BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

Kelompok B Pembimbing

OLEH NASRUN /KIM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

a. Pengertian leaching

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BAB I PENDAHULAN. 1.1 Latar Belakang

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

4. Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

2 Tinjauan Pustaka. membran. Gambar Proses pemisahan pada membran [3]

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

ION EXCHANGE DASAR TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB 7 KERAMIK Part 2

Bab III Metodologi Penelitian

KARAKTERISASI MEMBRAN PADA PEMISAHAN CAMPURAN MTBE METANOL DENGAN TEKNIK PERVAPORASI. Abstrak

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi

KESETIMBANGAN FASA. Komponen sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

4 Hasil dan pembahasan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahap 1. Analisis sifat fisika dan komposisi kimiawi selulosa pulp kayu sengon (Paraserianthes falcataria)

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan karena membran mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen lebih cepat daripada komponen lain berdasarkan perbedaan sifat fisik dan kimia dari membran serta komponen yang dipisahkan. Perpindahan dapat terjadi oleh adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan yang berupa beda tekanan ( P), beda konsentrasi ( C), beda potensial listrik ( E), dan beda temperatur ( T) serta selektifitas membran yang dinyatakan dengan rejeksi (R). Gambar 2.1 memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran (Mulder, 2006). fasa 1 membran fasa 2 umpan permeat driving force ΔC, ΔP, ΔT, ΔE, R Gambar 2.1 Skema pemisahan dengan membran Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses lain, antara lain: 1. pemisahan dapat dilakukan secara kontinu; 2. konsumsi energi umumnya relatif lebih rendah; 3. proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya (hybrid processing); 4. pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah diciptakan; 5. mudah dalam scale up;

6. tidak perlu adanya bahan tambahan; dan 7. material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya. Kekurangan teknologi membran antara lain fluks permeasi dan selektifitas membran pada umumnya terjadi fenomena bahwa fluks permeasi berbanding terbalik dengan selektifitas membran. Semakin tinggi fluks permeasi seringkali berakibat menurunnya selektifitas membran dan sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasiskan membran adalah mempertinggi fluks permeasi dan selektifitas membran. 2.1 Membran dan Klasifikasinya Secara umum membran didefinisikan sebagai selaput tipis semi-permeabel yang bersifat selektif terhadap komponen tertentu dalam suatu campuran. Proses pemisahan dengan membran yang telah dikembangkan hingga kini adalah mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, osmosa balik, dialisis, elektrodialisis, pemisahan gas, dan pervaporasi (Mulder, 2006). Membran dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori yaitu membran alami atau sintetis, dari bahan organik atau anorganik, berukuran tipis (simetris) atau tebal (asimetris), dan berpori (porous membrane) atau tidak berpori (dense membrane). Berdasarkan asalnya, membran dapat dibagi atas membran alami dan membran sintetis. Membran alami adalah membran yang terdapat dalam sel makhluk hidup dan terbentuk dengan sendirinya. Membran sintetis adalah membran yang dibuat dari material tertentu. Membran sintetis dibagi menjadi dua yaitu membran organik (antara lain polimer) dan membran anorganik (antara lain keramik). Berdasarkan struktur (morfologi), membran dibagi menjadi dua jenis yaitu membran simetris dan asimetris. Membran simetris tersusun atas satu macam lapisan (homogen) dengan ketebalan 10 200 μm. Membran jenis ini dapat menahan hampir semua partikel umpan dalam pori-porinya sehingga dapat tersumbat dan menurunkan permeabilitas dengan cepat. Membran asimetris terdiri dari lapisan tipis yang aktif dan beberapa lapisan pendukung yang berpori di bawahnya (heterogen). Ukuran dan kerapatan porinya tidak sama dari bagian atas

ke bagian bawah. Ketebalan lapisan tipisnya adalah 0,1 0,5 μm dan lapisan pendukungnya 50 150 μm. Membran digolongkan dua kelompok, berdasarkan ada tidaknya pori yaitu membran berpori (porous membrane) dan membran tidak berpori (dense membrane). Jenis-jenis membran dan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. Membran berpori digunakan untuk pemisahan partikel besar hingga makromolekul (mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi). Membran tidak berpori atau rapat digunakan dalam pemisahan gas dan pervaporasi yang mampu memisahkan campuran senyawa yang memiliki berat molekul relatif sama, misalnya dalam proses pemisahan gas yang dapat memisahkan campuran H 2 /N 2, O 2 /N 2, CO 2 /N 2. Membran RO dibuat dari berbagai bahan seperti selulosa asetat (CA), poliamida (PA), poliamida aromatis, polieteramida, polieteramina, polieterurea, polifelilene oksida, polifenilen bibenzimidazol, dan sebagainya. Membran komposit film tipis terbuat dari berbagai bahan polimer untuk substratnya ditambah polimer lapisan fungsional di atasnya. Membran simetris ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() (a) Berpori (b) Tak-berpori Membran asimetris 000000000000000000000000000 xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx (c) Berpori (d) Lapisan atas tak-berpori Gambar 2.2 Membran berdasarkan strukturnya 2.2 Sifat-Sifat Fisik Polimer Karakteristik membran ditentukan oleh sifat polimer pembentuk membran tersebut. Sifat polimer yang berpengaruh yaitu fleksibilitas rantai, interaksi antar

