TINGKAT KETERGANTUNGAN NELAYAN GILLNET DI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP SUMBERDAYA IKAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT KETERGANTUNGAN NELAYAN GILLNET DI PPI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP SUMBERDAYA IKAN IIN SOLIKHIN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN OPERASI UNIT PENANGKAPAN GILLNET MILLENIUM 30 GT DI PPI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU DHIMAS SETIADI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Desain dan spesifikasi alat tangkap gillnet dan trammel net. Gillnet

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

OPTIMASI TEKNIS PERIKANAN GILLNET MILLENIUM DI DESA KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU WILLY ARISTAKING

POLA ANTRIAN KAPAL PERIKANAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU AYANG ARMELITA ROSALIA

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA

BAB III BAHAN DAN METODE

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pengembangan perikanan tangkap di Desa Majakerta, Indramayu, Jawa Barat

EFISIENSI WAKTU PENDARATAN IKAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN JARING INSANG DI PPI DUMAI. Fitri Novianti 1) Jonny Zain 2) dan Syaifuddin 2)

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

Lampiran 1. Peta Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR ABSTRAK

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

Usaha Perikanan Tangkap Multi Purpose di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGARUH PERKREDITAN KPL (KOPERASI PERIKANAN LAUT) MINA SUMITRA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN GILLNET DI DESA KARANGSONG KABUPATEN INDRAMAYU

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

KERAMAHAN GILLNET MILLENIUM INDRAMAYU TERHADAP LINGKUNGAN: ANALISIS HASIL TANGKAPAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Penyusun

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

STRATEGI ADAPTASI NELAYAN CIREBON, JAWA BARAT Adaptation strategy of Cirebon s Fishermen, West Java

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN JARING INSANG TETAP DAN BUBU DI KECAMATAN MEMBALONG KABUPATEN BELITUNG

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS USAHA PENANGKAPAN RAWAI DAN PENGEMBANGANNYA DI KOTA DUMAI. Suliani 1), Irwandy Syofyan 2), T.Ersti Yulika Sari 2)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

OPTIMASI TEKNIS PERIKANAN GILLNET MILLENIUM DI DESA BAKAMBAT KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Ketaatan Kapal Penangkap Jaring Insang di Laut Arafura yang Berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

FAKTOR-FAKTOR PENENTU KINERJA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) DADAP DI KABUPATEN INDRAMAYU

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

PENANGKAPAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) DI SEKITAR PULAU TIMOR. (SNAPPER (Lutjanus sp.) FISHERIES IN KUPANG REGENCY OF EAST NUSA TENGGARA PROVINCE)

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

Time Efficiency Of Fish Landing Toward Mooring Time Sondong Fishing Boats In Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai City Riau Province ABSTRACT

4 KONDISI PERIKANAN DEMERSAL DI KOTA TEGAL. 4.1 Pendahuluan

THE EFFICIENCY OF SUPPLIES CHARGING TIME GILL NET AT FISHING PORT DUMAI CITY RIAU PROVINCE ABSTRACT.

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

3 METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

ANALYSIS OF BOTTOM GILLNET FISHING AND DEVELOPMENT IN DUMAI CITY

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 16 TAHUN 1964 TENTANG SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN: PRAKTEK SISTEM BAGI HASIL PERIKANAN DI PPI MUARA ANGKE

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI BAJOMULYO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS PENDAPATAN NELAYAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE 9 GT DAN 16 GT DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) MORODEMAK, DEMAK

SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI PANTAI INDAH MUKOMUKO INDAH DWI TIARA

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN NELAYAN PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) DAN PANCING TONDA (TROLL LINE) DI PPP TAMPERAN PACITAN, JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS ALAT TANGKAP JARING RAMPUS DI PPN KARANGANTU PROVINSI BANTEN YOHAN JIMMY RONALDO

