HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1
|
|
- Johan Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA TERHADAP BANJIR JAKARTA 1 Hidayat Pawitan Laboratorium Hidrometeorologi Geomet IPB Jl. Raya Pajajaran, Bogor hpawitan@indo.net.id Abstrak Hidrologi DAS Ciliwung menurut toposekuensnya dibagi ke dalam tiga bagian: hulu, tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa, Ratujaya, dan Pintu Air Manggarai. Kharakteristik Hidrologi DAS Ciliwung di ketiga bagian DAS ini dicirikan tidak hanya ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabotabek dan Bopunjur dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta. Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. Dan hasil analisis frekuensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun Katulampa ( ) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian untuk periode ulang 5-tahunan sebesar 164 mm; 10-tahunan sebesar 189 mm; 25-tahunan sebesar 220 mm; 50-tahunan sebesar 243 mm; dan 100-tahunan sebesar 266 mm. Nisbah limpasan bervariasi antara 10 % sampai 100 %, sedang waktu pemusatan sampai Manggarai antara 1,6 jam sampai 15,5 jam. Kajian dampak perubahan penggunaan lahan antara tahun 1981 dan 1999 menggunakan model hidrologi HEC-1 menunjukkan meningkatnya debit banjir Ciliwung Hulu (Katulampa) sebesar 68 persen dan untuk Ciliwung Tengah sebesar 24 persen, sedang peningkatan volume banjir untuk Ciliwung Hulu sebesar 59 persen dan Ciliwung Tengah sebesar 15 %. Perubahan ini juga diikuti oleh terjadinya perubahan andil debit dan volume banjir di daerah hilir DAS. Dengan model HEC- 1 juga ditunjukkan bahwa pengelolaan lahan DAS hulu yang tepat sebagai tindakan koreksi dapat mengendalikan debit dan volume banjir di daerah hilir sampai tingkat yang diinginkan. Kata kunci: hidrologi DAS Ciliwung, hujan maskimum, banjir, perubahan penggunaan lahan, andil banjir. PENDAHULUAN Perkembangan penggunaan lahan di daerah aliran sungai-sungai yang mengalir ke DKI Jakarta, khususnya kawasan Jabotabek dan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah memberi dampak berupa peningkatan frekuensi, debit dan volume banjir yang telah menggenangi wilayah pemukiman dan jalan-jalan di Jakarta, yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian material dan non-material. Kejadian banjir menjelang akhir Februari sampai awal Maret 2002 yang BARU lalu menunjukkan tingkat gangguan yang 1 Makalah disajikan dalam Lokakarya Pendekatan DAS dalam Menanggulangi Banjir Jakarta yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian IPB bekerja sama dengan Andersen Consult, Jakarta, 2 Mei 2002.
2 sulit diterima (intolerable) yang memerlukan tindakan koreksi untuk menghindari terulangnya kejadian serupa. Pertanyaannya adalah: apakah bentuk tindakan koreksi yang diperlukan? Dan apakah hal ini mungkin dilakukan dalam jangka waktu dekat ini? Untuk ini kajian hidrologi DAS Ciliwung akan disajikan untuk memberikan gambaran mengenai fungsi hidrologi, khususnya yang menyangkut sifat hujan wilayah dan hubungan hujan-limpasan yang dinyatakan dengan koefisien limpasan dan waktu konsentrasi, serta faktor-faktor yang berperan, seperti kondisi penggunaan lahan dan perubahannya. Untuk mengetahui kontribusi DAS Ciliwung terhadap banjir di DKI Jakarta akan disajikan hasil kajian dengan model hidrologi HEC-1 yang menduga dampak perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi dalam dua dasawarsa terakhir, dan tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan untuk menekan perubahan fungsi hidrologi yang tidak diinginkan. HIDROLOGI DAS CILIWUNG Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai utama yang bermuara ke Teluk Jakarta dengan total luas daerah aliran seluas 347 km 2 dan panjang sungai utama 117 km. Estimasi debit banjir 2-tahunan menurut Nedeco-PBJR (1973) adalah 100 m 3 /s dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m 3 /s, dan nampaknya nilai estimasi ini telah berubah sejalan dengan perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Di sebelah barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di timur dibatasi oleh DAS Citrarum. Secara hidrologi DAS Ciliwung dapat