Gambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung. Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN

ANALISIS INDIKATOR KUANTITATIF FUNGSI HIDROLOGI AKIBAT ALIH GUNA LAHAN DAS CILIWUNG HULU APRIAN PURNOTO

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik Wilayah Administrasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (I) Sub DAS Tugu, (2)

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

III. METEDOLOGI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

IV KONDISI UMUM TAPAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Luas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)

BAB 3 METODE PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KONDISI UMUM BANJARMASIN

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

KEADAAN UMUM DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

KAJIAN HUBUNGAN SIFAT HUJAN DENGAN ALIRAN LANGSUNG DI SUB DAS TAPAN KARANGANYAR JAWA TENGAH :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

Tahun Penelitian 2005

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa) LINDA KUSWARDINI

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil.

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Lokasi penelitan ini dilakukan di wilayah Sub Daerah Aliran Ci Keruh.

PENGURANGAN RESIKO BANJIR IBUKOTA DENGAN PENGEMBANGAN DAM PARIT DI DAS CILIWUNG HULU

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS FLUKTUASI DEBIT AIR AKIBAT PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. persentase rata-rata kedap air 2)

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

Simulasi dampak perubahan tutupan lahan terhadap neraca air di DAS dan Sub-DAS Rejoso menggunakan Model GenRiver

Transkripsi:

tidak dicantumkan nilai koefisien determinasinya hanya dari pola grafik yang teratur. Di DAS Sumberjaya dengan total luas 404 km 2 menggunakan tiga skenario, yaitu seluruh DAS merupakan lahan hutan, seluruh DAS berupa lahan alang alang, dan kondisi penutupan lahan sebenarnya. Sedangkan untuk DAS Mae Chaem dengan luas 40.000 km 2 menggunakan tiga skenario, yaitu kondisi penutupan lahan sebenarnya, seluruhnya berupa hutan hijau sepanjang tahun, dan hutan yang berganti daun sepanjang tahun. Berikut beberapa gambar hasil simulasi GenRiver di DAS Sumberjaya Lampung dan Mae Chaem Thailand (Van Noordwijk et al., 2004). Gambar 3. Hasil simulasi debit Sumberjaya Lampung Gambar 4. Hasil simulasi debit di Mae Chaem Thailand III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai dengan Desember 2006 di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang diguanakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2004, skala 1:150.000 hasil penelitian Janudianto (2004). Dan data penggunaan lahan tahun 2004 dari citra Ikonos yang dipetakan oleh Prasatya (2006) 2. Data debit harian tahun 1993-2005 Bendung Katulampa, Ciliwung Hulu dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung Cisadane Bogor. 3. Data curah hujan harian dari stasiun Katulampa, Citeko, dan Gunung Mas tahun 1993-2005. 4. Data jenis tanah Ciliwung Hulu 5. Data morfometri sungai (sub- DAS, panjang sungai utama). Alat yang digunakan meliputi: Seperangkat komputer dengan software Arcview 3.3, dan MS Office 2003(Excel dan Word), Minitab 14, Stella Vr. 511. 3.3 Metodologi Penelitian ini meliputi kegiatan: 3.3.1 Studi Literatur Tahap persiapan diawali dengan studi literatur dan pengumpulan data-data berupa Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2004, data debit, data tanah, dan data penunjang lainnya. Langkah berikutnya adalah menyeragamkan atau kalibrasi data, khususnya untuk data penggunaan lahan sehingga memungkinkan proses analisis spasial. 3.3.2 Analisis Alih guna lahan Operasi tumpang susun (overlay) dilakukan menggunakan data digital peta penggunaan/penutupan lahan dengan bantuan ArcView 3.3. Operasi tumpang susun dilakukan antara peta penggunaan/penutupan lahan tahun 1994 dan 2004 yang bertujuan untuk melihat arah dan pola perubahan penggunaan/penutupan lahan. Ekstraksi data atribut hasil dari operasi tumpang susun ini digunakan sebagai data dalam teknik analisis selanjutnya. 3.3.3 Menentukan kriteria dan indikator fungsi hidrologi Kriteria dan indikator kuantitatif diperlukan dalam mempelajari fungsi hidrologi DAS. Fluktuasi debit sungai dan curah hujan dijadikan parameter utama untuk menilai indikator penyangga (buffering indicator) akibat alih guna lahan. Kriteria ini dapat dihubungkan langsung dengan

