah dilakukan secara open dumping yaitu sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di lapangan atau jurang tanpa ada pengelolaan lebih lanjut. Sistem ini dalam jangka waktu lama akan menimbulkan permasalahan kapasitas atau timbunan sampah yang cukup banyak. Sistem pembuangan seperti itu menyebabkan pencemaran pada udara, tanah, dan air, selain itu lahannya juga dapat menjadi tempat perkembangbiakan agent penyakit menular (Sudradjat, 2006). Pemerintah membangun suatu areal untuk menampung sampah dari hasil pengangkutan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) maupun langsung dari sumbernya dengan tujuan akan dapat mengurangi permasalahan tersebut. Areal tersebut dikenal sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sampai sekarang ini masih banyak tempat pembuangan sampah yang kondisinya sangat memprihatinkan, salah satunya adalah tempat pembuangan sampah akhir Klotok di Kota Kediri yang menimbulkan pencemaran udara seperti bau tidak sedap yang cukup menyengat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riswana pada tahun 2013 menyebutkan bahwa bau yang tidak sedap di TPA Klotok Kota Kediri seringkali keluar dari timbunan sampah, apalagi kalau kondisi musim penghujan, bau itu sangat menyengat sekali seperti bau kotoran manusia. Dampak dari pencemaran udara yang diakibatkan aktivitas penimbunan sampah di TPA Klotok menyebabkan dua orang pemulung yang merupakan warga setempat meningggal dunia karena mengalami infeksi saluran 1

2 2 pernapasan. Upaya yang dilakukan pemerintah Kota Kediri untuk mengurangi pencemaran udara di TPA Klotok yaitu : 1. Melakukan composting dan daur ulang sampah. 2. Melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan sampah di tempat pembuangan sampah agar berdaya guna. 3. Penambahan ruang terbuka hijau. Namun hal ini disanggah oleh masyarakat sekitar bahwa jarang ada pengawasan, pemantauan dan pengendalian dari pihak pemerintah Kota Kediri terkait dengan aktivitas TPA Klotok seperti yang diamanatkan oleh Perda Kota Kediri No. 3 Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Hal itu juga dibenarkan oleh Ketua RT 4 Kelurahan Pojok bahwa selama ini belum ada upaya maksimal dari pemerintah Kota Kediri dalam mengurangi pencemaran udara yang timbul dari aktivitas TPA Klotok karena konsentrasi pemerintah hanya pada program pemberian kompensasi dari pencemaran udara. Selain itu, Kepala Bidang Kebersihan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Kediri menjelaskan memang belum pernah dilakukan pengukuran konsentrasi pencemar udara di TPA Klotok. Menurut United State Environmental Protection Agency (US-EPA) pada tahun 1991 komponen gas yang dihasilkan dari tempat pembuangan akhir terdiri dari gas metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ), nitrogen (N), oksigen (O 2 ), amoniak (NH 3 ), sulfida dan lain sebagainya. Dari beberapa komponen tersebut, gas dengan konsentrasi paling besar yang terdapat di TPA yaitu metana (45 60 %) dan karbon dioksida (40 60 %). Keberadaan dan pergerakan gas metana (CH 4 ) sangat berbahaya pada TPA yang tidak dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan gas. Hal ini disebabkan konsentrasi minimal gas CH 4 sebesar 5 15 % dapat mengakibatkan bahaya ledakan dan kebakaran bila bercampur dengan udara atau peledakan saat terkena sambaran petir (US-EPA, 2010a). Apabila secara tidak sengaja menghirup gas CH 4 berakibat terjadinya gangguan pernapasan, dalam konsentrasi yang tinggi dan berkepanjangan memiliki dampak buruk yaitu kematian. Berdasarkan hasil penelitian Lestari (2013) tentang penentuan

