BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 11/KPTS/1994 TENTANG PEDOMAN PERIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN Nomor : 14

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

I. PENDAHULUAN. membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana

BAB V PENUTUP. 1. Didalam pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang. kepailitan dan PKPU, dikatakan Debitur yang tidak dapat atau

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

PENGERTIAN PERDAMAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 2 Tahun

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai investasi, mengingat nilainya yang


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya dengan luas wilayah sebesar 326,36 km² merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (PT.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk memang menjadi suatu problem yang harus dihadapi oleh pemerintah selaku pelaksana Negara, terlebih lagi pada tingkat daerah, baik Provinsi, Kabupaten atau Kota. Permasalahan yang timbul adalah manakala pertumbuhan penduduk yang pesat namun tidak berimbang dengan ketersediaan lahan untuk pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah pembangunan lahan permukiman secara horizontal atau keatas yang lebih dikenal dengan istilah rumah susun. Rumah susun pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang kemudian telah diperbaharui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun menjadi peraturan perundang-undangan pertama yang sifatnya nasional yang mengatur mengenai pembangunan rumah susun dan segala hal yang terkait dengan rumah susun. Akan tetapi, sifat dari undang-undang adalah bersifat umum, maka masih diperlukan suatu peraturan pelaksana yang mengatur mengenai perumahan khususnya rumah susun. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai peraturan perundang-undangan yang baru yang mengatur

2 mengenai Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa urusan perumahan merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah 1. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun maka semakin jelas kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada pemerintah daerah untuk ikut serta dalam mengatur pembangunan rumah susun di tingkat daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa untuk menerbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pembangunan rumah susun yang harus dimintakan persetujuan kepada Pemerintah Daerah. Perkembangan bisnis property khususnya bidang rumah susun akhirakhir ini mengalami peningkatan yang pesat, terutama di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Seyogyanya pembangunan rumah susun atau apartemen diiringi dengan ketersediaan regulasi dari pemerintah daerah setempat yang mengatur mengenai pembangunan dan kepemilikan rumah susun serta berbagai hal lain yang terkait dengan rumah susun. Seiring dengan derasnya arus investasi property pembangunan rumah susun yang masuk ke wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur tentang rumah susun seharusnya mengatur bagaimana perkembangan arus investasi yang masuk 1 Diakses dari http://properti.bisnis.com/read/20131220/107/193576/uu-permukiman-danrusun-tuntut-dukungan-peraturan-derah pada tanggal 5 Februari 2015 pukul 15.00.

3 ke daerah dengan tujuan nantinya tidak merugikan daerah terlebih menyangkut perlindungan kepentingan bagi para konsumen rumah susun. Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini baru memiliki Peraturan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2015 tentang Sertifikat Laik Fungsi Rumah Susun, Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengesahan Akta Pemisahan Rumah Susun serta Peraturan Walikota Kota Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perhimpunan Pemilik Dan Penghuni Satuan Rumah Susun, sedangkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang rumah susun belum terbit. Untuk wilayah Kabupaten Sleman, sampai saat ini belum terdapat Peraturan Daerah yang mengatur tentang rumah susun, namun pada pertengahan 2015 lalu telah dikeluarkan tiga Peraturan Bupati Sleman yang mengatur hal-hal teknis tentang rumah susun, antara lain Peraturan Bupati Sleman Nomor 40 Tahun 2015 tentang Pengesahan Pertelaan dan Akta Pemisahan Rumah Susun, Peraturan Bupati Sleman Nomor 45 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi, dan Peraturan Bupati Sleman Nomor 46 Tahun 2015 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun. Pada medio tahun 2004, sebuah pelaku pembangunan rumah susun melakukan pembangunan rumah susun non hunian di wilayah Kota Yogyakarta, yaitu PT. Saphir Yogya Super Mall dengan mendirikan Saphir Square sebagai pusat perbelanjaan atau mall dengan mengusung konsep Strata Title yang lebih dikenal dalam konsep rumah susun.

