23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di DepartemenOrtodonsia FKG USU, Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan.Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Januari 2014. 3.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Sampel dalam penilitian ini adalah foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Nilai r didapat dari korelasi hasil penelitian sebelumnya mengenai perhitungan sefalometri, nilai r yang diambil adalah 0,6. Standar error tipe I ditetapkan sebesar 5% dengan Zα 2 pihak sebesar 1,96 dan standar error tipe II ditetapkan sebesar 10% dengan Zβ sebesar 1,282. Maka jumlah sampel minimun adalah :
24 Berdasarkan perhitungan, jumlah sampel minimum yang diperoleh adalah 25 orang, dengan pertimbangan agar hasil penelitian lebih valid dan akurat maka sampel yang ditetapkan sebanyak 50 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode purposive samplingyaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. 3.3.1 Kriteria Inklusi - Pasien yang belum pernah mendapat perawatan ortodonti - Relasi molar Klas I Angle dengan overjet dan overbite normal (2-4 mm) - Seluruh gigi lengkap sampai molar kedua - Crowded dan diastema 2 mm - Mahasiswa FKG USU dengan ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu - Kualitas foto sefalometri lateral baik - Usia minimal 18 tahun - Kesehatan umum baik dan tidak ada trauma di kepala dan wajah yang bisa mempengaruhi hasil sefalogram. 3.3.2 Kriteria Eksklusi - Adanya fraktur atau atrisi pada gigi insisivus - Adanya kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia) dan bentuk gigi (peg shaped) - Agenesis dan mesiodens
25 3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sudut interinsisal. 3.4.2 Variabel Tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway (sudut fasial dan sudut H). 3.4.3 Variabel Terkendali - Pasien yang belum mendapat perawatan ortodonti - Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua - Relasi molar Klas I Angle dengan overbite dan overjet normal (2-4 mm) - Crowded dan diastema 2 mm - Usia minimal 18 tahun - Ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu - Kualitas foto sefalometri lateral baik 3.5 Definisi Operasional a. Mahasiswa FKG USU Ras campuran antara Proto-Melayudengan Deutro-Melayu adalah mahasiswa Indonesia FKG USU dari angkatan 2008 sampai 2013 yang merupakan campuran antara ras Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Ayah sampel berasal dari ras Proto-Melayu sedangkan Ibunya berasal dari ras Deutro-Melayu atau sebaliknya. b. Ras Proto-Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja. c. Ras Deutro-Melayu adalah kelompok yang terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Minangkabau, Sumatera, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado, Sunda, Betawi, Makassar, dan Melayu. d. Nasion kulit (N ):titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
26 e. Labrale superior (Ls) :titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. f. Pogonion kulit (pog ):titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. g. Porion (Po) : titik paling superior dari porus akustikus eksterna. h. Orbital (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita. i. Sudut interinsisal adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dengan sumbu memanjang pada gigi insisivus pertama bawah (Gambar 2). j. Garis H : garis yang ditarik dari titik Pog ke Ls (Gambar 12). k. Sudut fasial:sudut yang dibentuk oleh garis N -Pog dan bidang Frankfurt (Gambar 12). l. Sudut H:sudut yang dibentuk garis N - Pog dan garis H.(Gambar 12). m. Bidang Frankfurt horizontal : bidang yangterbentuk dari garis yang menghubungkan porion dan orbital (Gambar 12). Garis H b Gambar 12. Garis H, sudut fasial (a), sudut H (b) danbidang Frankfurt horizontal (FH)
27 3.6 Alat dan Bahan Penelitian Alat penelitian yang digunakan adalah : a. Tracing box b. Protractor c. Pensil 4H, penggaris dan penghapus. d. Tiga serangkai Bahan penelitian yang digunakan adalah : a. Sefalogram lateral (8x10 inci) b. Kertas asetat (8x10 inci) c. Lem perekat A B D E F Gambar 13. Alat dan bahan yang digunakan: (A) tracing box, (B) pensil, penghapus danpenggaris, (C) tiga serangkai, busur derajat, (D) protractor, (E) sefalogramlateral, (F) kertas asetat 3.7 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pembagian kuesioner kepada mahasiswa FKG USU angkatan 2008 sampai 2013. Jika mahasiswa tersebut merupakan ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu dan belum pernah mendapat perawatan ortodonti maka akan