3 3 konsentrasi gas metana di udara zona 4 TPA Sumur Batu Kota Bekasi menunjukkan bahwa konsentrasi gas metana rata-rata dari zona 4 sebesar ,572 g/m 3. Hasil pengukuran tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan baku mutu Amerika yaitu sebesar 160 g/m 3 (Legislative Council, 1999). Karbon dioksida (CO 2 ) yang terdiri dari % dari gas di TPA berasal dari proses biodegradasi senyawa organik baik secara aerobik maupun anaerobik. Karbon dioksida tidak berwarna dan tidak berbau sehingga tidak mudah dideteksi. Karbon dioksida dapat menggantikan oksigen dalam sistem pernapasan dengan konsentrasi ambien sekitar ppm. Nilai ambang batas CO 2 yaitu ppm (0,5 %) yang merupakan paparan rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari (OSHA, 2012). Pada konsentrasi 3 % terjadi sesak napas dan sakit kepala atau mulai mengantuk. Konsentrasi di atas 5 % dapat membahayakan kehidupan (Fischer, 1999). Selain CH 4 dan CO 2 sebagai gas dengan konsentrasi paling besar di TPA, terdapat juga bau yang sangat menyengat dari proses bakteri atau kimia yaitu hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida (H 2 S) menghasilkan bau telur busuk dan sudah tercium pada konsentrasi 0,5 ppm (Soemirat, 2004). Hidrogen sulfida adalah suatu gas yang tidak berwarna, mudah terbakar, dan sangat beracun. Gas ini dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan hilangnya kesadaran bahkan kematian (US-EPA, 2003; ATSDR, 2006). Sebuah studi di Finlandia menyebutkan bahwa terdapat dampak kronis berupa batuk, infeksi pada saluran pernapasan dan sakit kepala pada paparan H 2 S dengan konsentrasi 1,4 2,2 ppb (2,3 g/m 3 ), 17,3 ppb (24 g/m 3 ) dan 109,4 ppb (152 g/m 3 ) maksimum selama 24 jam (Parti-Pellinen et al., 1996 dalam Sianipar, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Mardiani (2006) tentang hubungan kualitas udara ambien dan vektor terhadap gangguan keluhan saluran pernapasan dan saluran pencernaan menunjukkan bahwa kadar gas H 2 S terdeteksi melebihi nilai ambang batas yaitu rata-rata 0,5023 ppm pada radius 150 meter dari TPA. Sianipar (2009) dalam penelitiannya tentang analisis risiko paparan hidrogen

4 4 sulfida pada masyarakat sekitar TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Terjun yaitu 0,0290 mg/m 3. Hasil tersebut telah melebihi baku tingkat kebauan yaitu 0,02 mg/m 3 (KepMenLH, 1996). Selain itu, responden yang terpapar H 2 S melebihi kadar maksimal mempunyai peluang 11,67 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan responden terpapar H 2 S yang tidak melebihi kadar maksimal (Sianipar, 2009). Pemulung adalah orang yang bekerja mengambil barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk proses daur ulang. Dilihat dari sudut pandang kesehatan, paparan gas metana, karbon dioksida dan hidrogen sulfida di atas berdampak langsung pada pemulung yang setiap hari berada di TPA dan pekerjaan seorang pemulung memiliki risiko yang sangat tinggi untuk tertularnya penyakit karena pemulung bekerja di lingkungan yang tidak kondusif (Herlinda, 2010). Keluhan utama yang muncul pada gangguan sistem pernapasan adalah batuk, sesak napas dan nyeri dada. Batuk merupakan gejala utama pada penyakit sistem pernapasan. Sesak napas (dispnea) merupakan suatu persepsi terhadap kesulitan untuk bernapas atau napas pendek. Nyeri dada adalah salah satu keluhan rasa tidak nyaman yang merupakan gejala suatu penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru (Somantri, 2009). Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh paparan gas metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ) dan hidrogen sulfida (H 2 S) terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Klotok Kota Kediri. B. Rumusan Masalah 1. Apakah konsentrasi gas metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ) dan hidrogen sulfida (H 2 S) di TPA Klotok Kota Kediri melebihi baku mutu atau tidak? 2. Apakah ada pengaruh paparan gas metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ) dan hidrogen sulfida (H 2 S) terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung di TPA Klotok Kota Kediri?

5 5 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui konsentrasi gas metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ) dan hidrogen sulfida (H 2 S) di TPA Klotok Kota Kediri. 2. Mengetahui pengaruh paparan gas metana (CH 4 ), karbon dioksida (CO 2 ) dan hidrogen sulfida (H 2 S) terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung di TPA Klotok Kota Kediri. D. Manfaat Penelitian 1. Teori Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam peningkatan pengelolaan sampah dan Dinas Kesehatan Kota Kediri dalam meningkatkan kesehatan pemulung di TPA Klotok. 2. Aplikatif a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti secara langsung tentang TPA Klotok Kota Kediri beserta semua proses yang ada di dalamnya. b. Dapat menambah wawasan tentang pencemaran udara di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah beserta cara penilaian konsentrasi dan dampaknya pada kesehatan pemulung. c. Dapat menambah wawasan tentang cara penilaian keluhan gangguan pernapasan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. d. Dapat segera melakukan tindakan pencegahan atau perbaikan dari hasil pengukuran gas pencemar udara di TPA dan keluhan gangguan pernapasan yang dirasakan pemulung.