ANALISIS MODEL PENGAWASAN DAN PERIJINAN DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Eko Nurmianto*, Siswo Herutoto** *Jurusan Teknik Industri ITS, Email : nurmi@sby.centrin.net.id **Subdin Pengawasan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Prop Jatim ABSTRAK Tujuan penelitian 1) Mengetahui faktor yang menjadi pertimbangan pegawai dalam menilai produktivitas pola pengawasan Dinas ESDM; 2) Mengetahui faktor yang memberikan bobot terbesar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan; 3) Mengetahui model pengawasan untuk meningkatkan produktivitas dari aktivitas pengawasan perijinan pada Dinas ESDM. Metodologi Kuesioner pairwise comparisons disebarkan kepada responden ahli (expert) permasalahan pertambangan. Terdapat tiga orang responden ahli, yaitu : 1 orang pemerintahan Provinsi, 1 orang karyawan Dinas ESDM yang melakukan pengawasan, dan 1 orang wakil instansi objek pengawasan yang diolah dengan Software Expert Choice V.9.Hasil 1) Terdapat lima faktor utama yang menjadi fokus kajian penentuan model yang paling produktif dalam kegiatan pengawasan : manusia, modal, lingkungan organisasi, produksi dan lingkungan negara; 2) Kriteria dengan pengaruh terbesar terhadap tingkat produktivitas model pengawasan perijinan adalah modal (bobot 0,474); 3) Pada kriteria manusia, pengaruh terbesarnya adalah tenaga ahli geologi, (bobot 0,683). Berarti lebih banyak tenaga ahli lebih baik. Kesimpulan sebaiknya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral menggunakan model pengawasan tipe 1 sehingga dapat meningkatkan produktivitas kegiatan pengawasan perijinan terhadap objek pertambangan, kelistrikan, dan air bawah tanah. Kata kunci: Model pengawasan dan perijinan, ESDM, AHP, Expert Choice PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Untuk meningkatkan kinerja instansi Pemeritah beberapa penelitian baik BUMN ataupun Pemkab telah dilakukan, antara lain Dinas Perindagkop Kabupaten Ponorogo (Nurmianto dan Pribadi, 2004), PT. INKA Madiun ( Nurmianto dkk, 2004), Bank Swasta ( Nurmianto dan Sinarta, 2004), Dinas Pekerjaan Umum Pemkot Probolinggo (Nurmianto dkk, 2006). Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Propinsi Jawa Timur bermaksud untuk menata kembali produktivitas pola pengawasan dengan melakukan analisis model pengawasan dan perijinan. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral secara rutin melakukan fungsi pengawasan dalam tataran: setiap minggu terdapat tiga tim yang melaksanakan tugasnya yaitu memeriksa perijinan dengan tiga sasaran terpisah yaitu pertambangan, air bawah tanah, dan kelistrikan pada kabupaten atau kota berbeda. Setiap tim terdiri dari 4 orang dengan satu surat tugas dan jangka waktu pemeriksaan OBRIK (objek pemeriksaan) maksimal 2 hari. Adapun anggaran yang diberikan sesuai dengan ketentuan pemerintah yaitu berdasarkan golongan atau ruang kepangkatan, namun jika dilakukan estimasi maka satu tim akan menelan biaya 2 juta rupiah dalam pelaksanaan pengawasannya untuk satu OBRIK. Dalam APBD Propinsi tahun 2002 dan 2003, telah ditetapkan jumlah OBRIK yang menjadi target
yaitu 72 OBRIK per tahun sedangkan populasi pemegang ijin bentuk SIPD, SIPA, SIOK, IUKS, dan IUKU yang diterbitkan propinsi masih berlaku (belum mati ijinnya) lebih dari 200 OBRIK. Atas dasar target OBRIK yang dibiayai dalam APBD Jawa Timur untuk pengawasan SIPD, SIPA, SIOK, IUKS, dan IUKU, setiap tahun belum menjangkau 200 OBRIK, maka pola OBRIK yang telah dilaksanakan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral saat ini memiliki banyak kelemahan seperti pemborosan anggaran, waktu, personil dan hal ini menunjukkan sesuatu yang tidak produktif yang ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Perbedaan Pola Pengawasan Dan Pemeriksaan Lama Dan Baru SISI POLA OBRIK (LAMA) POLA WASRIK (BARU) ANGGARAN Dana anggaran tidak sesuai dengan hasil yang dicapai Boros/ kurang efisien Dana anggaran sesuai dengan SPPD