dibagi menurut zonasi toposekuensnya, yaitu: bagian hulu yang merupakan pegunungan antara 300 m sampai 3000 m; bagian tengah yang merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi ketinggian antara 100 m sampai 300 m; dan bagian hilir, merupakan dataran rendah dengan topografi landai antara 0 m sampai 100 m. DAS Ciliwung Hulu dengan luas 146 km 2 terdiri atas 10 anak sungai, yang dalam kajian ini dibagi ke dalam 7 subdas berikut: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian tengah Ciliwung seluas 94 km 2 memiliki dua anak sungai: Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya bermuara ke sungai Ciliwung. Dan bagian hilir seluas 82 km 2 dibatasi sampai stasiun pengamatan Kebon Baru/Manggarai pada elevasi PP+8 m. Bagian lebih hilir dari Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi dengan Kanal Barat sebagai penangkal banjir berupa saluran kolektor. Perlu dicatat bahwa pembagian demikian tidak memiliki batas yang tegas. Ciliwung hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kelerengan yang tinggi, dengan kelerengan 2-15% seluas 70,5 km 2 dan 15-45% seluas 52,9 km 2, dan sisanya di atas 45%. Pengamatan debit harian di Katulampa menunjukkan debit bulanan maksimum pada bulan November. Bagian tengah Ciliwung didominasi oleh kelerengan 2-15%, sedang bagian hilir didominasi oleh kelerengan 0-2 %, dengan arus sungai yang tenang. Keadaan airbumi tidak dapat dibatasi mengikuti batas DAS, terutama untuk bagian tengah dan hilir. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata-mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan kelulusan batuan.
3 Bagian hulu dan tengah menurut peta topografi yang dinyatakan oleh stasiun hidrometri Katulampa dan Ratujaya Depok ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut. Hujan Wilayah DAS: Curah hujan merupakan salah satu unsur dari daur hidrologi yang mempunyai peran penting dan paling sulit diprediksi, karena keterkaitan dan tingkat variabilitinya menurut ruang dan waktu. Keterbatasan lainnya adalah kesulitan untuk dapat mengukur jumlah curah hujan dengan cukup teliti untuk kebanyakan kajian hidrologi dan klimatologi, yang menghasilkan pengetahuan kita terhadap curah hujan di suatu wilayah menjadi sangat terbatas, walau didapatkan data yang tercatat untuk sejumlah stasiun pengamatan sekalipun. Untuk mengatasi keterbatasan pengetahuan tersebut, berbagai upaya perlu dilakukan untuk dapat memahami kharakteristik hujan di suatu wilayah terbatas, seperti yang dilakukan French dkk (1992), maupun Srikanthan dan McMahon (1985). Walau demikian, upaya ini tetap harus mengandal pada ketersediaan data pengamatan setempat, di mana dalam kajian ini akan dilakukan untuk daerah
4 aliran sungai (DAS) Ciliwung, khususnya Ciliwung Hulu. Lebih spesifik lagi, dalam kajian ini ingin diketahui kharakteristik curah hujan deras yang dapat menghasilkan hujan-hujan ekstrem, karena perannya yang sangat menonjol dalam kajian hidrologi banjir maupun bagi kesejahteraan hidup masyarakat umumnya. Curah hujan sebagai data dasar dalam analisis hidrologi dan klimatologi sering masih menjadi pembatas dalam upaya prediksi proses-proses hidrologi, khususnya dalam hubungan hujan-limpasan untuk suatu sistem daerah aliran sungai. Hal ini misalnya dapat dilihat mulai dari dominasi jumlah curah hujan dari hujan-hujan deras yang terbatas jumlah kejadiannya terhadap total hujan tahunan. Peran curah hujan deras inipun dapat diamati dari kharakteristik hidrologi DAS yang dinyatakan oleh hubungan hujan limpasan dalam suatu kawasan DAS, sebagaimana akan ditunjukkan untuk DAS Ciliwung sebagai bahan bahasan terkait. Diharapkan bahwa tulisan ini dapat menjadi awal dari suatu kajian yang lebih mendalam mengenai kharakteristik hidrologi DAS Ciliwung yang diperlukan sebagai landasan bagi pengelolaan DAS yang rasional. Analisis frekuensi curah hujan deras: Dari analisis curah hujan deras didapatkan bahwa untuk daerah hilir Ciliwung terjadi dengan rerata 5 kejadian hujan deras pada bulan Januari dan hanya 0,2 kejadian pada bulan Juli. Rerata intensitas hujan deras bervariasi antara 8 mm/jam sampai 20 mm/jam dengan lama kejadian 3 sampai 5 jam. Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. Sifat hujan deras ini dapat dianggap sama untuk wilayah hulu, tengah, maupun hilir DAS Ciliwung. Dan hasil analisis frekuensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun Katulampa ( ) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian untuk periode ulang 5-tahunan sebesar 164 mm; 10-tahunan sebesar 189 mm; 25- tahunan sebesar 220 mm; 50-tahunan sebesar 243 mm; dan 100-tahunan sebesar 266 mm. Sedang statistik intensitas hujan maksimum pada jangka waktu singkat sampai 24 jam untuk stasiun #27 (Jakarta Obs, ) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Intensitas hujan maksimum untuk stasiun Jakarta ( ) Waktu Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 5-min min min jam jam jam Sumber: Pawitan (1989a). Infiltrasi dan Erosi: Berdasarkan pengukuran lapang infiltrasi di DAS Ciliwung Hulu dan prediksi infiltrasi DAS diperoleh dugaan infiltrasi kumulatif tahunan sebesar 70 sampai 74 persen dari total curah hujan. Prediksi erosi di Ciliwung Hulu didapatkan masih lebih tinggi dari erosi yang diperbolehkan (sebesar antara ton/ha/tahun) yang terutama terjadi pada lahan tegalan, semak dan perkebunan, yang meliputi lebih dari 50 persen dari luas Ciliwung Hulu. Limpasan permukaan dan Nisbah limpasan: Limpasan permukaan dari DAS Ciliwung menunjukkan nisbah yang berlebihan sebagaimana diperoleh untuk nilai
5 bulanan, harian, maupun jam dengan variasi antara 10 sampai 100 persen. Diperkirakan andil dari airbumi perlu diperhitungkan dengan mempertimbangkan batas aquifer yang kemungkinan tidak sama dengan batas DAS. Hasil perhitungan nisbah limpasan untuk sejumlah episode banjir untuk stasiun Katulampa seperti diberikan pada Tabel 2 berikut. Satu episode banjir dapat dicirikan berlangsung selama 10 sampai 20 hari, dan dapat terjadi antara Agustus sampai April dengan mode pada Januari-Februari. Nisbah banjir antara 16% sampai 51 %. Untuk bagian tengah dan hilir dapat diharapkan bahwa nisbah banjir ini akan lebih tinggi dari bagian hulu karena terjadinya penurunan kapasitas infiltrasi di bagian tengah dan hilir DAS. Tabel 2. Nisbah banjir Ciliwung Hulu. Episode banjir Total aliran langsung Nisbah CH (mm) (m 3 /s) (mm) banjir (%) Agu , , Jan ,5 101,5 209, Jan ,8 64,4 324, Apr ,9 28,9 88, Jan ,4 109,1 252, Feb ,4 68,9 161, Apr ,7 30,6 195, Nov ,7 104,6 254, Feb ,9 37,2 187, Okt ,7 63,7 196,4 32 Sumber: Pawitan (1989) Perhitungan waktu pemusatan juga menunjukkan variasi yang besar, yaitu: 0,4 sampai 3 jam untuk Ciliwung Hulu; 0,9 sampai 7,1 jam untuk Ciliwung Tengah; dan 1,6 sampai 15,5 jam untuk Ciliwung Hilir. Perbedaan ini dihasilkan dari penggunaan 4 rumus yang berbeda, dan tentunya memerlukan pengujian empirik untuk menentukan yang paling tepat. Waktu pemusatan 10 jam dinilai wajar untuk pintu air Manggarai. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP BANJIR CILIWUNG Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung masih didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan, yaitu 61% dari luas DAS Ciliwung Hulu dan 73% dari luas DAS Ciliwung Tengah. Kawasan hutan didapatkan di DAS Ciliwung Hulu seluas 5310 ha, sebagaimana secara lengkap diberikan pada Tabel 3 berikut untuk kondisi tahun 1981 dan 1999 (Singgih, 2000). Perbedaan total luas antara dua tahun pengamatan tersebut dikarenakan pengukuran luas diperoleh dari dua peta yang berbeda, yang masing-masing diperoleh sebagai hasil interpretasi citra landsat tahun-tahun bersangkutan. Perubahan penggunaan lahan dari kondisi dua tahun pengamatan ini menunjukkan penurunan luas hutan di Ciliwung Hulu seluas dua ha, perkebunan seluas 35 ha, sawah total seluas 62 ha, dan lahan tegalan/ladang seluas 152 ha, penurunan penggunaan lahan serupa didapati juga
6 pada kawasan tengah. Peningkatan yang mencolok terjadi pada luas kawasan pemukiman, baik di Ciliwung Hulu maupun Tengah, masing-masing meningkat dari 255 ha menjadi 506 ha untuk Ciliwung Hulu dan dari 1147 ha menjadi 1961 ha untuk Ciliwung Tengah, atau peningkatan masing-masing sebesar 98% dan 71%, yang diperoleh terutama dari pengurangan luas sawah dan tegalan, baik di kawasan hulu maupun tengah.
