KELARUTAN MINERAL KALSIUM (CA) DAN FOSFOR (P) DAN FERMENTABILITAS BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HUBUNGAN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN BEBERAPA LEGUM POHON DENGAN PENYERAPAN MINERAL Ca DAN P PADA DOMBA LOKAL JANTAN OLEH NUNIK PUJI HARYANTI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

Pengaruh Suplementasi Daun Sengon (Albazia falcataria) Terhadap Kecernaan dan Fermentabilitas Bagasse Hasil Amoniasi Secara In Vitro

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

merupakan hasil fermentasi dari karbohidrat yang dibentuk oleh monosakarida dari hidrolisis selulosa oleh mikroba rumen. VFA terdiri dari asam asetat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

KECERNAAN HIJAUAN TURI (Sesbania grandifkora) DENGAN PENAMBAHAN AMPAS SAGU KUKUS YANG DIUJI SECARA IN VITRO. Ch. W. Patty ABSTRACT

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

Seminar Nasional Fakultas Peternakan Unpad ke-2 Sistem Produksi Berbasis Ekosistem Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

ABSTRAK. Kata Kunci : Legum Mulato, Rumput Campuran, Cairan Rumen ABSTRACT

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

TINJAUAN PUSTAKA. Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

Transkripsi:

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (CA) DAN FOSFOR (P) DAN FERMENTABILITAS BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO (Solubility of Calcium (Ca) and Phosphor (P) of Several Tree es Using In Vitro Technique) SUHARLINA 1, I.G. PERMANA 2 dan L. ABDULLAH 2 2 Konsentrasi Studi Peternakan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur Jl. Soekarno Hatta No. 1 Sengata, Kutai Timur, Kalimantan Timur 2 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRACT An in vitro experiment was carried out to examine the solubility of Ca and P of selected trees legume in ruminal fluids. The legumes were Pterocarpus indicus, Sesbania grandiflora, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala and Caliandra calothyrsus. The leaves were dried, ground and incubated in the ruminal fluids at 12 and 24 hours. The observed variables were solubility of Ca and P, concentration of ammonia and total VFA concentration. The data were analyzed using analysis of variance. The results showed that the VFA production of legume trees was not different statistically (P > 0.05). However, the solubility of Ca and P and the ammonia concentration of Sesbania grandiflora were significantly higher than those of other legumes (P < 0.05). There was significant relationship between solubility of Ca and P and ammonia concentration. Key Words: e Trees, Mineral Solubility, VFA, NH 3 ABSTRAK Penelitian in vitro ini dilakukan untuk menguji kelarutan Ca dan P beberapa jenis leguminosa pohon dalam cairan rumen. inosa pohon yang digunakan antara lain angsana (Pterocarpus indicus), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala) dan kaliandra (Caliandra calothyrsus) yang dinkubasi selama 12 dan 24 jam pada cairan rumen. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kelarutan mineral Ca da P, konsentrasi amonia (NH 3 ) dan konsentrasi VFA total. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi VFA dari beberapa jenis leguminosa pohon tersebut tidak berbeda nyata (P > 0,05). Namun, kelarutan mineral Ca dan P dan konsentrasi ammonia pada turi (Sesbania grandiflora) nyata lebih tinggi dari leguminosa lainnya (P < 0,05). ada hubungan yang signifikan antara kelarutan Ca dan P dan konsentrasi ammonia. Kata Kunci: inosa Pohon, Kelarutan Mineral, VFA, NH 3 PENDAHULUAN Hijauan merupakan bahan pakan yang dibutuhkan ternak ruminansia, namun ketersediaanya sangat tergantung pada musim. Pada musim kemarau sering kali terjadi defisiensi mineral yang disebabkan menurunnya kualitas padang penggembalaan alam. Hal ini menyebabkan produktivitas ternak yang rendah. Upaya perbaikan gizi pada ternak ruminansia telah banyak dilakukan dengan cara pemberian hijauan leguminosa. Hijauan legum umumnya hanya digunakan sebagai sumber protein. Namun, demikian dengan melihat kandungan mineral makro yang cukup tinggi, pemanfaatan legum pohon dapat juga ditujukan sebagai sumber mineral makro. Seperti yang dilaporkan oleh UNDERWOOD dan SUTTLE (1999) bahkan kandungan mineral legum pohon cukup tinggi dibandingkan rumput. Hal ini juga sejalan dengan penelitian SUTARDI et al. (1994) yang melaporkan bahwa legum pohon pada umumnya mengandung mineral yang cukup tinggi terutama kalsium, 772

sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan mineral. Mineral merupakan zat makanan yang berperan penting pada berbagai proses fisiologis dalam tubuh ternak dan mempengaruhi efisiensi produksi. Kebutuhan mineral pada ternak ruminansia tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pokok ternak sendiri tetapi juga dibutuhkan oleh mikroba didalam rumen. Mineral dalam rumen digunakan untuk aktivitas pembentukan sel, aktivitas selulolitik dan pertumbuhan mikroba. Mineral juga berguna dalam mengatur tekanan osmotik, sebagai larutan penyangga, sebagai potensi reduksi dan mengatur laju kelarutan didalam rumen. Kandungan mineral makro dalam hijauan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya spesies, umur tanaman, pengelolaan, iklim dan tipe tanah (MCDOWELL dan VALLE, 2000). Pada daerah pertanian tadah hujan seperti Indonesia bagian timur yang memiliki potensi besar dalam pengembangan peternakan, kandungan mineral hijauan tergantung pada ketersediaan air. Pada musim hujan kualitas hijauan relatif baik kandungan mineralnya, sedangkan pada musim kering akan terjadi sebaliknya. Untuk mengatasi defisiensi mineral pada ternak selama musim kemarau maka dibutuhkan mineral buatan. Namun harga mineral buatan relatif mahal. Untuk mengatasi hal tersebut, leguminosa pohon dapat dijadikan alternatif sebagai pakan sumber mineral. Kajian penggunaan hijauan legum pohon selain sebagai sumber suplemen protein juga perlu dilakukan untuk mengetahui potensi ketersediaan mineral makro bagi ternak. Akan tetapi, informasi mengenai ketersediaan (bioavailability) mineral dalam rumen yang berasal dari legum pohon masih terbatas. Mekanisme hubungan antara kelarutan mineral makro didalam rumen dengan proses fermentasi juga belum banyak diketahui, terutama sejauh mana peranan mineral dalam menunjang aktivitas mikroba rumen sehingga diperoleh produk-produk fermentasi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelarutan mineral Ca dan P dan fermentabilitas beberapa legum pohon didalam cairan rumen secara in vitro. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdiri dari dua tahap pengerjaan yaitu pengujian kelarutan mineral kalsium dan fosfor, dan fermentabilitas legum pohon didalam rumen (produksi VFA dan NH 3 ). pohon yang mempunyai potensi sebagai sumber mineral makro yang digunakan dalam penelitian ini adalah angsana (Pterocarpus indicus), turi (Sesbania glandiflora), gamal (Gliricidia sepium), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Bagian yang digunakan dari legum pohon tersebut adalah daunnya. Proporsi daun yang tua lebih banyak digunakan dari pada daun yang muda (pucuk daun). Daun legum pohon dikeringkan dibawah sinar matahari dan digiling halus. Daun yang sudah digiling digunakan untuk inkubasi secara in vitro dalam cairan rumen dengan waktu inkubasi 12 dan 24 jam. Setelah inkubasi sample disentrifuge pada kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit sehingga residu dan supernatannya terpisah. Sampel residu dikeringkan dalam oven untuk pengukuran kelarutan mineral, sedangkan supernatan digunakan untuk analisis VFA total dan NH 3. Untuk menghitung laju kelarutan mineral dalam rumen digunakan model matematik yang dikemukakan oleh ØRSKOV dan MCDONALD (1979), yaitu : Y = a + b (1 e - ct ) dimana: Y = kelarutan mineral dalam cairan rumen (mg/gram sample) a = kelarutan awal pakan(mg/gram sample) b = kelarutan mineral selama dalam cairan rumen(mg/gram sample) c = laju kelarutan mineral(mg/jam) t = waktu inkubasi (jam) Kandungan residu mineral setiap sampel dalam tabung fermentor memperlihatkan proporsi mineral yang terlarut dalam cairan rumen. Pengukuran kadar fospor dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer (UV 773

