BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DALAM SUHU BEKU TERHADAP KADAR PROTEIN,KADAR LEMAK DAN KADAR ASAM LAKTAT SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA (PE)

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol

Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

Zat makanan yang ada dalam susu

BAB I PENDAHULUAN. mamalia seperti sapi, kambing, unta, maupun hewan menyusui lainnya.

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

UJI KUALITAS SUSU Latar Belakang Tujuan Praktikum

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawa Selama Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Rasa, ph dan Uji Alkohol

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu lebih dari yang

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

Kualitas Susu Kambing Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan Kekentalan

disusun oleh: Willyan Djaja

MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI HASIL TERNAK

SUSU DAN PRODUK SUSU PRODUK SUSU. Susunan Air Susu. Keadaan air susu. Penilaian Susu menurut Kodex

PAPER BIOKIMIA PANGAN

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein,

PENANGANAN HASIL TERNAK PENGUJIAN KUALITAS SUSU (MILK QUALITY TESTING) Good choice for healthy life

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing pada Penyimpanan Suhu Kamar

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. lengkap dan telah dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Susu dapat

TELUR ASIN PENDAHULUAN

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena. vitamin, mineral, dan enzim. Menurut Badan Standart Nasional (2000).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

Susunan Redaksi Indonesia Medicus Veterinus. Pimpinan: I Wayan Batan. Wakil Pimpinan: Muhsoni Fadli

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

Metode penelitian Rancangan penelitian (reseach Design) Rancangan Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PENGOLAHAN SUSU SAPI MENJADI TAHU

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Susu Susu merupakan bahan pangan yang sudah dikenal sejak zaman dahulu dan merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan dan komposisinya yang ideal serta mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi hewan menyusui yang baru lahir, dimana susu merupakan satu-satunya sumber makanan segera sesudah kelahiran (Buckle, dkk., 1985). Susu adalah suatu sekresi kelenjar dari ternak yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk kolostrum), dengan tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen (Suardana dan Swacita, 2009). Danasaputra (2005), menjelaskan bahwa susu segar dan susu murni memiliki definisi yang berbeda, yaitu susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing hewan yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambahkan sesuatu apapun dan belum mendapatkan perlakuan apapun, sedangkan susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Direktorat Jendral Peternakkan menetapkan persyaratan kualitas susu secara umum yang boleh beredar dipasaran dalam keputusan No. 17/Kpts/DJP/Deptan/1983 tentang syarat-syarat, tata cara pengawasan dan pemeriksaan kualitas susu produksi dalam negeri (Suardana dan Swacita, 2009). Adapun persyaratan kualitas susu yang ditetapkan antara lain: a. Warna, bau, rasa, kekentalan : tidak ada perubahan b. Berat Jenis (27,5 0 C) : minimum 1,0280 c. Kadar lemak minimum : 2,8 %

d. Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak : minimum 8,0% e. Derajat Asam : 4,5-7 0 SH f. Uji Alkohol 70% : negatif g. Uji Didih : negatif h. Katalase, setinggi-tingginya : 3 cc i. Titik beku : (-0.52 0 C) (-0,56 0 C) j. Angka refraksi : 34,0% k. Kadar protein sekurang-kurangnya : 2,7% l. Angka reduktase : 2-5 jam m. Jumlah Bakteri/ml setinggi-tingginya : 3 juta Produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Sifat individu dan bangsa Setiap individu di dalam perkembangannya dipengaruhi oleh 30% sifat genetik dan 70% lingkungan (Sarwiyono, dkk., 1990). Setiap nenek moyang induk dan pejantan memiliki sumbangan yang sama terhadap penampilan produksi keturunannya. Hampir bisa dipastikan jika seekor kambing memiliki produksi yang tinggi kemudian dikawinkan dengan penjantan yang memiliki nenek moyang yang tinggi produksinya, kemungkinan besar keturunan yang berkelamin betina akan memilik tingkat produksi yang tinggi pula ( Chamberlain, 1989). b. Pengaruh pertumbuhan dan besar hewan Hewan yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bertubuh besar umumnya menghasilkan susu lebih banyak daripada hewan yang pertumbuhannya lambat dan bertubuh kecil (Hadiwiyoto, 1994). c. Frekuensi pemerahan Berdasarkan hasil penelitian, kambing yang diperah 2 kali sehari total produksinya lebih tinggi daripada kambing yang diperah susunya sekali sehari (Sodiq dan Abidin, 2002).