pengertian kuantitatif bagaimana hujan atau presipitasi (P) terurai menjadi aliran sungai (Q) dan evapotranspirasi (E) pada suatu sistem neraca air. Hubungan antara faktorfaktor tersebut dapat membantu kita dalam memahami logika dan tarik ulur antara perubahan transmisi air, daya sangga kejadian puncak hujan dan fungsi DAS dalam menyalurkan air secara perlahan. Melalui pemanfaatan data empiris curah hujan dan aliran sungai dan/ atau hasil simulasi model, maka dapat dikembangkan beberapa indikator kuantitatif untuk tiga kriteria utama fungsi DAS. 3.3.3.1 Transmisi air Merupakan hasil air per unit curah hujan tiap suatu luasan DAS. Sebagai indikator adalah Total debit sungai per unit hujan (TWY) yang dirumuskan sebagai berikut: TWY = Q /( A* P ) Dengan: Q = debit sungai (mm/hari) P = presipitasi (mm/hari) A = luasan DAS (km 2 ) Satuan unit parameter tersebut selanjutnya digunakan untuk perhitungan indikator penyangga. 3.3.3.2 Penyangga pada puncak kejadian hujan. Merupakan indikator kejadian banjir relatif terhadap kejadian hujan pada suatu luasan DAS. Sebagai indikator dari kriteria ini adalah: a. Buffering indicator (BI)/Indikator penyangga Merupakan koefisien yang menyatakan kemampuan suatu DAS untuk menyangga hasil air (debit) tiap satuan waktu curah hujan pada suatu luasan DAS. BI = ( PabAvg ( QabAvg / A)) / PabAvg = 1 QabAvg /( A* PabAvg ) dimana : PabAvg = max(p-pmean,0) QabAvg = max(q-qmean,0) b. Relative buffering indicator (RBI)/Indikator penyangga relatif terhadap total debit RBI = 1 ( QabAvg / Qtot)/( PabAvg / Ptot) c. Buffering peak event (BPE)/Indikator penyangga puncak kejadian hujan Koefsien yang menyatakan kemampuan suatu DAS dalam menyangga total hasil air (debit) pada saat hujan maksimum atau curah hujan di atas rata rata selama bulan bulan basah atau musim hujan. BPE= 1 Maxdaily ( _ Q Qmean)/( A* Maxdaily ( _ P Pmean)) Satuan debit yang digunakan untuk analisis indikator adalah dalam mm/hari. 3.3.3.3 Koefisien Rejim Sungai (KRS) Besarnya fluktuasi debit aliran sungai yang terjadi dapat diketahui dengan menggunakan koefisien rejim sungai. Koefisien rejim sungai merupakan perbandingan antara debit harian rata rata maksimum dan debit harian rata rata minimum. KRS bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi suatu DAS. Semakin kecil koefisien ini berarti kondisi hidrologi dari suatu wilayah DAS semakin baik Batasan yang diberikan untuk menilai indikator ini adalah sebagai berikut (Asdak, 1995): KRS < 50 ; baik 50 KRS < 120 ; sedang KRS 120 ; buruk 3.3.4 Simulasi model GenRiver Simulasi model GenRiver menggunakan Stella sebagai software yang dihubungkan dengan file microsoft excel. Input utama dari model ini adalah curah hujan, tingkat penutupan lahan dan sifat fisik tanah dengan keluaran utama berupa aliran sungai dan neraca air untuk skala DAS (Gambar 6). Komponen utama model GenRiver dan proses-proses yang terlibat sebagai berikut : curah hujan harian, intensitas hujan dan waktu untuk infiltrasi, intersepsi, infiltrasi dan aliran permukaan, evapotranspirasi, redistribusi air tanah, pelepasan air tanah menuju sungai (melalui aliran dasar), jarak (routing distance).

Input: CH, tutupan lahan,tanah, Model Data pengukuran Keluaran model Kesalahan minimum ya Aplikasi model tidak kalibrasi Gambar 5. Diagram konsep model (Sutoyo, 1999) CURAH HUJAN TOTAL evapotranspirasi Intersepsi Air Air hilang terintersepsi Curah hujan langsung Air Lolos Aliran batang Curah Hujan Bersih Air larian Permukaan Tanah Evaporasi tanah Kelembaban Tanah Transpirasi vegetasi Debit Gambar 6. Diagram alur proses hidrologi (Asdak, 1995)