7 Tabel 3. Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu dan Tengah tahun 1981 dan 1999 (ha). Jenis Penggunaan Lahan Luas Ciliwung Hulu Luas Ciliwung Tengah Hutan Kebun Campuran/ Perkebunan Kawasan Pemukiman Sawah Teknis Sawah Tadah Hujan Tegalan/ladang Sungai, setu dll Total Sumber: Singgih (2000). Perubahan pola penggunaan lahan ini memberi dampak pada pengurangan kapasitas resapan, terutama dilihat dari proporsi perubahan luasan pemukiman ini terjadi di Ciliwung Tengah, sehingga akan meningkatkan laju limpasan permukaan yang menghasilkan banjir di kawasan hilir Ciliwung, sampai ke Jakarta. Dampak perubahan ini terhadap hidrologi banjir antara kawasan hulu dan tengah DAS Ciliwung akan disajikan pada bagian berikut dari suatu kajian menggunakan model hidrologi HEC-1. ANDIL DAERAH HULU DAN TENGAH DAS CILIWUNG TERHADAP DEBIT DAN VOLUME BANJIR Untuk mengkaji andil daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung terhadap debit dan volume banjir daerah hilir telah digunakan model hidrologi HEC-1 sebagai alat untuk menduga berbagai parameter hidrograf banjir, dengan menggunakan data pengamatan untuk kondisi DAS Ciliwung tahun 1981 dan 1999, sesuai dengan ketersediaan informasi penggunaan lahan DAS yang ada. DAS Ciliwung Hulu telah dibagi ke dalam tujuh SubDAS, yang masing-masing dicirikan oleh parameter masukan model yang meliputi: intensitas hujan 30- menitan, bilangan kurva sebagai fungsi dari penggunaan lahan dan jenis tanah, luas subdas, kelerengan lahan, panjang lereng, dan kharakteristik sungai yang meliputi: lebar sungai, kelerengan sungai, dan kekasaran Manning. Keseluruhan parameter ini juga diperoleh untuk dua subdas di Ciliwung Tengah. Pengujian model terhadap data masukan ini dilakukan untuk tujuh kejadian hujan deras (> 20 mm/kejadian) tahun 1999 dengan hasil pada Tabel 4 berikut. Hasil ini menunjukkan tingkat akurasi prediksi model yang dapat diterima, sehingga model dengan parameter terkalibrasi kemudian digunakan untuk mensimulasi debit dan volume banjir untuk kondisi tahun 1981 dan 1999, termasuk kemudian digunakan untuk menentukan pola penggunaan lahan yang dapat menekan dampak perubahan lahan terhadap peningkatan debit dan volume banjir.
