BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan Penduduk di Indonesia yang demikian pesat memacu Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana dapat mensejahterakan segenap penduduknya. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia salah satunya adalah dalam penyelenggaraan perumahan. Amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang di implementasikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan menempatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. 1 Dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 termuat beberapa ketentuan yang memberikan wewenang pada Pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsi tertentu guna mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara Indonesia yang termuat dalam preambul UUD Salah satu wewenang yang diberikan kepada Pemerintah dalam UUD 1945 tersebut adalah penguasaan atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hal ini dapat ditemukan dalam UUD Kesatuan 1 Vide UURS No. 20 Tahun 2011

2 2 Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2 Dalam hukum pertanahan di Indonesia, hak penguasaan atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya kemudian digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dikenal dengan istilah hak menguasai Negara. Hak menguasai Negara hanyalah merupakan hak yang dikuasakan oleh UUD 1945 kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hubungan hukum yang timbul dari adanya kekuasaan Negara yang dimaksud sebagaimana dalam UUD 1945 adalah hubungan hukum publik, hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan rincian kewenangan hak menguasai dari Negara berupa kegiatan : 3 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; 3. Memberikan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Uraian dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA tersebut diatas secara jelas menggambarkan wewenang pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan 2 Vide UUD 1945 Pasal 3 ayat (3) 3 Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm. 231.

3 3 di Indonesia. Pemerintah mempunyai hak untuk mengatur sedemikian rupa terkait penggunaan dan peruntukan bumi, air, dan kekayaan alam. Pemerintah juga berhak untuk mengatur hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air, dan kekayaan alam. Ini terkait dengan bagaimana pemerintah dapat mengatur antara kepemilikan tentang bumi, air, dan kekayaan alam tersebut dan bagaimana kewajiban manusia terhadap bumi, air, dan kekayaan alam. Pemerintah telah memikirkan dan mengatur bagaimana persoalanpersoalan dari perkembangan tanah pemukiman di Indonesia terutama perkembangan di kota-kota yang demikian pesat, sehingga amanat dari UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Inilah salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD Tepenuhinya kebutuhan perumahan yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan keluarganya sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia merupakan salah satu pokok kesejahteraan rakyat. 4 Pembangunan rumah susun merupakan solusi bagi masyarakat Indonesia atas keterbatasan lahan untuk perumahan maupun untuk sentra niaga bisnis dan sekitarnya, selain itu untuk menyadarkan pentingnya hemat lahan demi menjaga lahan-lahan untuk resapan air, membuat ruang- 4 Adrian Sutedi, 2012, Hukum Rumah Susun & Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 162.

4 4 ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. 5 Landasan hukum dari pembangunan rumah susun sebelumnya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318), diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3372). Dengan berlakunya Undang-Undang Rumah Susun berbagai masalah hukum yang sebelum ini dipertentangkan dan diragukan pemecahannya mendapat jawaban yang pasti dan telah diikuti pula Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Bentuk dan Tatacara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 Tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Menteri Negara Perumahan Rakyat. Dalam Kepustakaan hukum Undang-Undang Rumah Susun ini disebut Undang-Undang Kondominium Indonesia. 6 Saat ini keberadaan rumah susun tidak lagi identik sebagai pemenuhan kebutuhan tempat tinggal bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah tetapi untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah maupun tinggi juga menjadi target pasar 5 Ibid. hlm Boedi Harsono, 1990, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta (selanjutnya disebut Boedi Harsono I), hlm. 340.