d. Kebuntingan Pada akhir kebuntingan produksi susu akan menurun karena penggunaan nutrisi pakan untuk fetus dan perbaikan kondisi tubuh induk (Schmidt dan Van Vleck, 1974). e. Umur Ternak kambing betina muda pada laktasi pertamanya memproduksi susu 20-30% lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang sudah dewasa (Edey, et al., 1981). Waktu pertama kawin juga mempengaruhi produksi susu. Di mana pada umur 15-18 bulan ternak kambing ideal dikawinkan. Hal ini berhubungan dengan fungsi tubuh dan hormonal sudah bekerja secara baik (Setiawan dan Tanius, 2003). f. Pakan Produksi susu akan dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pemberian pakan dalam jumlah banyak dapat meningkatkan produksi (Anggorodi, 1984), tetapi jenis pakan akan dapat mempengaruhi komposisi susunya. Jenis pakan dari rumput-rumputan akan menaikkan kandungan asam oleat sedangkan pakan berupa jagung atau gandum akan menaikkan asam butiratnya (Hadiwoyoto, 1994). g. Musim Biasanya pada musin hujan kandungan lemak susu akan meningkat sedangkan pada musim kemarau kandungan lemak susu lebih rendah (Van den Berg, 1990). Produksi susu yang dihasilkan pada ke dua musim tersebut juga berbeda. Pada musim penghujan produksi susu dapat meningkat, hal ini banyak disebabkan oleh tersedianya pakan lebih banyak daripada musim kemarau (Hadiwiyoto, 1994).

h. Iklim Produksi susu pada lingkungan suhu tinggi lebih rendah daripada suhu rendah. Hal ini tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap komposisi susu kecuali bertambahnya kadar lemak (Van den Berg, 1990). Suhu dan kelembaban mempengaruhi produksi susu. Selain itu pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi sangat mempengaruhi timbulnya infeksi bakteri dan jamur penyebab mastitis. Suhu lingkungan yang tinggi secara jelas menurunkan produksi susu, karena sapi menurunkan konsumsi pakan, tetapi masih belum jelas apakah suhu mempengaruhi komposisi susu (Saleh, 2004). i. Penyakit Penyakit yang sering dialami oleh kambing adalah peradangan pada ambing yang dikenal dengan nama mastitis. Mastitis ini dapat mempengaruhi kualitas susu antara lain dapat menyebabkan bertambahnya protein dalam darah dan sel-sel darah di dalam tenunan ambing serta menyebabkan penurunan produksi (Saleh, 2004). j. Faktor perawatan dan perlakuan Kambing perah juga seperti ternak lain, membutuhkan suasana kandang yang sejuk dan tidak gaduh serta perlakuan yang tidak kasar merupakan syarat produksi susu kambing yang optimal (Sodiq dan Abidin, 2002). 2.2. Zat-zat Penyusun Susu Kambing Peranakan Etawa merupakan hasil persilangan antara kambing kacang setempat dan kambing Etawa yang berasal dari India. Kambing ini ternyata memiliki komposisi susu yang berkhasiat terhadap penyembuhan berbagai macam penyakit.