4 Pada saat berdirinya Saphir Square, rezim undang-undang yang berlaku yang mengatur mengenai rumah susun adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun pada saat itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988, dibutuhkan Peraturan Daerah yang mengatur mengenai rumah susun di tingkat daerah, terutama perizinan pembangunan rumah susun, mulai dari tahap perencanaan, tahap pembangunan, pemberian Izin Layak Huni hingga pengesahan pertelaan. Peraturan Daerah tersebut sangat berguna untuk nantinya memuluskan proses penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di Kantor Pertanahan setempat. Akibat Peraturan Daerah yang mengatur tentang rumah susun di Kota Yogyakarta tidak kunjung terbit sebagaimana amanah dari peraturan perundang-undangan, menjadikan kondisi tersebut sebagai alasan kepada para pembeli kios bahwa mereka ditempatkan sebagai kreditor konkuren karena tidak memiliki Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebagai dasar legitimasi hak atas unit kios yang dibeli oleh para pembeli kios. Pada tahun 2012 lalu PT. Saphir Yogya Super Mall diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang akibat mengalami gagal bayar atas pembayaran utang kepada PT. Bank Bukopin Tbk. Pailitnya PT. Saphir

5 Yogya Super Mall menjadikan posisi para pembeli kios tidak memiliki daya upaya untuk memperjuangkan hak mereka sebagai pembeli kios untuk diterbitkan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun kepada mereka untuk menghindari masuknya kios-kios yang ada di dalam Saphir Square masuk ke dalam budel pailit PT. Saphir Yogya Super Mall. Dengan kondisi tersebut, maka proses jual beli unit kios baru sampai pada tahap perjanjingan pengikatan jual beli yang dilakukan di hadapan notaris. Hingga saat PT. Saphir Yogya Super Mall dinyatakan pailit dan seluruh asset perseroan masuk dalam budel pailit, tidak satupun dari 234 (dua ratus tiga puluh empat) pembeli kios yang memegang Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebagai bentuk legalitas kepemilikan sah dari unit kios. Hal ini dipicu belum adanya peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur tentang rumah susun sehingga proses penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tidak dapat dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta. Lalu, apa alasan mengapa suatu peraturan daerah tentang rumah susun begitu dibutuhkan dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun menarik minat peneliti untuk mengkaji tentang hal tersebut. Selain itu setelah dinyatakan pailit, bagaimana status kepemilikan kios oleh para pembeli kios PT. Saphir Yogya Super Mall dan bagaimana peran serta Notaris dan PPAT dalam suatu proses transaksi jual beli satuan rumah susun menjadi fokus peneliti dalam pembahasan tesis ini.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, ada beberapa rumusan permasalahan yang dijadikan sebagai bahan acuan dalam penulisan tesis ini, antara lain sebagai berikut: 1. Mengapa proses penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun bergantung pada ketersediaan peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur tentang rumah susun? 2. Bagaimanakah peran serta Notaris dan PPAT dalam membantu proses jual beli satuan rumah susun kepada calon konsumen untuk membantu memperoleh hak milik atas satuan rumah susun sebelum terbitnya peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur mengenai rumah susun? 3. Bagaimanakah status kepemilikan atas satuan kios yang telah dibeli oleh konsumen sebelum terbitnya peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur mengenai rumah susun pasca PT. Saphir Yogya Super Mall diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang?

