BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. durasi parkir, akumulasi parkir, angka pergantian parkir (turnover), dan indeks parkir Penentuan Kebutuhan Ruang Parkir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Parkir adalah tempat pemberhentian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Dalam pedoman teknis penyelenggaraan fasilitas parkir (Ditjen Hubdat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir ialah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa fasilitas parkir menjadi bagian yang sangat penting dari sistem transportasi.

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PARKIR DI KABUPATEN JEMBRANA (Studi Kasus Parkir Tepi Jalan Pasar Umum Negara) TUGAS AKHIR BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). menginginkan kendaraannya parkir ditempat, dimana tempat tersebut mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA PARKIR DI RSU HAJI SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

BAB II. Landasan Teori. setiap tempat baik di rumah maupun tempat tempat tujan manusia melakukan

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik-karakteristik parkir seperti kebutuhan parkir, volume parkir, durasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUDAHAN MANUVER PARKIR (STUDI KASUS UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

PERHITUNGAN DAYA TAMPUNG KAWASAN PARKIR BANK SUMSEL BABEL JAKABARING DI KOTA PALEMBANG

TINJAUAN KAPASITAS PARKIR TERHADAP VOLUME PARKIR PADA AREAL DINAS BINA MARGA DAN CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT.

BAB II LANDASAN TEORI

Parkir Suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu (tidak bersifat sementara) PP No.43 thn 1993.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Z.Tamin dituliskan bahwa tarikan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang. Gambar 2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 11 (Sebelas)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang berkaitan dengan parkir, diantaranya yaitu : atau tidak tetap disebut parkir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

Analisis Kebutuhan Parkir

BAB II TINJAUAAN PUSTAKA. A. Pengertian Parkir

3. Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat

kendaraan (mobil penumpang, bus\truk, sepeda motor ). Termasuk ruang bebas dan

INTISARI. Kata kunci : Volume parkir, kapasitas parkir, Kebutuhan Ruang Parkir(KRP).

ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta)

JURNAL TUGAS AKHIR ANALISIS PERENCANAAN GEDUNG PARKIR PADA KAWASAN PERDAGANGAN SOMBA OPU DI JALAN PATTIMURA KOTA MAKASSAR DISUSUN OLEH :

ANALISIS KAPASITAS PARKIR KENDARAAN PADA RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH METRO

BAB II. TINJAl AN PI STAKA. Kata parkir berasal dari kata park yang berarti taman, dan menurut Kamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berwujud (intangible) seperti reparasi, akomodasi, transportasi, asuransi, tempat

Edisi Maret 2016, Vol. 4, No. 1, Hal:33-42 (ISSN: )

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

KEBUTUHAN KAPASITAS LAHAN PARKIR ANGKUTAN PUPUK PT.PUPUK SRIWIJAYA PALEMBANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II. Landasan Teori. elemen-elemen tersebut berupa pesawat,lintasan udara dan bandar udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA. yang ada dapat terpakai secara optimal dalam melayani kendaraan yang

TINJAUAN KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN RUANG PARKIR BASEMENT DI PUSAT PERBELANJAAN BANDUNG SUPERMALL, BANDUNG

PERENCANAAN GEDUNG PARKIR MAHASISWA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANALISA RUANG PARKIR KENDARAAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDERAL AHMAD YANI KOTA METRO

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Satuan Ruang Parkir

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil survey dan analisis parkir yang telah dilakukan pada pusat

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan akan diawali dan diakhiri

HALAMAN JUDUL SURAT PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penyusunan laporan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan perancangan parkir untuk meminimalkan durasi parkir dan meningkatkan kapasitas kinerja pada ruang parkir. Di sekitar titik ruas jalan Suria Sumantri ini terdapat 17 titik yang ditinjau karena pada titik-titik tersebut sering menghambat kinerja lalu lintas disekitarnya. Permasalahan yang ditinjau meliputi tingginya hambatan samping, volume kendaraan yang banyak, dan kapasitas jalan yang tidak memadai. Besarnya VCR yang melebihi 1 maka kondisi lalu lintas akan mengalami kemacetan begitu juga yang terjadi di ruas jalan Suria Sumantri, VCR rata-rata pada ruas jalan ini memiliki 1.08 sehingga sering terjadi macet dan waktu tempuh yang cukup lama untuk melewati jalan tersebut. Umumnya permasalahan yang terjadi pada ruas jalan ini adalah tingginya hambatan samping, contohnya pola parkir kendaraan yang tidak teratur di tepi/di badan jalan, pedagang kaki lima yang ada di trotoar sehingga mengganggu pejalan kaki, dan juga perilaku manusia yang tidak teratur. Hasil yang diperoleh dari laporan ini adalah perancangan gambar KRP, SRP, dan pola parkir. Hasil tersebut juga dibuat rencana anggaran biayanya untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan pada parancangan parkir tersebut. Menurut perhitungan yang telah dilakukan didapatkan biaya hasil perancangan sekitar Rp. 205,354,444.95,- ( Endang Kasiri, 2012). Sebagai salah satu pusat perbelanjaan di kota Bandung, Pasar Baru Trade Center Bandung yang terletak di jalan Otto Iskandardinata menjadi kawasan komersil yang padat. Seiring dengan besarnya jumlah pengunjung, maka fasilitas yang diberikan harus ditingkatkan terutama dalam pelayanan fasilitas parkir. Namun kenyataanya pelayanan yang diberikan belum cukup baik. Hal itu disebabkan karena banyaknya permasalahan yang terjadi meliputi jalan akses masuk, kondisi geometrik, satuan ruang parkir (SRP), kebutuhan ruang parkir (KRP), dan fasilitas pelengkap yang tidak mendukung kinerja parkir tersebut. II - 1

Evaluasi didasarkan pada kriteria Norma Standar Peraturan Manual (NSPM) tentang parkir. Evaluasi dilakukan dengan menganalisa data primer dan sekunder yang diperoleh, kemudian dilakukan perubahan dimensi SRP, penggantian pola parkir, dan penambahan fasilitas pelengkap berupa rambu dan marka. solusi yang didapat yaitu dengan perubahan dimensi SRP, penggantian pola parkir, dan penambahan fasilitas pelengkap berupa rambu dan marka. Dengan adanya alternatif solusi tersebut, maka kinerja sistem parkir Pasar Baru Trade Center Bandung meningkat. ( Bagus budi j dan Beben Ahmada, 2002) Ketersediaan tempat parkir merupakan salah satu kebutuhan dalam sistem transportasi, karena setiap perjalanan dengan kendaraan pribadi umumnya selalu dimulai dan diakhiri di tempat parkir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dimensi petak parkir paralel yang efisien agar dapat mengoptimalkan penggunaan lahan parkir namun tetap memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna untuk memarkir kendaraan. Percobaan dilakukan di lahan parkir kampus Universitas Kristen Petra terhadap berbagai jenis kendaraan dan dimensi petak parkir paralel; pengamatan waktu manuver dilakukan dengan bantuan video camera selain itu juga ditanyakan kepada pengemudi terkait dengan kemudahan melakukan manuver parkir dan keleluasaan dalam membuka pintu mobil. Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa agar pengemudi masih bisa memarkir kendaraannya secara paralel maka dimensi petak parkir paralel minimum adalah sebagai berikut aisle width (AW) = 2.700mm dan stall length (SL) = 5.700mm; dengan beda total waktu manuver (masuk dan keluar) hanya sebesar 18,8% (3,8 detik per kendaraan) dibandingkan dengan dimensi petak parkir yang lebih besar, 2010) Menurut PERDA Kota Bandung No.2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah menjelaskan adanya pengembangan kawasan dan kegiatan pendidikan yang tercantum pada pasal 19. Kebijakan tentang pengembangan kawasan dan kegiatan pendidikan, diantaranya yaitu : II - 2