Menurut para ahli, komposisi kimia susu kambing dan bentuk morfologisnya sangat unik. Ini disebabkan butiran lemak susu sangat homogen dan berdiameter sangat kecil (mikro) sehingga sangat mudah diserap oleh organ pencernaan. Susu kambing belum dikenal secara luas seperti susu sapi padahal memiliki komposisi kimia yang cukup baik dan memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan susu sapi. Perbandingan susu kambing dengan susu sapi dapat diuraikan sebagai berikut; susu kambing kandungan eter gliserolnya jauh lebih banyak dibandingkan susu sapi. Unsur ini sangat bermanfaat bagi bayi dibandingkan susu formula sapi. Susu kambing juga mengandung lebih sedikit asam orotic yang berpengaruh baik bagi pencegahan sindrom pelemakkan hati. Vitamin A susu kambing lebih banyak, demikian juga dengan Vitamin B terutama riboflavin dan niasin, meskipun harus diakui kandungan vitamin B6 dan B12 pada susu sapi jauh lebih banyak. Susu kambing juga kaya kandungan mineral, kalsium, potasium, magnesium, fosfor, klorin, dan mangan jika dibandingkan dengan susu sapi (Mateljan, 2007). Komposisi dari susu akan bervariasi menurut spesies, kesehatan hewan, musim, frekuensi pemerahan, umur, suhu, dan makanan yang diberikan pada ternak itu (Samudhita, 1986 dan Buda, dkk., 1988). Berbeda dengan susu sapi yang harus melalui proses pasteurisasi, susu kambing perah langsung dikemas dengan plastik kedap udara hanya 10 menit setelah pemerahan dan siap dikonsumsi. Susu bila disimpan di tempat dingin tidak akan mengubah kualitas khasiatnya. Konsumen susu kambing sangat jarang mengalami diare meskipun mempunyai kepekaan dalam penyerapan laktosa (lactose intolerance). Susu kambing juga mengandung flourin yang lebih banyak daripada susu sapi yang merupakan antiseptik alami yang mengandung elemen pencegah tumbuhnya bakteri di dalam tubuh sehingga dapat mempertinggi kekebalan tubuh (Yudiawan, 2006).

Keistimewaan susu kambing secara ringkas adalah sebagai berikut : 1. Kaya protein, enzim, mineral, vitamin A, dan vitamin B2 ( riboflavin ). Jenis enzim yang terdapat pada susu kambing antara lain : Ribonuklease, Alkalin fosfate, Lipase, dan Xantin oksidase. Beberapa mineral yang terkandung dalam susu kambing yaitu Kalsium, Magnesium, Fosfor, Klorin dan Mangan. 2. Mengandung Antiartritis (inflamasi sendi) 3. Mempunyai khasiat untuk mengobati demam kuning, penyakit kulit, gastritis, asma, dan insomia. 4. Molekul lemaknya kecil sehingga mudah dicerna. Tabel 1 : Perbandingan Kandungan Susu Kambing, Susu Sapi dan Susu Manusia No. Kandungan susu Kambing Sapi Manusia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Fat % Solids-not-fat % Lactose % Nitrogen x 6.38 % Protein % Casein % Calsium % Phosphorus P 2 O 5 % Chloride % Iron (P/100.000) Vitamin A (i.u./g fat) Vitamin B (ug/100ml) Riboflavin (ug/100ml) Vitamin C (mg asc.a/100ml) Vitamin D (i.u./g fat) Calories/100ml 3.8 8.9 4.1 3.4 3.0 2.4 0.19 0.27 0.15 0.07 39.0 68.0 210.0 2.0 0.07 70.0 3.6 9.0 4.7 3.2 3.0 2.6 0.18 0.23 0.10 0.08 21.0 45.0 159.0 2.0 0.7 69.0 4.0 8.9 6.9 1.2 1.1 0.4 0.04 0.06 0.06 0.2 32.0 17.0 26.0 3.0 0.3 68.0 Sumber : Haycraft (2007)