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

ANALISIS SISTEM USAHA PERIKANAN GILLNET MILLENIUM DI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 63-71 ISSNN 2087-4871 TINGKAT KETERGANTUNGAN NELAYAN GILLNET DI KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU TERHADAP SUMBERDAYA IKAN (DEPENDENCY OF GILLNET FISHER IN KARANGSONG, INDRAMAYU TO FISH RESOURCES) Iin Solikhin 1,2, Eko Sri Wiyono 2 dan Akhmad Solihin 2 1Corresponding author 2 Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680, Indonesia E-mail: iinsolikhin.psp46@gmail.com ABSTRACT Fishermen have a high level dependency on fish resources. Therefore, it is necessary to make a job diversification as an alternative income. However, to diversify the job, it is necessary to analyze the dependency level of fishermen on fish resources. The purpose of this research are (1) to describe gillnet fisheries in PPI Karangsong, (2) to analyze the dependency level of fishermen in PPI Karangsong on fish resources. Using cryterias of number of families, time allocation, income, and expenses dependency level ofishermen were calculated using Multi Cryteria Analysis (MCA). The result of this stydy showed that gillnet fishermen in Karangsong coastal fishing port is dominated by gillnet 0-10 GT group. Gillnet ship which less than 25 GT is still using ice to preserve the fish, while the bigger ship ( 25 GT) already using freezer. Dependency level of fishermen who operated gillnet < 20 GT is higher than gillnet > 20 GT. Keywords: Dependency, fishermen, gillnet, Indramayu, Karangsong ABSTRAK Ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan pada umumnya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya diversifikasi pekerjaan sebagai sumber pendapatan alternatif saat ikan susah didapatkan. Namun untuk melakukan diversifikasi pekerjaan tersebut, maka perlu dilihat terlebih dahulu tingkat ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mendeskripsikan perikanan gillnet di PPI Karangsong, (2) menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan. Perhitungan tingkat ketergantungan menggunakan Multi Cryteria Analysis dengan kriteria yang digunakan yaitu jumlah keluarga, alokasi waktu, pendapatan, dan pengeluaran. Perikanan gillnet di PPI Karangsong didominasi oleh kelompok gillnet 0-10 GT. Kapal gillnet < 25 GT masih menggunakan es, sedangkan kapal 25 GT menggunakan freezer. Tingkat ketergantungan nelayan gillnet 0-20 GT terhadap sumberdaya ikan lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan gillnet > 20 GT. Kata kunci: Gillnet, Indramayu, ketergantungan, nelayan, PPI Karangsong I. PENDAHULUAN Ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan pada umumnya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi. Namun untuk memanfaatkan sumberdaya ikan ini, nelayan harus menghadapi resiko yang tinggi seperti resiko keselamatan kerja dan ketidakpastian hasil tangkapan yang tinggi. Saat musim paceklik, nelayan sering kali mengalami kesusahan untuk menangkap ikan di laut dan bahkan tidak mendapatkan ikan sama sekali. Selain itu, nelayan juga tidak dapat melaut karena cuaca buruk. Sehingga saat musim paceklik nelayan sering kali tidak berpenghasilan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan yang tinggi. Kondisi tersebut juga dialami oleh nelayan di PPI Karangsong. PPI Karangsong merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang memiliki aktivitas perikanan yang teramai di Indramayu. Berdasarkan data produksi ikan dari tahun 2007-2010 yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu (2010), PPI Karangsong memiliki produksi ikan yang tertinggi dibandingkan dengan pelabuhan perikanan lain yang ada di Indramayu. Banyaknya produksi ikan tersebut didominasi oleh produksi dari unit Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB E-mail: jtpkipb@gmail.com