rantai, temperatur transisi gelas (Tg), derajat kristalinitas, volume bebas, polimer hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 2006 dan Sperling, 2006). 2.2.1 Fleksibilitas Rantai Fleksibilitas rantai adalah tingkat kemudahan ikatan polimer untuk bergerak berputar. Fleksibilitas atau kelenturan rantai dipengaruhi oleh ikatan pada rantai utama dan jenis gugus samping. Adanya ikatan jenuh (-C-C-) pada rantai utama memungkinkan rantai bergerak dengan bebas (berotasi), sehingga rantai bersifat lentur. Rotasi sulit dilakukan apabila dalam rantai utama terdapat ikatan tak-jenuh seperti (-C=C-) sehingga rantai utama menjadi kaku. Jika rantai utama tersusun atas ikatan jenuh dan tak-jenuh seperti polibutadiena (-C-C=C-C-), rotasi masih mungkin terjadi pada ikatan tunggal (-C-C-). Gugus yang besar seperti heterosiklik dan aromatik akan menurunkan fleksibilitas rantai. Jenis gugus samping ikut mempengaruhi fleksibilitas rantai. Gugus samping yang berukuran sangat kecil seperti atom hidrogen (-H-) tidak berpengaruh banyak terhadap kebebasan berotasi, tetapi untuk gugus samping fenil (-C 6 H 5 -) akan menimbulkan halangan sterik sehingga mengurangi fleksibilitas rantai. 2.2.2 Interaksi antar Rantai Interaksi antar rantai polimer dapat ditimbulkan oleh ikatan primer atau ikatan sekunder. Ikatan primer membentuk ikatan kovalen yang menghasilkan rangkaian rantai utama yang kuat. Ikatan sekunder terbagi atas tiga golongan, yaitu gaya dipol (debye forces), gaya dispersi (dispersion forces), dan gaya ikatan hidrogen (hydrogen bonding forces). Nilai rata-rata kekuatan jenis-jenis gaya tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. 2.2.3 Temperatur Transisi Gelas (Tg) Permeabilitas umumnya lebih rendah pada polimer dalam keadaan glassy (glassy state) daripada dalam keadaan rubbery (rubbery state). Keadaan polimer glassy atau rubbery pada temperatur tertentu ditentukan oleh harga temperatur

transisi gelas (Tg). Pada suhu di bawah Tg, polimer akan bersifat glassy, sebaliknya pada suhu di atas Tg polimer akan bersifat rubbery (De Angelis, 2012). Tabel 2.1. Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder Jenis gaya kj/mol Kovalen 400 Ikatan hidrogen 40 Dipol 20 Dispersi 2 Jika polimer non-kristalin (amorf) dipanaskan, polimer dapat berubah dari keadaan glassy ke keadaan rubbery, batas temperatur keadaan glassy dan rubbery tersebut disebut temperatur transisi gelas (Tg). Perubahan keadaan polimer dari keadaan glassy ke rubbery pada temperatur transisi gelas dapat dilihat pada gambar 2.3 di mana terlihat bahwa penurunan modulus tarik (E) terhadap kenaikan temperatur relatif sangat kecil, dan menurun drastis pada temperatur Tg. glassy rubbery log E Tg T Gambar 2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur Pada keadaan glassy dan rubbery

Sifat fisik polimer ditentukan oleh struktur kimianya. Rantai utama yang terdiri dari ikatan jenuh C-C- (misalnya polimer vinyl) sangat fleksibel karena itu Tg-nya rendah. Jika rantai utama mengandung gugus heterosiklik dan aromatik, Tg meningkat dengan cepat. Gugus samping umumnya menghalangi pergerakan rantai utama sehingga mengurangi fleksibilitas dan akibatnya menaikkan Tg. Selain struktur kimia, harga Tg juga dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar rantai dan derajat kristalinitas. Makin kuat ikatan antar rantai, energi termal yang dibutuhkan untuk mengatasinya juga makin besar sehingga Tg besar. Dalam kondisi kristalin, rantairantai polimer berada dalam kisi-kisi yang padat dan kaku, sehingga diperlukan temperatur yang tinggi untuk mengubahnya menjadi keadaan rubbery. Dengan demikian, makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka Tg makin besar. 2.2.4 Derajat Kristalinitas Derajat kristalinitas tergantung pada keteraturan susunan struktur monomer penyusun polimer tersebut. Kristalinitas polimer berpengaruh terhadap sifat mekanik dan permeabilitas polimer. Komponen yang terlarut ke dalam polimer hanya dapat berdifusi melalui struktur amorf. Hal ini terjadi karena bagian kristalin pada polimer berfungsi sebagai bagian yang memiliki ikatan silang (crosslink) secara fisik. Ikatan silang menyebabkan berkurangnya kemampuan polimer untuk melarutkan penetran. Jadi makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer, maka permeabilitasnya makin rendah. 2.2.5 Volume Bebas Polimer Volume bebas (V f ) secara sederhana didefinisikan sebagai volume yang diperoleh dengan melakukan ekspansi termal dari keadaan awal (molekul-molekul pada temperatur 0 K). Volume bebas merupakan volume polimer yang tidak ditempati oleh molekul polimer itu sendiri dan dinyatakan dengan persamaan: V f = V T - V o (2.1)