7 C. Keaslian Penelitian Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai Karya Tulis Ilmiah terdahulu yang membahas salah satu atau sebagian objek bahasan dalam penelitian peneliti ini. Sepanjang penelusuran yang dilakukan oleh peneliti di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, sejauh ini tidak ditemukan penelitian yang sama mengenai kebutuhan peraturan daerah yang mengatur tentang rumah susun terkait dengan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun, namun kemudian ditemukan penelitian yang membahas sebagian unsur penelitian dengan kajian yang sama, diantaranya: 1. Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2013 dengan judul Tinjauan Yuridis Perlindungan Kepentingan Kreditor Konkuren Dalam Kasus Kepailitan (Studi Kasus Kepailitan PT. Saphir Yogya Super Mall) disusun oleh Haris Surya Saputra yang telah disahkan pada tanggal 4 Maret 2013, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah mekanisme pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam kasus kepailitan PT. Saphir Yogya Super Mall? b. Apa alasan yang menyebabkan permohonan kasasi yang diajukan oleh PT. Saphir Yogya Super Mall ditolak?

8 c. Bagaimanakah perlindungan terhadap kepentingan para kreditur konkuren pasca dikeluarkannya putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang dalam kasus kepailitan PT. Saphir Yogya Super Mall? Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut antara lain: a. Mekanisme pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada kasus kepailitan PT. Saphir Yogya Super Mall adalah sebagai berikut: 1) Permohonan pailit dimohonkan oleh PT. Bank Bukopin Tbk selaku Kreditur terhadap PT. Saphir Yogya Super Mall pada tanggal 13 Oktober 2009 di Pengadilan Niaga Semarang yang kemudian ditanggapi dengan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang oleh Debitur PT. Saphir Yogya Super Mall pada siding tanggal 28 Oktober 2009. 2) Majelis hakim atas usulan Hakim Pengawas dan Tim Pengurus memberikan PKPU Tetap kepada PT. Saphir Yogya Super Mall untuk jangka waktu 43 hari berdasarkan putusan No. 02/PKPU/2009/PN.Niaga.Smg jo. Nomor 13/Pailit/2009/PN.Niaga.Smg tanggal 28 Desember 2009.

9 3) Jangka waktu 43 hari adalah untuk memperoleh persetujuan atas usulan perdamaian antara Debitur dengan Kreditur yang disampaikan pada sidang tanggal 28 Oktober 2009. 4) Sebagai bagian dari usulan perdamaian tersebut, telah ditandatangani Akta Addendum Perjanjian Kredit Dengan Memakai Jaminan (Restrukturisasi) Nomor 14 tanggal 29 Januari 2010 dan Akta Pengakuan Hutang Nomor 15 tanggal 29 Januari 2010 di hadapan Notaris pada tanggal 29 Januari 2010 ditetapkan jangka waktu pembayaran dari bulan Desember 2009 hingga November 2016 beserta Repayment Schedule tahap pertama yang ditandatangani pada tanggal 28 Januari 2011. 5) Kemudian telah disusun Repayment Schedule tahap kedua yatu Persetujuan Penyesuaian Pembayaran Kewajiban dan Izin Perubahan Peruntukan Lantai 2 Saphir Square menjadi Hotel tertanggal 21 September 2011 dengan Nomor 9378/DKM/IX/2011. Didalam perjanjian perdamaian tersebut ditentukan jangka waktu yang ditetapkan bagi PT. Saphir Yogya Super Mall untuk memenuhi kewajibannya selama 18 bulan terhitung sejak bulan September 2011 sampai dengan bulan Februari 2013 yang dibayarkan selambat-lambatnya setiap akhir

10 bulan berjalan dengan kewajiban pembayaran setiap bulannya sebanyak Rp. 750.000.000,00 namun pihak Kreditur PT. Bank Bukopin Tbk tidak menandatangani Repayment Schedule tahap kedua tersebut. 6) Dengan demikian, maka jangka waktu PKPU sebagaimana Perjanjian Perdamaian yang telah dihomologasi oleh Majelis Hakim adalah selama 18 bulan terhitung sejak bulan September 2011 hingga bulan Februari 2013. b. Salah satu pertimbangan yang menentukan ditolaknya Kasasi yang diajukan oleh PT. Saphir Yogya Super Mall adalah karena adanya pengajuan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan oleh PT. Bank Bukopin Tbk selaku Kreditur sehingga mengacu pasal 290 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pembatalan atas perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum baik Kasasi maupun Peninjauan Kembali. c. Perlindungan terhadap kepentingan para Kreditur Konkuren dalam perkara kepailitan telah diakomodir di dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Meskipun kedudukan mereka pada dasarnya memang lemah, namun sepanjang harta/asset debitur pailit masih mencukupi untuk

