Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar domestik pada bulan November 2011 turun sebesar 2,5 persen dibandingkan bulan Oktober 2011. Sedangkan jika dibandingkan dengan bulan November periode tahun lalu, harga daging ayam turun sebesar 4,3 persen; Harga daging ayam secara nasional cukup stabil dengan koefisien keragaman harga bulan November 2010 sampai dengan bulan November 2011 sebesar 4,0 persen. Disparitas harga daging ayam antar wilayah pada bulan November 2011 cukup tinggi dengan koefisien keragaman harga antar wilayah sebesar 16,7 persen. Harga telur ayam di pasar domestik pada bulan November 2011 turun sebesar 5,3 persen dibandingkan bulan Oktober 2011. Sedangkan jika dibandingkan dengan bulan November periode tahun lalu, kenaikan harga telur ayam mencapai 4,3 persen; Harga telur ayam secara nasional relatif stabil dengan koefisien keragaman harga bulan November 2010 sampai dengan bulan November 2011 sebesar 5,0 persen; Disparitas harga telur ayam antar wilayah pada bulan November 2011 cukup tinggi dengan koefisien keragaman harga antar wilayah sebesar 12,9 persen. Gambar 1. Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 Harga Daging ayam Harga Telur Ayam Sumber: BPS dan Disperindag 2000-2011 (diolah) Tabel 1. Perkembangan Harga Daging Ayam () 2010 2011 Perubahan November 2011 KOTA November Oktober November Thd Nov 2010 Thd Okt 2011 Ayam Broiler M e d a n 22.286 20.238 16.364-26,6-19,1 Jakarta 28.724 26.746 27.073-5,7 1,2 Bandung 25.500 23.429 23.459-8,0 0,1 Semarang 23.714 23.876 24.182 2,0 1,3 Yogyakarta 24.000 23.917 23.771-1,0-0,6 Surabaya 22.071 21.560 21.978-0,4 1,9 Denpasar 26.476 23.429 23.773-10,2 1,5 Makassar 22.936 18.071 18.659-18,6 3,3 Rata-rata Nasional 25.429 24.963 24.339-4,3-2,5 Sumber: BPS dan Disperindag 2000-2011 (diolah) 1
Perkembangan Harga di Pasar Domestik Harga rata-rata daging ayam di pasar domestik pada bulan November 2011 turun sebesar 2,5 persen dibandingkan bulan Oktober 2011 yakni dari harga sebesar Rp.24.963,-/kg menjadi Rp.24.339,-/kg. Sedangkan jika dibandingkan dengan bulan November periode tahun lalu, harga daging ayam turun sebesar 4,3 persen. Penyebab turunnya harga daging ayam adalah masih disebabkan oleh melimpahnya pasokan ayam dan produksi bibit ayam /day old chick (DOC) dan banyak peternak menjual ayam karena khawatir merugi akibat cuaca di hampir seluruh wilayah Indonesia yang tidak menentu. Peternak memanen lebih cepat karena takut ayam terserang penyakit karena iklim yang terlalu basah. Saat ini, para peternak banyak yang menjual ayamnya melebihi stok meski dengan harga yang murah. Hal ini dikarenakan hujan yang terus turun mengakibatkan hewan unggas rentan terkena penyakit. Namun, harga yang anjlok juga diikuti permintaan konsumen yang cukup tinggi. Kalangan ibu rumah tangga kini lebih memilih membeli daging ayam dari pada daging sapi atau ikan yang harganya relative lebih mahal. (sumber: medantalk.com) Secara rata-rata nasional, fluktuasi harga daging ayam relatif stabil yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan untuk periode bulan November 2010 sampai dengan bulan November 2011 sebesar 4 persen. Hal ini berarti perubahan rata-rata harga bulanan adalah sebesar 4 persen. Jika dilihat per kota, fluktuasi harga berbeda antar wilayah. Kota Kupang, Palu, dan Manokwari adalah kota-kota yang perkembangan harganya sangat stabil dengan koefisien keragaman di bawah 5 