Model GenRiver dihubungkan dengan sebuah file Excel GenRiver.xls. File ini berisi parameter masukan yang terhubung pada GenRiver.STM. Parameter utama masukan untuk model GenRiver pada file excelnya adalah sebagai berikut: Data hujan dan debit Data hujan dalam satuan mm/hari sedangkan untuk data debit dalam m 3 /detik. Data hujan yang digunakan adalah data dari tiga stasiun yang dianggap mewakili wilayah DAS Ciliwung hulu yaitu stasiun Katulampa, stasiun Citeko, dan stasiun Gunung Mas dari tahun 1994 sampai dengan 2004. Sedangkan data debit diambil dari Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) Katulampa pada periode 1993 2005. Curah hujan wilayah dihitung dengan metode Thiessen, yaitu: P g = n i= 1 Wi Pi dengn Wi = Ai / Ai Dimana: P g : curah hujan wilayah (mm) P i : curah hujan pada stasiun ke (mm) Ai : luas polygon ke-i (Ha) W i : bobot stasiun ke-i i :jumlah stasiun pengamatan Data tutupan lahan Terdiri atas jenis tutupan lahan, parameter parameter fisik tanah, dan evapotranspirasi. Data tutupan lahan yang dianalisis yaitu data tahun 1994 dan 2004 (di lampiran) hasil penelitian Janudianto (2004) dan Prasatya (2006). Untuk paremeter parameter fisik tanah mengacu pada database yang ada pada file GenRiver.xls yang disesuaikan dengan kondisi wilayah Ciliwung hulu. Nilai evapotranspirasi bulanan diperoleh dengan software ETo (Irsis) versi 1.0 keluaran Leuven University. Penentuan evapotranspirasi menggunakan metode Penman FAO yang dirumuskan sebagai berikut: ET0 = w* Rn + (1 w) f ( u)( ea ed ) dengan w faktor pembobot merupakan fungsi suhu dan ketinggian. e a tekanan uap jenuh; e d tekanan uap aktual e a 0 = e ( T dew ) = 0.6108 17.27 T dew exp T dew + 237.3 Input data yang digunakan untuk analisis evapotranspirasi model Penman FAO adalah: -Temperatur : T rata rata ( o C), T max ( o C), T min ( o C) - Kelembaban: RH rata rata (%) - Radiasi surya - Kecepatan angin: U rata rata (km/jam) Informasi sub DAS DAS dibagi menjadi beberapa sub-das (dalam km 2 ) dan jarak suatu titik terhadap pelepasannya (routing distance) tiap tiap sub-das. Data morfometri DAS Ciliwung hulu diperoleh dari interpretasi peta Landsat tahun 2000 hasil penelitian Irianto (2000) yang didasarkan atas nilai bilangan kurva. Nilai bilangan kurva sendiri telah ditetapkan berdasarkan klasifikasi kelompok hidrologi tanah, klasifikasi komplek penutup tanah dan kondisi kandungan air dalam tanah sebelumnya. Data tersebut selanjutnya dianggap berlaku pada saat penelitian. Tabel 3. Morfometri DAS Ciliwung Hulu Sub DAS No. Sub Sub DAS Luas Panjang sungai utama Panjang sungai utama ha m km Ciliwung Hulu 1 Ciliwung Hulu 1 4908 14750 14.75 2 Cisarua 2237 16500 16.5 3 Ciliwung Hulu 2 240 2300 2.3 4 Cibogo 1376 14000 14 5 Ciliwung Hulu 3 106 1050 1.05 6 Cisukabirus 1688 15300 15.3 7 Ciliwung Hulu 4 131 1300 1.3 8 Ciesek 12557 14800 14.8 9 Ciseuseupan 1190 12100 12.1 10 Ciliwung Hulu 5 595 4200 4.2