1. Mempertahankan pengelompokan kegiatan pendidikan pada lokasi yang sudah tertata dan tidak menimbulkan dampak negatif, 2. Menata, mengendalikan dan mewajibkan penyediaan parkir yang memadai bagi kawasan dan kegiatan pendidikan, 3. Tidak memberikan ijin bagi pengembang baru dan perluasan pendidikan tinggi di wilayah Bandung Barat, 4. Mengarahkan dan memberikan insentif bagi pengembang kegiatan pendidikan tingkat wilayah Bandung Timur, 5. Mengenakan disinsentif dan/atau merelokasikan kegiatan pendidikan yang tidak mampu memenuhi kewajiban penyediaan prasarana, sarana, dan parkir, dan/atau tidak sesuai lagi lokasinya. Untuk mendirikan sebuah tempat kegiatan khususnya perguruan tinggi, harus memikirkan tentang pengadaan lahan parkir atau ruang parkir untuk civitas akademika (mahasiswa, dosen dan karyawan). Maka dari itu pengadaan ruang parkir di perguruan tinggi harus direncanakan dalam rencana tapak pembuatan perguruan tinggi tersebut. Pengadaan ruang parkir di perguruan tinggi harus sudah ada sejak diajukannya suatu lokasi atau tempat untuk dijadikan sebuah perguruan tinggi. Pada tahap perijinan lokasi pihak pemohon harus sudah menyertakan ruang-ruang apa saja yang akan dibuat untuk menunjang kegiatan di perguruan tinggi tersebut. Jika lokasi yang ingin dijadikan perguruan tinggi tersebut telah di setujui maka didapatlah izin mendirikan bangunan (perguruan tinggi tersebut). II - 3

2.2 Dasar Teori 2.2.1 Pengertian Parkir menurut Departemen Perhubungan Direktur Jendral Perhubungan Darat tentang pedoman teknis perencanaan dan pengoperasian parkir tahun 1998, parkir merupakan keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan atau menurunkan orang dan atau barang. Sedangkan perngertian dari fasilitas parkir menurut Department Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang pedoman teknis penyelengaraan fasilitas parkir tahun 1996, fasilitas parkir merupakan lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu. 2.2.2 Klasifikasi Parkir Parkir dapat diklasifikasikan menjadi dua sebagai berikut : 1 Berdasarkan Statusnya 2 Berdasarkan Penempatannya A. Berdasarkan Statusnya Berdasarkan statusnya parkir dapat di kelompokkan menjadi lima, yaitu: a. Parkir Umum Parkir umum yaitu parkir yang menggunakan tanah-tanah, jalan-jalan, lapangan yang memiliki atau dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan oleh pemerintah daerah. b. Parkir Khusus Parkir khusus yaitu parkir yang menggunakan beberapa bidang tanah yang dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan oleh pihak ketiga. c. Parkir Darurat Parkir darurat yaitu parkir berada di tempat umum, baik pada perparkiran yang menggunakan tanah-tanah, lapangan milik atau penguasaan II - 4

pemerintah daerah atau swasta karena kegiatan atau keadaan insidentil (darurat). d. Gedung Parkir Gedung parkir yaitu bengunan yang di manfaatkan sebagai tempat parkir kendaraan yang penyelenggaraannya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah atau pihak swasta yang mendapatkan izin daari pemerintah. e. Taman Parkir Taman parkir yaitu suatu areal atau lokasi perparkiran yang dilengkapi fasilitas atau sarana perparkiran yang pengelolaannya diselenggarakan oleh pemerintah. B. Berdasarkan Penempatannya Berdasarkan penempatannya, parkir dapat dikelompokkan menjadi : a. Parkir di Badan Jalan (On Street Parking) Parkir di badan jalan adalah fasilitas parkir yang menggunakan tepi jalan. Parkir di badan jalan relatif lebih besar permasalahannya dibanding parkir diluar jalan, karena bagaimanapun jika parkir di badan jalan penataannya kurang baik, akan menimbulkan kemacetan bagi arus lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut. II - 5

Tabel 2.1 Lebar Minimum Jalan Lokal Primer Satu Arah Untuk Parkir pada badan Jalan Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Pakir, 1996 Tabel 2.2 Penyelenggaran Fasilitas Parkir 1996 Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Pakir, 1996 II - 6

Tabel 2.3 Lebar Minimum Jalan Kolektor Satu Arah Untuk Parkir pada Badan Jalan Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Pakir, 1996 b. Parkir di Luar Jalan (Off Street Parking) Selain jenis parkir di jalan, ada jenis parkir yang lain yaitu parkir di luar jalan. Parkir di luar jalan adalah fasilitas parkir kendaraan diluar tepi jalan umum yang akan dibuat khusus atau penunjang kegiatan yang dapat berupa gedung parkir. Fasilitas parkir di luar badan jalan menurut Dirjen Perhubungan Darat (1989), adalah fasilitas parkir kendaraan yang tidak berada pada badan jalan atau langsung menempati pada badan jalan, tetapi berada di luar badan jalan yang dibuat khusus. Menurut Seijowarno dan Frazila (2001), fasilitas parkir bukan di badan jalan adalah fasilitas parkir yang berada pada areal tertentu atau di luar badan jalan. Dalam penempatan fasilitas parkir di luar badan jalan dapat dikelompokkan atas dua bagian, yakni: a) Fasilitas untuk umum yaitu tempat parkir berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan sendiri. b) Fasilitas parkir penunjang yaitu berupa gedung parkir atau taman parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama (Dirjen Perhubungan Darat, 1998). II - 7

2.2.3 Sistem Pengaturan Parkir Sistem pengaturan parkir sangatlah penting pada suatu area parkir, agar pengguna fasilitas parkir merasa nyaman saat menggunakannya. Sistem pengaturan parkir terdiri dari : A. Standar Kebutuhan Parkir Dalam perencanaan ruang parkir, untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan ruang parkir yaitu dengan mengacu atau menggunakan standar kebutuhan ruang parkir. Standar kebutuhan ruang parkir yang ada di Indonesia dikeluarkan atau ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Berdasarkan standar yang telah diterapkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, maka dapat dihitung luas kebutuhan ruang parkir. Adapun penentuan kebutuhan ruang parkir pada suatu pusat kegiatan ditentukan : a. Untuk Kegiatan Parkir Tetap Kegiatan parkir yang bersifat tetap dibagi dalam beberapa kelompok tetap parkir, diantaranya : Pusat Perdagangan Tabel 2.4 Kebutuhan SRP untuk Pusat Perdagangan Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Pakir, 1996 Pusat Perkantoran Tabel 2.5 Kebutuhan SRP untuk Pusat Perkantoran Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 II - 8

Pasar Swalayan Tabel 2.6 Kebutuhan SRP untuk Pasar Swalayan Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Pasar Tabel 2.7 Kebutuhan SRP untuk Pasar Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Sekolah / Perguruan Tinggi Tabel 2.8 Kebutuhan SRP untuk Sekolah / Perguruan Tinggi Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Tempat Rekreasi Tabel 2.9 Kebutuhan SRP untuk Tempat Rekreasi Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Hotel dan Tempat Penginapan Tabel 2.10 Kebutuhan SRP untuk Hotel dan Tempat Penginapan Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 II - 9