pegawai negeri Lebih efisien WAKTU Waktu yang dibutuhkan dalam pemeriksaan relatif lama Waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat karena terbagi dalam beberapa kelompok pengawasan HASIL Hasil yang dicapai kurang optimal Hasil yang dicapai lebih optimal PERSONIL Dibutuhkan banyak personil Relatif lebih sedikit personil yang dibutuhkan. Dari sisi anggaran, dana operasional yang dikeluarkan untuk membiayai pemeriksaan OBRIK oleh tim-tim yang dimaksud tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh atau tidak produktif. Sebagai contoh terdapat OBRIK yang berada di kawasan Gresik, sejumlah 20 pemegang ijin SIPD, apabila menerapkan pola pemeriksaan OBRIK akan membutuhkan dana operasional 40 juta. Adapun rincian dana operasional tersebut adalah 20 OBRIK dikalikan dengan jumlah personel dalam 1 tim yaitu 4 orang, sedang dana operasional per orang adalah 500 ribu. Waktu pelaksanaan 1 OBRIK maksimal dua hari dan jumlah personil yang tersedia di Dinas Energi dan Sumber daya Mineral Sub Dinas Pengawasan hanya sebanyak 19 orang. Dari sisi waktu, untuk melaksanakan pemeriksaan 1 OBRIK dibutuhkan waktu tinjau 2 hari, maka jika terdapat 20 OBRIK dibutuhkan waktu tinjau selama 40 hari. Kondisi demikian sangat memakan waktu mengingat banyak OBRIK yang harus diperiksa mencapai 200 yang berada di Propinsi Jawa Timur. Dengan kondisi demikian maka dirasa perlu melakukan perubahan pola pemeriksaan OBRIK dari pola lama dengan pola pengawasan perwilayahan. Artinya pengawasan perwilayahan nantinya akan melakukan pengawasan wilayah atas seluruh ijin, SIPD, SIPA, dan IOK (IUKS, IUKU) yang ada di suatu kabupaten atau kota dengan memberikan batasan bahwa pemegang ijin tersebut masih berlaku. Pola ini sesuai dengan upaya meningkatkan produktifitas (Kisdarto, 2000; Osborne dan Gaebler, 1996; Osborne dan Patrik, 2000; Handoko, 2000) bagi pengawasan. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pegawai dalam menilai produktivitas pada pola pengawasan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. A-19-2
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang memberikan bobot besar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. 3. Untuk mengetahui model pengawasan manakah yang mampu meningkatkan produktivitas dari aktivitas pengawasan perijinan pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. METODE Identifikasi awal yang dilakukan adalah mengidentifikasikan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan menghasilkan suatu keputusan pemilihan model pengawasan perijinan terhadap pertambangan, kelistrikan, dan air bawah tanah dengan produktivitas tinggi pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur. Tahap studi pustaka bertujuan memperdalam metode yang digunakan dan mencari bahan pustaka (Robins, 1996; Siagian, 2003; Sinungan, 2000; Triguno, 1997) yang sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan, sedangkan tahap studi lapangan adalah mempelajari kondisi atau situasi yang ada sehingga nantinya dapat diketahui tempat wisata manakah yang lebih berpotensi untuk dikembangkan terlebih dahulu. Identifikasi Metode Analisis. Tahap ini dilakukan setelah studi pustaka dan lapangan dilaksanakan sehingga setelah mengetahui kondisi yang sebenarnya dapat ditentukan metode yang tepat yaitu dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Identifikasi Kriteria Alternatif. Dalam identifikasi kriteria alternatif model pengawasan perijinan ini meliputi, dua model pengawasan, yaitu : 1. Model 1, model pengawasan ini memfokuskan pada tenaga geologi untuk kriteria manusia, Anggaran Pengeluaran dan Biaya Daerah Tingkat I (APBD I) untuk kriteria modal atau sumber pembiayaan, sub bagian pengawasan untuk kriteria lingkungan organisasi, kelengkapan laporan kewilayahan (gabungan pertambangan, kelistrikan, air bawah tanah) untuk kriteria produksi, dan Peraturan Daerah Propinsi untuk kriteria Lingkungan Negara. 