5 5 penjualan rumah susun komersial atau disebut juga apartemen, kondominium dan kondominium hotel oleh para developer atau pelaku properti. Seiring dengan perkembangan bisnis rumah susun maka pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum juga kebutuhan setiap orang dalam penghunian, kepemilikan, dan pemanfaatan rumah susun karena masih kurang lengkapnya pengaturan tentang rumah susun, maka lahirlan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Kondominium hotel selanjutnya disebut kondotel adalah perkembangan bisnis properti saat ini, untuk memberikan suatu kepastian hukum kepada konsumen perseorangan maupun badan hukum, maka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 ini merupakan salah satu solusinya. Rumah susun komersial itu sendiri diatur pada Pasal 1 ayat (1) dijelaskan mengenai pengertian rumah susun yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Rumah susun terbagi menjadi 4 jenis yaitu: 7 7 Wibowo Tunardy, diakses pada tanggal 3 November 2015, pukul WIB

6 6 1. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; 2. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus; 3. Rumah susun Negara adalah rumah susun yang dimiliki Negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluaga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri; 4. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapat keuntungan. Dalam hal ini rumah susun komersial yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan ditinjau dari sisi bisnis, maka disini adalah berupa kondominium, untuk mengetahui tentang pengertian kondotel maka harus dipahami terlebih dahulu arti dari kondominium yaitu suatu pemilikan bangunan yang terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah, serta dimiliki secara individual berikut bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah diatas mana bangunan itu berdiri yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersama-sama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual. 8 Kondominium dalam konsep rumah susun menyangkut kepemilikan bersama termasuk tanah, sedangkan strata title adalah 8 Arie S.Hutagalung, 2008, Sistem Condominium Indonesia, Implikasi dan Manfaatnya bagi developer/properti Owner, (Makalah Program Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Konsultan Hukum dan Kepengacaraan, FH-UI), Jakarta, hlm.1.

7 7 kepemilikan bersama tidak termasuk tanah yaitu konsep hunian vertikal maupun horizontal dimana hak kepemilikan atas suatu ruang dalam gedung bertingkat di bagi-bagi untuk beberapa pihak. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Rumah Susun maka sebelum konsumen mendapatkan kepastian hukum dalam memperoleh sertipikat hak milik rumah susun, maka pengembang perumahan atau developer harus membuat klausula pertelaan terlebih dahulu sebelum bangunan selesai, bagi pengembang perumahan atau developer ini sangat menyulitkan/merugikan. Namun, bagi sisi konsumen akan memberikan suatu kepastian hukum. Maka kondotel merupakan salah satu jenis rumah susun komersial yang mempunyai arti sama dengan kondominium yang dioperasikan seperti sebuah hotel dan fasilitas layaknya sebuah hotel, dimana setiap unit kondotel dapat dimiliki oleh perorangan dan si pemilik memiliki kesempatan untuk menyewakannya seperti layaknya sebuah kamar hotel yang dikelola secara oleh pengelola profesional, selain itu pemilik bahkan bisa tinggal di kondotel dengan jumlah kunjungan per tahun yang sudah ditentukan oleh operator. 9 Dengan segala fasilitas yang diberikan dan disediakan oleh para pengembang properti pada rumah susun komersial (kondotel) yang dibangunnya, maka memiliki kondotel merupakan suatu investasi yang dilihat oleh masyarakat menjanjikan dan menguntungkan. Harus diperhatikan bahwa pembangunan suatu kondotel harus dilakukan melalui 9 pada tanggal 3 November 2015, pukul WIB

8 8 perencanaan teknis, pelaksanaan dan pengawasan teknis yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain persyaratan mengenai pihak yang melakukan pembangunan kondotel dan lahan yang digunakan untuk mendirikan kondotel, ada beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk membangun rumah susun komersial (Kondotel), persyaratan tersebut menurut Pasal 24 Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun meliputi: persyaratan administratif, persyaratan teknis dan persyaratan ekologis. Persyaratan administratif adalah perizinan yang diperlukan sebagai syarat untuk melakukan pembangunan rumah susun. 10 Persyaratan Teknis adalah persyaratan yang berkaitan dengan struktur bangunan, kemanan dan keselamatan bangunan, kesehatan lingkungan, kenyamanan dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan. Persyaratan Ekologis adalah persyaratan yang berkaitan dengan analisis dampak lingkungan. Rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah Negara dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Ada dua syarat administratif yang harus dipenuhi oleh pelaku pembangunan dalam melakukan pembangunan rumah susun yaitu status hak atas tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB). Pelaku pembangunan menurut Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun menyebutkan pelaku pembangunan rumah susun harus membangun rumah susun dan lingkungan rumah susun 10 Wibowo Tunardy, pada tanggal 3 November 2015, pukul WIB