di mana V T adalah volume polimer yang teramati pada temperatur T sedangkan V o adalah volume yang ditempati oleh molekul polimer pada 0 K. Fraksi volume bebas (v f ) adalah perbandingan antara V f dan V T. v f = V f : V T (2.2) Semakin tinggi volume bebas, semakin banyak ruang bagi molekul untuk bergerak sehingga semakin kecil Tg-nya. Pada temperatur di bawah Tg pada beberapa polmer, perubahan harga volume bebas dapat dianggap konstan terhadap perubahan temperatur. Namun pada kondisi temperatur di atas Tg, volume bebas berubah secara linier terhadap temperatur dengan mengikuti persamaan: V f = V f,tg + α (T - Tg) (2.3) di mana α adalah selisih koefisien pemuaian panas polimer pada suhu di atas Tg dan di bawah Tg. Pada proses pemisahan fasa cair, penetran masuk ke dalam membran dengan menempati ruang volume bebas pada polimer. Dengan demikian, banyaknya volume bebas pada polimer merupakan fungsi dari Tg; semakin besar Tg maka semakin sedikit volume bebas yang ada. 2.2.6 Polimer Hidrofilik dan Hidrofobik Berdasarkan afinitasnya terhadap air, membran polimr dibagi dua kelas, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Polimer hidrofilik yaitu polimer yang memiliki kemampuan mengikat air, afinitas terhadap air sangat tinggi. Hidrofilik ini terjadi karena adanya gugus di dalam rantai polimer yang mampu berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen. Sejumlah polimer sangat baik dijadikan bahan pembuat membran, seperti polivinil alkohol, poliakrilat, polivinil asetat, polivinil pirolidin, selulosa asetat, selulosa triasetat, etil selulosa, dan lain-lain. Polimer hidrofobik bersifat sebaliknya, tidak memiliki afinitas terhadap air, contohnya politetraflouroetilen, polivinilidin flourida, polipropilen, polietilen, dan lain-lain. Membran polimer hidrofobik tidak cocok digunakan untuk pemisahan campuran air/senyawa organik. Hal ini disebabkan karena tidak adanya gaya interaksi yang kuat antara membran dengan campuran air/senyawa organik.

2.3 Pembuatan Membran Polimer Membran dapat dibuat dari berbagai macam material. Material yang dapat digunakan antara lain berupa material anorganik seperti keramik, gelas, dan logam, ataupun dapat berupa polimer yang merupakan material organik. Teknik pembuatan membran dilakukan dengan tujuan untuk memodifikasi material membran agar dapat diaplikasikan dalam proses pemisahan yang spesifik. Sejumlah teknik dapat digunakan untuk membuat membran polimer maupun membran anorganik. Teknik pembuatan membran yang penting di antaranya adalah: sintering, streching, track-etching, solution coating, inversi fasa, proses sol-gel, dan vapour deposition. Pembuatan membran tidak berpori dapat dilakukan dengan teknik inversi fasa dan solution coating (Mulder, 2006). Inversi fasa adalah suatu proses dimana polimer ditransformasi dari fasa cair ke fasa padat melalui mekanisme pengontrolan tertentu. Proses perubahan fasa ini sangat sering diawali dengan transisi fasa cairan pembentuk membran dari satu fasa cairan menjadi dua fasa cairan (liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu selama proses demixing, salah satu fasa cairan mengalami pembekuan sehingga fasa padat terbentuk. Dengan mengendalikan tahap awal perubahan fasa, maka morfologi membran dapat dikendalikan. Beberapa teknik pembuatan membran yang mengikuti konsep inversi fasa adalah presipitasi melalui penguapan pelarut, presipitasi melalui fasa uap, presipitasi melalui pengontrolan penguapan, presipitasi termik, dan presipitasi dengan cara immersion. Teknik yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah presipitasi melalui penguapan pelarut. 2.3.1 Presipitasi melalui Penguapan Pelarut Teknik ini paling mudah dilakukan dibandingkan dengan teknik lainnya. Polimer dilarutkan dalam pelarut dan larutan polimer yang terbentuk di-casting di atas support (glass plate atau nonwoven polyester porous atau penyangga yang tidak berpori seperti logam, glass, teflon, PMMA). Pelarut diuapkan pada atmosfir inert (N 2 ) agar tidak terjadi penyerapan air, sehingga membran homogen tidak berpori dapat terbentuk.

2.4 Membran untuk Pemisahan Campuran Etanol-Air Proses pemisahan campuran etanol-air pada umumnya membutuhkan membran yang tidak berpori (dense membrane). Pemilihan material membran bergantung pada tipe aplikasinya. Karakteristik membran sebagian besar ditentukan oleh polimer pembentuknya. Pada karakteristik membran, sifat-sifat berikut memiliki peranan penting yaitu: 1. Struktur dan ikatan dalam polimer; mempengaruhi interaksi polimermembran dengan penetran, ketahanan membran secara kimia, dan kemampuan membran untuk membengkak (swelling) dengan baik. 2. Kristalinitas; secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membran untuk membengkak (swelling) dengan baik. 3. Kelarutan polimer; menentukan interaksi antara polimer pembentuk membran dengan penetran. Pada pemisahan campuran etanol-air, interaksi antara polimer dengan umpan mempunyai peranan yang cukup penting pada tahap masuknya umpan ke permukaan membran. Pembengkakan dapat terjadi jika membran menyerap umpan dan menyebabkan volume membran membesar sehingga pembengkakan ini mempengaruhi besarnya fluks permeat, sebaliknya pembengkakan membran yang terlalu besar menyebabkan selektifitas pemisahan menurun. Penetran masuk ke dalam membran dan menempati ruang volume bebas dalam polimer. Dengan demikian banyaknya volume bebas dalam polimer menentukan kemampuan membran untuk dapat membengkak dengan baik. 2.5 Selulosa Asetat sebagai Material Membran Material membran selulosa asetat adalah selulosa yaitu polisakarida yang didapat dari serat tanaman. Selulosa dan derivatnya mempunyai struktur rantai linier seperti batang dan molekulnya in-fleksibel. Sifatnya sangat hidrofilik namun tidak larut dalam air karena adanya sifat kristalin dan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil. Struktur kimia selulosa asetat ditunjukkan dalam gambar 2.4. Selulosa asetat dibuat dari selulosa dengan asetilasi (reaksi dengan anhidrida, asam asetat, dan asam sulfat). Sifat fisika penting membran selulosa