2. Model 2, model pengawasan ini memfokuskan pada non tenaga geologi dan geodesi untuk kriteria manusia (tenaga kerja), Anggaran Pengeluaran dan Biaya Daerah Tingkat II (APBD II) Kabupaten/Kotamadya untuk kriteria modal atau sumber pembiayaan, bagian hukum untuk kriteria lingkungan organisasi, laporan berdasarkan obyek pemeriksaan untuk kriteria produksi, dan Peraturan Pemerintah no 8 tahun 2003 untuk kriteria Lingkungan Negara. Identifikasi Kriteria Obyektif. Dalam tahap ini, ditentukan beberapa alternatif model pengawasan perijinan pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Di samping itu ditentukan pula stakeholder, pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan terhadap kegiatan pengawasan perijinan pertambangan, kelistrikan, dan air bawah tanah. Penyusunan Kuesioner. Untuk menghindari terjadinya bias ketika responden memahami pertanyaan yang diajukan, maka kuesioner disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh responden dan tidak menimbulkan salah persepsi sehingga tidak berpengaruh terhadap akurasi dan validasi data yang dihasilkan. Penyebaran Kuesioner. Tahap ini adalah menyebarkan kuesioner yang berupa kuesioner perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) yang telah disusun kepada responden yang dianggap ahli ( expert) terhadap permasalahan pertambangan. Dalam penelitian ini di ambil tiga responden yang mewakili tiga komponen yang berperan dan mengetahui produktivitas dari model pengawasan, dari pemerintah Provinsi I orang, dari A-19-3
pihak karyawan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral yang melakukan pengawasan 1 orang dan 1 orang wakil instansi yang menjadi objek pengawasan. Untuk pengisian kuesionernya diambil secara konsensus (kesepakatan), yang berarti nilai kuesioner yang diisikan merupakan 1 (satu) nilai kesepakatan dari ketiga responden. Pengolahan data. Tahap ini adalah mengolah kuesioner yang telah disebarkan dengan menggunakan Software Expert Choice V.9, yang bertujuan untuk mendapatkan bobot prioritas yang untuk masing-masing criteria terhadap tujuan, bobot masing-masing subkriteria terhadap criteria, dan bobot alternative model pengawasan terhadap sub-kriteria. Pembobotan alternatif ditentukan dengan mempertimbangkan segi : a) Manusia : tenaga geologi, tenaga geodesi dan tenaga non-geologi dan geodesi b) Modal atau sumber pembiayaan : Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah tingkat I (APBD I), dan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah tingkat II Kabupaten / Kotamadya (APBD II) c) Lingkungan Organisasi : Sub Dinas Pengawasan, Bagian Hukum, dan Gabungan antar Sub Dinas d) Produksi : kelengkapan laporan (gabungan pertambangan, kelistrikan, dan air bawah tanah), laporan per komponen, dan laporan sesuai dengan objek pengamatan e) Lingkungan Negara : Peraturan Pemerintah no 8 tahun 2003, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no 1451 1455 tahun 2000, dan Peraturan Daerah Propinsi Dari kuesioner tersebut kemudian diolah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan Software Expert Choice V.9. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan diperoleh dari kuisoner yang telah disebarkan pada 3 orang responden yang telah dibahas pada bab sebelumnya, yaitu tiga responden yang mewakili tiga komponen yang berperan dan mengetahui produktivitas dari model pengawasan, dari pemerintah Provinsi I orang, dari pihak karyawan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral yang melakukan pengawasan 1 orang dan 1 orang wakil instansi yang menjadi objek pengawasan. Metode pengambilan data kuisoner adalah dengan menggunakan metode konsensus diantara ketiga responden tersebut sehingga nantinya akan diperoleh nilai tunggal dari ketiga responden. Pengolahan Data Setelah data diperoleh dari kuisoner maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Tahap ini adalah mengolah kuesioner yang telah disebarkan dengan menggunakan Software Expert Choice V.9, yang bertujuan untuk mendapatkan bobot prioritas yang untuk masing-masing criteria terhadap tujuan, bobot masing-masing sub-kriteria terhadap criteria, dan bobot alternative model pengawasan terhadap sub-kriteria. Adapun hasil dari pengolahan Software Expert Choice V.9 adalah: A-19-4