8 Tabel 4. Perbandingan Debit dan Volume banjir hasil pengamatan dan prediksi model HEC-1. Tanggal Hujan Debit banjir (m3/s) Volume banjir (1000m3) Obs. Model Obs. Model 4 Feb ,9 1311,4 11 Feb ,1 1689,4 8 Mar ,6 2275,2 16 Mar ,0 1891,3 30 Mar ,3 1134,8 2 Mei ,2 1445,3 4 Mei ,1 1358,2 Sumber: Singgih (2000) Hasil simulasi model HEC-1 untuk kondisi penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu dan Tengah tahun 1981 dan 1999 diberikan pada Tabel 5 berikut. Perubahan respons hidrologi DAS yang dinyatakan oleh debit dan volume banjir untuk berbagai subdas di Ciliwung ini menunjukkan peningkatan debit antara 1,6% sampai 158% untuk subdas-subdas di Ciliwung Hulu, dan total untuk Ciliwung Hulu dengan peningkatan debit dari kondisi 1981 ke 1999 sebesar 67 %, dan untuk Ciliwung Tengah debit banjir meningkat sebesar antara 18% sampai 31%, dengan gabungan sebesar 24%. Sedang untuk volume banjir, peningkatan di Ciliwung Hulu sebesar 59 % dan di Ciliwung Tengah sebesar 17%. Tabel 5. Perubahan parameter hidrograf banjir untuk tahun 1981 dan Debit Puncak (m 3 /s) Vol. Limpasan (1000m 3 ) SubDAS % Perubahan % Perubahan Tugu 6,70 16,41 144,9 147,5 287,5 95 Cisarua 2,08 5,92 148,2 76,4 132,7 74 Cibogo 2,73 5,4 97,8 71,1 81,7 15 Cisukabirus 4,54 14,25 117,9 68,1 120,2 77 Ciesek 5,67 14,40 157,9 109,6 202,8 85 Ciseuseupan 28,73 29,16 1,6 182,9 217,9 20 Katulampa 10,59 12,18 15,0 56,1 103,5 84 Ciliwung Hulu 46,53 77,65 67,3 711,5 1130,2 59 Ciliwung 22,75 29,75 30,7 533,3 620,0 16 Ciluar 31, ,9 402,5 479,2 19 Ciliwung Tengah 49,71 61,83 24,4 935,6 1098,5 17 Ciliwung 82,85 125,29 51,2 1647,3 2228,1 35 Sumber: Singgih (2000) Sedang untuk menghitung andil yang diberikan oleh kedua bagian DAS Ciliwung ini volume aliran terhadap banjir di daerah hilir, hasil simulasi dengan HEC-1 untuk kondisi tahun 1981 menunjukkan bahwa 43 % diberikan oleh Ciliwung Hulu dan 57% dari Ciliwung Tengah, sedang pada tahun 1999 keadaannya sudah berubah menjadi: 51% dari Ciliwung Hulu dan 49% dari Ciliwung Tengah.
9 Simulasi pengelolaan lahan DAS dalam bentuk tindakan rehabilitasi dan konservasi tanah dan air yang dilakukan menggunakan model HEC-1 dengan memodifikasi nilai parameter model menurut skenario yang dipilih secara nyata dapat menurunkan debit dan volume banjir sampai batas yang diinginkan. Tiga skenario yang dipilih, dibandingkan kondisi 1999, adalah (1) penerapan teknik konservasi tanah dan air terbatas di Ciliwung Hulu saja; (2) sama seperti (1) ditambah tindakan yang sama untuk kawasan tengah; dan (3) sama seperti (2) ditambah tindakan penghutanan kembali lahan kebun campuran. Hasil skenario (1) menunjukkan penurunan 34 % debit puncak di Katulampa dan 25 % volume banjir di Ratujaya. Andil Ciliwung Hulu terhadap debit di Ratujaya adalah 34 % dan sisanya dari bagian tengah sendiri, dengan peran dominan dari subdas Ciesek dan Cibogor. Hasil skenario (2) menunjukkan peningkatan penurunan volume banjir di Ciliwung Hulu-tengah dari 25% (skenario 1) menjadi 43%. Andil kawasan tengah sendiri turun 37% untuk volume banjir dan penurunan 45% debit banjir. Dan skenario (3) memberi penurunan debit dan volume banjir lebih lanjut untuk Ciliwung Hulu dan Tengah, masing-masing sebesar 53% dan 65% untuk Ciliwung Hulu dan 53% dan 39% untuk Ciliwung Tengah. KESIMPULAN 1. Kharakteristik Hidrologi DAS Ciliwung dicirikan tidak hanya ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabotabek dan Bopunjur dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta. 2. Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. 3. Kajian dampak perubahan penggunaan lahan antara tahun 1981 dan 1999 menggunakan model hidrologi HEC-1 menunjukkan meningkatnya debit banjir Ciliwung Hulu (Katulampa) sebesar 68 persen dan untuk Ciliwung Tengah sebesar 24 persen, sedang peningkatan volume banjir untuk Ciliwung Hulu sebesar 59 persen dan Ciliwung Tengah sebesar 15 %. Perubahan ini juga telah diikuti oleh terjadinya peningkatan andil daerah hulu terhadap debit dan volume banjir di daerah hilir DAS. 4. Dengan model HEC- 1 juga ditunjukkan bahwa pengelolaan lahan DAS hulu yang tepat sebagai tindakan koreksi dapat mengendalikan debit dan volume banjir di daerah hilir sampai tingkat yang diinginkan. KEPUSTAKAAN Fogel, M.M. and L. Duckstein, Point rainfall frequencies in convective storms. Water Resour. Res., Vol. 5(6): French, M.N., W.F. Krajewski and R.R. Cuykendall, Rainfall forecasting in space and time using a neural network. J. Hydrol., 137: McCuen, R.H., Hydrologic Analysis and Design. Prentice Hall, N.J.