lainnya adalah derajat polimerisasinya dengan nilai optimum antara 100 200 atau 100 300, yang akan menghasilkan berat molekul sekitar 25.000 80.000. Keuntungan selulosa asetat dan derivatnya sebagai material membran: 1. Bersifat hidrofilik. 2. Membran selulosa asetat relatif mudah dibuat. 3. Dari sumber yang dapat diperbaharui. Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, kerugian membran selulosa asetat, diantaranya adalah: 1. Mengalami kompaksi atau fenomena memadat yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan material lainnya, yaitu secara bertahap akan kehilangan sifat-sifat membran (khususnya fluks permeasi). 2. Sangat mudah mengalami biodegradasi. Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa asetat sebagai lembaran tipis. Bila membrannya anisotropik, ada kulit tipis rapat dan pengemban berpori. Membran selulosa asetat mempunyai sifat pemisahan yang bagus namun dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, serta rentan ph. H OCOCH 3 CH 2 OCOCH 3 O O O OCOCH 3 H H H H H OH H H O O H CH 2 OCOCH 3 H OCOCH 3 n Gambar 2.4 Struktur kimia selulosa asetat 2.6 Zeolit Membran polimer dapat dimodifikasi dengan menambahkan zat aditif seperti zeolit. Zeolit adalah senyawa yang tersusun dari senyawa silika (SiO 2 ) dan alumina (Al 2 O 3 ) sebagai komponen utama. Gabungan senyawa ini disebut

aluminosilikat. Silikon dan ion aluminium pada aluminosilikat ini mempunyai struktur tetrahedral dengan empat atom oksigen yang mengelilinginya. Muatan negatif pada struktur aluminosilikat yang disebabkan oleh substitusi isomorf silikon oleh aluminium dinetralisasi oleh kation seperti kalsium, natrium, kalium, dan sebagainya seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5. Jumlah kation yang ditambahkan ditentukan oleh jumlah atom Al di dalam kerangka zeolit. Akibat kehadiran kation-kation tersebut, zeolit menjadi adsorben yang bersifat polar. Hal ini menyebabkan molekul-molekul yang bersifat polar seperti air diserap lebih kuat daripada molekul-molekul yang bersifat non-polar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit dapat meningkatkan selektifitas dari 1182 menjadi 1634 (Nasrun, 2005). Zeolit umumnya digunakan dalam katalisa, pemisahan, pemurnian, dan pertukaran ion (Ulfah, dkk., 2006). Zeolit berbentuk padatan kristalin mikropori yang berongga dan beralur serta mempunyai ukuran pori 3 sampai 10 Å yang disebut saringan molekuler (Liang and Ni, 2009). Ukuran pori tergantung pada jenis kation yang menetralisasinya. Kation-kation Ca 2+, Na +, dan K + masing-masing memberikan ukuran 4,3 Å (tipe 5A), 3,8 Å (tipe 4A), dan 3,0 Å (tipe 3A) (Mulder, 2006). Apabila diinginkan zeolit dengan ukuran pori tertentu maka zeolit dapat dicelupkan ke dalam sol SiO 2 dalam air dengan penambahan aditif lalu dimasukkan ke dalam autoclave untuk mendapatkan struktur akhir sesudah kalsinasi (Susetyaningsih, dkk., 2009). Rumus umum zeolit dapat ditulis sebagai: M x/n [(AlO 2 ) x (SiO 2 ) y mh 2 O], di mana: M = ion logam alkali atau alkali tanah x, y, m = bilangan tertentu n = muatan ion logam alkali atau alkali tanah. Rumus ini menunjukkan struktur atau satu unit sel kerangka zeolit di mana bagian dalam tanda kurung menunjukkan komposisi kerangkanya. Penggunaan zeolit sebagai bahan pembuatan membran anorganik untuk proses pemisahan telah lama dilakukan, khususnya untuk keperluan pemisahan gas bertemperatur tinggi. Sifat adsorpsi zeolit serta strukturnya yang mikropori juga dimanfaatkan untuk