- Pembobotan Kriteria terhadap Tujuan (GOAL) Tabel 1. Kriteria terhadap Tujuan Kriteria Manusia 0.264 Modal atau sumber pembiayaan 0.474 Lingkungan Organisasi 0.085 Produksi 0.131 Lingkungan Negara 0.045 Incosistency Ratio = 0.06 - Pembobotan terhadap Kriteria Manusia Tabel 2. Sub Kriteria terhadap Kriteria Manusia Tenaga Geologi 0.683 Tenaga Geodesi 0.2 Tenaga Non-Geologi & Geodesi 0.117 Inconsistency Ratio = 0.02 Pembobotan terhadap Kriteria Modal atau sumber pembiayaan Tabel 3. Sub Kriteria terhadap Kriteria Modal atau sumber pembiayaan APBN 0.238 APBD I 0.635 APBD II 0.136 Inconsistency Ratio = 0.02 Pembobotan terhadap Kriteria Lingkungan Organisasi Tabel 4. Sub Kriteria terhadap Kriteria Lingkungan Organisasi Sub Dinas Pengawasan 0.691 Bagian Hukum 0.091 Gabungan Sub Dinas 0.218 Inconsistency Ratio = 0.05 Pembobotan terhadap Kriteria Produksi Tabel 5. Sub Kriteria terhadap Kriteria Produksi Kelengkapan Laporan 0.705 Laporan per Komponen 0.211 Sesuai Objek Pengawasan 0.084 Inconsistency Ratio = 0.03 A-19-5
Pembobotan terhadap Kriteria Lingkungan Negara Tabel 6. Sub Kriteria terhadap Kriteria Lingkungan Negara PP no 8 tahun 2003 0.085 Keputusan M.ESDM no 1451-1455 tahun 2000 0.271 Perda Propinsi 0.644 Inconsistency Ratio = 0.05 Pembobotan Alternatif Model Pengawasan Tabel 7. Alternatif Model Pengawasan Model 1 0.716 Model 2 0.284 PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN Pembobotan Kriteria terhadap Goal (Tujuan). Pada pengolahan data sebelumnya dapat diketahui bahwa bobot terbesar diantara kelima kriteria adalah modal atau sumber pembiayaan, sedangkan yang paling rendah bobotnya adalah lingkungan negara. Adapun bobot dari masing-masing kriteria adalah sebagai berikut : 1. Manusia = 0.264 2. Modal atau sumber pembiayaan = 0.474 3. Lingkungan Organisasi = 0.085 4. Produksi = 0.131 5. Lingkungan Negara = 0.045 Kriteria yang berpengaruh paling besar terhadap tingkat produktivitas dari model pengawasan perijinan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral adalah modal. Pembobotan Sub kriteria pada kriteria manusia adalah tenaga geologi, tenaga geodesi dan tenaga non-geologi dan geodesi. Dari ketiga sub kriteria tersebut yang mempunyai bobot pengaruh yang terbesar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral adalah tenaga geologi. Pembobotan Sub Kriteria terhadap Kriteria Modal (sumber pembiayaan). Kriteria modal atau sumber pembiayaan dapat dibagi menjadi tiga sub kriteria kecil yaitu modal atau sumber pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah tingkat I (APBD I), dan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah tingkat II (APBD II). Dari ketiga sub kriteria tersebut yang mempunyai bobot pengaruh terbesar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan Dinas ESDM adalah Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah tingkat I. Pembobotan Sub Kriteria terhadap Kriteria Lingkungan Organisasi. Pada kriteria lingkungan organisasi terdapat tiga sub kriteria kecil yaitu sub dinas pengawasan, bagian hukum, dan gabungan sub dinas. Dari ketiga sub kriteria tersebut yang mempunyai bobot pengaruh yang terbesar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sub dinas pengawasan. Pembobotan Sub kriteria pada kriteria produksi adalah kelengkapan laporan (pertambangan, kelistrikan, dan air bawah tanah), laporan per komponen dan laporan sesuai dengan objek pengawasan. Dari ketiga sub kriteria tersebut yang mempunyai A-19-6