9 9 sesuai dengan fungsi dan pemanfaatannya. Rencana, fungsi dan pemanfaatan tersebut harus mendapatkan izin dari Bupati/ Walikota. Setelah pelaku pembangunan mendapatkan izin dari Bupati/Walikota atau Gubernur, Pelaku pembangunan wajib meminta pengesahan dari pemerintah daerah tentang pertelaan. Pertelaan adalah penjelasan tentang uraian, gambar dan batas secara jelas baik vertikal maupun horizontal dari masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama beserta uraian nilai perbandingan proporsionalnya. 11 Kabupaten Sleman sebagai salah satu Kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah Ha atau 574,82 Km² atau sekitar 18% dari luas Daerah Istimewa Jogjakarta, telah mengeluarkan peraturan Bupati Sleman Nomor 40 Tahun 2015 tentang pengesahan Pertelaan dan Akta Pemisahan Rumah Susun, peraturan tersebut akan menjadi salah satu payung hukum rumah susun di Kabupaten Sleman agar pelaksanaan pengesahan pertelaan dan pemisahan rumah susun berjalan lancar dan efektif. 12 Pemilikan terhadap kondotel dapat diperoleh dengan cara jual beli. Saat ini jual beli kondotel yang belum selesai dibangun semakin meningkat, bahkan tidak jarang jual beli kondotel dilakukan pada saat kondotel masih berada dalam perencanaan. Di dalam Pasal 42 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun menjelaskan bahwa 11 Wibowo Tunardy, diakses pada tanggal 3 November 2015, pukul WIB 12 diakses pada tanggal 3 November 2015, pukul WIB

10 10 pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan namun harus memenuhi syarat yaitu harus memiliki : kepastian peruntukan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian status penguasaan rumah susun, perizinan pembangunan rumah susun, jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin. Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di hadapan Notaris. PPJB merupakan perjanjian kesepakatan para pihak mengenai rencana para pihak yang akan melakukan jual beli dan mengatur tentang hak dan kewajiban sehingga bisa memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya. 13 Pada dasarnya, isi klausula dalam PPJB wajib merujuk pada ketentuan yang termaktub dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia (SK MENPERA) Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun. Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang- Undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan pengertian Notaris yaitu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya. Lebih lanjut pada Pasal 43 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun Erwin Kallo, 2009, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena Pressindo, Jakarta, hlm. 42.

11 11 menjelaskan bahwa perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan Notaris tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu: 1. Status kepemilikan tanah; 2. Kepemilikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 3. Ketersediaan prasarana, saran, dan utilitas umum; 4. Keterbangunan paling sedikit 20 % (dua puluh persen); 5. Hal yang diperjanjikan. Setelah pembangunan rumah susun selesai dilakukan maka pada proses jual beli dilakukan melalui akta jual beli. Pada tahapan ini pejabat yang menjalankan fungsinya selaku pejabat yang membuat akta jual beli adalah PPAT untuk jual beli SHM sarusun. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat yang berbeda dengan Pejabat Notaris. PPAT adalah pejabat yang keberadaannya diatur di dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Pada prakteknya proses atau cara perolehan hak perseorangan atau badan hukum dalam kepemilikan rumah susun komersil sering terjadi permasalahan. Antusias masyarakat sekedar memiliki maupun menjadi penghuni juga turut melahirkan konsekuensi logis yang melekat pada penghuninya, karena tidak sedikit pembeli rumah susun itu belum paham, terhadap tanggung jawab bersama terhadap benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama, termasuk masalah-masalah yang menyangkut proses