11 melunasi tagihan dari para Kreditur Konkuren setelah dikurangi pembayaran terlebih dahulu terhadap Kreditur pemegang hak yang didahulukan, maka para Kreditur Konkuren masih memperoleh perlindungan terhadap kepentingan mereka dalam hal pembayaran kembali tagihan piutang yang mereka miliki. Akan tetapi apabila ternyata nilai yang diperoleh setelah likuidasi asset debitur pailit ternyata tidak mencukupi, maka disanalah kepentingan para Kreditur Konkuren tidak memperoleh perlindungan meskipun didalam Undang-Undang Kepailitan telah menyediakan media untuk melindungi kepentingan para Kreditur Konkuren mulai dari pada saat pengajuan permohonan pailit, Rapat Pemungutan Suara, Rapat Verifikasi Utang, Panitia Kreditur Sementara dan Panitia Kreditur Tetap, Actio Paulina, keberatan atas daftar pembagian kepada para kreditur hingga upaya hukum atas segala putusan pengadilan yang dirasa merugikan kepentingan para Kreditur Konkuren. Pada penelitian tersebut hanya memfokuskan pada pelaksanaan dan penerapan hukum kepailitan dalam suatu kasus kepailitan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap kepentingan para kreditur konkuren ditinjau dari hukum kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

12 2. Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2013 dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Kios Saphir Square Melalui Akta Perikatan Jual Beli disusun oleh Adhitya Johan Rahmadan, yang disahkan pada tanggal 14 Nopember 2013, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Kios Saphir Square dalam Akta Perikatan Jual Beli Kios Saphir Square? b. Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan Akta Perikatan Jual Beli Kios Saphir Square? c. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli kios Saphir Square melalui Akta Perikatan Jual Beli? Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut antara lain: a. Perjanjian Pengikatan Jual Jual Beli Kios Saphir Square yang dituangkan dalam Akta Perikatan Jual Beli dilakukan dalam bentuk perjanjian baku, karena materi perjanjian yang akan dituangkan dalam Akta Perikatan Jual Beli ditentukan terlebih dahulu oleh Manajemen PT. Saphir Yogya Super Mall kemudian dikonsultasikan dengan notaries yang akan membuat Akta Perikatan Jual Beli. Dalam pelaksanaan Perjanjian Perikatan Jual Beli Kios Saphir Square, PT. Saphir Yogya Super Mall selaku penjual melakukan wanprestasi

13 karena tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk memberikan Hak Atas Satuan Rumah Susun bagi pembeli kios. b. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Akta Perikatan Jual Beli Kios Saphir Square adalah: 1) Hambatan Teknis dan Administratif Perizinan Bangunan Rumah Susun Hambatan teknis dan administrative tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun yang mengatur persyaratan teknis dan administrative dalam pembangunan rumah susun didalam persyaratan teknis dan administrative tersebut ada izin pengesahan pertelaan dan izin layak huni yang belum dapat disahkan oleh Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta dikarenakan PT. Saphir Yogya Super Mall tidak memenuhi persyaratan pengesahan pertelaan dan izin layak huni. Selain itu Pemerintah Kota Yogyakarta juga tidak mempunyai Peraturan daerah atau Peraturan Walikota yang mengatur mengenai Rumah Susun, seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah mengenai rumah susun sehingga perizinan