Rumah Sakit Tabel 2.11 Kebutuhan SRP untuk Rumah Sakit Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 b. Untuk Kegiatan Parkir yang Bersifat Sementara Kegiatan parkir yang bersifat sementara terbagi dalam beberapa tempat parkir, diantaranya adalah : Bioskop Tabel 2.12 Kebutuhan SRP untuk Bioskop Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gelanggang Olahraga Tabel 2.13 Kebutuhan SRP untuk Gelanggang Olah Raga Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 c. Satuan Ruang Parkir Satuan ruang parkir (SRP) digunakan unruk mengukur kebutuhan ruang parkir, tetapi untuk menentukan satuan ruang parkir tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan seperti halnya satuan-satuan lain. Penentuan besarnya Satuan Ruang Parkir (SRP) didasarkan atas dimensi kendaraan standar, ruang bebas kendaraan parkir dan lebar bukaan pintu kendaraan. II - 10

Dimensi Kendaraan Standar untuk Mobil Penumpang dibawah ini : Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang, seperti pada gambar Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.1 Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang Dimensi kendaraan standar mobil penumpang untuk tiap Negara berbeda-beda sperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.14 Dimensi kendaraan Standar untuk tiap-tiap negara Standar Depan Belakang Jarak Radius Panjang Lebar Tinggi Tergantung Tergantung Gandar Putar (m) (m) (m) (m) (m) (m) Min. (m) AASHTO 5.08 2.14 1.3 0.9 1.5 3.35 7.3 Jepang 4.7 1.7 2 0.8 1.2 2.7 6 NAASRA 4.74 1.86-0.813 1.1 - - Bina Marga 4.7 1.7 2 0.8 1.2 2.7 6 Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Ruang Bebas Kendaraan Parkir Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintu kendaraan yang dibuka yang diukur dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan yang parkir di sampingnya. II - 11

Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan antara pintu kendaraan dengan kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan. Sedangkan ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan untuk menghindari benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang. Adapun besar jarak bebas arah lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30 cm. Lebar bukaan pintu kendaraan Ukuran lebar pintu kendaraan merupakan fungsi karakteristik pengguna kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir. Sebagai contoh lebar bukaan pintu kendaraan dari pekerja kantor akan berbeda dengan lebar bukaan pintu kendaraan dari pengunjung pusat kegiatan perbelanjaan. Dalam hal ini, karakteristik pengguna kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir dipilih menjadi tiga seperti pada tabel berikut ini : \ Tabel 2.15 Lebar Bukaan Pintu Kendaraan Jenis Bukan Pintu Pintu depan belakang terbuka tahap awal 55 cm Pintu depan belakang terbuka penuh 75 cm Pintu depan terbuka penuh ditambah untuk pergerakan kursi roda Pengguna / dan Peruntukan Fasilitas Golongan Parkir Karyawan / pekerja kantor Tamu / pengunjung dari pusat kegiatan perkantoran, perdagangan, I pemerintahan dan universitas Pengunjung fasilitas olahraga, pusat hiburan /rekreasi, hotel, pusat perdagangan eceran / II swalayan, rumah sakit dan bioskop Orang cacat III Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Berdasarkan tabel diatas, untuk penentuan satuan ruang parkir dibagi menjadi tiga jenis kendaraan (tiga golongan). Sedangkan penentuan satuan ruang parkir (SRP) untuk mobil penumpang diklasifikasikan menjadi tiga golongan seperti pada tabel berikut ini : II - 12

Tabel 2.16 Penentuan Satuan Ruang Parkir Jenis kendaraan Satuan Ruang Parkir (m 2 ) 1. a. Mobil Penumpang Golongan I 2.30 x 5.00 b. Mobil penumpang Golongan II 2.50 x 5.00 c. Mobil Penumpang Golongan III 3.00 x 5.00 2. Bus / Truk 3.40 x 12.50 3. Sepeda Motor 0.75 x 1.60 Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Di bawah ini diuraikan klasifikasi dimensi satuan ruang parkir berdasarkan pola parkirnya. Seperti yang diuraikan pada tabel 2.14, menunujukkan satuan ruang parkir untuk masing-masing jenis kendaraan yang telah dianalisis sedemikian rupa dan dengan beberapa pendekatan. Adapun satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut : a. Satuan Ruang Parkir Mobil Penumpang Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk mobil penumpang ditunjukkan dalam gambar berikut : Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.2 Satuan Ruang Parkir (SRP) mobil penumpang. II - 13

Tabel 2.17 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk Mobil Penumpang Golongan I (cm) Golongan II (cm) Golongan III (cm) B = 170 O = 55 R = 5 L = 470 a1 = 10 a2 = 20 B = 170 O = 75 R = 5 L = 470 a1 = 10 a2 = 20 B = 170 O = 80 R = 50 L = 470 a1 = 10 a2 = 20 Bp = 230 Lp = 500 Bp = 250 Lp = 500 Bp = 300 Lp = 500 Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Satuan ruang parkir untuk penderita cacat khususnya bagi mereka yang menggunakan kursi roda harus mendapat perhatian khusus karena diperlukan ruang bebas yang lebih lebar untuk memudahkan gerakan penderita cacat keluar dan masuk kendaraan. Untuk itu digunakan SRP dengan lebar 3,6 m, minimal 3,2 m, sedankan untuk ambulance dapat disediakan SRP dengan lebar 3,0 m, minimal 2,6 m. Penempatannya dilakukan sedemikian, sehingga mempunyai akses yang baik ketempat kegiatan. Gambar berikut menunjukkan ruang parkir bagi penderita cacat disebelah ruang parkir yang normal. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.3 Satuan ruang parkir untuk penderita cacat dan ambulance II - 14

b. Satuan Ruang Parkir Bus/Truk Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk Bus atau Truk, besarnya dipengaruhi oleh besarnya kendaraan yang akan parkir, apakah ukuran kecil, sedang ataupun besar. Konsep yang dijadikan acuan untuk menetapkan SRP mobil barang ataupun bus yang ditunjukkan dalam gambar berikut : Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.4 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk Bus /truk (dalam satuan cm) Dimensi gambar adalah sebagai berikut : Tabel 2.18 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk Bus /truk Bus/Truk kecil B = 170 O = 80 a1 = 10 L = 470 Bp = 300 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2 R = 30 a2 = 20 Bus/ Truk Sedang B = 200 O = 80 a1 = 20 L = 800 Bp = 320 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2 R = 40 a2 = 20 Bus/ Truk Besar B = 250 O = 80 R = 50 a1 = 30 L = 1200 a2 = 20 Bp = 380 = B + O + R Lp = 1250 = L + a1 + a2 Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 II - 15

c. Satuan Ruang Parkir Sepeda Motor Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk sepeda motor ditunjukkan dalam gambar berikut : 20 170 SRP 200 10 50 10 10 70 Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.5 Satuan Ruang Parkir (SRP) sepeda motor d. Penentuan Lebar Gang Dengan Radius Putar Sistem gang dapat berfungsi untuk meminimalisir belokan. Gang yang lebih panjang dan lebar akan bermanfaat dalam meminimalisir belokan (radius putar), tetapi hal tersebut dibutuhkan satu atau lebih titik pertemuan untuk penyebaran parkir. Rumus yang digunakan untuk menentukan lebar gang dengan radius putar, yaitu : a. Parkir 60 o Lebar gang = R + c + sin x R 2 (r + tr + OS + i c) 2. (2.1) cos x (r+tr+os+s) Sumber : Parking Garage Planning and Operation. Robert A. Weant.(1978). U.S.A Gambar 2.6 Pergerakan mobil ketika parkir pada sudut 60 o II - 16

