Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

Bab III Bahan dan Metode

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. daerah Gunung Kidul Yogyakarta dan pesisir Nusa Tenggara (Julyasih et

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

MANAJEMEN KUALITAS AIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Buah pepaya kaya akan antioksidan β-karoten, vitamin C dan flavonoid. Selain itu buah pepaya juga mengandung karpoina, suatu alkaloid yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri keberadaannya. Dewasa ini, banyak penyebab penyebab yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

I. PENDAHULUAN. sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun

BAB I PENDAHULUAN. (Cyclea barbata Meer), cincau hitam (Mesona palustris), cincau minyak

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

Kandungan Proksimat dan Aktivitas Antioksidan Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) di Perairan Kupang Barat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

Bab V Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

ABSTRAK. Kata kunci : Kapasitas antioksidan, Total fenol, Buah mengkudu, Fermentasi

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

INTISARI UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH

Transkripsi:

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah pesisir Teluk Kupang cukup luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh Pulau Semau dan Pulau Kera (Bappeda NTT, 2004). Kawasan pesisir Kecamatan Kupang Barat terdiri atas enam desa yaitu Desa Bolok, Kuanheum, Nitneo, Tesabela, Tablolong dan Lifuleo. Kawasan di sekitar perairan Kecamatan Kupang Barat pada umumnya mempunyai pantai yang datar dan berpasir, substrat yang berpasir, berlumpur, berpasir-berlumpur, pecahan karang, dan berkarang-berpasir (Kamlasi 2008). Rumput laut merupakan salah satu organisme laut yang memerlukan habitat lingkungan untuk tumbuh dan berkembang biak. Pertumbuhan rumput laut sangat tergantung dari faktor-faktor oseanografi seperti parameter fisika dan kimia perairan. Secara umum kondisi perairan di daerah Kecamatan Kupang Barat masih dalam kategori cukup baik untuk budidaya rumput laut, disajikan pada Tabel 1. 27

B. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pengambilan data parameter fisika dan kimia perairan, dilakukan pada bulan September tahun 2012, pada saat musim pancaroba. Lokasi pengambilan sampel pada dua titik yaitu pada lokasi di Tablolong dan Lifuleo, Kupang Barat (Gambar 4). 28

Tabel 1. Parameter fisika dan kimia perairan di Lifuleo dan Tablolong Parameter Fisik-Kimia Perairan No Lokasi Budidaya 1 Lifuleo 2 Tablolong ph Suhu ( 0 C) Salinitas per mil ( 0 / 00) Oksigen terlarut (mg/l) Kecerahan (m) Kecepatan arus (cm/dtk) Kedalaman (m) 7,01 25,94 32 7,30 >5 16-32 3,59 8,16 26,19 30,82 6,49 >5 20-30 2,79 8,16 26,50 30,76 7,75 >5 20-32 3,14 8,17 27 30,79 7,75 >5 20-30 2,67 Rerata 7,87 26,40 31,09 7,32 3,05 29 29

a. Salinitas Parameter kimia yang sangat berperan dalam budidaya rumput laut adalah salinitas. Kisaran salinitas yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Kisaran salinitas yang terukur selama penelitian di kedua lokasi tersebut masih dalam kisaran yang dapat mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini sesuai dengan pendapat Kadi (2006) yang menyatakan bahwa rumput laut dapat tumbuh subur pada daerah tropis yang memiliki salinitas perairan 32-34 per mil. b. Kecepatan Arus Kadi dan Atmadja (1988) menyatakan bahwa kecepatan arus yang baik untuk budidaya Eucheuma adalah 20-40 cm/detik. Dengan kondisi seperti ini, akan memudahkan penggantian dan penyerapan hara yang diperlukan oleh rumput laut. c. Suhu Suhu mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesis, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Dawes, 1981). Kadi dan Atmadja (1988) menyatakan bahwa suhu yang 30

