BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah

PENDAHULUAN. Sistitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi inflamasi sel-sel. urotelium melapisi kandung kemih. Penyakit ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. Sistitis merupakan keadaan adanya infeksi berupa pertumbuhan dan. perkembangbiakan mikroorganisme dalam kandung kemih dengan jumlah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah 4-8 %, nodul yang ditemukan pada saat palpasi adalah %,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang sering terjadi. Infeksi

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki angka yang cukup tinggi di Indonesia.Berdasarkan Riset. Bayi Lahir Rendah (BBLR) mencapai 11,5%, meskipun angka ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kalangan masyarakat saat ini. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID :

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

ABSTRAK. Pembimbing II : Triswaty Winata,dr,M.Kes.

SAKIT PERUT PADA ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG. American Thyroid Association (2014) mendefinisikan. nodul tiroid sebagai benjolan yang terbentuk karena

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. bagian kanan bawah (Anderson, 2002).Komplikasi utama pada apendisitis adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB IV METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985). Saluran kemih merupakan lokasi tersering terjadinya infeksi pada anak dan sering berulang serta dapat menimbulkan gangguan pada renal (Chang dan Shortlife, 2006; Fisher, 2012). Kejadian ISK pada anak bervariasi tergantung usia dan jenis kelamin. Saat neonatus sampai umur 3 bulan ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada usia 3 bulan - 1 tahun angka kejadian pada laki-laki sama dengan perempuan. Saat usia 5 tahun jumlah penderita perempuan 3-4 kali lebih banyak daripada laki-laki. Perbedaan angka kejadian ISK disebabkan karena urethra perempuan lebih pendek sehingga memudahkan bakteri bergerak ke vesika urinaria (Hasan dan Alatas, 1985; Saleh et al., 2003). Di negara maju seperti United States kasus infeksi saluran kemih pada anak sekitar 2,4 % sampai 2,8 % tiap tahunnya. Angka kejadian infeksi saluran kemih terutama di negara berkembang sulit di nilai secara akurat, tetapi disimpulkan sama dengan di United States (Fisher, 2011). Infeksi saluran kemih dibagi menjadi dua kategori berdasarkan lokasinya yaitu ISK bagian atas (ureter, ginjal) dan ISK bagian bawah (vesika urinaria, urethra). Berdasarkan fungsi sistem urinaria dibagi menjadi ISK complicated, disertai kelainan serta gangguan fungsi sistem urinaria dan ISK uncomplicated, 1

2 dengan fungsi sistem urinaria normal (Huether, 2010). Delapan puluh persen anak dengan ISK uncomplicated lebih rentan terjadi rekuren (Zelikovic et al., 1992). Berdasarkan waktu terjadinya, ISK dibagi menjadi dua yaitu ISK akut bila infeksi terjadi dalam waktu kurang dari dua minggu dan ISK kronik bila infeksi terjadi lebih dari dua minggu (Eckman M, 2010). Gejala klinis ISK pada anak dapat bersifat simptomatik ataupun asimptomatik. Pada kasus simptomatik berupa demam, nyeri saat buang air kecil, berkurangnya frekuensi berkemih, warna urin kemerahan. Dapat pula disertai nyeri abdomen, letargi, iritabilitas, dan muntah (Hasan dan Alatas, 1985). Kasus asimptomatik berhubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya infeksi simptomatik berulang yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal (Zelikovic et al., 1992). The American Academy of Pediatrics merekomendasikan untuk bayi dan anak (usia 2 bulan 2 tahun) dengan ISK agar dilakukan pemeriksaan imejing dengan ultrasonografi (USG) dan voiding cystourethrography (VCUG). Pemeriksaan imejing tersebut dilakukan dengan segera jika pasien tidak menunjukkan respon secara klinis setelah dilakukan terapi selama 2 hari (Fisher, 2012). Indikasi pemeriksaan radiologi untuk evaluasi saluran kemih pada anak dengan ISK yaitu mengidentifikasi adanya refluks vesikoureter, obstruksi, atau kelainan saluran kemih lainnya. Sekitar 50% anak dengan ISK simptomatik, ditemukan kelainan pada struktur anatomi saluran kemih. Berdasarkan hal tersebut, maka pemeriksaan radiologi seperti USG transabdominal di anjurkan

