BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

PEDOMAN PENETAPAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : U-596/MUI/X/1997 Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah :

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

F A T W A MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 01 TAHUN 2010 TENTANG

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

Pendidikan Agama Islam

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

MATERI I PENGANTAR USHUL FIQH TIM KADERISASI

TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

IJTIHAD SEBAGAI JALAN PEMECAHAN KASUS HUKUM

SILABUS PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNISNU JEPARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

studipemikiranislam.wordpress.com RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pengindraan yang dapat mengatur segala unrusannya. Firman Allah SWT. Dalam surat Al-An am ayat 38:

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

Fiqh Ulil Amri: Perspektif Muhammadiyah 1

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Pendidikan Agama Islam

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam yang tidak terlalu penting untuk serius dipelajari dibandingkan

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB V PENUTUP. pernikahan, juga melakukan mengkajian terhadap hadits-hadits tentang

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Homaidi Hamid, S. Ag., M.Ag. Ushul Fiqh

Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada J A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB III VASEKTOMI DALAM PERSPEKTIF MAJELIS ULAMA INDONESIA. menghimpun para ulama, zu ama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

BAB III PENGGUNAAN QIYAS SEBAGAI MANHAJ YANG DIGUNAKAN. Permasalahan tentang status kemahraman anak hasil in-vitro fertilization

BAB IV ANALISIS DATA

Akhir-akhir ini terlihat banyak upaya-upaya yang ditujukan untuk. mendekatkan antara sunni dan syiah. Hal terlihat baik dalam tataran

Pengertian Ijma. Pengertian Ijma secara terminologi اتفاق جمیع المجتھدین من المسلمین في عصر من العصور بعد وفاة رسول الله صلعم على حكم شرعي 7/15/2011

HUKUM BERBUKA PUASA BAGI WANITA HAMIL DAN MENYUSUI

BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH

A. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa:

IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

Berhati-Hati Dalam Menjawab Permasalahan Agama

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

FIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Sumber Ajaran Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

FATWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

BAB II PEMBAHASAN A. SUMBER HUKUM ISLAM. a. Al-quran. i. Arti Definisi Dan Pengertian Al Qur'an

BAB I PENDAHULUAN. Ibadah haji merupakan syari at yang ditetapkan oleh Allah kepada. Nabi Ibrahim. Dan hal ini juga diwajibkan kepada umat Islam untuk

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN HAK ATAS DISKON PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ASY-SYIFA KENDAL

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

Tiga Sumber Ajaran Islam

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV. asusila di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. kegiatan maupun praktik asusila, baik yang dilakukan di jalan-jalan yang

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

Berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan tidak bertaqlid kepada seseorang

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

FATWA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG KEDUDUKAN HASIL HARTA WAKAF MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang

Adab Membaca Al-Quran, Membaca Sayyidina dalam Shalat, Menjelaskan Hadis dengan Al-Quran

Kontroversi Fatwa Haram Golput

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN AQIDAH

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD JI ALAH. Berarti: gaji/upah. 1 Ji'alah suatu istilah dalam ilmu fiqh,

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

Transkripsi:

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan seorang yang dikenal dikalangan akademis Islam terutama Fakultas Syari ah, dikarenakan kitab fiqih karangan beliau banyak dijadikan referensi. Abdul Wahab Khallaf dilahirkan pada bulan maret di sebuah desa yang bernama khufruziyat. Beliau termasuk orang yang cerdas ini dibuktikan ketika mulai umur 12 tahun sudah hafal al-qur an. 1 Setelah menghafal al-qur an, Abdul Wahab Khallaf melanjutkan studi dinegerinya sendiri. Pada umur 22 tahun beliau telah mendirikan sekolah hukum al-qadha al syar i. Dan beliau mengajar disana. Sekolah tersebut resmi berdiri pada tahun 1915 dinegerinya sendiri. Ini merupakan titik tonggak beliau dalam karier intelektual. Pada tahun 1919 kebangkitan kebangsaannya atau berjuang untuk kemerdekaan bangsanya sendiri, sehingga dipaksa untuk meninggalkan madrasah yang telah ia bangun sendiri. 2 Selanjutnya beliau menjadi qodi atau hakim pada mahkamah syari ah pada tahun 1920. pada tahun berikutnya tepatnya 1924 beliau diangkat menjadi menteri di Badan Perwakafan 1 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-fiqh, Quwait: Dar al-qalam, 1992, hlm. 2. 2 Ibid.