persen yaitu sebesar 2,6; 2,7; dan 2,9 persen. Di sisi lain, kota Medan, Ambon dan Jayapura adalah beberapa kota dengan harga paling bergejolak dengan koefisien keragaman harga lebih dari 9 persen yakni masing-masing sebesar 10,9; 12,9; dan 17,7; persen (IKU koefisien keragaman Kementerian Perdagangan 5-9). Tabel 2. Perkembangan Harga Telur Ayam () 2010 2011 Perubahan November 2011 KOTA November Oktober November Thd Nov 2010 Thd Okt 2011 Telur Ayam Ras M e d a n 12.750 16.180 16.200 27,1 0,1 Jakarta 14.114 15.650 15.200 7,7-2,9 Bandung 13.461 14.580 14.695 9,2 0,8 Semarang 13.336 13.487 14.477 8,6 7,3 Yogyakarta 13.646 13.406 14.414 5,6 7,5 Surabaya 12.800 13.351 14.046 9,7 5,2 Denpasar 16.000 17.000 16.000 0,0-5,9 Makassar 13.417 15.450 15.136 12,8-2,0 Rata-rata Nasional 15.942 17.563 16.627 4,3-5,3 Sumber: BPS dan Disperindag 2000-2011 2
Harga rata-rata telur ayam di pasar domestik pada bulan November 2011 turun sebesar 5,3 persen dibandingkan bulan Oktober 2011 yakni dari harga sebesar Rp.17.563,-/kg menjadi Rp.16.627,-/kg. Sedangkan jika dibandingkan dengan bulan November periode tahun lalu, terjadi kenaikan harga telur ayam sebesar 4,3 persen. Melemahnya harga telur ayam bulan ini masih disebabkan karena pasokan telur dari sentra produksi melimpah. Hal ini diperkirakan kemungkinan harga telur ayam broiler akan turun lagi, karena banyaknya pasokan. Sementara, dari sisi permintaan, kebutuhan masyarakat tetap normal tidak ada lonjakan Rata-rata nasional harga telur ayam relatif stabil yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan untuk periode bulan November 2010 sampai dengan bulan November 2011 sebesar 5,0 persen. Hal ini berarti perubahan rata-rata harga bulanan adalah sebesar 5,0 persen. Jika dilihat per kota, fluktuasi harga berbeda antar wilayah. Kota Kupang, Banjarmasin dan Bangka Belitung adalah kota yang perkembangan harganya cukup stabil dengan koefisien keragaman sebesar 2,4; 3,1; dan 3,3 persen. Di sisi lain, kota Denpasar, Gorontalo, Palu dan Manokwari merupakan beberapa kota dengan harga yang cukup bergejolak dengan koefisien keragaman harga lebih dari 9 persen yaitu masing-masing sebesar 11; 11,2; 12,3; dan 12,54persen (IKU koefisien keragaman Kementerian Perdagangan 5-9). 30000 Gambar 2. Perkembangan Harga Daging Ayam 27500 25000 22500 20000 17500 15000 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des 2008 2009 2010 2011 Sumber: BPS dan Disperindag 3
Isu Dalam Negeri Terkait Daging dan Telur Ayam Kendati kebutuhan daging ayam dan telur di Tanah Air sudah swasembada, tetapi kebutuhan bibit unggas, obat hewan serta pakan ternak yang sebagian besar masih diimpor, sehingga perlu dilakukan restrukturisasi perunggasan. Menurut data dari Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia, impor grand parent stock (GPS) atau ayam bibit pada Januari- November 2011 mencapai 434.000 ekor. Hal ini terjadi karena kebutuhan daging ayam dan telur sudah dipasok seluruhnya dari produksi lokal, maka pemerintah kurang memperhatikan perunggasan nasional. Agar industri perunggasan dapat bersaing, maka perlu restrukturisasi dari hulu sampai hilir, seperti penyediaan infrastruktur, penyediaan lahan, upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur, serta bahan baku pakan ternak lokal. Jumlah industri pembibitan di Indonesia saat ini masih sedikit, karena besarnya modal yang dibutuhkan, teknologi, serta risiko yang cukup