14 pendirian rumah susun hanya mengacu pada undangundang dan peraturan pemerintah yang sifatnya sangat umum. 2) Hambatan Kepailitan Yang Dialami PT. Saphir Yogya Super Mall Ditetapkannya status PT. Saphir Yogya Super Mall dalam keadaan pailit, menyebabkan obyek Perjanjian Pengikatan Jual Beli masuk dalam harta pailit, putusan pailit terhadap PT. Saphir Yogya Super Mall juga mengakibatkan perjanjian mengenai pemindahan hak milik atas obyek pengikatan jual beli menjadi hapus sehingga obyek perjanjian pengikatan jual beli tidak dapat beralih kepada pembeli kios Saphir Square. c. Perlindungan hukum yang didapatkan pembeli kios Saphir Square melalui Akta Perikatan Jual Beli adalah perlindungan dari Akta Perikatan Jual Beli sebagai Akta Otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat untuk dijadikan alat bukti sesuai dengan Pasal 1868 KUH Perdata, sebagai ganti rugi atas tidak terlaksananya penyerahan obyek perjanjian pengikatan jual beli kepada pembeli kios Saphir Square.

15 Pada penelitian tersebut, penelitian terdahulu hanya fokus pada perlindungan hukum terhadap pembeli kios Saphir Square ditinjau dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat dihadapan Notaris. Melihat dari persamaan dan perbedaan dari sebagain unsur penelitan tersebut di atas, peneliti menyatakan dapat mempertanggungjawabkan keaslian penelitian ini dan menyatakan bahwa penelitian dengan judul Kebutuhan Peraturan Daerah Yang Mengatur Tentang Rumah Susun Terkait Dengan Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Rumah Susun (Studi Kasus Kepailitan PT. Saphir Yogya Super Mall Yogyakarta) belum pernah dilakukan dan dalam kesempatan ini peneliti akan meneliti masalah yang lebih memfokuskan obyek penelitian pada kebutuhan akan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Rumah Susun terkait dengan usaha penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebagai bentuk upaya perlindungan hukum kepada konsumen rumah susun, dengan mengambil contoh kasus pailitnya PT. Saphir Yogya Super Mall, dengan demikian penelitian ini adalah asli.

16 D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang disampaikan oleh peneliti dalam penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan hukum dan menjadi salah satu literatur di bidang hukum khususnya dalam bidang rumah susun. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dan pertimbangan bagi para Notaris dan PPAT, Pemerintah Daerah setempat maupun instansi yang berwenang dalam mengambil kebijakan-kebijakan tertentu terkait dengan pengaturan hukum bidang rumah susun, lebih luas lagi bagi pemerintah daerah yang ada selain pemerintah daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta pemerintah daerah Kota/Kabupaten yang ada didalamnya, mengingat pentingnya menyiapkan suatu peraturan daerah terkait rumah susun sebagai upaya untuk menjamin penerbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun kepada konsumen rumah susun manakala investasi pembangunan rumah susun telah masuk di dalam suatu daerah, baik kabupaten maupun kota dalam suatu provinsi dan juga untuk memberikan kepastian hukum kepada konsumen rumah susun atas suatu bangunan rumah susun yang berdiri di wilayah tersebut.

17 E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin disampaikan oleh peneliti melalui penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui lebih jauh tentang seberapa penting kebutuhan akan keberadaan peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur mengenai rumah susun dalam hal membantu menjamin status kepemilikan atas satuan rumah susun bagi calon konsumen rumah susun. 2. Untuk mengetahui bagaimana peranan dari Notaris dan PPAT selama belum ada peraturan daerah ataupun peraturan kepala daerah yang mengatur mengenai rumah susun dalam hal membantu calon konsumen rumah susun untuk memperoleh status hak milik atas satuan rumah susun. 3. Untuk mengetahui bagaimana status kepemilikan atas satuan rumah susun non hunian berupa kios yang telah dibeli oleh pembeli kios dari PT. Saphir Yogya Super Mall pasca perseroan tersebut ditetapkan dalam keadaan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.