Contoh : Mobil penumpang diparkir pada pola sudut 60 o dan memiliki spesifikasi berikut ini : tr = 159,25 cm OS = 10,75 cm Lebar ban = 19,5 cm i = 170 cm r = 600 cm = 60 o c = 75 cm S = 500 cm Ditanyakan lebar gang? Maka : R = r + (2 x c) + i = 600 + (2 x 55) + 75 = 785 cm R = r - (0,5 x OS) + lebar kend. = 600 - (0,5 x 10,75) + 170 = 764,25 cm Lebar gang = R + c + sin x R 2 (r + tr + OS + i c) 2 - cos x (r + tr + OS + S) = 764,25 + 55 + sin60 o x (785) 2 (600+159,25+ 10,75 + 75 55) 2 - cos 60 o x (600+159,25+ 10,75 + 500) = 261,25cm = 2,6 m b. Parkir 30 o (2.2) Sumber : Parking Garage Planning and Operation. Robert A. Weant.(1978). U.S.A Gambar 2.7 Pergerakan mobil ketika parkir pada sudut 45 o II - 17

Keterangan : : Sudut SRP R : Radius min. kend. (r) ditambah jumlah lebar kedua bukaan pintu dan lebar kendaraan R` : Sudut putar min. dikurangi setengah dari jarak sumbu ban ke sisi luar kendaraan r : Radius putar min. kendaraan t r : Jarak antarsisi dalam ban kendaraan O s : Jarak dari sumbu ban ke sisi luar badan kendaraan i : Lebar kendaraan c : Lebar bukaan pintu kendaraan S : Lebar SRP yang digunakan 2.2.4 Taman Parkir Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendisain taman parkir dan merupakan menjadi kriteria. Kriteria yang digunakan sebagai dasar dalam mendisain tempat/pelataran parkir adalah sebagai berikut : a. Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTD) b. Keselamatan dan kelancaran lalu lintas c. Kelestarian lingkungan d. Kemudahan bagi pengguna jasa e. Tersedianya tata guna lahan f. Sebaiknya terletak antara jalan akses utama dengan daerah yang dilayani A. Pola Parkir a. Pola parkir mobil penumpang Parkir kendaraan satu sisi Pola parkir ini diterapkan jika ketersediaan ruang sempit / terbatas disuatu tempat kegiatan. Adapun parkir kendaraan satu sisi ini ada 2 jenis, antara lain : II - 18

1. Membentuk sudut 90 o Pola parkir ini mempunyai daya tampung posisi lebih banyak dibandingkan pola parkir parallel. Tetapi untuk kemudahan dan kenyamanan pengemudi melakukan manuver masuk dan keluar keruangan parkir lebih sulit dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut > 90 o. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.8 Pola parkir kendaraan 1 sisi dengan membentuk sudut 90 o 2. Membentuk sudut 30 o, 45 o dan 60 o Pola parkir ini mempunyai daya tampung posisi lebih banyak dibandingkan pola parkir parallel, adapun untuk tingkat kemudahan dan kenyamanan bagi pengemudi lebih mudah dan nyaman jika dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 90 o. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.9 Pola parkir kendaraaan 1 sisi dengan membentuk sudut 30 o,45 o, dan 60 o Parkir kendaraan dua sisi Pola parkir ini dapat diterapkan jika ketersediaan lahan parkir cukup memadai. Adapun parkir kendaraan dua sisi ini ada 2 jenis, antara lain : II - 19

1. Membentuk sudut 90 o Pada pola parkir ini arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu arah atau dua arah. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.10 Pola parkir kendaraan 2 sisi dengan membentuk sudut 90 o 2. Membentuk sudut 30 o, 45 o dan 60 o Pada pola parkir ini arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu arah atau dua arah. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.11 Pola parkir kendaraan 2 sisi dengan membentuk sudut 30 o,45 o, dan 60 o II - 20

Pola parkir pulau Pola parkir ini dapat diterapkan jika ketersediaan ruang/lahan yang cukup luas. 1. Membentuk sudut 90 o Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.12 Pola parkir pulau dengan membentuk sudut 90 o 2. Bentuk tulang ikan tipe A Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.13 Pola parkir pulau dengan membentuk sudut 45 o dengan 2 gang Tipe A II - 21

3. Bentuk tulang ikan tipe B Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.14 Pola parkir pulau dengan membentuk sudut 45 o dengan 2 gang Tipe B 4. Bentuk tulang ikan tipe C Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.15 Pola parkir pulau dengan membentuk sudut 45 o dengan 2 gang Tipe C b. Pola Parkir Bis / Truk Posisi kendaraan dapat dibuat menyudut 60 o ataupun 90 o tergantung dari luas area parkir yang tersedia. Dari segi efektifitas ruang, posisi sudut 90 o lebih menguntungkan. II - 22

a. Pola parkir untuk satu sisi Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.16 Pola parkir bis / truk untuk satu sisi b. Pola parkir untuk dua sisi Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.17 Pola parkir pulau bis / truk untuk dua sisi c. Pola Parkir Sepeda Motor Pada umumnya posisi kendaraan adalah 90 o. Dari segi efektifitas ruang, posisi sudut 90 o paling menguntungkan. Posisi parkir satu sisi Diterapkan jika ketersediaan ruang sempit. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.18 Pola parkir sepeda motor dengan satu sisi II - 23

Posisi parkir dua sisi Diterapkan jika ketersediaan ruang cukup memadai. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir,1998 Gambar 2.19 Pola parkir sepeda motor dengan dua sisi Pola parkir pulau Diterapkan jika ketersediaan ruang cukup luas (lebar luas 5.6 meter). Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir,1998 Gambar 2.20 Pola parkir sepeda motor dengan bentuk pulau B. Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul Jalur sirkulasi dengan gang memiliki perbedaan. Perbedaan diantara keduanya terletak pada penggunaannya. Patokan umum yang digunakan adalah : a) Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 m. b) Jika jalur gang ini dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan, maka harus dianggap sebagai jalur sirkulasi. II - 24

Tabel 2.19 Penentuan Lebar Jalur Gang Lebar Jalur Gang (m) SRP < 30 o < 45 o <60 o 90 o 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah a. SRP mobil pnp 2,50 m x 5,0 m b. SRP mobil pnp 2,50 x 5,0 m b. SRP sepeda motor c. SRP bus/truk 3,40 x 12,50 m 3,00* 3,50** 3,0* 3,50** 6,00* 6,50** 6,00*,50** 3,00* 3,50** 3,00 3,50** 6,00* 6,50** 6,00* 6,50** 4,60* 4,60** 4,60* 4,60** 6,00* 6,50** 6,00* 6,50** 6,00* 6,50** 6,00* 6,50** 8,00* 8,00** 1,60* 1,60** 9,50 Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir,1998 Keterangan :* = lokasi parkir tanpa fasilitas pejalan kaki ** = lokasi parkir dengan fasilitas pejalan kaki Jalur sirkulasi mempunyai lebar minimum, yaitu sebagai berikut : a) Untuk jalan satu arah = 3.5 m b) Untuk jalan dua arah = 6.5 m Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.21 Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul II - 25

C. Jalur Masuk dan Keluar Laju arus masuk, waktu gerakan memarkir, waktu pengeluaran dan masing-masing komponen ini harus disesuaikan dan diseimbangkan dengan system biaya parkir. Pintu-pintu masuk keluar seringkali memakai tipe tangan angkat (lifting barrier-arm) dengan sebuah mesin pengambilan tiket pada pintu masuk, yang membatasi arus hingga antara 300-500 kendaraan per jam tergantung pada kondisi pencapaian ke tempat ini. Pintu-pintu keluar untuk pembayaran biasanya dijaga oleh petugas parkir dalam suatu pos yang memproses tiket dan menerima pembayaran, yang membatasi arus menjadi kurang dari 250 kendaraan per jam. Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan, yaitu lebar 3 meter dan panjangnya harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antarmobil (spacing) sekitar 1,5 meter, Oleh karena itu, panjang-lebar pintu keluar masuk minimum 15 meter. Adapun jenis pintu masuk dan keluar, antara lain : a. Pintu masuk dan keluar terpisah Tabel 2.20 Penentuan Lebar Jalur Gang Sesuai Jumlah lajur Jumlah Lajur b (m) d (m) R 1 (m) R 2 (m) Satu Jalur 3,00 3,50 0,80 1,00 6,00 6,50 3,50 4,00 Dua Jalur 6,00 0,80 1,00 3,50 5,00 1,00 2,50 Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 II - 26