penangkapan gillnet. Berdasarkan data unit penangkapan ikan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Indramayu (2010), unit penangkapan ikan yang ada di PPI Karangsong mayoritas unit penangkapan gillnet. Sekitar 80% dari total unit penangkapan ikan yang ada di PPI Karangsong merupakan unit penangkapan gillnet dengan ukuran kapal yang beragam. PPI Karangsong yang dikelola oleh KPL Mina Sumitra ini juga pernah menjadi pelabuhan perikanan terbaik di Jawa Barat. Sehingga penulis tertarik untuk mendeskripsikan keragaan perikanan gillnet yang ada di PPI Karangsong dan menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet terhadap sumberdaya ikan. Nelayan gillnet di PPI Karangsong mengalami kesulitan untuk mendapatkan ikan saat musim paceklik. Bahkan beberapa nelayan gillnet di PPI Karangsong tidak melakukan operasi penangkapan ikan saat musim paceklik. Sehingga nelayan tidak mempunyai penghasilan, karena tidak mendapatkan ikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan diversifikasi pekerjaan agar nelayan gillnet di PPI Karangsong mempunyai sumber pendapatan alternatif. Namun untuk melakukan diversifikasi pekerjaan tersebut, maka perlu dilihat terlebih dahulu tingkat ketergantungan nelayan gillnet terhadap sumberdaya ikan. Sehingga penelitian tentang deskripsi sistem perikanan gillnet dan tingkat ketergantungan nelayan gillnet terhadap sumberdaya ikan di PPI Karangsong penting dilakukan untuk mengetahui kelompok nelayan gillnet mana yang harus lebih diprioritaskan dalam melakukan diversifikasi pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2013, bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Bahan yang digunakan terdiri dari kuesioner, nelayan gillnet, dan data sekunder. Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari alat pengukur panjang dengan skala 1 mm, laptop, kamera, dan alat tulis. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Metode penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Analisis perikanan gillnet dilakukan secara deskriptif dan analisis tingkat ketergantungan menggunakan Multi Criteria Analysis (MCA). Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam bidang penangkapan ikan, alokasi waktu untuk melaut, persentase pendapatan rumah tangga nelayan dari bidang penangkapan ikan, dan persentase pengeluaran rumah tangga nelayan untuk penangkapan ikan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Sistem Perikanan Gillnet 3.1.1. Konstruksi Gillnet Konstruksi gillnet di PPI Karangsong sama seperti gillnet pada umumnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Subani dan Barus (1989) bahwa bagian-bagian utama pada jaring insang, yaitu pelampung (float) dan tali pelampung (float line), tali ris atas dan tali ris bawah, badan jaring (webbing atau net), pemberat (sinker) dan tali pemberat (sinker line atau lead line), serta srampad (selvedge). Ukuran dan jumlah bagian bagian tersebut bergantung pada posisi pengoperasiannya di dalam laut. Demikian juga dengan gillnet yang ada di PPI Karangsong. Gillnet di PPI Karangsong dibuat dari bahan polyamide monofilament dengan serat pilinan 8-12 ply berwarna putih transparan agar tidak mudah terlihat oleh ikan. Ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 3.25-4 inchi. Pelampung jaring terbuat dari bahan polyurethane, dengan jumlah pelampung 25 buah per piece dengan jarak antar pelampung 3 m. Pelampung umbul yang digunakan terbuat dari bahan plastik atau styrofoam. Jarak antar pelampung umbul 25 meter dengan jumlah dalam satu piece 3 buah. Sedangkan untuk pelampung tanda digunakan bahan polyurethane yang diikatkan pada sebuah tongkat kayu dengan panjang 3 meter yang telah diberi tanda berupa bendera atau lampu. Pemberat yang digunakan terbuat dari semen cor 64 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1. Mei 2013: 63-71