(sekarang). Karir di bidang pemerintahan tidak cukup lama, sehingga beliau memutuskan mengabdi di jalur pendidikan. 3 Tahun 1931 merupakan tahun keemasan bagi beliau, pada waktu itu beliau m 4 enjadi seorang peneliti pada Mahkamah Syari ah, setelah itu beliau juga diangkat menjadi dosen fakultas hak asasi manusia Universitas Kairo. Beliau mendapat gelar Profesor Mahkamah Syari ah Kairo, pada tahun 1984. 5 Selain mengajar dan aktif di Universitas Kairo beliau juga aktif mengajar diberbagai tempat lain diwilayah Mesir. Selain aktif dalam perkuliahan, beliau juga aktif diorganisasi sehingga ia sering berkunjung kenegara-negara arab dan membuat rencana tertentu yang masih langka. Sampai ketika beliau menjadi anggota perkumpulan bahasa Arab dan membuat Mu jam al-qur an. Selain Mu jam al-qur an, karya yang paling terkenal dihasilkan olehnya adalah Ilmu Ushul Fiqih, dan lain-lainnya. Selain itu masih banyak karya-karya yang berupa makalah yang terkumpul dan diterbitkan oleh majalah Qodho Al-Syar i. 6 Selain itu beliau juga mengumpulkan makalah yang berisikan kumpulan hadits tentang sosial agama, dan lain-lain. Pada tanggal 20 januari 1956 beliau wafat setelah satu tahun sakit. 7 2. Konsep Ijma Menurut Abdul Wahab Khallaf a. Pengertian Ijma Dan Rukunnya 3 Ibid 4 Ibid 5 Ibid., hlm.5. 6 Ibid 7 Ibid., hlm.45.

Dalam kitabnya Ilmu Ushul Fiqih, Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan ijma adalah kesepakatan seluruh mujtahid muslim memutuskan suatu masalah sesudah wafatnya Rasulullah terhadap hukum syar i pada suatu peristuiwa. Dari pengertian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa rukun ijma ada empat: Pertama, adanya kesepakatan yang bulat Kedua, mujtahid muslim mefokuskan diri pada permasalah tersebut Ketiga, kesepakatan itu dimulai dengan pemapaeran pendapat dari semua mujtahid. Keempat, kesepakatan itu harus bulat. b. Macam-macam ijma Menurut Abdul Wahab Khallaf, ditinjau dari segi cara menghasilkan hukum ijma itu ada dua macam, yaitu: Pertama, ijma syarih yaitu kesepakan mujtahid terhadap hukum mengenai suatu peristiwa secara bulat dan jelas. Masing-masing mujtahid bebas mengeluarkan pendapatnya. Hal ini jelas terlihat Kedua, ijma sukuti adalah sebagian mujtahid mengeluarkan pendapatnya dengan jelas dan sebagian lainnya mengeluarkan pendapatnya dengan samar, atau bahkan berdiam diri saja. Ijma sharih adalah ijma hakiki. Ini adalah hujjah syar iyah dalam madzhab jumhur. Sedangkan ijma sukuti atau ijma i tibari masih terdapat pertentangan dikalangan ulama fiqh, hal ini dikarenakan diamnya