Gambar 2.22 Pintu masuk dan keluar terpisah b. Pintu masuk dan keluar menjadi satu Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.23 Pintu masuk dan keluar menjadi satu Adapun hal hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar adalah sebagai berikut : 1. Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari persimpangan 2. Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehinggakemungkinan konflik dengan pejalan kaki dan yang lain dapat dihindarkan. 3. Letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan jarak pandang yang cukup saat memasuki arus lalu lintas. 4. Secara teoretis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar (dalam pengertian jumlah jalur) sebaiknya ditentukan berdasarkan analisis kapasitas. Pada kondisi tertentu kadang ditentukan modul parsial, yaitu sebuah jalur gang hanya menampung sebuah deretan ruang parkir di salah satu sisinya. Jenis modul itu hendaknya dihindari sedapat mungkin. Dengan demikian, sebuah taman parkir merupakan susunan modul yang jumlahnya tergantung pada luas tanah yang tersedia dan lokasi jalan masuk ataupun keluarnya. II - 27

D. Tata Letak Parkir Tata letak parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi tergantung kepada ketersediaan bentuk dan ukuran site serta jumlah dan letak pintu masuk dan keluar. Tata letak pelataran parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut. a. Pintu masuk dan keluar terpisah dan terletak pada satu ruas jalan Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir,1996 Gambar 2.24 Pintu masuk dan keluar terpisah dan terletak pada satu ruas jalan b. Pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak terletak pada satu ruas. Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir,1996 Gambar 2.25 Pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak terletak pada satu ruas II - 28

c. Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan. Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.26 Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan d. Pintu masuk dan keluar yang menjadi satu terletak pada satu ruas berbeda. Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.27 Pintu masuk dan keluar menjadi satu dan terletak pada satu ruas jalan berbeda 2.2.5 Gedung Parkir Penduduk kota memiliki tingkat kegiatan yang relatif sibuk dibanding kota-kota sedang dan kecil. Semakin mendekati pusat kota, maka tingkat kesibukan relatif semakin tinggi pula. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kesibukan, maka diikuti dengan harga lahan yang semakin tinggi pula. Harga lahan yang semakin tinggi menciptakan masalah tersendiri, yakni munculnya gedung-gedung yang tinggi, baik sebagai tempat perbelanjaan, kantor II - 29

maupun lain sebagainya. Gedung-gedung yang menjulang tinggi menunjukkan ruang yang sangat besar dan hal ini memberikan dampak besar pula terhadap arus lalu lintas. Penanganan parkir juga kesulitan untuk menyelenggarakan perpakiran ditempat-tempat yang tingkat kesibukannya relatif tinggi. Kesulitan tersebut disebabkan oleh permintaan parkir dan harga lahan yang tinggi. Parkir di luar jalan yakni di gedung merupakan hal yang tidak asing lagi di kota-kota besar. Gedung parkir sangat efisien diterapkan di tempat-tempat yang tingkat kesibukannya relatif tinggi. Bagaimanapun gedung parkir mampu menangani permintaan dan harga lahan yang tinggi. A. Kriteria Parkir di Gedung Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pengembangan parkir digedung parkir yaitu : a. Tersedianya tata guna lahan b. Memenuhi persyaratan konstruksi dan perundang-undangan yang berlaku c. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan d. Memberikan kemudahan bagi pengguna jasa Selain itu marka dan rambu jalan merupakan komponen yang penting karena marka dan rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat menyampaikan informasi (perintah, peringatan dan petunjuk) kepada pemakai jalan serta dapat mempengaruhinya penggunaan jalan. B. Tata Letak Gedung Parkir Tata letak gedung parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Lantai datar dengan eksternal ramp Daerah parkir terbagi dalam beberapa lantai rata (datar) yang dihubungkan dengan ramp. (Gambar 2.28a). II - 30

2. Lantai terpisah Gedung parkir dengan bentuk lantai terpisah dan berlantai banyak dengan ramp yang ke atas digunakan untuk kendaraan yang masuk dan ramp yang turun digunakan untuk kendaraan yang keluar (Gambar 2.28b, 2.28c dan 2.28d). Selanjutnya Gambar 2.28c dan 2.28d menunjukkan jalan masuk dan keluar tersendiri (terpisah), serta mempunyai jalan masuk dan jalan keluar yang lebih pendek. Gambar 2.28b menunjukkan kombinasi antara sirkulasi kedatangan (masuk) dan keberangkatan (keluar). Ramp berada pada pintu keluar, kendaraan yang masuk melewati semua ruang parkir sampai menemukan tempat yang dapat dimanfaatkan. Pengaturan gunting seperti itu memiliki kapasitas dinamik yang rendah karena jarak pandang kendaraan yang datang agak sempit. 3. Lantai gedung yang berfungsi sebagai ramp Pada Gambar 2.28e sampai dengan 2.28g terlihat kendaraan yang masuk dan parkir pada gang sekaligus sebagai ramp. Ramp tersebut berbentuk dua arah. Gambar 2.28e memperlihatkan gang satu arah dengan jalan keluar yang lebar. Namun, bentuk seperti itu tidak disarankan untuk kapasitas parkir lebih dari 500 kendaraan karena akan mengakibatkan alur tempat parkir menjadi panjang. Pada Gambar 2.28f terlihat bahwa jalan keluar dimanfaatkan sebagai lokasi parkir, dengan jalan keluar dan masuk dari ujung ke ujung. Pada Gambar 2.28g letak jalan keluar dan masuk bersamaan. Jenis lantai ber-ramp biasanya di buat dalam dua bagian dan tidak selalu sesuai dengan lokasi yang tersedia. Ramp dapat berbentuk oval atau persegi, dengan gradien tidak terlalu curam, agar tidak menyulitkan membuka dan menutup pintu kendaraan. Pada Gambar 2.28h plat lantai horizontal, pada ujung-ujungnya dibentuk menurun ke dalam untuk membentuk sistem ramp. Umumnya merupakan jalan satu arah dan dapat disesuaikan dengan ketersediaan lokasi, seperti polasi gedung parkir lantai datar. II - 31

4. Tinggi minimal ruang bebas lantai gedung parkir adalah 2,50 m. a e b f c g d h Sumber : Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, 1996 Gambar 2.28 Klasifikasi Tata Letak Gedung Parkir II - 32

C. Tanjakan (Ramp) Tanjakan (Ramp) diperlukan untuk mencapai area parkir dengan ketinggian yang berbeda. Tanjakan (Ramp) biasanya terdapat pada gedung parkir dengan ketinggian tertentu. Pengendara seringkali terganggu oleh ketakutannya akan ketinggian, oleh karena itu untuk mengurangi ketakutan yang dirasakan oleh pengendara, ramp dilengkapi dengan dinding parapet sepanjang ramp tersebut. Tanjakan ini ada yang berbentuk lurus, melengkung atau gabungan dari keduanya. Terdapat sistem tanjakan yang berbeda untuk mengatasi perbedaan ketinggian dan untuk mencapai pemanfaatan tempat parkir. Besarnya tanjakan maksimum pada ramp naik gedung parkir adalah 15%, walaupun tanjakan sebesar maksimum 20 % dapat diterapkan. Bila ramp ini juga digunakan oleh pejalan kaki untuk naik dan turun, sebaiknya digunakan tanjakan tidak lebih dari 10%. Gambar dibawah ini menunjukkan panjang ramp yang dibutuhkan untuk mencapai lantai diatasnya. Sedangkan untuk parkir pada bidang miring maksimum 4%. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir,1998 Gambar 2.29 Hubungan antara besarnya tanjakan dengan panjang ramp II - 33