10 Nedeco - PBJR (1973). Masterplan for Drainage and Flood Control of Jakarta. Pawitan, Hidayat, Kharakteristik Hidrologi dan Daur Limpasan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Laporan Akhir penelitian Lembaga Penelitian IPB, Bogor., (1989a) Present status of the water management and conservation in the Jakarta urban drainage system. IHP Unesco Conference on Urban Drainage and Water Conservation, Nagoya, 1989., Hendro dan Fakhrudin (2000) Kharakteristik curah hujan deras wilayah Ciliwung Hulu. Makalah Hasil Penelitian Limnologi LIPI, Cibinong - Bogor. Srikanthan, R. and T.A. McMahon, Stochastic generation of rainfall and evaporation data. AGPS, Canberra.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Faktor tanah dan iklim merupakan faktor-faktor lingkungan fisik yang sangat
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Faktor tanah dan iklim merupakan faktor-faktor lingkungan fisik yang sangat berpengaruh terhadap kondisi lahan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Faktor jenis
Lebih terperinciLampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990
LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing
Lebih terperinciPETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi
Lebih terperinciV DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA
55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan
Lebih terperinciTommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado
Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :
BAB IV ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 4.1 ANALISA CURAH HUJAN Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang langsung berhubungan
Lebih terperinciLampiran 1 Lokasi dan kondisi Banjir Kota Bekasi (Lanjutan)
Lampiran 97 Lampiran 1 Lokasi dan kondisi Banjir Kota Bekasi (Lanjutan) Elevasi muka air sudah mencapai tanggul di Perumahan Delta Pekayon BATAS BANJIR Elevasi muka air yang masuk di Perumahan Delta Pekayon
Lebih terperinciPENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA
Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan
Lebih terperinciLuas (Ha) L ms (km) h10. aws (%) L c (km) ars (%) h 85 (m) SubDAS. (m)
Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu Luas L ms (km) L c (km) aws (%) h 10 (m) h 85 (m) Cibogo 1270,1 6,81 5,78 7,37 532 904 5,46 Ciesek 2514,7 11,15 7,06 11,81 458 1244 7,05 Cisarua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pusat bisnis dan ekonomi Indonesia, banyak orang tergiur untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja cerita banjir
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hampir pada setiap musim penghujan di berbagai provinsi di Indonesia terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Salah satu wilayah yang selalu mengalami banjir
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kondisi DAS Bekasi Hulu Secara umum topografi DAS Bekasi Hulu didominasi oleh topografi landai dengan kemiringan lereng 0-8 % seluas 34.073,2 ha atau 87,3 % dari keseluruhan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Studi Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah Utara ke arah Selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja dengan
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta
Lebih terperinciGambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.
25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir
III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciAPLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO
APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini dibantu
BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Awal dari studi ini adalah identifikasi masalah yang mengarahkan penelitian pada topik permasalahan yang lebih fokus. Analisa kinerja sistem polder Pluit ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
44 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan Berdasarkan analisis penggunaan lahan tahun 1984, 1992, 22 dan 27 diketahui bahwa penurunan luas lahan terjadi pada penggunaan lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciBAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :
37 BAB V ANALISA DATA Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu : 5.1 METODE RASIONAL 5.1.1 Analisa Curah Hujan Dalam menganalisa curah hujan, stasiun yang dipakai adalah stasiun yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Abstrak... Kata Pengantar... Ucapan Terimakasih... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Indentifikasi Masalah... 2 1.3 Rumusan Masalah...