3 untuk monitoring asimptomatik bakteriuria yang pertama kali terjadi atau ISK pada anak usia kurang dari 5 tahun, ISK asimptomatik yang pertama kali terjadi pada anak laki-laki, dan kejadian ISK berulang pada anak perempuan (Zellikovic et al., 1992). USG merupakan modalitas imejing pilihan untuk anak dengan kelainan renal dan vesika urinaria (Kuzmic et al., 2001). USG vesika urinaria memberikan informasi penting mengenai kapasitas dan tebal dinding vesika urinaria, serta volume urin setelah miksi (Kocauglu et al., 2011). USG bersifat noninvasif, cepat, mudah digunakan, sederhana, bed-side, murah, dan aman (Uluocak et al., 2007; Sorkhi et al., 2009). Namun, USG juga memiliki kelemahan seperti sulit menilai struktur organ abdomen apabila terlalu banyak gas, lemak terlalu tebal, dan keahlian operator akan mempengaruhi kualitas (Anonymous 1, 2011). Pengukuran ketebalan dinding vesika urinaria dengan USG saat ini sangat populer digunakan diantaranya untuk mengukur dan memonitor obstruksi outlet bladder pada pria, mendeteksi overaktifitas detrusor pada wanita, dan anak dengan gangguan sfingter bladder non neuropati (Tanaka et al., 2008; Oelke dan Wijkstra, 2009). Pada USG transabdominal dengan klinis ISK akan tampak dinding vesika urinaria menjadi edema dan menebal yang disebabkan oleh adanya infiltrasi sel inflamasi ke muskulus atau mukosa (Liu et al., 2008). USG memiliki sensitivitas 98% dan spesifitas 82% dalam menilai ketebalan dinding vesika urinaria dan residu urin setelah miksi (Shah, 2000).

4 Pemeriksaan penunjang lain yang turut berperan dalam menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih adalah urinalisa berupa leukosit esterase dan nitrit (Santos et al., 2007). Uji carik celup (dipstick test) merupakan pemeriksaan urinalisa yang pertama kali dikerjakan bila ada kecurigaan ISK karena cepat untuk mendiagnosis ISK dan murah. Bila hasil uji carik celup menunjukkan kecenderungan yang tinggi untuk ISK maka tidak diperlukan lagi pemeriksaan urinalisis mikroskopik dan biakan urin (UMHS, 1999). Kombinasi antara leukosit esterase dan nitrit memberikan hasil yang terbaik dalam memprediksi adanya infeksi saluran kemih, sehingga dapat memberikan informasi diagnostik yang cepat dan memberikan terapi lebih awal (Semeniuk dan Church, 1999). Leukosit esterase memiliki sensitivitas 71,4 % dan spesifitas 86,6 % (Eyong et al., 2011). Nitrit memiliki sensitivitas 38,9% dan spesifitas 99,5%. Kombinasi antara leukosit esterase (+3) dan nitrit positif memberikan akurasi sebesar 95,6% dengan sensitivitas 89,9% dan spesifitas 89,5% (Santos et al., 2007). Kultur urin merupakan standar tes diagnostik laboratorium untuk menegakkan diagnosis ISK dengan ditemukannya bakteri lebih dari 10 5 koloni/ml. Namun, metode ini membutuhkan inkubasi dengan waktu 24 jam atau lebih sehingga menyebabkan keterlambatan penanganan (Eyong et al., 2011). Pemeriksaan kultur urin di RSUP Sardjito, Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar 3-5 hari, sehingga untuk ISK dipilih uji carik celup yang mudah pelaksanaannya dan tidak membutuhkan waktu yang lama.

5 Di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta berdasarkan data dari Instalasi Rekam Medis untuk Indeks Penyakit Tahunan tahun 2011 tercatat pasien anak dengan infeksi saluran kemih sejumlah 385 pasien, rata-rata tiap bulan berkisar antara 38 pasien baru. Adanya alat USG di instalasi radiologi RSUP Dr. Sardjito memungkinkan dapat dilakukannya pengukuran ketebalan dinding vesika urinaria. B. Perumusan Masalah Penelitian. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa hal dalam penelitian ini yaitu : 1. Kejadian ISK yang tinggi memerlukan perhatian yang serius, selain itu ISK juga merupakan penyebab kegagalan ginjal yang permanen. 2. USG transabdominal merupakan modalitas imejing utama dalam menilai ketebalan dinding vesika urinaria pada anak dengan klinis ISK akut. 3. Pemeriksaan laboratorium berupa kenaikan hasil leukosit esterase dan nitrit dapat menjadi kriteria keluaran untuk menentukan ISK. Dari permasalahan yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis ISK akut. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis infeksi saluran kemih akut?