28 dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan intraoral menggunakan tiga serangkai berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.apabila memenuhi syarat, maka akan dilakukan foto sefalometri lateral di Pramita Lab. b. Penapakan foto sefalometri lateral. Sefalogram ditracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas pencahayaan tracing box untuk mencari titiktitikpogonion kulit (Pog ), Labralesuperior (Ls), Nasion kulit (N ), Frankfurt horizontal, dan sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dan bawah. Setelah titik-titik ini ditentukan peneliti, titik-titik ini diperiksa kembali oleh pembimbing. c. Pengukuran sudut interinsisal dengan menggunakan protractor. d. Pengukuran profil jaringan lunak dengan analisis Holdaway, dimana titik referensinya yaitu dari Pogonion kulit (Pog ) dan Labralesuperior (Ls). Hasil tracingbesar sudut H dan sudut fasial diukur dengan protractor. e. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji dengan mengukur 5 foto sefalometrilateral yang sama. Jika hasil perhitungan tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut. f. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan sebanyak 5 foto sefalometri lateral untuk menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu melakukan pengukuran sehingga data yang diperoleh lebih akurat. g. Hasil pengukuran sudut fasial dan sudut H yang diperoleh dicatat, diolah datanya dan dianalisis. 3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak pengolahan data statistik. lunak. 3.8.2 Analisis Data 1. Dihitung rerata dan standar deviasi sudut interinsisal dan profil jaringan
29 2. Dianalisis hubungan antara sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah. Jika data dari kedua kelompok terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi Pearson s, tetapi jika distribusi salah satu kelompok atau kedua kelompok tidak terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi Spearman, dengan derajat kepercayaan 95%.
30 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung di Departemen Ortodonsia FKG USU dengan sampel penelitian berjumlah 50 foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu dan memiliki usia minimal 18 tahun yang masih aktif dalam menjalani masa pendidikan di FKG USU. Sampel merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah memperoleh persetujuan medik (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik penelitian (ethical clearance). Data hasil yang diperoleh dari pengukuran foto sefalometri lateral kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data statistik. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap sampel dapat dilihat gambaran rerata sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu. Tabel 1. Rerata nilai sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu Parameter N Rata-rata Simpangan Baku Sudut Interinsisal 50 120,76º 10,655 Sudut Fasial 50 88,60º 5,163 Sudut H 50 15,74º 3,585 Tabel 1 menunjukkan nilai rerata sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara ras Proto dengan Deutro- Melayu. Nilai rerata sudut interinsisal adalah 120,76º, nilai rerata sudut fasial adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Nilai rerata sudut fasial dan sudut H yang didapat pada hasil pengukuran menunjukkan profil wajah cembung menurut analisis Holdaway.
31 Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada sefalogram, selanjutnya dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran. Sebelumnya dilakukan tes uji normalitas pada seluruh data-data hasil pengukuran untuk melihat apakah data-data tersebut terdistribusi normal yang akan menentukan uji statistik berikutnya. Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai pengukuran pada 50 sampel penelitian yang telah ditetapkan memiliki distribusi normal (p>0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson s. Berbeda jika hasil uji normalitas menunjukkan distribusi tidak normal maka uji statistik akan dilanjutkan dengan uji Spearman. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran. Tabel 2. Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu (Uji Korelasi Pearson s) Korelasi Pearson's Sudut Interinsisal P R (Pearson s) Sudut Fasial 0.812-0,034 Sudut H 0.001-0,441 Korelasi bermakna jika signifikan pada taraf uji p < 0,01 ( r ) = 0,00 0,199 korelasi sangat lemah ( r ) = 0,20 0,399 korelasi lemah ( r ) = 0,40 0,599 korelasi sedang ( r ) = 0,60 0,799 korelasi kuat ( r ) = 0,80 1,000 korelasi sangat kuat Tabel 2 yang merupakan hasil uji korelasi Pearson s yang dilakukan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut fasial) diketahui sebesar 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah dengan nilai signifikan (p) yang tidak bermakna yaitu sebesar 0,812. Hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut H) memiliki nilai signifikanyang bermakna yaitu sebesar 0,001 dengan nilai kekuatan uji korelasi Pearson s sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah sedang. Tabel 2 memperlihatkan bahwa hubungan korelasi dalam arah negatif yang berartisudut interinsisal berbanding terbalik dengan sudut fasial dan sudut H. Jika
32 sudut interinsisal semakin besar maka sudut fasial dan sudut Hakan semakin kecil, begitu juga sebaliknya.