Tabel 2 : Perbandingan Keadaan Susu dan Bagian Susu dari Susu Kambing dan Susu Sapi. URAIAN SUSU KAMBING SUSU SAPI Keadaan Susu Rasa Bau Warna Kebersihan Uji Alkohol Bagian Susu Derajat asam ( 0 SH) Uji Reduktase Uji Stroch Berat Jenis Kadar Lemak Kadar Protein BKTL Jumlah jenis kuman Nilai Akhir Sedikit Manis Aromatis Putih kekuningan Bersih Negatif 8,0 8,0 Negatif 1,0282 2,8 4,3 8,77 21.000 batang GR Baik Sumber : Setiawan dan Tanius 2003. Keterangan. GR = gram Sedikit Manis Aromatis Putih kekuningan Bersih Negatif 7,0 6,0 Negatif 1,0279 5,0 3,8 7,50 25.000 batang GR Baik 2.3 Kualitas susu Menurut Hadiwiyoto (1983), mutu atau kualitas susu merupakan hubungan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat penerimaan susu tersebut oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Sifat fisik susu menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji dengan peralatan tertentu atau panca indera. Sifat fisik susu yang dapat diuji dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat diuji dengan panca indera yaitu bau, rasa, warna, dan konsistensi.

Sifat kimiawi susu menunjukkan komposisi zat gizi serta kandungan zat kimia tertentu termasuk adanya cemaran. Sifat mikrobiologis susu menunjukkan jumlah mikroba yang ada didalam susu serta beberapa parameter lain yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroba. Dalam praktek, mutu susu sering disebutkan berdasarkan kelompok sifatnya sehingga dikenal mutu fisik susu, mutu kimiawi susu, ataupun mutu mikrobiologis susu. Bahkan dalam menguji mutu susu sering hanya dilakukan terhadap beberapa atribut yang dianggap penting, misalnya berat jenis, kadar lemak dan total bakteri. Akan tetapi secara menyeluruh mutu susu harus menggambarkan sifat-sifat susu yang mencakup sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Gabungan basil penilaian sifat-sifat susu akan mencerminkan nilai atau derajat mutu susu. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-3141-1998) mutu susu segar yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: a. Warna Warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-butiran lemak, protein dan garam-garam di dalam susu. Warna kekuningan merupakan cerminan warna karoten dalam susu. Diluar batas warna normal tersebut, kadang dijumpai susu berwarna kebiruan, kemerahan, atau kehijauan. Warna kebiruan kemungkinan diakibatkan berkembangnya bakteri Bacillus cyanogenes atau kemungkinan susu ditambahi air. Warna kemerahan sering disebabkan adanya butir eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang diperah mengalami sakit, khususnya mastitis. Adapun warna kehijauan kemungkinan merupakan refleksi kandungan vitamin B kompleks yang relatif tinggi. b. Bau Susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau lain yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak susu. Bau pakan dan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah mempengaruhi bau susu tersebut.

c. Rasa Susu segar yang normal adalah sedikit manis yang ditimbulkan karena kandungan laktosa didalam susu. Tingkat kemanisan susu bervariasi tergantung tinggi rendahnya kandungan laktosa. Adanya garam juga mempengaruhi rasa susu. d. Konsistensi Konsistensi susu menunjukkan imbangan jumlah air dan bahan padat yang ada di dalam susu sebagai suatu emulsi yang baik. Apabila ke dalam susu ditambahkan bahan-bahan tertentu maka konsistensi susu dapat berubah, sehingga sistem emulsi terganggu dan beberapa komponen susu terpisah dari air. e. Uji Didih Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah (menggumpal) bila dipanaskan/dididihkan pada waktu tertentu. Sebaliknya, susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Terjadinya penggumpalan diakibatkan oleh adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi, susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan. f. Uji Alkohol Susu yang berkulitas baik memberikan hasil uji negatif atau bereaksi negatif terhadap alkohol. g. Uji Reduktase Uji reduktase adalah untuk memprediksi jumlah mikroba di dalam susu, sehingga kualitas susu dapat ditentukan. Pada prinsipnya mikroba di dalam susu menghasilkan enzim reduktase yang dapat mereduksi zat warna biru. dari "metilen blue" (MB) menjadi tak berwarna. Apabila ke dalam susu dimasukkan sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut berwarna biru dan dalam waktu tertentu warna biru tersebut

