Putri Immi Rizky Budiyani 1, Renti Mahkota 2 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENASUN DALAM MENGIKUTI PTRM DI RSJD SUNGAI BANGKONG PONTIANAK 2015

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

Gambaran dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Retensi Pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK NEGERI 2 SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak azazi manusia yang harus di lindungi seperti yang tertuang dalam Deklarasi Perserikatan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Siswa Kelas XI Tentang Penyalahgunaan Zat Adiktif di SMA Swadaya Bandung

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

Unnes Journal of Public Health

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pengaruh Karakateristik Terhadap Terbentuknya Perilaku Peserta Terapi Rumatan Metadon (TRM) di Klinik Rumatan Metadon Puskesmas Manahan Surakarta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG NAPZA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS III SMK MUHAMMADIYAH KARTASURA

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN RETENSI PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional,

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIIT DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village

Wenny Chartika. Andri Dwi Hernawan dan Abduh Ridha

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. jangka panjang terutama terhadap kesehatan, salah satunya perilaku berisiko NAPZA

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

OUT-OF-POCKET PASIEN HIV/AIDS RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA TAHUN 2012

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

ANISA NURUL HANIFAH J

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB II TINJUAN PUSTAKA

13 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Patria Asda, A., Perbedaan Persepsi Pasien...

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN PADA PENGGUNA NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) SUNTIK YANG MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA TIMUR TAHUN 2013 Putri Immi Rizky Budiyani 1, Renti Mahkota 2 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2 Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ABSTRAK Maraknya penyalahgunaan NAPZA suntik, membuat pemerintah mendirikan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) untuk mengurangi dampak buruk akibat pemakaian NAPZA suntik, sehingga diharapkan meningkatnya derajat kesehatan penasun. Namun salah satu permasalahan dalam penerapan PTRM adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan hal itu, dilakukan penelitian cross sectional terhadap 51 sampel agar diketahui faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi metadon di RSKO Cibubur. Hasil penelitian menunjukkan ketidakpatuhan sebesar 37,3%. Diketahui penasun dengan umur <30 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki-laki (40%), pendidikan tinggi (37,5%), tidak bekerja (44,4%), pengetahuan kurang (54,5%), sikap kurang (60%), jauh dari tempat pelayanan (38,7%), dukungan keluarga kurang (46,7%), dukungan petugas kesehatan kurang (50%), dukungan teman kurang (37,5%) dan keterpaparan informasi baik (41,7%) memiliki proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi. Hasil uji Chi Square menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-value 0,026; PR 2,261). Kata kunci : Ketidakpatuhan, Program Terapi Rumatan Metadon, RSKO Cibubur ABSTRACT The rise of injecting drug use makes government build Methadone Maintenance Treatment program (MMT), in order to harmful reduction so that IDU s health increased. But one of problems in applying MMT is adherence injection drug users. Based on that, cross sectional study carried out to 51 samples in order to know the factors related to disobedience in IDU who following MMT program in RSKO Cibubur. The result shows disobedience is 37,3%. IDU with age less than thirty (66,7%), male (40%), high education (37,5%), didn t have a job (44,4%), less knowledge (54,5%), less attitude (60%), far from health care (38,7%), less of family support (46,7%), less of health worker s support (50%), less of friend support (37,5%) and have good exposure information (41,7%). Chi Square test results stated that there is a significant relationship between knowledge of the noncompliance following the MMT (p-value 0.026; PR 2,261). Keywords : noncompliance, MMT, RSKO Cibubur