D. Tanjakan Peralihan Untuk mengantisipasi benturan antara anjuran depan atau belakang kendaraan terhadap lantai datar pada ujung ramp ataupun pada bagian diantara sumbu kendaraan diberikan tanjakan peralihan/transisi seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.30 Tanjakan peralihan untuk menghindari benturan antara anjuran kendaraan dengan lantai pada awal atau akhir ramp E. Radius dan Lebar Ramp Untuk ramp untuk satu arah cukup disediakan lebar jalur sebesar 3,5 m, dan untuk dua arah selebar 6,5 m, dan bila dipisah dengan suatu pemisah/separator maka lebar setiap arah adalah 3,5 m. Radius minimum ramp yang berbentuk lingkaran helikal adalah 9,7 m. Radius yang disarankan adalah 10,5 m sampai 11,5 m. Sedangkan lebar jalur pada ramp helikal adalah antara 4,2 m sampai 5,4 m. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir,1998 Gambar 2.31 Dimensi Ramp Helika II - 34

F. Penahan Roda Agar kendaraan yang akan diparkir tidak membentur dinding gedung parkir maka pada ruang parkir biasanya disediakan penghambat roda baik terbuat dari beton ataupun pipa logam. Sehingga pengemudi tidak perlu takut membentur dinding pada saat memasuki ruang parkir. Gambar berikut menunjukkan penahan roda dari beton. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir,1998 Gambar 2.32 Penahan roda, gambar paling atas menunjukkan penahan roda pada parkir sudut Jarak antara penahan roda dengan dinding tergantung kepada sudut parkir dan panjang anjuran belakang ataupun anjuran depan. Gambar berikut menunjukkan jarak antara penahan roda dengan dinding. Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 II - 35

Gambar 2.33 Kaitan antara sudut parkir dengan jarak muka penahan roda ke dinding, jarak akan lebih panjang kalau kendaraan masuk keruang parkir mundur G. Sirkulasi antar lantai Pergerakan kendaraan antar lantai harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga konflik yang terjadi minimal. Konflik berpotongan sebaiknya dihindarkan. Gambar-gambar berikut menunjukkan berbagai variasi sirkulasi kendaraan yang akan naik ataupun kendaraan yang akan turun. Sumber : (Mc Cluckey : 1987) Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.34 Pola sirkulasi di gedung parkir ramp menerus Sumber : (Mc Cluckey : 1987) Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.35 Pola sirkulasi di gedung parkir ramp menerus berlawanan II - 36

Sumber : (Mc Cluckey : 1987) Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.36 Pola sirkulasi di gedung parkir lantai stager Sumber : (Mc Cluckey : 1987) Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.37 Pola sirkulasi di gedung parkir lantai stager tiga susun II - 37

Sumber : (Mc Cluckey : 1987) Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengoperasian Parkir, 1998 Gambar 2.38 Pola sirkulasi di gedung parkir lantai miring 2.2.6 Karakteristik Parkir Karakteristik parkir di suatu kawasan atau wilayah penting untuk diketahui, hal ini karena seluruh informasi tersebut berguna pada saat perencanaan. Diantara cara untuk mengetahui atau mengidentifikasi karakteristik parkir di suatu lahan parkir yaitu dengan mengetahui parameternya. Ada beberapa parameter karakteristik parkir yang harus diketahui, antara lain : a. Volume Parkir Volume parkir merupakan jumlah kendaraan total per waktu tertentu dan juga menyatakan jumlah kendaraan yang termasuk ke dalam beban parkir. Waktu yang digunakan untuk parkir tersebut menyatakan lama parkir. b. Durasi Parkir Informasi mengenai durasi parkir sangat dibutuhkan untuk mengetahui lama sebuah kendaraan parkir. Informasi ini dapat diperoleh dengan cara mengamati waktu sebuah kendaraan masuk dan waktu sebuah kendaraan keluar, selisih dari waktu tersebut adalah durasi parkir. Dengan kata lain durasi parkir merupakan waktu selama kendaraan parkir, dalam satuan waktu (baik jam atau menit). Secara umum durasi parkir pada tempat parkir di badan jalan (On Street) jauh singkat dibandingkan pada tempat parkir di luar jalan (Off Street). II - 38

Untuk menentukan durasi parkir dapat menggunakan persamaan berikut : Durasi = E x time - E i time (2.3) Dimana : E x time E i time : saat kendaraan keluar lokasi parkir : saat kendaraan masuk lokasi parkir c. Akumulasi Parkir Akumulasi parkir merupakan jumlah kendaraan yang di parkir di suatu tempat pada waktu tertentu. Informasi ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui jumlah kendaraan yang sedang berada di suatu lahan parkir pada selang waktu tertentu. Persamaan yang dapat digunakan untuk mengetahui akumulasi parkir, yaitu sebagai berikut : Akumulasi = E i - E x (2.4) Dimana : E i : Entry (kendaraan yang masuk lokasi) E x : Exit (kendaraan yang keluar lokasi) Jika sebelum survey telah ada kendaraan yang parkir di lokasi survey, maka jumlah kendaraan yang ada (x) tersebut dijumlahkan dengan nilai akumulasi yang telah dibuat. Sehingga persamaan di atas menjadi : Akumulasi = E i - E x + x (2.5) Tingkat pergantian parkir (parking turnover) Tingkat pergantian parkir merupakan tingkat pemakaian ruang parkir, diperoleh dari pembagian antara jumlah kendaraan yang telah memanfaatkan lahan parkir pada periode waktu tertentu dengan ruang parkir yang tersedia. Persamaan yang dapat digunakan sebagai berikut : Turn Over= Volume parkir/ SRP..(2.6) d. Indeks Parkir II - 39

Indeks parkir merupakan suatu angka yang menunjukkan persentase tingkat areal pemakaian parkir yang merupakan perbandingan dari jumlah kendaraan yang sedang parkir dengan kapasitas parkir yang tersedia. e. Faktor kebutuhan parkir Faktor kebutuhan parkir merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah petak parkir yang dibutuhkan berbanding dengan luas lantai bangunan. f. Kapasitas statis Kapasitas statis merupakan suatu angka yang menyatakan panjang jalan efektif yang digunakan untuk parkir dibagi satuan ruang parkir (SRP) yang digunakan. Persamaan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : KS = L / X (2.7) Dimana : KS : kapasitas statis jumlah ruang parkir yang ada (kend) L : panjang jalan efektif yang digunakan untuk parkir (m) X : SRP yang digunakan g. Kapasitas dinamis KD = KS* (P /D) (2.8) Dimana : KD : kapasitas parkir dalam kendaraan/jam survey (kend) P : lama survey D : rata-rata durasi jam parkir (jam) 2.2.7. Pengendalian Parkir Pengendalian pengusahaan parkir merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi pengusahaan parkir tanpa mempengaruhi hasil pekerjaan, yang merupakan program yang harus diselenggarakan dengan cermat secara terus menerus. Sebagai bagian dari kegiatan pembinaan dan pengawasan parkir adalah pengendalian. Kegiatan pengendalian parkir meliputi : a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan parkir. Pemberian arahan dan petunjuk dalam ketentuan ini berupa penetapan atau pemberian pedoman dan tata cara untuk keperluan pelaksanaan II - 40