pembuatan membran yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia sekaligus pemisah produk yang dihasilkan. Dalam perkembangannya juga diupayakan rekayasa pembuatan membran zeolite filled polymer yang berguna untuk meningkatkan unjuk kerja membran polimer pada pemisahan secara pervaporasi. O O Na + O O O Na + O O Si Al - Si Si Al - Si O O O O O O O O O O O O Gambar 2.5 Struktur aluminosilikat pada zeolit Pori zeolit berukuran nanoscale sehingga membran yang dipadukan dengan zeolit dapat digolongkan ke dalam nanomaterial. Nanomaterial merupakan material yang mempunyai ukuran dalam skala nanometer (nm) yang berkisar antara 1 100 nm. Karakteristik material menjadi berbeda setelah menjadi nanomaterial yang memiliki luas permukaan (surface area) yang besar daripada material asalnya sehingga dapat meningkatkan reaktifitas kimia yang merupakan faktor penting untuk aplikasi kimia (Othmer, 1981). Saat ini telah ditemukan berbagai jenis zeolit menurut struktur porinya. Gambar 2.6 menggambarkan struktur dan saluran pori zeolit LTA (tipe A). Zeolit LTA mengandung jumlah Al yang tinggi sehingga sangat hidrofilik. Zeolit sintetis digunakan secara luas sebagai adsorben selektif dalam proses pemisahan dengan skala besar. Walaupun kebanyakan zeolit sangat hidrofilik dimana molekul air yang sangat polar dapat berinteraksi sangat kuat dengan kation, zeolit dengan silika tinggi sebenarnya hidrofobik (Maygasari, dkk., 2010). Selektivitas membran dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, antara lain: crosslinking, blending, dan grafting. Penambahan zat aditif seperti zeolit sebagai filler dapat memperbaiki karakteristik dan meningkatkan kinerja membran (Rakhmatullah, dkk., 2007). Beberapa penelitian terkini menunjukkan bahwa

modifikasi membran dengan zeolit telah berhasil meningkatkan performansi membran. Membran komposit zeolit MFI-α-alumina telah berhasil memisahkan parafin-parafin ringan (Hrabanek, et al., 2008). Membran zeolit-x selektif untuk sebagian besar komponen-komponen polar dalam suatu campuran umpan dan didapatkan bahwa fluknya tinggi (Sandstrom, et al., 2010). Gambar 2.6 Stuktur (kiri) dan saluran pori (kanan) zeolit LTA (tipe A) Zeolit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu zeolit alam dan zeolit buatan. Zeolit alam terbentuk karena perubahan alam (zeolitisasi) dari bahan vulkanik dan dapat digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan (Srihapsari, 2006). Beberapa jenis zeolit ditunjukkan dalam tabel 2.2 berupa nama, ukuran pori, rasio Si/Al, dan strukturnya. Setiap jenis zeolit mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit yang berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk serta efek mengayak dari zeolit, mobilitas kation yang diperlukan, efek medan listrik yang ditimbulkan kation serta difusi ion ke dalam larutan energi hidrasi (Poerwadio dan Masduqi, 2004). Eksploitasi zeolit di Aceh sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, proses pengolahan zeolit alam untuk adsorben pada proses penjernihan air dan untuk keperluan lain seperti untuk pembuatan membran dengan karakteristik yang lebih spesifik memerlukan treatment lebih lanjut sehingga nantinya zeolit ini dapat digunakan secara langsung pada proses produksi etanol dan meningkatkan kualitas etanol yang sesuai untuk energi alternatif. Berdasarkan data Dinas Pertambangan Aceh, zeolit alam Aceh terdapat di Teunom (Aceh Barat, 400.000

m 3, rasio Si/Al = 2,03), Tapak Tuan (Aceh Selatan, 900.000 m 3, rasio Si/Al = 2,03), dan Ujong Pancu (Aceh Besar, 2.500.000 m3, rasio Si/Al = 2,42). Tabel 2.2 Beberapa jenis zeolit Nama Ukuran pori Si/Al Struktur (Å) Tipe A 3,2 4,3 1 3D ZSM-5 5,1 5,6 10 500 2D Silikalit-1 5,1 5,6 2D Offretite 3,6 6,7 3 4 3D Modernit 2,6 7,0 5 6 2D Theta-1 4,4 5,5 >11 1D Faujasit 7,4 1,5 3 3D Klinoptilolit 4,0 7,0 4 4,5 3D Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh Gambar 2.7 Topografi Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh

Gambar 2.8 Zeolit alam jenis faujasit asal Ujong Pancu Tabel 2.3 Komposisi zeolit alam Ujong Pancu Rumus Atom Berat (%) Rumus Kimia Berat (%) Mg 6,3939 MgO 11,5788 Al 7,6411 Al2O3 10,2900 Si 18,5045 SiO2 23,2411 S 0,2956 S 0,1311 K 7,3980 K2O 11,4545 Ca 39,8989 CaO 27,6897 Ti 5,6145 TiO2 5,3811 Mn 5,4500 MnO 5,1977 Fe 8,1100 Fe2O3 4,8386 Sr 0,6935 SrO 0,1974 Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh Berdasarkan potensi kandungan dan rasio Si/Al maka zeolit yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Ujong Pancu, Kecamatan Peukan Bada,

Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Aceh yang berada 8 km sebelah Barat Kota Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh topografinya seperti yang terlihat dalam gambar 2.7 yang memiliki potensi zeolit yang terkandung dalam Gunung Gle Pancu seluas lebih kurang 5 km 2 pada kedalaman 5 m dari permukaan tanah dengan jenis faujasit (sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh) sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 dengan komposisi seperti yang terlihat dalam tabel 2.3 dengan rasio Si/Al adalah 2,42 di mana penelitian untuk jenis zeolit ini masih belum dilakukan secara serius. Namun bila dibandingkan dengan zeolit komersial ZSM-5 maka rasio Si/Al zeolit alam jauh di bawah zeolit komersial yang mempunyai rasio Si/Al anatar 10 500 (lihat tabel 2.2). 2.6.1 Modifikasi Membran dengan Zeolit Modifikasi membran zeolite filled selulosa asetat akan mengubah struktur selulosa asetat di mana diperkirakan akan terjadi interaksi antara selulosa asetat dan zeolit di mana zeolit bersifat polar sehingga cenderung menyerap senyawasenyawa yang bersifat polar seperti air dan etanol. Air lebih polar daripada etanol sehingga membran lebih cenderung menarik air daripada etanol yang mengakibatkan selektifitas membran akan meningkat. Akibat kombinasi sifat selulosa asetat yang hidrofilik dan zeolit yang bersifat polar dan cenderung menarik air maka air yang terikat dalam struktur membran akan semakin banyak sehingga pada akhirnya akan meningkatkan fluks membran. Peningkatan fluks ini dapat juga dijelaskan dengan derajat swelling. Fenomena swelling mampu mengubah struktur membran. Diperkirakan kandungan air dalam struktur membran zeolite filled selulosa asetat relatif lebih banyak dibandingkan dengan kandungan air pada membran selulosa asetat murni. Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga dipakai sebagai produk seperti deterjen. Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit sintetik dan 40 mineral zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al 1 1,5, memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit silika rendah

adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2-5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit, Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5 (Ulfah, dkk., 2006). Zeolit dengan kadar Si/Al rendah sampai sedang sangat optimum untuk menjerap molekul-molekul polar. Semakin tinggi kadar Si/Al maka semakin sulit untuk menjerap molekul-molekul polar, tetapi sebaliknya akan lebih mudah untuk menjerap molekul-molekul non polar. 2.7 Pervaporasi Pervaporasi merupakan paduan kata permeasi dan voporasi. Permeasi adalah proses perpindahan massa penetran dari satu sisi ke sisi lain dari membran yang digunakan untuk pervaporasi. Vaporasi adalah perubahan fasa penetran dari cair menjadi uap (Haryadi, dkk., 2006). Jadi pervaporasi dapat diartikan sebagai pemisahan campuran cairan berfasa cair dengan melewatkan pada membran di mana terjadi perubahan fasa menjadi fasa uap; sisi umpan berupa cairan sedangkan sisi permeat berupa uap sebagai akibat diaplikasikannya tekanan yang sangat rendah (0,5 mbar) pada bagian hilir (Nasrun, 2005). Pervaporasi adalah proses membran yang diterapkan untuk pemisahan uapcair. Pengembangan proses ini dimulai pada tahun 1917, sejak Kober dari New York State Department of Health menemukan fenomena permeasi selektif larutan albumin-toluen melalui collodion containers. Saat ini pervaporasi muncul sebagai salah satu alternatif dari proses distilasi untuk memisahkan senyawa-senyawa organik berdasarkan perbedaan tekanan parsial zat. Dibandingkan dengan proses distilasi, pervaporasi memiliki keunggulan antara lain dapat memisahkan campuran yang saling bercampur dengan berat molekul yang mirip, dapat memisahkan larutan azeotrop, efektif untuk pemisahan skala kecil, tidak membutuhkan zat aditif, bebas polusi, ruang yang dibutuhkan sedikit (modul kompak), biaya investasi rendah, dan membutuhkan air pendingin yang lebih sedikit. Proses pervaporasi tersebut cukup rumit dan melibatkan perpindahan massa dan energi. Membran berfungsi sebagai lapisan penghalang yang selektif terhadap

salah satu zat sehingga seringkali disebut distilasi ekstraktif di mana membran berfungsi sebagai komponen ketiga. Pada proses tersebut, umpan berada dalam fasa cair dan permeat yang diperoleh berada dalam fasa gas. Mekanisme pemisahan berlangsung berdasarkan kelarutan dan difusi yang terjadi dalam tiga tahap yaitu: 1. penyerapan selektif oleh membran pada sisi umpan; 2. difusi selektif melalui membran; dan 3. desorpsi ke fasa gas pada sisi permeat. Karakteristik pemisahan sangat bergantung pada komposisi umpan dan jenis material membran. Penerapan utama proses pervaporasi diantaranya meliputi pemisahan zat-zat yang sensitif terhadap panas, pemisahan zat-zat organik volatile (mudah menguap) dari limbah, dan pemekatan zat-zat dalam analisa. Secara sederhana, penerapan ini dapat dikelompokkan menjadi pemisahan zat organik dari air dan/atau gas, pemisahan campuran zat organik, dan pemekatan larutan. Pervaporasi yang dilakukan dengan membran zeolit adalah salah satu teknologi pemisahan yang ekonomis untuk berbagai campuran cairan termasuk campuran-campuran organik/air (Ahn and Lee, 2006 dan Bowen, et al., 2004). Pervaporasi sudah merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran yang diminati oleh industri-indusrti kimia yang terkait (Wee, et al., 2008). 2.7.1 Perpindahan Massa pada Membran Pervaporasi Jika keadaan tunak pada pervaporasi tercapai, perpindahan massa cairan tunggal melalui membran mengikuti hukum Ficks yang dinyatakan sebagai: J A = - D A (dc A / dx) (2.4) J A = fluks massa komponen A (kg/m 2.jam) D A = koefisien difusivitas komponen A (m 2 /jam) C A = konsentrasi komponen A (kg/m 3 ) x = tebal membran (m).