tinggi dan infrastruktur yang belum diperbaiki. Dari sisi hilir, pemerintah harus menjaga stabilitas harga baik harga bibit ayam, pakan ternak, maupun daging unggas dan telur ayam dengan membuat bufferstock (stok penyangga). Stok penyangga dibuat dengan memperbanyak cold storage, sehingga pada saat harga ayam sedang turun, maka dapat disimpan dan dijual pada saat harga sudah membaik. Kapasitas produksi perunggasan masih dapat ditingkatkan karena ada peluang pasar domestik cukup tinggi, teknologi cukup tinggi, lahan budidaya luar Jawa cukup luas, dan bahan baku pakan cukup tersedia, kendati masih impor jagung pada tahun lalu 1,9 juta ton. Omset industri perunggasan nasional mencapai Rp120 triliun per tahun. Sementara itu, industri pembibitan ayam ras masih terbatas sekitar 11 perusahaan yang bergerak pada bidang grand parent stock, 34 perusahaan yang bergerak di bidang parent stock, dan untuk final stock (peternak yang memelihara, merawat dan membesarkan sampai menjual) cukup banyak tersebar di seluruh di pedesaan di Indonesia. Perusahaan yang bergerak di bidang GPS, PS, dan FS masih mengusahakan sumber induk dari impor. Ayam induk impor itu nantinya menghasilkan telur yang harus ditetaskan menjadi anak ayam. Penetasan DOC memerlukan alat yang masih diimpor dari AS, Eropa, dan China. Dinamika Pasar Internasional Tidak seperti tren yang terjadi di pasar domestik dimana harga daging ayam cenderung mengalami penurunan, harga daging ayam di pasar internasional justru masih mengalami kenaikan. Kenaikan harga daging ayam pada bulan November lebih besar dari kenaikan bulan sebelumnya yakni sebesar 0,26 persen. Harga daging ayam pada bulan November tercatat US$ cent 89 per pound, sementara bulan sebelumnya tercatat US$ cent 89,23 per pound. (sumber: Whole bird spot price, Georgia docks) 4
Sep-10 Okt-10 Nop-10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 30.000 25.000 Gambar 3. Perkembangan Harga Internasional Daging Ayam Harga Domestik US$ cent/pound 90 89 88 87 20.000 86 85 15.000 84 Harga Internasional 83 10.000 82 Sumber: USDA Market News (Whole bird spot price, Georgia docks) Melihat kecenderungan harga yang masih terus naik hingga bulan November, dapat diduga bahwa hal ini dikarenakan harga jagung dunia yang masih cukup tinggi terutama jagung yang berasal dari Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan masih tingginya biaya produksi ayam broiler terutama dari sisi biaya pakan. Terkait kecenderungan tingkat konsumsi masyarakat akan daging ayam, menurut FAO, meningkatnya populasi penduduk dunia akan meningkatkan konsumsi protein hewani sebesar lebih dari 60 persen dari konsumsi saat ini. Bahkan kenaikan konsumsi protein hewani akan naik mencapai 73 persen di tahun 2050. Masih menurut sumber yang sama, diakibatkan naiknya permintaan dan konsumsi khususnya daging ayam, India sebagai produsen kedele terbesar kelima setelah Amerika Serikat, Brazil, Argentina dan Cina, diprediksi akan menjadi net importir kedele di tahun 2015. Hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi produksi ayam broiler India karena ketergantungannya atas impor kedele. Selain itu, perdagangan komoditi jagung dan kedele yang semakin prospek untuk produksi biofuel akan memberi dampak bagi industri perunggasan. Hal ini akan menggembirakan bagi produsen biofuel di satu sisi namun mengkhawatirkan industri unggas di sisi lain. (sumber: www.clintonnews.com) 5