ISSN 2087-4871 berbentuk lingkaran pipih dengan diameter 8 cm tebal 5 cm dan berat 400 gram. Pemberat dipasang dengan jarak 9 meter. Tali ris yang digunakan terbuat dari bahan tambang PE multifilament dengan panjang 75 m dan diameter 6 mm. 3.1.2. Nelayan Gillnet Jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung pada ukuran kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Hal ini juga sama seperti yang diungkapkan oleh Miranti (2007) yaitu jumlah nelayan tiap kapal gillnet tidaklah sama, tergantung pada skala usaha tersebut. Dalam operasi penangkapan gillnet biasanya dioperasikan oleh 2-5 orang nelayan untuk kapal yang berukuran 0-10 GT, 6-12 orang nelayan untuk kapal berukuran 11-30 GT, dan 10-14 orang nelayan untuk kapal berukuran > 30 GT. Sistem bagi hasil nelayan gillnet yang diterapkan di PPI Karangsong untuk kapal yang berukuran < 25 GT yaitu 50% untuk pemilik dan 50% untuk ABK. Nahkoda mendapat bagian 1,5 kali lebih besar dari pendapatan per-abk. Sedangkan untuk kapal yang berukuran 25 GT yaitu 60% untuk pemilik dan 40% untuk ABK. Nahkoda kapal mendapat 2 kali lebih besar dari pendapatan per- ABK. 3.2. Metode Pengoperasian Alat Tangkap Gillnet di PPI Karangsong umumnya dioperasikan pada malam hari. Pengoperasiannya dibagi dalam empat tahap yaitu: persiapan, penentuan fishing ground, pengoperasian alat tangkap (setting, soaking, dan hauling), dan penyortiran serta pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka. Metode pengoperasian gillnet di Karangsong tersebut sama seperti pengoperasian gillnet yang diungkapkan oleh Miranti (2007) yang menyatakan bahwa secara umum metode pengoperasian alat tangkap gillnet terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan. 2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI). 3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking), dan pengangkatan jaring (hauling). 4) Penanganan hasil tangkapan. 3.2.1. Kapal Gillnet Kapal gillnet yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan dasar kayu dan digolongkan berdasarkan ukuran kapal yaitu 0-10 GT, 11-30 GT, dan >30 GT. Banyak trip per bulan untuk kapal 3 GT dan 6 GT sebanyak 20-30 kali tergantung pada musim dengan lama trip 1-2 hari dan rata-rata dalam satu tahun melakukan 210 trip. Kapal 20 GT lama tripnya 14-20 hari dan rata-rata dalam satu tahun melakukan 14 trip. Kapal 30 GT lama tripnya 30-40 hari dan rata-rata dalam satu tahun melakukan 7 trip. Kapal 34 GT lama tripnya 30-40 hari dan ratarata dalam satu tahun melakukan 7 trip. Kapal 40 GT lama tripnya 40-60 hari dan rata-rata dalam satu tahun melakukan 5 trip. Kapal dengan ukuran 25 GT di wilayah PPI Karangsong umumnya telah menggunakan mesin pendingin (freezer). 3.2.2. Biaya Operasi Biaya operasi unit penangkapan gillnet di Karangsong bersumber dari pemilik kapal. Biaya operasi yang dibutuhkan pada kegiatan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet terdiri dari biaya solar, biaya perbekalan es, dan makanan. Banyaknya solar yang dibutuhkan untuk kapal yang berukuran 3 GT sebanyak 30 liter dan kapal berukuran 6 GT membutuhkan solar sebanyak 50 liter dengan lama trip 1-2 hari. Sedangkan biaya untuk ransum/perbekalan pada kapal berukuran 3 GT sebesar Rp 145.000 dan 6 GT sebesar Rp 346.000. Kapal berukuran 20 GT membutuhkan solar sebanyak 1.200 liter dengan lama trip 20 hari dan biaya perbekalannya Rp 7.044.000 per trip. Kapal berukuran 30 GT membutuhkan solar sebanyak 5.000 liter dengan lama trip 30 hari dan biaya perbekalannya Rp 23.083.000 per trip. Kapal berukuran 34 GT membutuhkan solar sebanyak 6.000 liter dan biaya perbekalannya Rp 24.080.000 per trip. Sedangkan kapal berukuran 40 GT membutuhkan solar sebanyak 8.000 liter dengan lama trip Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di Karangsong... (SOLIKHIN, WIYONO, SOLIHIN) 65