manajemen parkir, yang dimaksudkan agar diperoleh keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksakan sebagaimana mestinya untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang telah ditetapkan. b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan parkir. Adapun cara yang digunakan untuk mengendalikan permintaan parkir, antara lain : 1. Pembatasan lokasi/ruang parkir kendaraan, yang dimaksudkan untuk mengendalikan arus lalu lintas kendaraan atau untuk membebaskan suatu daerah/koridor tertentu dari kendaraan yang parkir dipinggir jalan untuk kelancaran lalu lintas. 2. Pembatasan waktu parkir pada suatu koridor tertentu karena alasan kelancaran lalu lintas. Misalnya, pada suatu koridor pada jam sibuk pagi harus bebas parkir karena ruang tersebut digunakan untuk mengalirkan arus lalu lintas. 3. Penetapan tarif parkir optimal sehingga pendapatan asli daerah dapat dioptimalkan sedangkan arus lalu lintas tetap lancar. 4. Pembatasan waktu parkir yang biasanya diwujudkan dengan penetapan tarif progresif menurut lamanya waktu parkir. 5. Pembatasan-pembatasan pengeluaran ijin dari jenis kendaraan. 6. pembatasan waktu terhadap akses parkir. Metode-metode pengendalian yang utama dan umum adalah dengan : a. Sistem karcis Para pengemudi yang akan menggunakan fasilitas parkir akan mendapatkan karcis dari juru parkir ataupun memasuki kawasan yang dikendalikan melalui mesin parkir ataupun oleh petugas digardu parkir. Pada karcis dituliskan jam masuk keruang parkir dan nomor kendaraan. b. Surat ijin parkir perumahan/perkantoran Surat izin ini umumnya berbentuk sticker yang ditempel pada bagian depan dan belakang kaca kendaraan yang menunjukkan identitas. Hal ini disamping berguna untuk menghindarkan adanya parkir liar juga untuk II - 41

pengendalian dan keperluan keamanan penghuni perumahan atau kompleks tertentu. c. Alat pengukur parkir (parking meter) Alat pengukur parkir terdiri atas jam pengukur waktu, dimana jam berfungsi untuk mengukur lamanya parkir tersebut, dimana jam akan berputar sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Jadi seolah-olah pengguna parkir yang membeli waktu pada ruang parkir tersebut. Alat pengukur tersebut disamping memperlihatkan waktu, sekaligus mengumpulkan uang. Untuk melaksanakan sistem ini, harus dilakukan penegakan hukum yang kontinu dan kepada pelanggar yaitu bagi mereka yang melewati waktu atau bagi mereka yang tidak membayar, akan dikeluarkan surat tilang. Surat tilang diletakkan pada kaca depan dibawah penghapus kaca. Pelanggar yang dikenakan tilang diharuskan membayar denda. Besar denda yang dikenakan biasanya sudah dicantumkan pada surat tilang tersebut. d. Sistem Kartu dan Disk Dengan sistem ini, pemilik diminta untuk memperagakan kartu atau disk yang memperlihatkan waktu kedatangan kendaraan pada ruang parkir. Kartu dan disk harus disediakan di toko-toko setempat, dimana dikenakan biaya atau tidak dipungut biaya. Sistem kartu ini meminta kepada para pengemudi untuk membolongi waktu, hari, bulan dan tahun. Harga setiap kartu sesuai ketentuan pemerintah daerah dan kartu tersebut hanya dapat digunakan satu kali. e. Pengendalian Waktu Batas waktu pada dasarnya ditentukan tergantung pada keseimbangan penawaran dan permintaan yang ada. Demi ketertiban diusahakan supaya pengguna fasilitas parkir yang lama agar parkir ditempat yang jauh (karena waktu berjalan menuju tempat parkir dapat ditolerir), jika mungkin mereka harus parkir pada daerah parkir di luar jalan (gedung parkir). Sedangkan parkir di jalan hanya untuk pemarkir yang tidak lama (sebentar/jangka pendek). Karateristik-karateristik dasar yang mengindikasikan kondisikondisi diatas adalah : II - 42

1. Tingginya angka pergantian waktu dan tingkat pemakaian ruang parkir pada batas waktu yang ada. 2. Angka pergantian parkir rendah dan tingkat pemakaian tinggi di sekitar daerah yang tidak diterapkan batas waktu. 3. Banyak kendaraan berlalu lalang untuk mencari ruang parkir. 4. Parkir ganda. 2.2.8 Tarif Parkir Tarif parkir adalah biaya yang harus dikeluarkan atau dibayarkan oleh pengguna kendaraan selama memarkirkan kendaraannya pada suatu lahan parkir tertentu. Penetapan harga tarif dianggap sebagai metoda yang paling bisa digunakan dalam pengendalian pelayanan parkir. Penetapan harga/tarif parkir oleh pemerintah dapat diberlakukan secara umum, atau dapat juga diberlakukan untuk jenis pelayanan tertentu. Misalnya untuk mendorong agar orang-orang ingin pindah ke suatu wilayah pemukiman dari lokasi parkir, pemerintah dapat menetapkan tarif yang lebih rendah untuk wilayah pelayanan tersebut. Pemerintah juga dapat menetaplan tarif diskriminatif untuk pelayanan yang sama, misalnya untuk kelompok mahasiswa, pelajar dan orang-orang cacat. Pemerintah juga dapat mengizinkan beroperasinya parkir dengan pelayanan yang lebih baik dengan tarif lebih tinggi, misalnya parkir di gedung, parkir ditepi jalan dan lain sebagainya. Pertimbangan yang perlu diambil oleh pemerintah daerah dari retribusi parkir ini adalah bagaimana menetapkan tarif parkir yang paling tepat, tidak terlalu murah ataupun tidak terlalu mahal. Dengan menggunakan pendekatan ekonomi dapat ditetapkan tarif parkir yang paling optimal, sehingga retribusi parkir ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan pendapatan asli daerah tetapi juga sebagai alat untuk mengendalikan panggunaan kendaraan pribadi. Dalam penjelasan pasal 6 huruf c peraturan pemerintah No. 20 tahun 1997 tentang retribusi dikatakan bahwa tarif retribusi parkir ditepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan kelancaran lalu lintas. Dengan demikian dapat diterapkan tarif menurut zona, dimana zona pusat kota dapat diterapkan tarif parkir yang lebih mahal ketimbang dizona penggiran kota. II - 43

Selain itu juga dijelaskan bahwa dalam penetapan tarif retribusi jasa umum pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku mengenai jenis-jenis retribusi yang berhubungan dengan kepentingan nasional dan memperhatikan pedoman yang diterapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan atau Menteri teknis terkait, dalam hal ini keputusan Menteri Perhubungan No. 88 tahun 1996 tentang Fasilitas Parkir Untuk Umum dan keputusan Menteri Perhubungan No. 4 tahun 1994 tentang Tata Cara Parkir Kendaraan Bermotor di Jalan. Untuk menetapkan harga jasa fasilitas parkir tersebut adalah tergantung pada harga fasilitas parkir. Bagaimanapun para penyelenggara perpakiran akan selalu berupaya agar perpakiran terus berlangsung. Dengan demikian, para penyelenggara sangat memperhatikan biaya yang dikeluarkan seperti pengadaan fasilitas parkir, pemeliharaan, gaji para pekerja, subsidi dan lain sebagainya. Penetapan harga jasa fasilitas parkir (tarif) selalu berpedoman kepada hukum penawaran dan permintaan. Sistem penarifan parkir dapat dibedakan menjadi : a. Sistem Tetap Merupakan sistem pembayaran tarif yang tidak membedakan lama waktu parkir dari suatu kendaraan. Pendapatan parkir dengan sistem ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : PPthn = JKP x 365 x Fp x Tp... (2.9) PPhr = JKP x Fp x Tp... (2.10) Dimana : PPthn : Pendapatan dari parkir dalam satu tahun PPhr : Pendapatan rata-rata dari parkir perhari Fp : faktor penggunaan, 0,8 untuk perkantoran/kegiatan yang hari sabtu-minggu tutup, 0,9 untuk pertokoan Tp : Tarif Parkir JKP : Jumlah kendaraan yang masuk ke pelataran gedung parkir dalam satu hari II - 44