seseorang itu belum tentu menyetujui. Jumhur ulama tidak menjadikan ijma sukuti sebagai hujjah dalam hukum. Sedangkan ulama hanafi berpendapat boleh dijadikan hujjah, bila mujtahid tersebut masih berdiam diri, tidak mengeluarkan pendapat. Selanjutnya ditinjau dari segi dalalah yang dihasilkan, ijma ada dua macam, yaitu: 8 Pertama, ijma qath i, yaitu ijma syarih yang berarti bahwa hukumnya diqath i-kan olehnya. Tidak ada jalan bagi hukum suatu peristiwa, dengan adanya khilaf. Kedua, ijma dzanniy, yaitu ijma sukuti, karena tidak adanya dalil yang yang qath i yang menunjukkan hukum masalah tersebut. Ijma dengan dalalah dzanniy ini masih bisa dibuat sebagai bahan untuk berijtihad dengan alasan belum ditemukan alasan yang meng-qath i-kan. 9 c. Kehujjahan ijma Ijma terjadi apabila, syarat-syarat yang telah ada terpenuhi, dengan gambaran-gambaran orang-orang yuang terdiri dari mujtahidmujtahid dunia Islam mewakili daerah, kelompok, dan paham yang berbeda-beda, bertemu pada suatu masa setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dengan tujuan untuk mengetahui sebuah hukum syara yang berkaitan dengan sebuah peristiwa yang terjadfi.setiap mujtahid memberikan pandangannya secara jelas (dengan sikap/ucapan), kemudian bersepakat menentukan sebuah hukum atas peristiwa tersebut. 8 Ibid., hlm. 56-57. 9 Ibid., hlm.46.

Hukum tersebut yang telah disepakati ini menjadi Undang-Undang yang harus diikuti oleh seluruh umat Islam. Dan bagi mujtahid setelah masa itu dilarang untuk mengkajinya lagi sebagai sebuah kajian ijtihad. 10 Adapun dalil-dalil yang menjadi argumentasi ijma, adalah: 1. dalam al-qur an surat an-nisa ayat 59, Allah memerintahkan orangorang mukmin untuk taat dan patuh pada Rasul-Nya dan ulil amri (pemimpin). 11 Lafadz amri disini memiliki arti yang umum, mencakup urusan dunia dan agama. Penguasa dunia antara lain adalah para penguasa pemerintahan dan para wali. Sedangkan amri yang menguasai agama adalah para mujtahid dan ahli fatwa. Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa ulil amri yang termasuk dalam masalah ini adalah ulama, sebagian lagi menafsirkan pemerintahan dan wali. Lebih tepatnya adalah tafsir yang memuat ketiga pengertian diatas, serta hal-hal yang mewajibkan bagi setiap individu untuk taat kepada ulil amri dalam setiap urusan. Ketika ulil amri telah bersepakat dalam penetapan hukum syara dan mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam penggalian hukum, maka wajib untuk mengikuti, dan melestarikan hukum tersebut, berdasarkan nash al-qur an. Allah berfirman dalam surat an-nisa ayat 83, yang artinya: Padahal kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka 10 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Asy Syifa, 2000, hlm. 69. 11 Ibid., hlm.72.

tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya darui mereka (Rasul dan ulil amri). 12 Allah SWT mengancam orang-orang yang mengikuti selain dari jalan orang-orang yang beriman. 2. Hukum yang disepakati berdasarkan pandangan semua mujtahid dalam masyarakat, pada dasarnya adalah hukum yang disepakati umat. Banyak sekali yang menunjukkan dijaganya umat Islam dari kesalahan. d. Kemungkinan terjadinya ijma menurut pendapat sebagian ulama, diantaranya al-nidzam dan beberapa ulama syi ah, bahwa ijma yang tidak mencakup syarat-rukun ini biasanya tidak mungkin terjadi, karena sulit menetapkan rukun-rukun tersebut. Demikian juga tidak terdapat ukuran yang jelas mengenai siapa yang termasuk mujtahid dan siapa yang bukan, karena tidak ada kepastian hukum yang secara jelas mengaturnya. Ibnu hazm mengutip perkataan ibnu hambal, katanya aku mendengar ayahku berkata: ada orangyang menyebutkan bahwa ijma itu bohong. Orang ini barangkali tidak tahu bahwa pendapat-pendapat itru tidak ada hasilnya, dan tidak akan henti-hentinya, sebaiknya dia mengatakan aku tidak tahu orang-orang yang berpendapat itu. 12 Ibid., hlm. 77.

Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma itu tidak mungkin terjadi. Katanya, ucapan yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menentang itu sebenarnya adalah syahwasangka belaka. Alasan yang lebih kuat mengatakan bahwa ijma dengan definisi, dan rukun-rukunnya yang dibina itu tidak mungkin terjadi apabila hal ini diwakilkan kepada pribadi-pribadi muslim ijma akan terwujud apabila diserahkan kepada pemerintahan muslim. Tiap-tiap pemerintahan itu sanggup menerangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seorang itu untuk melakukan ijtihad. Dalam hal ini pemerintah akan memberikan izin kepada orang yang telah cukup syarat-syaratnya. Dengan ini maka tiaptiap pemerintahan mampu mengetahui mujtahidnya, dan pendapat mereka itu tentang suatu peristiwa. 13 B. Proses penetapan hukum pada komisi fatwa MUI Sebagai wadah musyawarah antar ulama maka musyawarah dan kebersamaan dilingkungan Majelis Ulama Indonesia sanfat diutamakan. Adapun pedoman yang digunakan oleh Komisi Fatwa MUI untuk penetapan fatwa adalah sebagai berikut: 14 1. Setiap keputusan fatwa harus mempunyai dasar kitabullah dan sunnah yang mu tabarah, serta tidak bertentangan dengan kemaslahatan umat. 2. jika tidak terdapat dalam kitabullah dan sunnah Rasullullah sebagaimana ditentukan pada pasal 1 ayat 2 keputusan fatwa hendaklah tidak 13 Munawar Khalil, Kembali Kepada al-qur an dan Sunnah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, hlm.308. 14 Abdul Wahab Khallaf, Op.Cit., hlm 53-55.

bertentangan dengan ijma, qiyas, dan mu tabarah dan dalil-dalil hukum yang lain. Seperti istihsan dan lainnya. 3. sebelum pengambilan keputusann fatwa hendaklah ditinjau pendapatpendapat pada ahli hukum maupun yang berhubungan dengan dalil yang digunakan oleh pihak yang berbeda pendapat. Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil keputusan fatwanya tersebut. Adapun pertimbangan yang digunakan oleh Komisi Fatwa MUI untuk menetapkan fatwa adalah: 1- setiap masalah yang disampaikan pada komisi hendaklah dipelajari terlebih dahulu dengan seksama oleh para anggota komisi atau tim khusus sekurang-kurangnya seminggu sebelum disidangkan. 2- Mengenai masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah komisi menyampaikan sebagaimana adanya, dan fatwa menjadi gugur setelah diketahui nash dari al-qur an dan sunnah 3- Dalam masalah yang khilafiyah dikalangan madzhab, maka yang difatwakan adalah hasil tarjih, setelah memperhatikan fiqh muqaran (perbandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul yang berhubungan dengan pentarjihan. Setelah melakukan pembahasan secara mendalam dan komprehensif serta memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang dalam sidang, komisi menetapkan keputusan fatwa. Majelis ulama Indonesia mengenal adanya delapan jenjang rapat, yaitu: - Musyawarah Nasional (5 Tahun sekali)

- Rapat Kerja Nasional (tiap tahun sekali minimal dua kali dalam satu periode) - Rapat koordinasi antar daerah - Rapat pengurus paripurna (mininal sekali setahun) - Rapat dewan penasehat (6 bulan sekali) - Rapat dewan pimpinan harian (tiap hari selasa) - Rapat pleno dewan pimpinan (minimal sekali dalam 6 bulan) - Rapat komisi/lembaga/badan. Sesuai dengan asas dan sifat majelis ulama Indonesia, yakni berdasarkan pada hukum Islam, dan bersifat keagamaan, kemasyarakatan dan independen dalam arti tidak terikat menjadi bagian dari pemerintah atau kelompok manapun. Jadi keputusan yang dihasilkan oleh MUI terutama fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi fatwa tidak mewakili golongan atau individu akan tetapi sudah mencakup seluruh golongan. 15 15 Lihat www.mui.com diakses pada tanggal 25 september 2005.