40 hari dan biaya perbekalannya Rp 64.015.000 per trip. 3.3. Daerah dan Musim Penangkapan Musim penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet di PPI Karangsong tergolong menjadi tiga musim yaitu musim puncak, musim sedang, dan musim paceklik. Daerah penangkapan ikan untuk gillnet < 25 GT yaitu perairan Indramayu, Cirebon, Ciasem, Jakarta, dan Jawa Tengah. Musim puncak untuk gillnet < 25 GT terjadi pada bulan Agustus hingga bulan November, musim sedang terjadi bulan Maret hingga Juli, dan musim paceklik terjadi bulan Desember hingga Februari. Daerah penangkapan ikan untuk gillnet 25 GT yaitu laut Jawa, perairan Sumatera, perairan Kalimantan, dan selat Karimata. Musim puncak untuk gillnet 25 GT terjadi pada bulan Februari sampai bulan Juni. Musim sedang terjadi pada bulan Juli sampai bulan November, sedangkan musim paceklik untuk gillnet 25 GT terjadi bulan Desember hingga bulan Januari. 3.4. Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh dari unit penangkapan gillnet di PPI Karangsong terdiri dari hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama gillnet di Karangsong yaitu tongkol (Auxisthazard) sebanyak 40,36%, tenggiri (Scomberomorus commersoni) sebanyak 12,66%, manyung (Arius thalassinus) sebanyak 15,81%, dan remang (Congresox talabon) sebanyak 11,52%. Hasil tangkapan sampingan yaitu 3,23% bawal hitam (Formio niger), 1,97% klayaran (Makaira indica), 0,92% alamkao (Psettodes erumeri), 4,6% cucut (Carcharhinus sp.), 0,46% pari (Dasyatis sp.), 0,47% kakap putih (Lates calcarifer), 0,82% blidah (Chirocentrus dorab), 5% kakap merah (Lutjanus malabaricus), 0,52% krempul (Caranx sexfasciatus), dan 1,65% ikan campur. Persentase berikut diperoleh dari hasil rata-rata produksi ikan di PPI Karangsong selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2008-2012 yang diproduksi dengan menggunakan alat tangkap gillnet. 3.5. Kriteria Ketergantungan Nelayan Gillnet Terhadap SDI 3.5.1. Jumlah Keluarga Banyaknya anggota keluarga yang bekerja di sektor perikanan dan non perikanan berdasarkan kelompok gillnet dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di sektor perikanan sangat rendah. Jika dalam suatu keluarga terdapat anak yang sudah dewasa, rata-rata hanya satu orang saja yang ikut bekerja dalam bidang perikanan. Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Irnayasari (2009) yang melakukan penelitian serupa di Kabupaten Garut. Ia menyatakan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga yang bekerja di sektor perikanan tangkap sangat rendah. Hal ini dikarenakan anggota keluarga nelayan, khususnya anak nelayan sebagian besar masih balita dan duduk dibangku sekolah. Jika dalam satu keluarga terdapat anak yang sudah dewasa, rata-rata hanya satu orang yang akan meneruskan usaha penangkapan keluarga. Hasil perhitungan kriteria jumlah keluarga dengan menggunakan fungsi nilai disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki tingkat ketergantungan yang paling tinggi terhadap sumberdaya ikan dengan nilai 1. Sehingga kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT berdasarkan kriteria jumlah keluarga yang tergabung dalam bidang perikanan dapat dikatakan kelompok nelayan gillnet yang memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet lainnya. 3.5.2. Alokasi Waktu Besarnya alokasi waktu nelayan untuk menangkap ikan dan kegiatan lainnya disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketa-hui bahwa rata-rata dalam satu tahun nelayan mengalokasikan waktunya untuk menangkap ikan sebesar 67%. Nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki alokasi waktu melaut yang paling sedikit dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet yang lainnya. Kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki alokasi waktu melaut yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya. Kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki waktu persiapan melaut dan aktivitas bongkar muat yang lebih 66 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1. Mei 2013: 63-71

ISSN 2087-4871 singkat. Sehingga kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki alokasi waktu untuk melaut yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet 30 GT, 34 GT, dan 40 GT. Alokasi waktu selain menangkap ikan digunakan nelayan untuk per-baikkan alat tangkap, perbaikan kapal, bongkarmuat, persiapan perbekalan melaut, dan istirahat. Perhitungan standarisasi kriteria alokasi waktu dengan fungsi nilai dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 1. Jumlah keluarga nelayan gillnet Kelompok gillnet Perikanan (orang) Non Perikanan (orang) 3 GT 1 2 6 GT 1 2 20 GT 0 3 30 GT 0 3 34 GT 0 3 40 GT 0 3 Tabel 2. Hasil perhitungan standarisasi kriteria jumlah keluarga dengan fungsi nilai Kelompok gillnet 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT Keluarga (orang) 1 1 0 0 0 0 TK 1 1 2 2 2 2 Tabel 3. Alokasi waktu melaut Kelompok gillnet Melaut (hari) Tidak Melaut (hari) 3 GT 210 150 6 GT 210 150 20 GT 280 80 30 GT 245 115 34 GT 245 115 40 GT 250 110 Tabel 4. Hasil perhitungan standarisasi kriteria waktu melaut dengan fungsi nilai Kelompok gillnet 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT Waktu 0 0 1 0,5 0,5 0,5714 TK 4 4 1 3 3 2 Berdasarkan fungsi nilai kriteria alokasi waktu pada Tabel 4, maka kelompok gillnet 20 GT menjadi kelompok yang paling tergantung terhadap ketersediaan sumberdaya ikan dengan fungsi nilai 1, karena kelompok ini memiliki alokasi waktu melaut dalam satu tahun yang paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Tertinggi kedua yaitu kelompok gillnet 40 GT dengan fungsi nilai 0,5714. Ketiga yaitu kelompok nelayan gillnet 30 GT dan 34 GT dengan nilai 0,5. Keempat yaitu kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang ditetapkan sebagai nilai yang minimum dengan fungsi nilai 0. 3.5.3. Pendapatan Nelayan Besarnya pendapatan rumah tangga nelayan dari perikanan dan non perikanan disajikan pada Tabel 5. Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di Karangsong... (SOLIKHIN, WIYONO, SOLIHIN) 67