12 12 pembelian, kepemilikan, pertelaan hingga pengelolaan rumah susun belum mendapatkan pemahaman yang utuh baik oleh pemiliki/penghuni, marketing, maupun pengembang selaku penyelenggara pembangunan rumah susun. Pelaku pembangunan rumah susun ataupun Kondotel harus meminimalisir atau menghilangkan sama sekali resiko dalam bisnis properti ini, sebelum melaksanakan pembangunan harus mengetahui apakah lokasi yang akan dibangun sesuai peruntukannya atau penggunaanya. Sehingga fungsi perizinan harus benar-benar dilaksanakan agar dapat memperoleh kepastian hukum terhadap hak bangunan yang dilakukan. Sehingga tidak ada gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam mendapatkan ketertiban. Selain itu sering ditemukan dimana marketing suatu kondotel karena ketidakpahamannya tentang pertelaan, menjual atau memasarkan satuan rumah susun (kondotel) dengan menggunakan atau berpatokan pada luas yang ada pada gambar arsitek suatu kondotel tanpa memperhatikan pertelaan yang merupakan penjelasan tentang uraian, gambar dan batas secara jelas baik vertikal maupun horizontal dari masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama berserta uraian nilai perbandingan proporsionalnya, sehingga ketika penyerahan (levering) ternyata luas dari kondotel secara fisik berbeda dengan apa yang

13 13 diperjanjian ketika pemasaran dan yang tertuang di dalam PPJB dan menyebabkan kerugian baik bagi konsumen, penjual maupun pengembang. Potensi konflik yang sering muncul juga disebabkan karena pembuatan akta pengikatan jual beli yang dilakukan secara dibawah tangan, tanpa melalui Notaris yang merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Konsumen maupun penjual merasa keberatan karena harus mengeluarkan biaya lagi untuk pembuatan akta pengikatan jual beli oleh Notaris dan lebih memilih menggunakan akta pengikatan jual beli di bawah tangan yang tentu saja apabila para pihak didalam perjanjian (konsumen, penjual dan pengembang) tidak memiliki pengetahuan hukum yang mumpuni dan tidak memahami tata cara pembuatan akta yang benar maka tentu saja tidak menjamin terpenuhinya keadilan, perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak. Atas dasar latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk menulis dengan mengambil tema TINJAUAN TENTANG PERIZINAN UNTUK PEMBERIAN KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMBELI PERSEORANGAN ATAU BADAN HUKUM SEBAGAI PEMEGANG HAK ATAS KONDOMINIUM HOTEL (KONDOTEL) DI KABUPATEN SLEMAN.

14 14 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti telah merumuskan permasalahan sebagai acuan penelitian ini. Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara memperoleh perizinan untuk mendirikan kondotel guna memberikan kepastian hukum bagi pembeli perseorangan atau badan hukum di Kabupaten Sleman? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pembeli perseorangan atau badan hukum dalam upaya pemberian kepastian hukum kepada pemegang hak atas kondotel di Kabupaten Sleman? C. Keaslian Penelitian Menurut hasil penemuan dan pengamatan kepustakaan yang di lakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ada skripsi dan tesis mengenai rumah susun yang bisa untuk menambah referensi dengan judul tesis peneliti yaitu TINJAUAN TENTANG PERIZINAN UNTUK PEMBERIAN KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMBELI PERSEORANGAN ATAU BADAN HUKUM SEBAGAI PEMEGANG HAK ATAS KONDOMINIUM HOTEL (KONDOTEL) DI KABUPATEN SLEMAN, antara lain: 1. Iin Kurniawati Iin Kurniawati, 2013, Perlindungan Hukum bagi pengguna Jasa Hunian Rumah Susun Sewa (RUSUNAWA) di Kabupaten Sleman, Skripsi, Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada, Fakultas Hukum, Yogyakarta