Visible) dengan panjang gelombang 660 nm, sedangkan untuk analisis kalsium dibaca konsentrasinya pada Spektrofotometer serapan atom (AAS). Kadar VFA total diukur dengan menggunakan Steam Destilation Method, sedangkan kadar amonia diukur dengan metode Micro Diffusion Conway. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian in vitro adalah Rancangan Acak kelompok (RAK) 5 x 3, yang terdiri dari 5 perlakuan legum yang berbeda (angsana, turi, gamal, lamtoro dan kaliandra) dan 3 kelompok berdasarkan cairan rumen yang berbeda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji kontras ortogonal mengikuti STEEL dan TORRIE (1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrisi legum pohon Kadungan mineral seperti Ca dan Mg pada legum pohon lebih tinggi dari rumput (SERRA et al., 1996). Kualitas hijauan pakan ditentukan oleh komposisi kimia hijauan. Hasil analisa komposisi kimia pakan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. pohon yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan protein kasar 18,58 sampai 22,76% BK. Lamtoro memiliki kandungan protein kasar (PK) yang lebih tinggi dan serat kasar (SK) yang lebih rendah dibandingkan dengan legum yang lain, tetapi rasio Ca : P sangat besar (5 : 1). Rasio Ca : P dalam ransum sangat penting dibandingkan dengan jumlahnya, karena kedua mineral tersebut saling mempengaruhi. Rasio Ca : P yang direkomendasikan adalah (1 : 1) sampai (2 : 1), tetapi pada umumnya ternak ruminansia lebih tahan terhap rasio Ca : P yang luas dibanding hewan hewan monogastrik (PARAKKASI, 1999). Rasio Ca : P legum angsana lebih baik diantara legum yang lain (3 : 1), tetapi kandungan serat kasar angsana lebih tinggi yaitu 23,25 % BK. Kandungan serat kasar pada pakan dapat mempengaruhi kecernaan pakan. Kelarutan mineral Mineral merupakan elemen elemen atau unsur kimia selain dari karbon, hidrogen dan nitrogen (PILIANG, 2001). Mineral makro (Ca dan P) yang terlarut dan yang tidak terlarut dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai kelarutan Ca dan P dalam cairan rumen berbeda untuk setiap jenis daun legum. Selama inkubasi 12 jam kandungan Ca tidak larut yang tertinggi terdapat pada lamtoro. Jumlah Ca terlarut selama inkubasi 12 jam pada masing masing legum bernilai negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah Ca yang tidak larut lebih besar dibandingkan dengan jumlah Ca yang terdapat dalam pakan. Hal ini bisa terjadi pada saat inkubasi selama 12 jam mikroba sedang aktif mencerna daun legum tersebut, sehingga Ca yang terdapat dalam daun mengalami proses mobilisasi menjadi Caorganik yakni terikat dalam sel mikroba. Tabel 1. Kandungan nutrisi beberapa Jenis Pohon (%BK) Nutrien Angsana Turi Gamal Lamtoro Kaliandra Abu 6,27 7,60 7,62 7,24 4,46 Protein kasar 20,15 20,99 18,58 22,76 18,70 Serat kasar 23,25 21,71 19,74 18,47 19,46 Lemak kasar 1,33 1,33 2,07 3,02 1,45 Beta-N 33,13 28,57 38,53 37,76 42,93 Ca 1,02 1,27 1,45 1,74 0,95 P 0,31 0,37 0,27 0,35 0,25 Ca : P 3 : 1 3 : 1 5 : 1 5 : 1 4 : 1 Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB 774