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa hanya kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang mempunyai pendapatan dari sektor non perikanan. Hal tersebut dikarenakan masih adanya anak nelayan yang sudah dewasa dan bisa bekerja dalam rumah tangga nelayan tersebut. Sedangkan untuk anak nelayan gillnet 20 GT, sebagian besar masih balita dan masih sekolah. Hal tersebut disebabkan karena nelayan gillnet 20 GT yang memang masih berusia rata-rata 30 tahun. Sehingga belum mempunyai anak yang dewasa dan mampu bekerja. Perhitungan standarisasi kriteria pendapatan rumah tangga nelayan dengan fungsi nilai disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki ketergantungan yang paling tinggi terhadap sumberdaya ikan dengan fungsi nilai 1. Hal tersebut dikarenakan pendapatan rumah tangga nelayan gillnet 20 GT hanya dari sektor perikanan. Sedangkan kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet 20 GT yaitu dengan fungsi nilai 0. Hal ini dikarenakan kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT mempunyai sumber pendapatan lain selain dari sektor perikanan. 3.5.4. Pengeluaran Nelayan Besarnya pengeluaran nelayan untuk kegiatan perikanan dan non perikanan disajikan pada Tabel 7. Tabel 5. Persentase pendapatan rumah tangga nelayan gillnet Kelompok gillnet % Perikanan % Non Perikanan 3 GT 74,4681 25,5319 6 GT 77,0335 22,9665 20 GT 100 0 30 GT 100 0 34 GT 100 0 40 GT 100 0 Tabel 6. Hasil perhitungan standarisasi kriteria pendapatan dengan fungsi nilai Kelompok gillnet Pendapatan TK 3 GT 0 3 6 GT 0,1005 2 20 GT 1 1 30 GT 1 1 34 GT 1 1 40 GT 1 1 Tabel 7. Persentase pengeluaran rumah tangga nelayan gillnet Kelompok Gillnet % Perikanan % Non Perikanan 3 GT 72,0388 27,9612 6 GT 73,6505 26,3495 20 GT 48,4765 51,5235 30 GT 54,5657 45,4343 34 GT 55,1867 44,8133 40 GT 55,5556 44,4444 68 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1. Mei 2013: 63-71