15 15 Judul Penelitian : Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Hunian Rumah Susun Sederhana oleh UUPT Rusunawa Kabupaten Sleman dengan rumusan masalah: a. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna jasa hunian Rumah Susun Sederhana Sewa oleh UPT (Unit Pengelola Tehnis) Rusunawa Kabupaten Sleman? b. Apa kendala yang dihadapi UPT (Unit Pengelola Tehnis) Rusunawa Kabupaten Sleman dalam penyelenggaraan perlindungan Konsumen terkait Pelayanan kepada pengguna jasa hunian rumah susun sewa? 2. Dwi Nurhayati Fitriani 15 Judul Penelitian : Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Jual Beli Satuan Rumah Susun Dengan Sistem Pemesanan (Studi Kasus) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 286/ Pdt.6/ 2012 / Jkt-Sel. Dengan rumusan masalah: a. Hal-hal apa saja yang melatarbelakangi timbulnya gugatan konsumen No 286/Pdt.6/ 2012/ Jkt-Sel kepada pengembang dalam kasus jual beli tersebut? b. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pembeli rumah susun dalam jual beli dengan sistem pemesanan tersebut? 3. Ratna Puspitasari Dwi Nurhayati Fitriyani, 2014, Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Jual Beli Satuan Rumah Susun Dengan Sistem Pemesanan (Studi Kasus) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 286/Pdt.6/2012/Jkt-Sel, Tesis, Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

16 16 Judul Penelitian : Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan Rumah Pada Perumahan Palm Residence Kota Surabaya (Analisis Hukum Terhadap Tahap Pra Dan Kontraktual Penyusunan Kontrak Baku Sehubungan Dengan Keberadaan Klausula Eksonerasi). Dengan rumusan masalah: a. Bagaimanakah penerapan asas keseimbangan dalam tahap pra dan kontraktual penyusunan kontrak baku PJB tanah dan bangunan rumah pada perumahan Palm Residence di Kota Surabaya? b. Mengapa pencantuman klausula eksonerasi dalam kontak baku dikategorikan sebagai pelanggaran asas keseimbangan? c. Bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan terhadap pelanggaran tersebut? Penelitian yang diuraikan di atas oleh penulis Iin Kurniawati dan Dwi Nurhayati Fitriyani ada sedikit kesamaan yaitu pada penelitian dan penulisan tentang rumah susun yang mengacu pada Undang-Undang Rumah Susun Nomor 11 Tahun 2011 dan yang mengimplementasikan tentang perlindungan hukum terhadap konsumen maupun pengguna jasa rumah susun di Kabupaten Sleman. Sedangkan yang membedakan dengan yang dilakukan penulis adalah pada penelitian dan penulisan ini lebih memfokuskan mengenai proses cara memperoleh terhadap Kondotel 16 Ratna Puspitasari, 2014, Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan Rumah pada Perumahan Palm Residence Kota Surabaya, Tesis yang disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Magister, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm

17 17 (Kondominium Hotel) disebut juga dalam kategori Rumah Susun Komersial. Sedang penelitian yang diuraikan oleh Ratna Puspitasari tentang PPJB tanah dan bangunan sebagai bentuk pemberian perlindungan hukum bagi konsumen. Tujuan dan penelitian ini penting untuk melihat apakah dari pihak developer atau pelaku pembangunan sudah benar menerapkan prosedur yang pasti untuk menjamin kepastian hukum bagi investor baik perseorangan maupun Badan Hukum, ditinjau dari Pasal 43 UURS Nomor 20 Tahun 2011 maupun di Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2015, sehingga dari awal proses pembelian bagi investor untuk menanamkan investasi dengan membeli unit-unit Kondotel akan semakin menarik, inilah salah satu cara berinvestasi di bidang properti. Demikian juga di penelitian sebelumnya yaitu oleh Dwi Nurhayati Fitriyani penulis bisa mengambil pelajaran bahwa setiap pengembang atau developer haruslah mengerti benar kewajiban-kewajibannya sesuai dengan aturan yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang dan Peraturan Bupati sehingga ke depannya tidak terjadi penyimpangan hukum yang bisa menimbulkan akibat hukum, baik dari hukum perdata maupun pidana. Penulis dalam melakukan penelitian tentang Kondotel ini memilih lokasi di Sleman dikarenakan memang perkembangan dari Kondotel ini begitu pesat, sehingga dari segi bisnis menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku bisnis. Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pemberian kepastian hukum bagi investor perseorangan maupun Badan Hukum atas kondotel tersebut belum pernah diteliti. Apabila kemudian hari