berangsur-angsur hilang. Lama waktu hilangnya warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah mikroba di dalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga waktu reduksi menjadi pendek dan demikian pula sebaliknya. h. Total Asam Semakin besar derajat keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar. Derajat keasaman menunjukkan banyak sedikitnya asam yang terbentuk didalam susu akibat pertumbuhan mikroba. i. Nilai ph Nilai ph merupakan cerminan jumlah ion H + dari asam di dalam susu yang diakibatkan oleh pertumbuhan mikroba. Tujuan dari uji ph adalah mengetahui tingkat keasaman susu sehingga dapat diperkirakan tingkat kualitas dan keamanan susu untuk dikonsumsi, ph normal biasanya berkisar antara 6,5-6,7. j. Berat Jenis B o b o t j e n i s a t a u b e r a t j e n i s m e r u p a k a n perbandingan berat dari sejumlah volume susu yang dapat mencerminkan kemurnian susu tersebut. Bobot jenis susu yang normal adalah sebesar 1,0260-1,0280. Apabila bobot jenis susu lebih rendah dari nilai tersebut maka menunjukkan adanya penambahan air ke dalam susu. Sebaliknya bila bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan penambahan suatu bahan padat ke dalam susu. k. Viskositas Faktor yang mempengaruhi viskositas susu ialah konsentrasi dan keadaan protein, konsentrasi dan keadaan lemak, susu dan lamanya susu disimpan. Susu lebih berat dari air karena susu merupakan suatu sistem koloidal kompleks, yaitu air sebagai medium dispersi antara lain mengandung garam-garam dan gula dalam larutan.

2.4 Uji Rasa Uji Organoleptik merupakan metode dasar yang dipergunakan untuk menentukan kualitas susu. Hasil uji organoleptik dapat ditentukan dalam waktu cepat dan dengan biaya yang rendah, tetapi memiliki manfaat yang sangat besar. Uji organoleptik harus segera dilakukan setelah susu diperah. Salah satu uji tersebut adalah mencicipi rasa dari susu. Susu murni mempunyai rasa sedikit manis atau gurih tanpa ada rasa asing (Suardana dan Swacita, 2009). Walaupun rasa susu sedikit manis tetapi bau dan rasa susu untuk setiap orang tidak sama karena memiliki selera yang berbeda (Buckle dkk., 1985). Menurut Suardana dan Swacita (2007) di lapangan sering ditemukannya penyimpangan rasa dari susu, antara lain: Rasa pahit karena adanya kuman-kuman pembentuk pepton Rasa tengik disebabkan oleh kuman asam mentega Rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactis saponacei Rasa lobak disebabkan oleh kuman coli Rasa anyir atau amis disebabkan oleh kuman tertentu pada mastitis Apabila susu memilik rasa kecut, pahit, asin mungkin disebabkan karena kesalahan penangganan setelah pemerahan dan sebaiknya susu tersebut dipisah karena tidak layak untuk dikonsumsi (Buda, dkk., 1980). 2.5 Uji ph Pemeriksaan ph dilakukan untuk menentukan tingkat keasamaan susu. Susu segar umumnya memiliki ph sekitar 6,5 sampai 6,7. Nilai ph yang lebih besar dari 6,7 menunjukkan adanya kelainan seperti mastitis pada sapi. Apabila ph di bawah 6,5 kemungkinan susu tersebut merupakan susu kolostrum atau susu yang telah rusak oleh adanya bakteri (Suardana dan Swacita, 2009) dan karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroba (Suardana dan Swacita, 2007).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai ph diantaranya pengenceran dan pemanasan. Pengenceran dapat sedikit menaikkan nilai ph dan menurunkan keasaman. Pemanasan dapat memyebabkan tiga perubahan, yaitu: 1. Kehilangan CO 2 yang mengakibatkan penurunan keasaman dan menaikkan nilai ph. 2. Adanya transfer Ca dan fosfat ke kolodial, sehingga dapat sedikit menaikkan keasaman dan menurunkan nilai ph 3. Pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam degradasi laktosa. Perubahan nilai ph atau keasaman disebabkan oleh pertambahan asam laktat dan pengurangan CO 2. Hilangnya CO 2 3-4% dalam susu akan menambah nilai ph dari 0,001-0,01. Susu yang dipanasi akan mengurangi titrasi keasaman jika dibandingkan dengan yang tidak dipanasi. Pemanasan dilakukan dengan tekanan akan mengurangi hilangnya CO 2 sehingga perubahan asam tidak cepat. Bila susu dipanasi atau mengalami pasteurisasi, akan terjadi pengurangan angka titrasi keasamannya sebesar 0,01%. Perubahan asam atau terjadinya keasaman disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dari laktosa oleh bakteri pembentuk asam seperti Streptococcus lactis. 2.6 Uji Alkohol Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui keadaan susu apakah dalam keadaan baik atau sudah rusak (Suardana dan Swacita, 2009). Uji alkohol didasarkan pada kadar protein dalam susu yang telah menjadi asam, hal ini merupakan hasil fermentasi laktosa atau asam susu dengan bakteri yang peka dan merespon adanya reaksi alkohol. Cara penentuan uji alkohol adalah menggunakan alkohol 70%. Alkohol yang digunakan memiliki jumlah yang sama dengan sampel susu (perbandingan 1:1). Uji Alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan tidak terdapatnya butiran menandakan uji alkohol negatif (Departemen Pertanian, 1977). Uji Alkohol yang positif