LATAR BELAKANG Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain atau yang biasa kita kenal sebagai NAPZA menjadi masalah di dunia maupun di Indonesia karena efeknya yang merugikan di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekitar 23 juta orang atau 5% dari total populasi dunia pernah menggunakan NAPZA, dan kini ada sekitar 27 juta orang yang kecanduan dan mengalami masalah terkait penggunaan NAPZA. Dalam survei Badan Narkotika Nasional (BNN), prevalensi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia pada tahun 2009 adalah 1,99% dari penduduk Indonesia yang berumur 10-59 tahun atau sekitar 3,6 juta orang. Pada tahun 2010, prevalensi penyalahgunaan NAPZA berjumlah sekitar 4,02 juta orang (2,21%). Jumlah ini meningkat pada tahun 2011 dengan prevalensi penyalahgunaan menjadi 2,8% atau sekitar 5 juta orang. Bentuk penyalahgunaan NAPZA yang paling berbahaya adalah penggunaan NAPZA suntik, karena merupakan faktor resiko terkena Hepatitis C, HIV/AIDS dan penyakit lain yang menular melalui darah. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan pada tahun 2003 terdapat 80.000 orang pengguna NAPZA suntik (Triadi RD, 2008), dan pada tahun 2006 jumlah pengguna NAPZA suntik di Indonesia berkisar antara 190.000 s.d. 247.000 orang (Depkes RI & KPAN, 2006 dalam Heri 2008). Pengguna NAPZA suntik (penasun) memerlukan perhatian lebih. Selain karena NAPZA jenis ini (heroin) mengakibatkan ketergantungan berlebihan, penyakit yang ditimbulkan akibat pemakaian jarum suntik bersama dan jarum suntik yang tidak steril seperti Hepatitis C dan HIV/AIDS kerap terjadi. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan program pemerintah untuk mengurangi dampak akibat pemakaian NAPZA suntik golongan opioda seperti heroin, dengan cara mengalihkan pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman. Obat lain yang dimaksud di sini adalah metadon. PTRM merupakan program jangka panjang, dengan dosis individual. Artinya setiap klien diberi dosis metadon sesuai tingkat keparahannya hingga sembuh. Pemakaian metadon akan berbahaya jika disertai pemakaian NAPZA lain (P,Okvianus, 2010). Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin dan efek yang ditimbulkan metadon hampir mirip dengan yang ditimbulkan heroin. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan adalah faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Adapun variabel-variabel pada faktor predisposisi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan, dan sikap. Variabel faktor

pemungkin seperti jarak ke tempat pelayanan. Variabel-variabel faktor penguat seperti dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan teman dan keterpaparan informasi pada penasun yang mengikuti PTRM. Penelitian yang dilakukan Rodiyah di Puskesmas Manahan Surakarta tahun 2011 menghasilkan angka ketidakpatuhan pasien yang mengikuti program terapi rumatan metadon sebesar 32,6%, angka tersebut termasuk cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik terapi metadon sebagai salah satu cara untuk meningkatkan derajat kesehatan penasun di rumah sakit ketergantungan obat yang terletak di Cibubur. Penulis tertarik melakukan penelitian di RSKO Cibubur sebab belum pernah diadakan penelitian kuantitatif tentang faktor-faktor apa yang dapat membuat pengguna NAPZA suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon tidak patuh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pada pengguna NAPZA suntik yang mengikuti program terapi rumatan metadon di RSKO Cibubur Jakarta Timur tahun 2013 TINJAUAN TEORITIS Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon (PTRM) antara lain faktor predisposisi yang terdiri dari variabel umur, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, dan nilai-nilai. Faktor pemungkin terdiri dari variabel jarak ke tempat pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, efek samping obat, dan rujukan. Faktor penguat yang terdiri dari variabel dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan LSM pendamping, dukungan teman, dan keterpaparan informasi (adaptasi teori Lawrence Green, Health and Educational Planning, 1980). METODE PENELITIAN Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi cross sectional (potong lintang). Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Timur. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret April 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna NAPZA yang ada di RSKO Cibubur tahun 2013. Sampel adalah pengguna NAPZA suntik (penasun) yang mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, yakni mengambil seluruh pasien

yang mengikuti program terapi rumatan metadon. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara. Kuesioner dalam penelitian ini mengadopsi kuesioner yang digunakan pada penelitian sebelumnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh Okvianus yang berjudul Perilaku Pengguna NAPZA Suntik di Dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan yaitu data rekam medik pengguna NAPZA suntik yang mengikuti PTRM di RSKO Cibubur tahun 2013. Dari data medik dapat diketahui apakah responden melewatkan dosis harian metadon, menggunakan NAPZA lain yang tidak dilegalkan selama mengikuti terapi, dan membuat keributan di lingkungan klinik PTRM RSKO Cibubur. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ketidakpatuhan Penasun yang Mengikuti PTRM Ketidakpatuhan Frekuensi (n) Persentase (%) Tidak Patuh 19 37,3 Patuh 32 62,7 Total 51 100 Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat penasun yang tidak patuh mengikuti program terapi rumatan metadon sebanyak 19 orang (37,3%) dengan rincian yang melewatkan dosis harian 11 orang (21,6%), memakai NAPZA lain 9 orang (17,6%) dan yang ribut di PTRM 2 orang (3,9%).Yang patuh mengikuti terapi sebanyak 31 orang (62,7%). Dapat disimpulkan proporsi penasun yang tidak patuh mengikuti PTRM lebih sedikit dibanding yang patuh. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Umur < 30 tahun 6 11,8 30 tahun 45 88,2 Jenis Kelamin Laki-laki 45 88,2 Perempuan 6 11,8 Tingkat Pendidikan Dasar-Menengah 35 68,6