33 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan sampel foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu yang merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Salah satu kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu mahasiswa yang berumur minimal 18 tahun dimana pada usia ini telah melewati masa pubertas dan fase tumbuh kembang telah selesai. 1,22 Besar sampel telah ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan statistik dengan standar error tipe I ditetapkan sebesar 5% dengan Zα 2 pihak sebesar 1,96 dan standar error tipe II ditetapkan sebesar 10% dengan Zβ sebesar 1,282, maka didapat jumlah sampel sebanyak 25 foto sefalometri, dengan pertimbangan agar parameter populasi makin akurat dan hasil pengukuran lebih valid maka sampel yang digunakan adalah 50 foto sefalometri lateral. Selain itu, dalam penapakan sefalogram harus teliti terutama dalam penentuan bidang Frankfurt karena dapat terjadi overlapping pada orbita dan porion sehingga penentuan titik-titik tersebut diambil bagian tengahnya. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan rerata sudut interinsisal mahasiswa ras campuran Proto dengan Deutro-Melayu FKG USU adalah 120,76º. Rerata sudut interinsisal pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurbayati terhadap pasien RSGMP FKG USU didapat rerata sudut interinsisal sebesar 120,20º. 22 Selain itu, hasil penelitian Susilowati di Makassar didapat rerata sudut interinsisal untuk laki-laki adalah 136,36º dan 136,03º untuk perempuan, besar rerata sudut interinsisal tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Perbedaan ini dapat disebabkan karena populasi penelitian berasal dari suku dan ras yang berbeda dimana pada penelitian Susilowati yang menjadi populasi penelitian adalah suku Bugis dan Makassar. 1 Nilai rerata sudut fasial pada penelitian ini adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Hasil pengukuran profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway dalam penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan Rostina dalam
34 penelitiannya terhadap mahasiswa FKG USU dimana pada penelitian Rostina rerata sudut fasial adalah 91,16º dan 16,55º untuk sudut H. Perbedaan ini dapat disebabkan karena subjek pada penelitian tersebut menggunakan ras Deutro-Melayu, sementara pada penelitian ini menggunakan subjek yang berasal dari ras campuran antara Proto- Melayu dengan Deutro-Melayu. 13 Qadirdkk. dalam penelitiannya mengenai analisis jaringan lunak menggunakan analisis holdaway mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 91,39º dan rerata sudut H sebesar 13,13º pada mahasiswa Irak. 23 Barakati dkk.dalam penelitiannya mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 89,66º dan rerata sudut H sebesar 15,16º pada mahasiswa Saudi Arabia. 26 Sedangkan Hussein dkk.mendapatkan rerata sudut fasial sebesar 92,17º dan rerata sudut H sebesar 14,34º pada mahasiswa Palestina. 27 Hasil penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini dapat dikarenakan subjek penelitian yang berasal dari ras yang berbeda dan jumlah sampel penelitian yang berbeda. Uji korelasi Pearson s dilakukan terhadap hasil pengukuran dalam penelitian ini untuk melihat adanya hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah yaitu sudut fasial dan sudut H pada mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu. Hasil analisis diperoleh adanya hubungan sudut interinsisal dengan sudut fasial tetapi sangat lemah dan tidak signifikan. Selain itu, hasil analisis lain diperoleh adanya hubungan antara sudut interinsisal dengan sudut H dengan nilai korelasi sedang dan signifikan. Hasil uji korelasi yang didapat dalam arah negatif, artinya semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil pula sudut fasial dan sudut H, begitu pula sebaliknya. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan olehbasciftci dkk. yang melihat perbedaan profil jaringan lunak wajah sebelum dan sesudah dilakukan perawatan ortodonti dengan melakukan retraksi gigi insisivus. Hasil yang diperoleh untuk sudut fasial tidak mengalami perubahan yang signifikan yaitu 87,58º untuk sebelum perawatan dan 87,83º untuk sesudah perawatan. Sedangkan hasil yang diperoleh untuk sudut H mengalami perubahan yaitu 18,25º untuk sebelum perawatan dan 16,50º untuk sesudah perawatan. 17