18 18 terdapat Tesis yang sama atau hampir sama maka diharapkan penelitian ini dapat menambah dan mendukung Tesis yang telah ada. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini dan berkaitan pula dengan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif : a. Untuk mengetahui dan mengkaji cara perolehan perizinan untuk mendirikan kondotel guna pemberian kepastian hukum bagi pembeli perseorangan atau badan hukum sebagai pemegang hak atas kondotel di Kabupaten Sleman; b. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi pembeli perseorangan atau badan hukum dalam upaya pemberian kepastian hukum kepada pemegang hak atas kondotel di Kabupaten Sleman. 2. Tujuan Subyektif : a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis terutama mengenai perkembangan bisnis di bidang investasi properti di Kabupaten Sleman. b. Untuk memperoleh data-data dan bahan yang diperlukan guna penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

19 19 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang hendak di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah diharapkan secara teoritis hasil dari penelitian ini akan dapat memberikan suatu kontribusi dan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum rumah susun dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi kepada semua pihak khususnya yang berkecimpung dibidang bisnis properti. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan baik teoritis maupun praktis, menyangkut masalah yang timbul dalam pelaksanaan proses perizinan untuk pemberian kepastian hukum bagi pembeli perseorangan atau badan hukum sebagai pemegang hak atas kondominium hotel di Kabupaten Sleman pada umumnya, dan bagi Notaris, PPAT, pengembang rumah susun, investor dan masyarakat selaku konsumen pada khususnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunannasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1280, 2013 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pressindo, Jakarta, 2009, hlm Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena

BAB I PENDAHULUAN. Pressindo, Jakarta, 2009, hlm Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, seiring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Sudah sewajarnya jika setiap manusia mempunyai tempat tinggal yang layak sehingga

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Semakin mahalnya harga tanah karena banyak yang membutuhkan tanah untuk pembangunan perumahan, pemerintah membangun rumah susun terutama untuk warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk memang menjadi suatu problem yang harus dihadapi oleh pemerintah selaku pelaksana Negara, terlebih lagi pada tingkat daerah, baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Oleh : Julius Lobiua SH.MH HP. 081511237866, 0816824116. I. Pengantar Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Cara Memperoleh perizinan untuk mendirikan rumah susun/kondotel

BAB V PENUTUP. penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Cara Memperoleh perizinan untuk mendirikan rumah susun/kondotel 232 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam bab sebelumnya maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Cara Memperoleh perizinan untuk mendirikan rumah susun/kondotel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium Bab II Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium Pertumbuhan bngunan bertingkat untuk hunian atau usaha akan semakin bertambah pesat, seiring semakin pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan permukiman tidak dapat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya subsektor perumahan (hunian atau tempat tinggal). Tempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. khususnya subsektor perumahan (hunian atau tempat tinggal). Tempat tinggal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor properti merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, khususnya subsektor perumahan (hunian atau tempat tinggal). Tempat tinggal mempunyai peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan. pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan. pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi bisnis yang meningkat terkhusus di bidang properti dan kecenderungan pemerintah dan stock holder mengembangkan bangunan vertikal yaitu rumah susun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA I. Latar Belakang 1 1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tingga dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Masyarakat yang adil