butirannya dapat diamati berupa gumpalan atau butiran kecil pada dinding tabung. Keadaan ini dipengaruhi oleh kestabilan koloidal protein susu yang tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein (Siirtola, 2000). Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidrasi, maka protein berkoagulasi. Semakin tinggi keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya (Sumuditha, 1986). Apabila susu dibubuhi alkohol pekat, mantel air disekitar bahan keju diambil oleh alkohol, akhirnya bahan keju saling melekat dan timbul endapan tetapi susu normal jika dibubuhi alkohol lemah tidak akan mengalami pengendapan karena pada susu normal bahan keju memiliki muatan listrik sehingga bagian-bagiannya saling tolak-menolak, demikian pula mantel air disekitarnya, sehingga dalam keadaan normal bagian-bagian ini tidak akan saling melekat atau mengendap. 2.7 Dampak Penyimpangan Susu Penyimpangan mutu susu sangat luas pengaruhnya, tergantung status penyimpangannya (Santoso, 1998). Penyimpangan susu antara lain dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Penyimpangan susunan susu, hal ini terjadi apabila susu dicampur dengan bahan-bahan yang kurang nilainya atau bahan yang tidak bernilai, contohnya air dan air beras. 2. Penyimpangan keadaan susu, hal ini terjadi apabila susu kotor, berbau busuk atau berbau obat-obatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas susu antara lain : pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, suhu udara (ruang penyimpanan, kamar susu, suhu, waktu proses) dan jangka waktu penyimpanan serta sanitasi peralatan maupun ternak (Standar Nasional Indonesia, 1992).

Susu yang baru diperoleh dari hasil pemerahan merupakan susu steril karena merupakan bahan murni yang higienis, bernilai gizi tinggi, terkontaminasi sedikit kuman yang berasal dari kambing, dengan bau dan rasa yang tidak berubah dan tidak berbahaya jika dikonsumsi. Namun setelah beberapa saat berada dalam suhu kamar susu akan mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas susu sangat berpengaruh terhadap kesehatan konsumen, karena susu dapat mengandung bakteri yang menyebabkan penyakit tertentu. Kualitas susu yang sampai ke tangan konsumen dipengaruhi oleh: jenis ternak, pakan yang diberikan, kesehatan ternak, penanganan, kebersihan dan kesehatan peternakan atau perusahaan susu (Santoso, 1998).