ISSN 2087-4871 Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT mempunyai alokasi pengeluaran untuk perikanan yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok gillnet yang lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya anak nelayan yang ikut bekerja di sektor perikanan dan juga sudah tidak mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. Sehingga alokasi pengeluaran kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT memiliki alokasi pengeluaran untuk perikanan yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran rumah tangga nelayan gillnet lainnya. Sehingga pengeluaran untuk non perikanan lebih kecil dibandingan dengan pengeluaran nelayan gillnet 20 GT yang masih mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. Perhitungan standarisasi kriteria pengeluaran rumah tangga nelayan dengan fungsi nilai disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 6 GT memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dengan nilai 1 dan tertinggi kedua yaitu kelompok nelayan gillnet 3 GT dengan nilai 0,9360. Sedangkan untuk nelayan gillnet 20 GT memiliki tingkat ketergantungan terhahap sumberdaya ikan yang lebih rendah dari kelompok gillnet 3 GT dan 6 GT. Hal ini dikarenakan tidak adanya anak nelayan yang ikut bekerja dalam sektor perikanan dan kelompok nelayan gillnet 20 GT masih mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. Sehingga alokasi pengeluaran rumah tangga nelayan untuk sektor perikanan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT yang tidak lagi mempunyai tanggungan biaya anak sekolah. 3.5.5. Kriteria Gabungan Fungsi nilai dari masing-masing kelompok nelayan gillnet untuk keempat kriteria tersebut di atas, disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 6 GT mempunyai tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang paling tinggi dengan nilai 2,1005. Tingkat ketergantungan tertinggi kedua yaitu kelompok nelayan gillnet 20 GT dengan nilai 2. Ketiga adalah kelompok nelayan gillnet 3 GT dengan nilai 1,9360 yang masih tergolong memiliki tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan yang tinggi dari kelompok gillnet yang lain. Keempat adalah kelompok nelayan gillnet 40 GT dengan nilai 1,8526. Kemudian kelima adalah kelompok nelayan gillnet 34 GT dengan nilai 1,7666. Terakhir yang keenam adalah kelompok nelayan gillnet 30 GT yang memiliki tingkat ketergantungan yang terendah dengan nilai 1,7419. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan berbedabeda. Tidak ada kecenderungan bahwa semakin rendah ukuran perahu otomatis akan mempunyai tingkat ketergantungan yang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan latar belakang keluarga nelayan yang mengoperasikannya dan kondisi lingkungan dimana gillnet akan dioperasikan. Perikanan gillnet di PPI Karangsong didominasi oleh unit penangkapan gillnet 0-10 GT. Unit penangkapan gillnet yang berukuran kurang dari 20 GT tidak dapat beroperasi sepanjang tahun karena adanya pengaruh musim dan cuaca, sedangkan kapal yang berukuran 20 GT dapat beroperasi sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi musim dan cuaca. Kapal gillnet yang berukuran kurang dari 25 GT masih menggunakan es, sedangkan kapal gillnet yang berukuran 25 GT sudah menggunakan freezer. Urutan dari yang tertinggi sampai yang terendah tingkat ketergantungan nelayan gillnet di PPI Karangsong terhadap sumberdaya ikan adalah sebagai berikut: kelompok nelayan gillnet 6 GT dengan nilai 2,1005; gillnet 20 GT dengan nilai 2; gillnet 3 GT dengan nilai 1,9360; gillnet 40 GT dengan nilai 1,8526; gillnet 34 GT dengan nilai 1,7666; dan gillnet 30 GT dengan nilai 1,7419. Berdasarkan peringkat tersebut disimpulkan bahwa kelompok nelayan gillnet 20 GT lebih membutuhkan adanya diversifikasi pekerjaan dibandingkan dengan kelompok nelayan gillnet > 20 GT. Hal tersebut dikarenakan kelompok nelayan gillnet 20 GT memiliki sensitivitas perekonomian keluarga yang lebih tinggi terhadap ketersediaan sumberdaya ikan. Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di Karangsong... (SOLIKHIN, WIYONO, SOLIHIN) 69

Tabel 8. Hasil perhitungan standarisasi kriteria pengeluaran dengan fungsi nilai Kelompok gillnet Pengeluaran TK 3 GT 0,936 2 6 GT 1 1 20 GT 0 6 30 GT 0,2419 5 34 GT 0,2666 4 40 GT 0,2812 3 Tabel 9. Kriteria gabungan Kriteria 3 GT 6 GT 20 GT 30 GT 34 GT 40 GT Keluarga 1 1 0 0 0 0 Waktu 0 0 1 0,5 0,5 0,571 Pendapatan 0 0,1005 1 1 1 1,000 Pengeluaran 0,936 1 0 0,2419 0,2666 0,281 Jumlah 1,936 2,1005 2 1,7419 1,7666 1,852 TK 3 1 2 6 5 4 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan ukurannya, tingkat ketergantungan nelayan terghadap nelayan berbeda-beda. Secara umum, semakin kecil ukuran perahu yang digunakan, ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya ikan juga semakin besar. 4.2. Saran Saran yang diusulkan dari hasil penelitian adalah: 1) Nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya ikan, perlu diberikan alternatif pekerjaan lain sebagai sumber pendapatan tambahan saat ikan susah dicari. 2) Perlu adanya bimbingan atau pelatihan kepada keluarga nelayan baik dalam bidang penangkapan ikan atau pun bidang non penangkapan ikan, sehingga nelayan memiliki kemampuan dan keahlian yang lain. DAFTAR PUSTAKA Basri, Hasan. 2009. Pengaruh Kecepatan Arus Terhadap Tampilan Gillnet: Uji Coba di Flume Tank [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. 2008. Data Unit Penangkapan Ikan di PPI Karangsong. Indramayu: DKP Indramayu. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. 2010. Data Potensi Armada Indramayu. Indramayu: DKP Indramayu. Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara. Irnayasari. 2009. Ketergantungan Nelayan terhadap Usaha Penangkapan Ikan di PPP Cilauteureun Kabupaten Garut [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. KKP. 2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan. 70 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1. Mei 2013: 63-71

ISSN 2087-4871 Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Palabuhanratu [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 8-9 hal. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 50. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. 245 hal. Tingkat Ketergantungan Nelayan Gillnet di Karangsong... (SOLIKHIN, WIYONO, SOLIHIN) 71