35 Sudut H yang mengalami perubahan setelah dilakukan retraksi insisivus dapat disebabkan karena perubahan letak bibir atas akibat retraksi gigi insisivus sehingga sudut H menjadi lebih kecil. Halini didukung oleh penelitian Waldman yang menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perubahan kontur bibir atas dengan retraksi gigi insisivus atas. 28 Hamilah juga berpendapat bahwa terdapat korelasi antara inklinasi insisivus sentralis dengan konveksitas jaringan lunak, karena bibir atas selalu bertumpu pada insisivus sentralis dan tulang alveolar rahang atas. 12 Alshakhs melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat perubahan jaringan lunak wajah dengan retraksi gigi insisivus maksila dan mandibula. Alshakhs menyimpulkan bahwa tidak terdapat perubahan yang signifikan pada letak Pog sebelum dan sesudah dilakukan retraksi insisivus. 29 Sudut fasial juga sangat dipengaruhi oleh letak titik Pog karena menunjukkan maju mundurnya dagu terhadap kepala. 1 Pernyataantersebut mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa sudut fasial mempunyai hubungan yang sangat lemah dan tidak bermakna dengan sudut interinsisal. Zen juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara jaringan keras dan jaringan lunak menggunakan analisis Ricketts. Zen menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus bawah terhadap bidang profil, dan posisi bibir menurut analisis Ricketts. 2 Hasil ini juga didukung oleh Nurbayati yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara profil jaringan lunak wajah dengan sudut interinsisal. 22 Susilowati juga melakukan penelitian pada suku Bugis dan Makassar dan menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara besar sudut interinsisal dengan derajat konveksitas jaringan lunak wajah. Perbedaan ini dapat disebabkan karena titik-titik referensi yang digunakan untuk mengukur profil jaringan lunak wajah berbeda. Pada penelitian Susilowati pengukuran profil jaringan lunak wajah yang dipakai adalah analisis Subtelny, titik referensi yang digunakan yaitu N -Sn- Pog. Sedangkan penelitian ini menggunakan analisis Holdaway, dimana titik referensinya yaitu Ls-Pog. Selain itu, penelitian Susilowati menggunakan subjek penelitian yang berasal dari suku Bugis dan Makassar sementara pada penelitian ini
36 subjek penelitian berasal dari ras campuran antara Proto-Melayu dan Deutro- Melayu. 1
37 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rerata sudut interinsisal mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto- Melayu dengan Deutro-Melayu adalah 120,76º, nilai rerata sudut fasial adalah 88,60º dan nilai rerata sudut H adalah 15,74º. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut fasial) sebesar 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah dengan nilai signifikan (p) yang tidak bermakna yaitu sebesar 0,812. Selain itu, hasil uji korelasi juga menunjukkan terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah (sudut H) sebesar 0,441. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi sedang dengan nilai signifikan (p) yang bermakna sebesar 0,001. Korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah dalam arah negatif sehingga semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil sudut fasial dan sudut H, begitu juga sebaliknya. 6.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan populasi ras dan suku yang berbeda. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis jaringan lunak yang lain.