Tinggi 16 31,4 Pekerjaan Tidak Bekerja 9 17,6 Bekerja 42 82,4 Tingkat Pengetahuan Rendah 12 23,5 Tinggi 39 76,5 Sikap Kurang 10 19,6 Baik 41 80,4 Berdasarkan tabel 2, penasun yang berumur <30 tahun hanya 6 orang (11,8%). Sementara penasun dengan kelompok umur lebih dari 30 tahun berjumlah 45 orang (88,2%). Sebagian besar penasun berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 45 orang (88,2%) dan terdapat 6 penasun (11.8%) yang berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu tingkat pendidikan dasar sampai menengah dan tinggi. Dari kelompok pendidikan dasar sampai menengah, terdapat satu penasun yang menamatkan pendidikannya hanya sekolah dasar dan satu penasun yang menamatkan pendidikannya sampai sekolah menengah pertama. Sementara sisanya terdapat 33 penasun yang menamatkan sekolah menengah akhir. Kelompok pendidikan tinggi diisi oleh penasun yang menamatkan pendidikannya sampai perguruan tinggi. Berdasarkan tabel 5.4, penasun yang tingkat pendidikannya dasar sampai menengah sebanyak 35 orang (68,6%) dan yang pendidikannya tinggi sebanyak 16 orang (31,4%). Pekerjaan penasun yang diwawancarai terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta dan wiraswasta. Penasun yang bekerja sebagai PNS ada 1 orang, yang bekerja sebagai pegawai swasta ada 14 orang dan yang berwiraswasta ada 27 orang. Merujuk pada tabel 5.5 diperoleh gambaran penasun yang tidak bekerja ada 9 penasun (17,6%), sedangkan penasun yang bekerja sebanyak 42 penasun (82,4%) Pertanyaan terkait pengetahuan yang diajukan kepada penasun meliputi pengetahuan mengenai definisi narkoba, jenis-jenis narkoba, manfaat narkoba, dampak buruk narkoba, definisi metadon, definisi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), tujuan PTRM, alasan metadon digunakan sebagai terapi, efek samping metadon, akibat penyalahgunaan metadon, pelayanan yang disediakan di PTRM, pemberian metadon pada orang yang overdosis, dan peningkatan dosis metadon. Berdasarkan tabel 5.6, diketahui penasun yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 12 orang (23,5%) dan yang berpengetahuan tinggi sebanyak 39 orang (76,5%).

Sikap yang diukur dalam penelitian ini mencakup tanggapan penasun untuk setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan peneliti yang berkaitan dengan program terapi rumatan metadon. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa penasun yang memiliki sikap kurang terkait ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon sebanyak 10 orang (19,6%), sedangkan yang memiliki sikap baik sebanyak 41 orang (80,4%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Faktor Pemungkin ke Tempat Pelayanan Penasun yang Mengikuti PTRM Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Jarak Jauh 20 31,2 Dekat 31 60,8 Variabel jarak dikategorikan menjadi dua, yaitu jarak dekat dan jauh. Jarak terdekat antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan yang diperoleh peneliti adalah 500 meter dan jarak terjauhnya 27 kilometer. Tabel 5.8 menunjukkan penasun yang menempuh jarak ke tempat pelayanan yang dapat dikategorikan jauh sebanyak 20 orang (31,2%), dan yang dekat sebanyak 31 orang (60,8%) Tabel 4 Distribusi Frekuensi FaktorPenguat ke Tempat Pelayanan Penasun yang Mengikuti PTRM Variabel Frekuensi (n) Persentase (%) Dukungan keluarga Kurang 15 29,4 Baik 36 70,6 Dukungan Petugas Kesehatan Kurang 6 11,8 Baik 45 88,2 Dukungan Teman Kurang 32 62,7 Baik 19 37,3 Keterpaparan Informasi Kurang 39 76,5 Baik 12 23,5 Dukungan keluarga yang ditanyakan kepada penasun dalam penelitian ini meliputi keikutsertaan keluarga memberi informasi mengenai PTRM, frekuensi pemberian saran kepada penasun untuk mengikuti terapi, frekuensi pemberian dana kepada penasun untuk mengikuti terapi, dan keikutsertaan keluarga mendampingi penasun ke tempat pelayanan PTRM. Selanjutnya dukungan keluarga dapat dikategorikan menjadi kurang dan baik. Tabel 5.9