Tabel 2. Kelarutan Mineral Selama Inkubasi 12 dan 24 Jam (mg/kg BK Sampel) Kaliandra Angsana Turi Gamal Lamtoro 12 jam - 2,68 B - 0,65 A - 0,83 A - 2,09 B - 2,91 B 12,09 D 12,80 D 15,34 C 16,54 B 19,73 A P terlarut - 5,80 A - 7,40 B - 7,44 B - 10,07 C - 7,37 B tidak terlarut 7,90 D 10,27 B 9,31 C 12,12 A 8,74 E 24 Jam Ca terlarut 1,92 A 1,29 A 0,96 A - 0,15 B - 0,30 B tidak terlarut 10,24 C 13,21 B 13,48 B 16,96 A 9,71 C P terlarut 5,33 B 2,98 C 6,86 A 4,75 B 0,02 D tidak terlarut 6,83 D 11,51 A 7,58 C 12,06 A 9,39 B Superkrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01) Dengan demikian jumlah Ca yang tidak larut lebih tinggi dibandingkan jumlah Ca dalam pakan. Akibatnya jumlah Ca yang terdapat larutan bernilai negatif. Tidak jauh berbeda dengan Ca yang tidak terlarut, P yang tidak terlarut tertinggi juga terdapat pada daun lamtoro, dan lebih rendah dibawahnya adalah daun turi. P terlarut selama inkubasi 12 jam juga bernilai negatif. Hal tersebut karena sifat mineral P yang sangat mobile. Kondisi ini tidak berbeda dengan yang terjadi pada mineral Ca. Mineral P mengalami mobilisasi dan terikat oleh mikroba menjadi P- organik atau mineral P diikat oleh mineral Ca yang pada saat itu menjadi Ca-organik. Nilai kelarutan Ca dan P dapat terlihat setelah inkubasi 24 jam. Kelarutan Ca daun angsana, turi dan gamal sangat berbeda dengan lamtoro dan kaliandra. Kelarutan Ca lamtoro dan kaliandra masih bernilai negatif. Kelarutan mineral P kelima jenis legum setelah inkubasi 24 jam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01). Kelarutan mineral P diurutkan dari yang paling tinggi sampai terendah berturut-turut adalah daun gamal > turi > angsana dan lamtoro > kaliandra. Rendahnya kelarutan Ca dan P pada lamtoro dan kaliandra disebabkan oleh kandungan anti nutrisi pada kedua legum tersebut. Lamtoro dan kaliandra mengandung antinutrisi mimosin dan tannin. KEIR et al. (1997) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa mimosin dan tannin dapat mengurangi fermentabilitas pakan oleh mikroba dalam rumen. Produksi VFA Volatile Fatty Acids (VFA) yang biasa disebut asam lemak terbang merupakan hasil pencernaan karbohidrat oleh mikroba dalam cairan rumen. Komponen asam lemak terbang dalam rumen adalah asam asetat, asam propionat, asam-asam lemak rantai cabang berasal dari katabolisme protein. Konsentrasi asam lemak terbang cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (SEWET, 1997). VFA mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber energi utama bagi ternak dan sumber kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba (SUTARDI et al., 1983). Jika produksi VFA yang dihasilkan tinggi, maka mengindikasikan bahwa energi yang tersedia bagi mikroba rumen juga semakin tinggi sehingga aktivitas fermentasi mikroba juga dapat meningkat. Konsentrasi VFA dari berbagai jenis legum pohon dapat dilihat pada Tabel 3. 775

Tabel 3. Produksi VFA beberapa legum pohon Produksi VFA (mm) Angsana Turi Gamal Lamtoro Kaliandra 12 jam 57,73 99,20 79,56 60,24 55,25 24 jam 57,73 75,84 96,08 92,83 93,25 Produksi VFA rataan hasil penelitian ini berkisar 55,25 99,20 mm. SURYAPRATAMA (1999) menyatakan bahwa kisaran konsentrasi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup ternak adalah 80 160 mm, dengan titik optimum 110 mm. Secara umum konsentrasi VFA dari berbagai jenis legum pohon tidak menunjukkan adanya perbedaan (P > 0,05). Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (MCDONALD et al., 1988). Konsentrasi VFA pada angsana, turi dan gamal selama inkubasi 12 jam lebih tinggi dari lamtoro dan kaliandra. Akan tetapi, setelah inkubasi 24 jam konsentrasi VFA dari daun turi mengalami penurunan bertolak belakang dengan konsentrasi gamal, lamtoro dan kaliandra yang semakin meningkat, disebabkan oleh aktivitas mikroba rumen. Konsentrasi VFA meningkat setelah inkubasi selama 24 jam mengindikasikan bahwa mikroba rumen membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mencerna lamtoro dan kaliandra. Lamtoro dan kaliandra mengandung anti nutrisi tannin sehingga daya cernanya rendah. nitrogen (SEWED, 1997). Konsentrasi NH 3 dari beberapa jenis legum pohon disajikan dalam Tabel 4. Konsentrasi NH3 yang ditunjukkan beberapa jenis legume pohon diatas cukup tinggi. Konsentrasi optimal NH3 untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen berkisar antara 85 300 mg/l atau 6 21 mm (MCDONALD et al., 1995), dengan titik optimum 8 mm (SURYAPRATAMA, 1999). Konsentrasi NH3 pada lamtoro, kaliandra dan gamal yang diinkubasi selama 12 jam nyata lebih rendah dibandingkan legum yang lainnya. yang memiliki konsentrasi NH3 yang paling tinggi baik pada inkubasi selama 12 jam maupun 24 jam adalah turi. Hal ini karena kandungan protein kasar pada turi lebih tinggi dibandingkan dengan legum yang lain, sedangkan lamtoro mempunyai nilai kecernaan yang rendah meskipun protein kasarnya tinggi. Selain itu kaliandra memiliki zat anti nutrisi tanin yang menghambat kerja mikroba rumen dalam mencerna pakan. Produksi NH 3 tergantung dari kelarutan protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya pakan dalam rumen dan ph rumen (ORSKOV, 1982). Produksi amonia (NH 3 ) Amonia (NH 3 ) merupakan salah satu hasil perombakan protein oleh mikroba rumen. Konsentrasi NH 3 cairan rumen akan meningkat jika populasi protozoa meningkat, karena protozoa ikut berperan dalam proses daur ulang KESIMPULAN pohon memiliki rasio Ca - P dan laju kelarutan mineral yang berbeda. Kelarutan Ca dan P dapat terlihat setelah inkubasi 24 jam. Kelarutan Ca pada angsana, turi dan gamal lebih tinggi dibandingkan dengan lamtoro Tabel 4. Konsentrasi NH 3 beberapa jenis legum pohon Produksi NH 3 (mm) Angsana Turi Gamal Lamtoro Kaliandra 12 jam 12,28 B 28,83 A 8,30 C 6,30 C 2,51 C 24 jam 19,93 B 39,55 A 13,33 C 11,30 D 3,49 E Superkrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01) 776