Beberapa persamaan telah digunakan untuk menjelaskan hubungan difusivitas dengan kelarutan suatu cairan di dalam polimer. Persamaan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut: D = Do exp (τc) (2.5) di mana Do adalah koefisien difusivitas pada konsentrasi nol, τ adalah koefisien plastisasi, dan C merupakan konsentrasi cairan yang tersorpsi ke dalam polimer. Pada keadaan tunak, laju permeasi (fluks) dapat dinyatakan sebagai berikut: J = (Do / τx) (e τc1 e τc2 ) (2.6) di mana C 1 dan C 2 adalah konsentrasi penetran di dalam polimer pada sisi upstream dan downstream. Konsentrasi penetran di dalam membran (C) bergantung pada keaktifan penetran (a) pada antar muka cairan-membran seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut: C = K c a (2.7) a 1 = γ 1 X 1 (2.8) a 2 = γ 2 (p 2 / p o ) (2.9) di mana K c (kesetimbangan sorpsi), γ (koefisien keaktifan), p 2 dan p o (tekanan parsial dan tekanan uap jenuh downstream), serta X adalah fraksi mol cairan. Konsentrasi penetran di sisi upstream (C 1 ) dapat diperoleh dari percobaan sorpsi kesetimbangan cairan di dalam polimer dan konsentrasi penetran di sisi downstream (C 2 ) pada dasarnya sama dengan nol jika tekanan di sisi downstream vakum dan laju desorpsi tidak bergantung pada difusi sehingga persamaan fluks dapat ditulis: J = (Do / τx) (e τc1-1) (2.10) Pada sistem campuran biner terjadi persaingan antara kedua komponen dalam pelarutan ke dalam membran. Komponen campuran yang lebih kuat berinteraksi dengan polimer akan lebih banyak terlarutkan ke dalam membran.

Demikian juga halnya yang terjadi pada difusi dalam membran. Keberadaan komponen kedua dapat mempengaruhi laju permeasi komponen pertama dalam membran. Pengaruh tersebut dapat berupa kenaikan atau penurunan laju permeasi, bergantung pada interaksi antara kedua komponen tersebut dan juga interaksi antara penetran dan membran polimer. Laju permeasi dipengaruhi oleh komponen umpan. Makin besar konsentrasi komponen yang berinteraksi kuat dengan membran dalam umpan maka konsentrasi komponen tersebut makin besar pula dalam membran dan efek plastisasi juga makin besar. Efek plastisasi adalah berupa penurunan kekakuan rantai polimer dan biasanya ditunjukkan dengan terjadinya swelling. 2.7.2 Pemisahan dengan Pervaporasi Pemisahan campuran etanol-air dilakukan dengan teknik pemisahan menggunakan membran dengan pervaporasi. Pervaporasi adalah proses membran di mana suatu campuran cair dikontakkan secara langsung pada sisi (upstream) membran dan produk yang diperoleh dalam fasa uap pada sisi permeat (downstream) yang bertekanan sangat rendah (vakum). Rendahnya tekanan uap di sisi permeat dapat dicapai dengan pompa vakum atau dengan memanfaatkan gas pembawa (carrier gas). Skema proses pervaporasi diperlihatkan pada gambar 2.9. umpan retentat umpan retentat gas pembawa kondensor pompa vakum kondensor permeat (a) (b) permeat Gambar 2.9 Skema pervaporasi (a) dengan tekanan vakum pada sisi Downstream dan (b) dengan gas pembawa inert Pada pervaporasi, interaksi penetran dengan membran berperan penting pada tahap masuknya penetran ke permukaan membran (sorpsi). Penetran yang

tersorpsi dalam membran menyebabkan volume membran membengkak (swelling). Pembengkakan volume membran tersebut akan berpengaruh pada besarnya fluks permeat. Swelling yang relatif rendah mengakibatkan penurunan fluks permeat, sebaliknya swelling yang relatif besar akan mengakibatkan selektifitas pemisahan menurun. Downstream dibuat serendah mungkin dengan pompa vakum. Perbedaan tekanan kedua sisi merupakan driving force yang menyebabkan terjadinya perpindahan massa dalam membran. Keunggulan pervaporasi adalah selektifitas lebih tinggi dibandingkan distilasi. Kelemahannya adalah fluks permeat sangat kecil. 2.8 Mekanisme Pemisahan dengan Membran Tidak Berpori (dense) Perpindahan massa melalui membran tak-berpori atau rapat (dense) dapat dijelaskan menurut mekanisme difusi-larutan (solution-diffusion) melalui tahaptahap berikut: 1. Sorpsi selektif ke dalam membran pada sisi umpan. Sorpsi selektif terjadi pada permukaan membran yang dipengaruhi oleh interaksi atau afinitas antara penetran dengan membran. Interaksi ini dinyatakan dengan kelarutan (solubility). Tahap sorpsi merupakan tahap yang paling penting pada proses pemisahan karena selanjutnya akan menentukan perpindahan yang selektif. 2. Difusi selektif melalui membran. Laju difusi penetran ditentukan oleh perbedaan potensial antara kedua sisi membran. Perbedaan potensial ditentukan oleh perbedaan tekanan parsial komponen-komponen campuran pada kedua sisi membran tersebut. 3. Desorpsi menjadi fasa uap pada sisi permeat. Pada tahap ini penetran dikeluarkan dari membran dalam fasa uap. Perubahan fasa ini terjadi karena tekanan pada sisi permeat jauh lebih rendah daripada tekanan uap permeat. Pada peristiwa perpindahan massa yang mengikuti mekanisme difusilarutan (solution-diffusion) menggunakan membran dense, fluks massa pada