6 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai adanya korelasi ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis infeksi saluran kemih akut E. Manfaat Penelitian 1. Bermanfaat bagi pasien maupun masyarakat untuk melihat keluaran dari hasil ketebalan dinding vesika urinaria pada USG transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitirit. 2. Bermanfaat secara teoritis untuk menggambarkan adanya korelasi positif antara ketebalan dinding vesika urinaria pada USG transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis ISK akut. 3. Bermanfaat bagi pendidikan, untuk melatih cara berfikir dan melakukan penelitian secara benar dan menambah wawasan dalam bidang radiodiagnosis khususnya USG transabdominal 4. Bermanfaat untuk penelitian selanjutnya, sebagai dasar teori atau sumber kepustakaan, sehingga hasil penelitian ini benar benar bermanfaat F. Keaslian Penelitian Dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan peneliti, belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu korelasi antara ketebalan dinding vesika urinaria pada ultrasonografi transabdominal dengan hasil leukosit esterase dan nitrit pada anak dengan klinis infeksi saluran kemih akut di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Peneliti menemukan beberapa artikel atau jurnal penelitian yang dapat digunakan sebagai acuan, diantaranya terlihat pada tabel 1

7 Tabel 1. Penelitian ketebalan dinding vesika urinaria dan hasil leukosit esterase dan nitrit Peneliti/ Subyek Topik Hasil Tahun Pranantyo, L.E., 2008 Retrospektif. 60 subyek Hubungan penebalan dinding kandung kemih pada ultrasonografi dengan lekosit esterase pada penderita klinis infeksi saluran kemih. Ada hubungan antara penebalan USG kandung kemih dengan hasil pemeriksaan lekosit (p< 0,05), dengan keeratan hubungan antar variabel lemah (0,326). Jequier & Rousseau et al., 1987 410 subyek Mengukur ketebalan dinding bladder normal dengan USG pada anak. - Terdapat hubungan linier antara tebal dinding bladder dengan volume bladder. - Rata-rata tebal dinding bladder 2,76 mm saat kosong (maksimum 5 mm) dan 1, 55 mm saat distensi (maksimum 3 mm). Semeniuk et al., 1999 479 subyek Evaluasi leukosit esterase dan nitrit urin dengan tes dipstik untuk deteksi bakteriuria pada wanita dengan suspek infeksi traktus urinarius uncomplicated. Kombinasi leukosit esterase dan nitrit urin memberikan hasil yang terbaik dibandingkan pemeriksaan terpisah Santos et al., 2007 675 subyek Evaluasi urinalisis sebagai parameter untuk memprediksi infeksi traktus urinarius. - Parameter bakteriuria, leukosit esterase (+3) dan nitrit memiliki kekuatan prediktif yang baik Liu et al., 2008 57 subyek Karakteristik bladder pada bayi dengan infeksi traktus urinarius dengan studi USG - Volume bladder kecil, dan penebalan dinding bladder pada bayi dengan infeksi traktus urinarius dapat disebabkan karena hiperkontraktilitas dan infeksi yang menyebabkan edema dinding bladder. Sorkhi et al., 2009 106 subyek Pengukuran dinding bladder dari 4 lokasi yaitu anterior, posterior serta lateral kanan dan kiri dengan USG pada anak sehat. - Rata-rata ketebalan dinding bladder pada 4 lokasi 1,79 ± 0,28 mm. Mean dinding anterior 1,5 ± 0,31 mm, dinding posterior 2 ± 0,36 mm, dinding lateral kanan 1,8 ± 0,34 mm, dinding lateral kiri 1,8 ± 0,36 mm. - Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada lokasi pengukuran kecuali pada dinding lateral. Eyong et al., 2011 Cross sectional 120 subyek Evaluasi aktifitas leukosit esterase sebagai tes skreening yang cepat pada anak dengan bakteriuria Metode pemeriksaan leukosit esterase dengan dipstik untuk diagnosis infeksi traktus urinarius memiliki sensitivitas 71,4% dan spesifitas 86,6%.