dikehendaki pada budidaya Eucheuma berkisar antara 27-30 0 C. Berdasarkan kisaran suhu tersebut maka evaluasi suhu perairan di Kecamatan Kupang Barat menunjukkan bahwa perairan tersebut layak untuk budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan kisaran rata-rata 26-27 0 C. d. Kecerahan Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam suatu perairan. Bird dan Benson (1987) menyatakan bahwa kecerahan untuk budidaya Eucheuma cottonii adalah lebih besar dari 5 meter. Berdasarkan data kecerahan yang diperoleh, kedua lokasi penelitian tersebut memiliki kecerahan perairan lebih dari 5 meter atau bisa dikatakan 100% memiliki kecerahan yang baik. e. ph. Kisaran nilai rata-rata ph yang terukur selama penelitian pada kedua lokasi masih dalam kisaran yang dapat ditolerir sehingga dapat mendukung pertumbuhan rumput laut. Hal ini disebabkan antara lain sumber bahan pencemar relatif lebih sedikit (berasal dari limbah domestik), tidak ada industri sebagai penyumbang terbesar terhadap perubahan ph. Menurut Kadi dan Atmadja (1988) dalam Sirajuddin 31

(2009) nilai ph yang baik bagi pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma berkisar antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,9-8,3. Lebih lanjut Luning (1990) menyebutkan bahwa peningkatan nilai ph akan mempengaruhi kehidupan rumput laut. Kecenderungan perairan memiliki tingkat keasaman yang tinggi disebabkan karena masuknya limbah organik dalam jumlah besar. f. Oksigen Terlarut. Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan organisme untuk proses respirasi. Kisaran oksigen terlarut yang diperoleh selama penelitian di kedua lokasi tersebut sudah mendukung pertumbuhan rumput laut yaitu berkisar 6,49-7,75 mg/l. Nilai oksigen terlarut terendah adalah 5 mg/l, sebab jika oksigen terlarut lebih rendah dari 5 mg/l dapat diindikasikan perairan tersebut mengalami gangguan kekurangan oksigen akibat kenaikan suhu pada siang hari, malam hari akibat respirasi organisme air, juga disebabkan oleh adanya lapisan minyak di atas permukaan air dan masuknya limbah organik yang mudah larut (Kamlasi, 2008). 32

C. Komposisi Proksimat Eucheuma cottonii Komposisi proksimat rumput laut merah Eucheuma cottonii diukur berdasarkan berat basah dan berat kering seperti disajikan pada Tabel 2. Secara statistik, hasil pengukuran komposisi proksimat rumput laut di Tablolong dan Lifuleo menunjukkan tidak berbeda secara signifikan di antara dua lokasi penelitian, disajikan pada Tabel 3. Diduga tidak berbedanya komposisi nutrisi rumput laut pada kedua lokasi tersebut oleh karena Tablolong dan Lifuleo masih berada pada satu wilayah perairan yang sama. Pada ke dua lokasi tersebut memliki kondisi kualitas perairan yang relatif sama sehingga distribusi nutriennya tidak menyebar dan cenderung sama. Salah satu faktor pendukung keberhasilan budidaya rumput laut adalah kualitas air, disajikan pada Tabel 1. Tabel 2. Rata-rata Kandungan Proksimat dari Berat Kering Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) di Lokasi Tablolong dan Lifuleo. Lokasi Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Proksimat Kadar Protein Serat Kasar Karbohidrat Aras signifikan Tablolong 90,05 a 17,69 a 0,53 a 3,82 a 4,15 a 73,81 a P>0,05 Lifuleo 89,33 a 19,70 a 1,35 a 3,53 a 4,20 a 71,22 a P>0,05 Rumput laut pada umumnya memiliki kandungan protein yang tinggi. Namun kandungan protein sampel rumput laut yang diperoleh di Tablolong dan Lifuleo yaitu 3,82% hingga 3,53% berat kering. 33

Sedangkan berdasarkan penelitian Yulianingsih dan Tamzil (2007), mengenai komposisi proksimat rumput laut dari beberapa daerah di Indonesia Timur seperti di Bali (7,13%), Lombok (5,01%), dan Biak (4,75%). Berbeda juga dengan hasil penelitian Ariyati dan Rahmawati (2005) bahwa kandungan protein E. cottonii yang berada di Pulau Karimunjawa menunjukkan kadar protein rumput laut kering yaitu (1,87-2,09%), hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan protein yang ada di beberapa daerah di Indonesia Timur dan lokasi sampel. Dari hasil komposisi proksimat yang berbeda perairan ternyata bervariasi nilai nutrisi yang terkandung didalamnya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Burtin (2003) dan Darcy-Vrillon (1993) bahwa komposisi gizi rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, daerah, musim, suhu, iklim, area geografi, air dan kondisi laut yang dapat menyebabkan perbedaan komposisi gizi rumput laut. Hasil penelitian Burtin (2003) juga menunjukkan bahwa kandungan protein lebih tinggi baik pada rumput laut cokelat (5-15% dari berat kering) maupun pada rumput laut merah dan hijau (10-30%) dari berat kering. Sebaliknya kandungan protein untuk spesies Hypnea floresii secara berturut-turut 3,05% dan 1,71% lebih rendah dibandingkan hasil penelitian di perairan 34