keadaan tunak dapat dinyatakan dengan hukum Ficks seperti yang ditulis dengan persamaan 2.4. Apabila persamaan tersebut diintegralkan dengan mengasumsikan difusivitas konstan maka akan diperoleh persamaan: 2 2 J dx = - D dc (2.11) 1 1 J = - D {(C 2 C 1 ) / (x 2 x 1 )} (2.12) Ketergantungan konsentrasi cairan pada membran terhadap tekanan uap untuk menyatakan fluks massa sebagai fungsi tekanan sisi upstream dan sisi downstream dinyatakan oleh hukum Henry sebagai berikut: C 1 = S p 1 dan C 2 = S p 2 (2.13) C 1 = konsentrasi pada sisi upstream C 2 = konsentrasi pada sisi downstream p 1 = tekanan pada sisi upstream p 2 = tekanan pada sisi downstream S = koefisien kelarutan. Apabila persamaan 2.13 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.12 akan diperoleh: J = D S {(p 1 p 2 ) / (x 2 x 1 )} = P ( p / l) (2.14) P = D S (2.15) P = koefisien permeabilitas D = koefisien difusivitas S = koefisien kelarutan l = tebal membran.

Koefisien permeabilitas (P) merupakan parameter perpindahan massa yang melewati membran. Koefisien kelarutan (S) merupakan parameter termodinamika yang menyatakan banyaknya penetran yang diserap oleh membran pada kesetimbangan. Sedangkan koefisien difusivitas (D) merupakan parameter kinetika yang menyatakan seberapa cepat perpindahan penetran dalam membran. 2.9 Besaran dalam Pervaporasi Kinerja pervaporasi pada pemisahan campuran etanol-air dapat dinyatakan dengan fluks massa (kg/m 2.jam) dan faktor pemisahan yang dinyatakan dengan selektifitas (α). Membran yang baik memiliki fluks massa dan selektifitas yang tinggi. 2.9.1 Fluks Massa massa permeat (g) dm/dt Waktu (jam) Gambar 2.10. Hubungan massa permeat terhadap waktu Besar fluks massa dalam membran dapat dinyatakan sebagai besar laju perpindahan massa melalui membran per satuan luas permukaan membran per satuan waktu sebagaimana persamaan berikut: J = (1 / A)(dm / dt) (2.16) m = massa permeat (g)

A = luas permukaan membran (m 2 ) t = waktu pengambilan sampel (jam). Nilai dm/dt dapat diperoleh dari slope kurva hubungan massa permeat (m) terhadap waktu (t) pervaporasi pada keadaan tunak seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.10. 2.9.2 Selektifitas Selektifitas membran merupakan parameter pemisahan pada pervaporasi yang menyatakan kemampuan membran melewatkan suatu komponen relatif terhadap komponen yang lain. Selektifitas didefinisikan sebagai perbandingan antara rasio fraksi berat komponen 1 terhadap komponen 2 di sisi permeat terhadap rasio fraksi berat komponen 1 terhadap komponen 2 di sisi umpan. Secara matematis selektifitas (α) dinyatakan sebagai berikut: α = (w 1p / w 2p ) / (w 1u / w 2u ) (2.17) w 1p = fraksi berat komponen 1 dalam permeat w 2p = fraksi berat komponen 2 dalam permeat w 1u = fraksi berat komponen 1 dalam umpan w 2u = fraksi berat komponen 2 dalam umpan. 2.9.3 Derajat Pengembangan (Degree of Swelling) Derajat pengembangan (degree of swelling) merupakan parameter karakteristik membran yang diperoleh dari percobaan sorpsi. Derajat pengembangan (degree of swelling) dapat dihitung dengan persamaan: Ds = (W basah W kering ) / W kering (2.18) di mana Ds adalah derajat pengembangan (degree of swelling) dan W adalah berat membran. 2.10 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pervaporasi Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada pervaporasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pervaporasi antara lain tekanan dan temperatur operasi serta konsentrasi umpan. 2.10.1 Tekanan Operasi Driving force pada pervaporasi adalah perbedaan tekanan. Makin kecil tekanan sisi permeat makin besar laju permeasi pada membran. Oleh karena itu,

tekanan permeat selalu diupayakan sekecil mungkin (mendekati vakum) agar menghasilkan laju permeasi maksimum. Tekanan vakum diperoleh dengan mengatur pompa vakum sedemikian rupa sehingga diperoleh tekanan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap masing-masing komponen. Peningkatan tekanan pada sisi bawah membran dalam pervaporasi dapat menurunkan faktor pemisahan. 2.10.2 Temperatur Operasi Fluks dipengaruhi oleh temperatur operasi mengikuti persamaan Arrhenius: J = Jo exp (-E / RT) (2.19) J = fluks permeasi (kg/m 2.jam) Jo = faktor pre-eksponensial fluks permeasi (kg/m 2.jam) E = energi aktivasi permeasi (kj/mol) R = konstanta umum gas (8,3144 x 10-3 kj/mol.k) T = temperatur operasi (K). Pada persamaan 2.19 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur maka fluks yang dihasilkan juga akan semakin besar. Selain itu, semakin tinggi temperatur maka tekanan uap penetran juga akan semakin besar sehingga aktifitas di sisi upstream makin besar pula sehingga akan menyebabkan fluks bertambah besar. 2.10.3 Konsentrasi Umpan Perubahan komposisi umpan secara langsung berpengaruh terhadap fenomena sorpsi pada antar muka cairan-membran. Karakteristik perpindahan massa penetran dalam membran sangat bergantung pada konsentrasi umpan karena difusi komponen penetran bergantung pada konsentrasi dalam membran. Makin tinggi konsentrasi penetran yang berinteraksi dengan membran maka swelling yang terjadi makin besar sehingga akan menurunkan selektifitas.