1. Model Sektor initialization Patch water balance Stream network Reservoir dynamic Output conversion Additional output 2. Sub model Neraca Air Jumlah curah hujan tiap tiap jenis penutupan lahan pada setiap sub-das dihitung per unit area dan masing masing fraksi area. Curah hujan yang jatuh pada sebuah DAS, setelah diuapkan sisanya akan mengalir ke sungai, biasa disebut hasil air (water yield). Neraca air sebuah DAS yang berhutan dapat digambarkan dengan persamaan matematika sebagai berikut: P g = (T + Ic + If + Es + w) + Q + S ± L + U Jika (T + Ic + If + Es + w) sama dengan total veapotranspirasi (Et) dan dianggap tidak ada kebocoran (L) dan aliran sungai bawah tanah (U), maka persamaan neraca air sebuah DAS dapat disederhanakan sebagai berikut (Manan, 1978 dan Ward 1975 dalam Bruijnzeel, 1982): P g = Et + Q + S Gambar 7. Daigram alur model dalam stella 3. Sub model aliran sungai Sub model aliran sungai merupakan sub model yang mengumpulkan dan menyusun proses proses hidrologi dari sub model lain menjadi debit aliran sungai. Pada sub model ini, komponen komponen tersebut membentuk debit aliran sungai untuk periode harian serta akumulasi harian selama setahun. Gambar 8. Diagram sub model neraca air (Van Noordwijk et al., 2004 dalam modul GenRiver) Gambar 9. Diagram sub model aliran sungai (Van Noordwijk et al., 2004 dalam modul GenRiver) 3.3.5 Verifikasi dan Kalibrasi Model Verifikasi model dalam penelitian ini dilakukan pada data tahun 1994 dan 2004. Proses verifikasi ini melibatkan kegiatan kalibrasi model untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi tertinggi dan kesalahan minimum terrendah sehingga hasil model yang berupa data nilai debit mendekati data debit harian hasil pengukuran di lapangan. Proses kalibrasi dilakukan dengan memasukkan beberapa parameter secara coba

ulang (trial error). Dari proses ini didapatkan nilai koefisien determinasi yang menyatakan bahwa secara statistik hasil keluaran model telah menggambarkan kebenaran dengan nilai R-square berkisar antara 0 1. R-square yang semakin besar, yaitu mendekati 1 menunjukkan bahwa model yang dirumuskan untuk menjelaskan keragaman data sangat baik (Sutoyo, 1999). 3.3.6 Analisis Sensitivitas Model Tujuan utama analisis ini pada proses permodelan adalah untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan ini dapat berupa parameter rancang bangun atau input peubah keputusan. Analisis ini mampu menghilangkan faktor yang kurang penting sehingga pemusatan studi lebih dapat ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan (Suwarto, 2006). Menurut Syaifullah (2004) model dikatakan sensitive terhadap perubahan nilai parameter apabila perubahan nilai parameter sebesar X % diikuti oleh perubahan nilai keluaran model minimal dalam persentase yang sama. Model dikatakan tidak sensitive apabila persentase perubahan luaran model terlalu kecil dibandingkan persentase perubahan nilai parameter tersebut. Belum ada referensi nilai persentase tertentu dalam membandingkan perubahan luaran model GenRiver terhadap perubahan parameternya. 3.3.7 Uji Keabsahan Model Tolok ukur uji keabsahan model didasarkan pada: 1. Penampilan hubungan antara debit dugaan dan debit aktual secara grafik sehingga dapat ditentukan nilai mutlak (maksimum dan minimum) data yang diperoleh. 2. Nilai koefisien model (R 2 ) (Wardhani, 2002) dengan persamaan: [ 2 1 ( Y 2 i yi ) R = ] 2 Yi Dengan: Y i : debit aktual ke-i y i : debit model ke-i 3.3.8 Skenario Tutupan Lahan dan Curah Hujan Penggunaan model dilakukan dengan menerapkan beberapa kemungkinan skenario untuk mengetahui penggunaan lahan yang paling optimal dalam menekan fluktuasi debit, maka skenario yang digunakan adalah perubahan luas penggunaan lahan. Untuk skenario curah hujan digunakan nilai curah hujan apabila naik 15-20% dari rata rata dan turun 15-20% dari kondisi rata rata normalnya untuk masing masing skenario perubahan penggunaan lahan. Beberapa skenario yang dilakukan seluruhnya mengacu pada kondisi awal yaitu tahun 2004. Skenario 1 merubah tegalan dan perkebunan masing masing 9,1% dan 4,3% menjadi lahan hutan sedangkan lainnya tetap. Sehingga hutan pada skenario 1 menjadi 35% Sedangkan skenario kedua merubah 17,8% lahan perkebunan dan 7,3% lahan sawah menjadi lahan hutan, serta merubah 9,1% tegalan menjadi hutan dan 1% menjadi pemukiman. Sehingga pada skenario 2 proporsi hutan menjadi 55,8%. Dengan asumsi bahwa kriteria debit harian maksimum yang normal ditetapkan berdasarkan batas debit harian maksimum normal dari bendungan katulampa, yaitu debit yang tidak melebihi 244 m 3 /detik. Debit yang melebihi angka tersebut sudah termasuk kategori status siaga I yaitu debit yang berada antara 244 m 3 /detik dan 411 m 3 /detik. Besarnya debit diantara nilai tersebut sudah memiliki potensi untuk menimbulkan banjir di Jakarta. Dalam skenario ini input data iklim dianggap tetap. Berdasarkan hal tersebut, maka kriteria penggunaan lahan yang optimal dalam menekan fluktuasi debit dalam penelitian ini adalah tipe penggunaan lahan yang mampu memberikan nilai KRS yang rendah. Kriteria lain yang digunakan dalam penentuan lahan yang paling optimal adalah debit harian maksimum yang tidak melebihi batas debit normal di bendung katulampa.