dan kaliandra. Sedangkan kelarutan P tertinggi pada legum gamal. Kelarutan mineral P setelah inkubasi 24 jam diurutkan dari yang paling tinggi sampai terendah berturut-turut adalah daun gamal > turi > angsana dan lamtoro > kaliandra. DAFTAR PUSTAKA KEIR, B., N.V. LAI., T.R. PRESTON and E.R. ORSKOV. 1997. Nutritive value of leaves from tropical trees and shrubs: 1. In vitro gas production and in sacco rumen degradability. Livestock Research for Rural Development. 9. 4. MCDONALD, P., R.A. EDWARDS, J.F.D. GREENHALG, and C.A. MORGAN. 1988. Animal Nutrition. 4 th Edition. Longman Scientific and Technical, New York MCDONALD, P., R.A. EDWARDS and J.F.D. GREENHALG, and C.A. MORGAN. 1995. Animal Nutrition. 5 th Ed. Longman Scientific and Technical, New York. MCDOWELL, L., and R., G. VALLE. 2000. Major mineral in forage. In: Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. GIVEN, D.I., E. OWEN, R. F. E. AXFORD and H.M. OMED (Eds.) CABI Publishing. UK, London. ORSKOV, E.R.1982. Protein Nutrition in Ruminants. Academic Press, London. ORSKOV, E.R. and I. MCDONALD. 1979. The estimation of protein degradability in rumen from incubation measurements weighed according to rate of passage. J. Agri. Sci. 1979: 499 503. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta. PILIANG, W.G. 2001. Nutrisi Mineral. Edisi ke-4. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SEWET, U. 1997. Dinamika Populasi dan Aktivitas Fermentasi Mikriba Rumen Kambing yang Diberi Pakan Kaliandra (Calliandra calothyrsus). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SERRA, S.D., A.B. SERRA, T. ICHINOHE and T. FUJUHARA. 1996. Ruminal sulubilization of macrominerals in selected Philippine forages. AJAS. 9 : 75 81. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1981. Principles and Procedures of Statistic. Mc Grow Hill Book Co. Inc., New York. SURYAPRATAMA, W. 1999. Efek suplementasi asam lemak volatil bercabang dan kapsul lisin serta treonin terhadap nutrisi protein sapi Holstein. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUTARDI, T., N. A. SIGIT dan T. TOHARMAT. 1983. Standarisasi mutu protein bahan makanan ruminansia berdasarkan parameter metabolismenya oleh mikroba Rumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUTARDI, T., D. SASTRADIPDRADJA, T. TOHARMAT, A. SARDIANA dan I.G. PERMANA. 1994. Peningkatan produksi ternak ruminansia melalui amoniasi pakan serat bermutu rendah, defaunasi dan suplementasi protein tahan degradasi dalam rumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. UNDERWOOD, E.J. and N.F. SUTTLE. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock. 3 rd Edition. CABI Publishing. London. 777