bobot pengaruh yang terbesar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral adalah kelengkapan laporan. Pembobotan Sub Kriteria terhadap Kriteria Lingkungan Negara. Kriteria lingkungan negara dapat dibagi menjadi tiga sub kriteria kecil yaitu Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2003, Keputusan Menteri no 1451-1455 tahun 2000, dan Peraturan Daerah Propinsi. Dari ketiga sub kriteria tersebut yang mempunyai bobot pengaruh yang terbesar terhadap produktivitas model pengawasan perijinan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral adalah Peraturan Daerah Propinsi. Pembobotan Alternatif Model Pengawasan. Alternatif model pengawasan perijinan yang tersedia adalah model 1 dan model 2 dimana setiap model memiliki karakteristik tertentu terhadap produktivitas dari model. Model 1 memfokuskan pada tenaga geologi untuk kriteria manusia, Anggaran Pengeluaran dan Biaya Daerah Tingkat I (APBD I) untuk kriteria modal atau sumber pembiayaan, sub dinas pengawasan untuk kriteria lingkungan organisasi, kelengkapan laporan kewilayahan (gabungan pertambangan, kelistrikan, air bawah tanah) untuk kriteria produksi, dan Peraturan Daerah Propinsi untuk kriteria Lingkungan Negara. Sedangkan model 2 memfokuskan pada tenaga non teknik untuk kriteria manusia (tenaga kerja), Anggaran Pengeluaran dan Biaya Daerah Tingkat II (APBD II) Kabupaten/Kotamadya untuk kriteria modal atau sumber pembiayaan, bagian hukum untuk kriteria lingkungan organisasi, laporan berdasarkan obyek pemeriksaan untuk kriteria produksi, dan Peraturan Pemerintah no 8 tahun 2003 untuk kriteria Lingkungan Negara. Dari hasil pengolahan pada software Expert Choice diperoleh bahwa bobot Model 1 lebih besar daripada bobot Model 2. Hal ini dapat diartikan bahwa model 1 memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dari pada model 2 terhadap kegiatan pengawasan perijinan pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. KESIMPULAN Sebaiknya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral menggunakan model pengawasan tipe 1 sehingga nantinya akan dapat meningkatkan produktivitas kegiatan pengawasan perijinan terhadap objek pertambangan, kelistrikan, dan air bawah tanah. DAFTAR PUSTAKA Atmosoeprapto, Kisdarto (2000) Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. David Osborne dan Ted Gaebler (1996) Reinventing Government, Low the entreprencerial spirit is transforming the public sector (Kewirausahaan Birokrasi), Penerjemah Abdul Rosyid, Jakarta, Pustaka Binaman Pressindo. David Osborne dan Peter Patrik (2000) Banishing bureaucracy, The five strategies for reinventing government (memangkas birokrasi), Penerjemah Abdul Rosyid dan Ramelan, Jakarta, Penerbit PPM. Handoko, T. Hani, (2000) Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE- Yogyakarta, Yogyakarta. Nurmianto, Eko dan Yusuf Pribadi (2004) Pengembangan potensi industri, perdagangan dan koperasi dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah. Seminar Nasional Pasca Sarjana ITS IV, 24-25 Agust 2004 A-19-7
Nurmianto Eko, Arman H. Nasution, Syafril Syafar (2004) Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT, Jurnal Teknik Industri, Vol. 6, No 1, Juni 2004. (ISSN : 1411-2485), Terakreditasi Dikti No.34/ Dikti/ Kep/ 2003 Nurmianto Eko dan Putu Tedja Sinarta (2004) Evaluasi Kompetensi Bank "X" dengan Metode AHP, Jurnal Manajemen USAHAWAN, Th 33, No 11, Nov 2004. (Terakreditasi Dikti ISSN: 0302-9859) Nurmianto Eko, Nurhadi Siswanto, Sanusi Sapuwan (2006) Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan Metode Analytical Hierarchy Process, Jurnal Teknik Industri, Vol.8, No1, Juni 2006 (ISSN : 1411-2485), Terakreditasi Dikti No.45/Dikti/Kep/2006 Robins, Stephen P. (1996) Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Penerjemah Dr. Hadyana Pujaatmaka. PT Prenhallindo, Jakarta. Siagian, Sondang P. (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara, Jakarta. Sinungan, Muchdarsyah (2000) Produktivitas: Apa dan Bagaimana. PT Bumi Aksara, Jakarta. Triguno (1997) Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. PT Golden Terayon Press, Jakarta. A-19-8
A-19-9
A-19-10