b. Sistem Berubah Sesuai Waktu (Progresif) Merupakan sistem besaran tarif yang memperhatikan lama waktu parkir suatu kendaraan.cara seperti ini dapat diterapkan untuk pengendalian parkir yaitu dengan cara memberlakukan tarif progresif parkir di jalan atau dengan kata lain semakin lama pengguna parkir memarkirkan kendaraannya maka akan semakin mahal biayanya jika dibandingkan dengan di gedung parkir. Pendapatan parkir untuk sistem ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : PPthn = JKPI x 365 x Fp xtpi atau... (2.11) PPhr = JKPI x Fp x Tpi... (2.12) Dimana : JKPI : Jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan/pelataran/gedung parkir dalam satu hari yang parkir selama 1 jam Tpi : Tarif parkir untuk 1 jam i : Waktu dalam 1 jam c. Sistem Kombinasi Merupakan sistem pembayaran parkir yang mengkombinasikan antara kedua sistem diatas. 2.2.9 Fasilitas Parkir Suatu area parkir harus mempunyai beberapa fasilitas, guna memenuhi kebutuhan dari para pengguna area parkir tersebut. Adapun fasilitas yang ada di area parkir, antara lain : 1. Rambu 2. Marka II - 45

A. Rambu Menurut Kusnandar E, 2003, Rambu merupakan alat pengendali lalu lintas dalam rangka untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran pada sistem jalan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pemasangan rambu adalah: 1. Keseragaman bentuk dan ukuran rambu Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas memudahkan tugas pengemudi untuk mengenal, memahami dan memberikan respon. Konsistensi dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan menghasilkan konsistensi persepsi dan respon pengemudi. 2. Desain rambu Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang memenuhi standar akan menarik perhatian pengguna jalan, mudah dipahami dan memberikan waktu yang cukup bagi pengemudi dalam memberikan respon. 3. Lokasi rambu Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal dapat memiliki waktu yang cukup dalam memberikan respon. 4. Operasi rambu Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi kebutuhan lalu lintas dan diperlukan pelayanan yang konsisten dengan memasang rambu yang sesuai kebutuhan. 5. Pemeliharaan rambu Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap berfungsi baik. Rambu dapat dikelompokan menjadi, yaitu : a. Rambu Peringatan Rambu peringatan digunakan untuk menyatakan peringatan akan adanya bahaya yang harus diwaspadai oleh pengguna jalan. Ciri-ciri rambu larangan adalah sebagai berikut : i. Warna dasar kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam. ii. Bentuk dasar, bujur sangkar dan empat persegi panjang Contoh rambu peringatan seperti pada gambar berikut : II - 46

Sumber : Paduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 1996 Gambar 2.39 Rambu Peringatan b. Rambu Larangan Rambu larangan digunakan untuk mrnyatakan perbuatan yang dialarang dan harus dipatuhi oleh pengguna jalan. Ciri-ciri rambu larangan adalah sebagai berikut : Warna dasar putih bertuliskan hitam atau merah Bentuk dasar, terdiri dari segi delapan sama sisi, segitiga sama sisi larangan silang dengan ujung-ujung yang runcing dan lingkaran Contoh rambu larangan seperti pada gambar berikut : Sumber : Paduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 1996 Gambar 2.40 Rambu Larangan c. Rambu Perintah Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang harus (wajib) diikuti oleh para pengguna jalan. Ciri-ciri rambu perintah adalah sebagai berikut : Warna dasar biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah. Contoh rambu perintah seperti pada gambar berikut : II - 47

Sumber : Paduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 1996 Gambar 2.41 Rambu Perintah d. Rambu Petunjuk Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk yang bermanfaat untuk pengguna jalan, seperti petunjuk jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pengguna jalan. Ciri-ciri rambu petunjuk adalah sebagai berikut : Untuk petunjuk yang menyatakan fasilitas umum, batas wilayah sutau daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta tempat khusus dinyatakan dengan warna dasar biru dengan lambang atau tulisan warna putih. Untuk petunjuk yang menyatakan petunjuk jurusan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan seperti kota, daerah atau wilayah serta nama jalan dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang atau tulisan warna putih. Khusus petunjuk jurusan objek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang atau tulisan warna putih. Contoh rambu petunjuk seperti pada gambar berikut : Sumber : Paduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 1996 Gambar 2.42 Rambu Petunjuk II - 48

2.2.10 Kapasitas Jalan Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Menurut keperluan penggunaannya kapasitas ada tiga macam, yaitu: 1. Basic capacity (kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat dilewati suatu penampang pada jalur jalan selama satu jam dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal. 2. Possible capacity (kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan selama satu jam pada kondisi jalan serta lalu lintas yang ada. 3. Design capacity (kapasitas rencana), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan selama satu jam pada keadaan kondisi jalan serta lalu lintas yang sedang lewat tanpa mengakibatkan kemacetan lalu lintas, kelambatan dan bahaya yang masih dalam batas-batas yang diijinkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan antara lain sebagai berikut (MKJI, 1997) : 1. Kondisi Geometri, merupakan faktor penyesuaian dimensi geometri jalan terhadap geometri standar jalan kota, meliputi tipe jalan, lebar efektif lapisan keras yang termanfaatkan, lebar efektif bahu jalan dan lebar efektif median jalan. 2. Kondisi lalu lintas, merupakan karakteristik kendaaraan yang melewati ruas jalan yang meliputi faktor arah (perbandingan volume perarah dari jumlah dua arah pergerakkan), gangguan samping dari jalan, juumlah pejalan kaki dan akses keluar masuk. 3. Kondisi lingkungan, mengenai kapasitas jalan yang dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan berupa kondisi geometrik, yang kemudian disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Manual Kapasitas Jalan Indosesia (MKJI). II - 49

C = Kapasitas Jalan (Smp/Jam) Co = Kapasitas Dasar (Smp/Jam) Fcw = Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas FCsp = Faktor Penyesuaian Pemisah Arah FCsf = Faktor penyesuaian Hambatan Samping FCcs = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Tabel 2.21. Nilai Kapasitas Dasar Berdasarkan Tipe Jalan Sumber : MKJI 1997 1. Faktor Penyesuaian Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas Tabel 2.22. Nilai Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas II - 50

Sumber : MKJI 1997 2. Faktor Penyesuaian Untuk Kapasitas Pemisah Arah Tabel 2.23. Nilai Faktor Penyesuaian Kapasitas Pemisah Arah Sumber : MKJI 1997 3. Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping Tabel 2.24. Nilai Penyesuaian Hambatan Samping II - 51

Sumber : MKJI 1997 4. Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota Tabel 2.25. Nilai Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Sumber : MKJI 1997 Tabel 2.26. Nilai Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service) II - 52

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot=0,5) kendaraan umum/kendaraan lain berhenti (bobot=1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan (bobot=0,7) dan kendaraan lambat (bobot=0,4). Arus lalu lintas (Q), didefinisikan sebagai jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT ( Lalu-lintas Harian Rata-Rata Tahunan). Kecepatan arus dipengaruhi oleh keberadaan hambatan yang mengakibatkan penyempitan lajur lalu lintas. Semakin lama penyempitan terjadi, semakin kecil kecepatan arusnya. Aturan lalu-lintas lainnya yang berpengaruh pada kinerja lalu-lintas adalah: pembatasan parkir dan berhenti sepanjang sisi jalan; pembatasan akses tipe kendaraan tertentu; pembatasan akses dari lahan samping jalan dan sebagainya. Tabel 2.27. Nilai Kelas Hambatan Samping Sumber : MKJI 1997 II - 53