Kecamatan Kupang Barat. Menurut Fleurence (1999), kadar protein tertinggi diperoleh pada musim dingin dan musim semi, sedangkan kadar protein terendah tercatat selama musim panas. Umumnya rumput laut memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 1-5% berat kering sehingga rumput laut aman dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Kandungan lemak dari rumput laut sampel sebesar 0,53-1,35% berat kering. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan yang dilaporkan oleh Wong dan Cheung (2000) yaitu pada spesies S. filamentosa 1,10% dan spesies Hypnea floresii 2,46% berat kering. Mereka juga menemukan bahwa kandungan lemak dari rumput laut merah (Hypnea charoides dan Hypnea japonica) dan rumput laut hijau (Ulva lactuca) sangat rendah berkisar dari 1,42 hingga 1,64% berat kering. Berdasarkan hasil analisis sampel menunjukkan bahwa dengan kandungan lemaknya yang rendah menyebabkan rumput laut digunakan sebagai salah satu bahan penyusun utama pada makanan diet rendah lemak dan dapat dijadikan sebagai bahan pangan yang dapat menghindari dari sejumlah penyakit seperti obesitas, stroke dan penyumbatan pembuluh darah. Rumput laut merupakan salah satu sumber serat yang baik. Berdasarkan berat kering, kandungan serat 35

kasar rumput laut sampel memiliki kisaran yang sempit yakni 4,15-4,20% dibandingkan dengan serat kasar di Bali (8,00%), Lombok (16,00%) dan Biak (16,00%). Hal yang sama juga terlihat pada kandungan karbohidrat berkisar antara 71,22% hingga 73,81% berat kering lebih tinggi dari Karimunjawa 58,29%. Dengan hasil tersebut, rumput laut menunjukkan sifat potensial sebagai bahan makanan. Secara umum rumput laut kaya akan polisakarida nonpati, vitamin dan mineral (Mabeau dan Fleurence, 1993). Selain itu, rumput laut dapat dijadikan sebagai sumber makanan berserat dan bahan baku pangan (Lahaye dan Jeou, 1993). Hasil dari mengkonsumsi rumput laut yang kaya serat, dapat mengurangi risiko dari penyakit kronis seperti obesitas, penyakit jantung, diabetes, kanker dan sebagainya (Southgate, 1990). Di Eropa, rumput laut digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan aditif seperti alginat atau bahan pakan. Pada kebanyakan kasus, rumput laut digunakan sebagai pangan atau pakan karena kandungan mineral dan sifat fungsional dari polisakaridanya (Fleurence, 1999; Burtin, 2003). Hingga saat ini, polisakarida digunakan sebagai pangan, kosmetik, bahan pembuatan cat, kertas dan 36

industri bangunan, industri makanan dan obat-obatan (Dere dkk. 2003). D. Aktivitas Antioksidan Berdasarkan Penangkapan Radikal DPPH Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan (Brand-Williams, 2001). 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazyl (DPPH) adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain (Molyneux, 2004). Uji ini digunakan untuk menguji kemampuan senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai penangkal radikal proton atau donor hidrogen (Singh dan Rajini 2004). Aktivitas penangkapan terhadap radikal bebas ditetapkan sebagai persen penghambatan yang dapat dihitung dengan persamaan : % Inhibisi = x 100% Keterangan : AB = Absorbansi Blanko AS= Absorbansi Sampel 37