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 2 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berangganggapan bahwa tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Tanah mempunyai fungsi dan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu unsur yang paling penting bagi setiap manusia di dalam melangsungkan kebutuhan hidupnya. Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan dasar hidup manusia adalah perumahan dan pemukiman. Pembangunan perumahan dan pemukiman berperan sangat strategis dalam pembentukan watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Hanlia Andree, FH UI, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Hanlia Andree, FH UI, 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga tanah dan bangunan yang terus naik dari tahun ke tahun. Tanah dan

BAB I PENDAHULUAN. harga tanah dan bangunan yang terus naik dari tahun ke tahun. Tanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bisnis perumahan di perkotaan maupun di pinggiran merupakan sektor yang sangat menjanjikan. Dewasa ini banyak orang yang membeli rumah di perumahan untuk

Lebih terperinci

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin 1 Perkembangan masyarakat di Indonesia terjadi begitu pesat pada era globalisasi saat ini. Hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di desa-desa juga banyak dijumpai hal tersebut. Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa negara menerapkan pemisahan antara pusat pemerintahan atau

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa negara menerapkan pemisahan antara pusat pemerintahan atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa negara menerapkan pemisahan antara pusat pemerintahan atau ibukota negara dengan pusat bisnis dalam tata kelola-nya. Sebagai contoh konkrit atas kebijakan tersebut,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTATANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penulis, jawaban atas identifikasi masalah pada Bab I skripsi ini adalah: 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah :

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional dalam melaksanakan politik pertanahan bahwa negara. Tujuan Undang-undang Pokok Agraria adalah : 0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang singkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu daerah, dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan atau kemunduran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjanji atau membuat suatu perjanjian merupakan perbuatan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu berusaha mencari yang terbaik. Sebagai makhluk sosial, dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya tadi manusia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG PERTELAAN, SERTIFIKAT LAIK FUNGSI DAN PENERBITAN AKTA PEMISAHAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN KARAWANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL 1. Hak- hak dan kewajiban dari pembeli unit kondotel Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang dilahirkan dari perjanjian

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KONTRAK DAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Di atas

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 T E N T A N G RUMAH SUSUN DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE -16- Pasal 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Peningkatan pertumbuhan penduduk. meningkatkan pula kebutuhan lahan permukiman di kawasan perkotaan.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Peningkatan pertumbuhan penduduk. meningkatkan pula kebutuhan lahan permukiman di kawasan perkotaan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kawasan perkotaan sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduknya. Peningkatan pertumbuhan penduduk meningkatkan pula kebutuhan lahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 14 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 14 TAHUN 2015 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV Tesis ini, maka dapat ditarik kesimpulan dari rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia, dimana setiap orang memerlukan tanah bukan hanya untuk kehidupannya, tapi sampai manusia meninggal dunia

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. 1

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan yang selalu didambadambakan oleh setiap manusia dan terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

- 2 - untuk masyarakat secara luas.

- 2 - untuk masyarakat secara luas. PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN I. UMUM Negara menjamin bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik mengenai data fisik maupun data yuridis dikenal dengan sebutan pendaftaran tanah. 1 Ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang cukup luas dan bertanggung jawab dalam arti untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya tersedia. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk membedakan pendefinisian kata rumah menjadi tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial membtuhkan rumah sebagai tempat tinggal dan sebagai sarana melangsungkan kehidupannya.rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari bernegara sebagaimana yang diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Notaris/PPAT merupakan profesi hukum sekaligus sebagai suatu profesi

BAB I PENDAHULUAN. Notaris/PPAT merupakan profesi hukum sekaligus sebagai suatu profesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris/PPAT merupakan profesi hukum sekaligus sebagai suatu profesi mulia (nobile officium). Disebut sebagai nobile officium dikarenakan profesi Notaris/PPAT

Lebih terperinci