IV. Tabel 4. Skenario perubahan penggunaan lahan Komposisi *Awal (%) Skenario 1 (%) Skenario 2 (%) Hutan 21.6 35 55.8 Perkebunan 31.6 27.3 13.8 Pemukiman 25.8 25.8 26.8 Tegalan 11.6 2.5 1.5 Sawah 9.4 9.4 2.1 * awal: mengacu pada kondisi tahun 2004 KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN 4.1 Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu Secara astronomis Sungai Ciliwung berada pada letak lintang dan bujur 6 05` - 6 50` LS dan 106 40` - 107 00` BT. Sungai ini bermula (hulu) di Gunung Mandalawangi. (Talaga) dan bermuara (hilir) di Teluk Jakarta. Wilayah DAS dengan luas sekitar 322 km 2 ini dibatasi oleh DAS Cisadane di sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah Timur. Sungai ini mengalir dari arah Selatan ke Utara dengan bentuk melebar di bagian hulu dan menyempit di bagian hilir. Sungai ini mengalir melalui daerah daerah yang termasuk wilayah administrasi: a) Kabupaten Bogor khususnya kecamatan Cisarua, Ciawi, Kedunghalang, Cibinong dan Cimanggis; b) Kotamadya Bogor; c) Kota Administratif Depok; dan d) wilayah DKI Jakarta. Bagian hulu merupakan pegunungan dan berada pada batas ketinggian 300 m sampai 3000 dpl. Dengan luas 146 km2 bagian hulu DAS ini meliputi kecamatan Cisarua, Ciawi, dan Kedunghalang yang dibatasi oleh bendungan Katulampa sebagai outletnya, serta dikelilingi oleh G. Gede, G. Pengrango, G. Hambalang, dan Megamendung. Bagian DAS hulu ini terdiri dari sepuluh anak sungai yaitu: Citamiang, Cimegamendung, Cilember, Ciesek, Cisukabirus, dan Ciseuseupan. 4.2 Iklim Iklim di daerah penelitian tergolong ke dalam iklim tropika. Suhu berkisar antara 23-24 C dengan kelembaban nisbi antara 73-82 %. Radiasi surya minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September (81,85 %). Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata-rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober. Menurut Klasifikasi Iklim Schmidt Ferguson dalam Handoko (1994), iklim Sub DAS Ciliwung Hulu adalah termasuk ke dalam Zona Agroklimat A yang berarti daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Klasifikasi ini ditentukan berdasar dari jumlah Bulan Basah (hujan bulanan jangka panjang >100 mm) dan Bulan Kering (hujan bulanan jangka panjang <60 mm). Klasifikasi iklim A karena daerah ini mempunyai bulan bulan basah berturut turut sepanjang tahun. Hal ini sesuai dengan kondisi daerah hulu yang selalu tertutup awan 4.3 Tanah Tanah tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Tahun 1992 skala 1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian meliputi order Andisol, Ultisol, Inceptisol, dan Entisol yang masing-masing sebesar 38.9 %, 11 %, 48 %, dan 2,1%. DAS Ciliwung Bagian Hulu dibangun oleh formasi geologi vulkanik yaitu komplek utama Gunung Salak dan komplek Gunung Pangrango. Deskripsi Litologi Kawasan DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah tufa glas lhitnik kristal, tufa fumice dan batu pasiran tufa, sedangkan kondisi fisiografi daerah kawasan DAS Ciliwung Bagian Hulu merupakan daerah pegunungan dan berbukit. Elevasi umumnya diatas 150 m dpl dan terdiri atas daerah lungur volkan tua dan muda. Bahan induk tanah yang terdapat di DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah berupa tufa volkanik dan derivatifnya merupakan bahan dasar pembentuk tanah jenis tanah Latosol Coklat Kemerahan adalah jenis tanah yang dominan. Adanya pencampuran bahan vulkanik tua dan yang lebih muda memungkinkan terbentuknya jenis-jenis tanah lain yang berasosiasi dengan Latosol antara lain adalah tanah Andosol dan Regosol