Parameter yang digunakan untuk mengetahui hasil pengujian dengan metode DPPH adalah effecient concentration (EC50) atau inhibition concentration (IC50), merupakan konsentrasi larutan substrat atau sampel yang menyebabkan penurunan aktivitas DPPH sebesar 50%. Tabel 3. Aktivitas Antioksidan dan Persen Penghambatan Antiradikal (Eucheuma cottonii) di Lokasi Lifuleo dan Tablolong. Sampel Lifuleo Tablolong Ulangan Berat sampel (g) Absorbansi sampel Konsentrasi Sampel Aktivitas antioksidan (mg AAE/g) Penghambatan antiradikal (%) 1 56, 0318 0, 5343 129, 000 230, 2264 18,84 2 57, 1236 0, 5312 132,100 23, 2529 19,31 3 61, 452 0, 5758 87, 500 143, 1020 12,94 4 62, 5312 0, 5732 90, 100 144, 0881 12,93 1 56, 5660 0, 5700 93, 300 164, 9401 13,41 2 54, 2367 0, 5738 89, 500 165, 0174 12,84 3 52, 3063 0, 5207 142, 600 272, 6249 20,91 4 52, 0156 0, 5204 142, 900 274, 7253 20,95 Ket : Absorbansi blanko = 0.6583 Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang diperoleh dari dua lokasi sampel yang berbeda yaitu Eucheuma cottoni di perairan Tablolong berada pada kisaran 164,94 mg AAE/g hingga 274,73 mg AAE/g dengan rataan 219,33 mg AAE/g. Sedangkan rataan aktivitas antioksidan E. cottoni di perairan Lifuleo lebih rendah yakni sebesar 38

187,17 mg AAE/g dengan kisaran nilai antara 143,10 231,25 mg AAE/g. Kurva kalibrasi menggunakan kurva standar asam askorbat, diperoleh dengan pengukuran absorbansi sampel rumput laut dibandingkan dengan konsentrasi asam askorbat, telah sesuai dengan persamaan linier y = 0,0010x - 0,005 dengan koefisien korelasi (R 2 ) = 0,998. Rentang linier absorbansi standar dari 0,1321 0,6411 dengan rentang konsentrasi standar 25,6 µg/ml 409,6 µg/ml. Setiap titik dari kurva kalibrasi rata-rata dari dua pengukuran absorbansi. Dari keseluruhan sampel rumput laut yang diekstrak, didapatkan bahwa nilai absorbansi sampel lebih kecil dari pada absorbansi blanko. Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut merah aktif sebagai antioksidan. Pengukuran absorbansi ekstrak rumput laut menggunakan pelarut air pada volume air yang sama (100 ml). Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi sampel dan blanko, diperoleh nilai persen penghambatan (%) radikal bebas untuk kedua lokasi menunjukkan bahwa prosentasi penghambatan dari sampel rumput laut di Lifuleo (rerata = 16%) dan di Tablolong (rerata = 17%). Hal ini menunjukkan bahwa E. cottonii di kedua perairan memiliki kemampuan untuk penangkapan radikal bebas. Selain itu hasil 39

analisis di atas memberikan indikasi bahwa kehadiran senyawa antioksidan yang umumnya bersifat bipolar di alam yang dikandung oleh rumput laut merah E. cottoni di perairan Kecamatan Kupang Barat bisa berfungsi sebagai komponen antioksidatif yang tentunya membantu rumput laut merah untuk mengatasi stres oksidatif (Altena, 1992). Beberapa hasil penelitian tentang rumput laut melaporkan bahwa aktivitas penangkapan radikal bebas dipengaruhi oleh tipe ekstrak, musim, spesies, dan lokasi budidaya Connan dkk (2004). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada musim panas, radiasi cahaya matahari yang tinggi akan memicu sintesis substansi oksidan radikal sehingga meningkatkan senyawa fenol yang bekerja sebagai antioksidan % Penghambatan = - 0.8960 + 0.1529 Konsentrasi 21 20 19 Y= -0.8960 + 0.1529x ; R 2 = 99.5% S 0.302847 R- Sq 99.5% R- Sq(adj) 99.4% % Penghambatan 18 17 16 15 14 13 12 80 90 100 110 120 Konse ntrasi 130 140 150 Gambar 5. Hubungan konsentrasi (ppm) sampel dengan persentase inhibisi (%) 40

Nilai Inhibisi 50% diperoleh dari persamaan linier dengan konsentrasi (ppm) sebagai absis (x) dan nilai persentase inhibisi sebagai ordinat (y). Nilai IC50 dari perhitungan pada saat persen inhibisi sebesar 50% dengan persamaan y = ax + b adalah sebesar 16,44 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat, karena mempunyai IC50 kurang dari 50 ppm. Menurut (Bios 1958 dalam Molyneux 2004), suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan yang sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 50 100 ppm, sedang apabila nilai IC50 100 150 ppm, dan lemah bila nilai IC50 antara 150 200 ppm. 41