Lebih terperinciLAMPIRAN. persentase rata-rata kedap air 2)
18 LAMPIRAN Lampiran 1 Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BKAP) / Curve Number (CN) 1) aliran permukaan untuk berbagai komplek tanah - penutup tanah (AMC:II, dan Ia=0,2S). No. Penggunaan Tanah/ Perlakuan/
Lebih terperinciANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY
ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra Jalan Tentara
Lebih terperinciANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI
Analisis Debit DI Daerah Aliran Sungai Batanghari Propinsi Jambi (Tikno) 11 ANALISIS DEBIT DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BATANGHARI PROPINSI JAMBI Sunu Tikno 1 INTISARI Ketersediaan data debit (aliran sungai)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air
BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. R. Muhammad Isa
PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK PADA SUBDAS BEDOG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA R. Muhammad Isa r.muhammad.isa@gmail.com Slamet Suprayogi ssuprayogi@ugm.ac.id Abstract Settlement
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Daerah Aliran Sungai 1. Wilayah Administrasi Sub-DAS Serayu untuk bendungan ini mencakup wilayah yang cukup luas, meliputi sub-das kali Klawing, kali Merawu, Kali Tulis
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi
Lebih terperinciPENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.
.,., -., 2.,..' :, :.?
Lebih terperinciBAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG
V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF
PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF DI DAS KEMONING KABUPATEN SAMPANG Agus Eko Kurniawan (1), Suripin (2), Hartuti Purnaweni (3) (1) Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP,
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Faktor Erosivitas Faktor erosivitas hujan yang didapatkan dari nilai rata rata curah hujan bulanan dari stasiun-stasiun hujan yang terdekat dengan lokasi penelitian.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10
Lebih terperinciDana Rezky Arisandhy (1), Westi Susi Aysa (2), Ihsan (3) Abstrak
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Prediksi Genangan Banjir Menggunakan Metode Rasional USSCS 1973 Studi Kasus: Perumahan BTN Hamzy, BTN Antara, BTN Asal Mula, Kelurahan Tamalanrea Indah, Kota Makassar Dana Rezky
Lebih terperinciBAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI
BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam
Lebih terperinciPEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk
V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang
Lebih terperinciMODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI
MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena
BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran 2016-2017 dan penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di DAS Sungai Badera yang terletak di Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek
Lebih terperinciGambar 1.1 DAS Ciliwung
BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kali Ciliwung merupakan salah satu kali yang membelah Provinsi DKI Jakarta. Kali Ciliwung membentang dari selatan ke utara dengan hulunya berada di Kabupaten
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Penelitian Pengumpulan data penelitian dilakukan untuk menunjang analisis arus balik pada saluran drainase primer Gayam. Data yang dikumpulkan berupa
Lebih terperinciIII.BAHAN DAN METODE. Gambar 1. Lokasi Penelitian (DAS Ciliwung Hulu)
III.BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung Hulu yang secara geografi terletak pada 6 o 38 01 LS 6 o 41 51 LS dan 106 o 50 11 BT 106 o 58 10 BT. Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.
BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki
Lebih terperinciPerencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan Rossana Margaret, Edijatno, Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Lebih terperinciReduksi Dimensi Saluran Drainase Akibat Keberadaan Sumur Resapan pada Jaringan Drainase Maguwoharjo Wedomartani, Sleman, Yogyakarta
Reduksi Dimensi Saluran Drainase Akibat Keberadaan Sumur Resapan pada Jaringan Drainase Maguwoharjo Wedomartani, Sleman, Yogyakarta Reduction of Drainage Channel Dimension Due To Recharge Well onmaguwoharjo
Lebih terperinciANALISA KETERSEDIAAN AIR
ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciDAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi tujuh Sub DAS yaitu (I) Sub DAS Tugu, (2)
. DESKRlPSl DAEUAH PENELITIAN Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6D02'-6"55' Lintang Selatan, dan pada posisi 06 3S'-0700' Sujur Timur sefta berada pada ketinggian 333-3.002
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas
Lebih terperinciTahun Penelitian 2005
Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan
15 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST); Sub DAS Kali Madiun, DAS Solo. Sebagian besar Sub-sub DAS KST secara administratif
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik
24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutupan/penggunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Analisa sistem drainase dan penangulangan banjir Kota Semarang sebenarnya telah menjadi perhatian sejak zaman kolonial Belanda, dengan dibangunnya dua banjir
Lebih terperinciMINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN
Lebih terperinciJurnal Rancang Bangun 3(1)
STUDI KELAYAKAN KAPASITAS TAMPUNG DRAINASE JALAN FRANS KAISEPO KELURAHAN MALAINGKEDI KOTA SORONG Ahmad Fauzan 1), Hendrik Pristianto ) 1) Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya
Lebih terperinciABSTRAK Faris Afif.O,
ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,
Lebih terperinciBab V Analisa dan Diskusi
Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit
Lebih terperinciKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (raifall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran, baik melalui
Lebih terperinciPEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2
PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295
Lebih terperinciSIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR. Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.
SIMULASI PENGARUH SEDIMENTASI DAN KENAIKAN CURAH HUJAN TERHADAP TERJADINYA BENCANA BANJIR Disusun Oleh: Kelompok 4 Rizka Permatayakti R.N Galuh Ajeng Septaria Indri Setyawanti Dyah Puspita Laksmi Tari
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... iii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix INTISARI... xi ABSTRACT... xii BAB 1 PENDAHULUAN...
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN
IV. Tabel 4. Skenario perubahan penggunaan lahan Komposisi *Awal (%) Skenario 1 (%) Skenario 2 (%) Hutan 21.6 35 55.8 Perkebunan 31.6 27.3 13.8 Pemukiman 25.8 25.8 26.8 Tegalan 11.6 2.5 1.5 Sawah 9.4 9.4
Lebih terperinciPERSYARATAN JARINGAN DRAINASE
PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bendung, embung ataupun bendungan merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagai salah satu solusi dalam berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 PENGOLAHAN DATA HIDROLOGI 4.1.1 Data Curah Hujan Curah hujan merupakan data primer yang digunakan dalam pengolahan data untuk merencanakan debit banjir. Data ini diambil dari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan. Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
37 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran drainase Antasari, Kecamatan Sukarame, kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Gambar 8. Lokasi Penelitian 38 B. Bahan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian dilakukan selama 7 bulan dimulai pada bulan September 2005 hingga bulan Maret 2006. Bahan dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
39 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. PETA LOKASI PENELITIAN Gambar 7. Lokasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.1 Lokasi Geografis Penelitian ini dilaksanakan di waduk Bili-Bili, Kecamatan Bili-bili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Waduk ini dibangun
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Curah Hujan Data curah hujan yang terekam pada alat di SPAS Cikadu diolah menjadi data kejadian hujan harian sebagai jumlah akumulasi curah hujan harian dengan
Lebih terperinciAPLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL
APLIKASI SIG UNTUK EVALUASI SISTEM JARINGAN DRAINASE SUB DAS GAJAHWONG KABUPATEN BANTUL Arief Kelik Nugroho e-mail : ariefkeliknugroho@gmail.com Abstrak Kondisi lahan daerah aliran sungai dalam kondisi
Lebih terperinciGambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten
Lebih terperinciPENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)
PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS
Lebih terperinciKONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik Wilayah Administrasi
IV KONDISI UMUM 4.1 Aspek Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung secara geografis terletak pada 6º 05 51-6º 46 12 Lintang Selatan (LS) dan 106º 47 09-107º 0 0 Bujur Timur
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN AREAL KEDAP AIR TERHADAP AIR PERMUKAAN. Achmad Rusdiansyah ABSTRAK
PENGARUH PERUBAHAN AREAL KEDAP AIR TERHADAP AIR PERMUKAAN Achmad Rusdiansyah ABSTRAK Genangan air sering kita lihat dan rasakan disetiap ruas jalan di perkotaan dan dimana saja. Keadaan ini merupakan langganan
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN
Spectra Nomor 9 Volume V Januari 7: 5-64 PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN Ibnu Hidayat P.J. Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang
Lebih terperinci