menggambarkan dukungan keluarga penasun yang dukungan keluarganya kurang sebanyak 15 orang (29,4%) dan yang dukungan keluarganya baik sebanyak 36 orang (70,6%). Dukungan petugas kesehatan yang ditanyakan dalam penelitian ini meliputi pernah tidaknya petugas memberikan penyuluhan dan konseling kepada penasun, frekuensi memberikan anjuran untuk rutin mengikuti PTRM dalam seminggu, dan pernah tidaknya petugas menghubungi penasun jika tidak datang ke PTRM. Selanjutnya dukungan petugas dikategorikan menjadi dua, kurang dan baik. Tabel 5.10 menggambarkan terdapat 6 penasun (11,8%) yang kurang mendapat pelayanan petugas kesehatan dan 45 penasun (88,2%) menyatakan dukungan petugas kesehatan baik. Dukungan teman yang ditanyakan peneliti kepada penasun meliputi pernah tidaknya mendapat informasi PTRM dari teman, perrnah tidaknya teman menyarankan untuk mengikuti PTRM, frekuensi ditemani teman ke PTRM, dan frekuensi diingatkan teman untuk rutin mengikuti PTRM. Selanjutnya dukungan teman dikategorikan menjadi kurang dan baik. Tabel 5.11 menunjukkan bahwa terdapat 32 penasun (62,7%) yang menyatakan dukungan dari teman kurang, dan terdapat 19 penasun (37,3%) yang menyatakan dukungan dari teman baik. Penasun yang kurang terpapar informasi mengenai terapi rumatan metadon sebanyak 39 orang (76,5%) dan 12 penasun (23,5%) yang keterpaparan informasinya baik. Penasun mayoritas mendapat informasi mengenai PTRM hanya dari temannya saja (39,2%). 2. Analisis Bivariat Tabel 5 Tabulasi Silang Faktor Presdiposisi dengan Variabel Ketidakpatuhan Mengikuti PTRM Tidak Patuh Patuh N % N % Nilai p PR 95% CI Umur < 30 4 66,7 2 33,3 30 15 33,3 30 66,7 0,129 2,000 0,993-4,030 Jenis Kelamin Laki-Laki 18 40 27 60 Perempuan 1 16,7 5 83,3 0,263 2,400 0,387-14,881 Tingkat Pendidikan Dasar-Menengah 13 37,1 22 62,9 Tinggi 6 37,5 10 62,5 0,609 0,990 0,461-2,129 Status Pekerjaan Tidak Bekerja 4 44,4 5 55,6 0,447 1,244 0,540-2,870

Bekerja 15 35,7 27 64,3 Pengetahuan Kurang 12 54,5 10 45,5 Baik 7 24,1 22 75,9 0,026 2,261 1,068-4,782 Sikap Kurang 6 60 4 40 0,099 1,892 0,962-3,723 Baik 13 31,7 28 68,3 Berdasarkan tabel 5, penasun tidak patuh lebih banyak usia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan usia 30 tahun (33,3%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,129, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Pada sampel ini penasun yang berusia kurang dari 30 tahun 2,000 kali lebih besar peluangnya untuk tidak patuh dibanding yang berusia 30 tahun ke atas. Selanjutnya, penasun tidak patuh lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (40%) dibandingkan berjenis kelamin perempuan (16,7%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,263 yang berarti Ho ditolak karena tidak ada hubungan antara jenis kelamin penasun dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang berjenis kelamin laki-laki 2,4 kali lebih besar peluangnya untuk tidak patuh dibanding penasun yang berjenis kelamin perempuan. Tidak ada perbedaan proporsi yang mencolok, walau penasun yang tidak patuh lebih banyak yang berpendidikan tinggi (37,5%) dibanding yang berpendidikan dasar-menengah (37,1%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,609 yang berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon. Sementara itu, nilai prevalence rate (PR) sebesar 0,990 menunjukkan bahwa pada sampel ini, penasun yang berpendidikan tinggi memiliki peluang tidak patuh 1 per 0,990 kali atau 1,01 kali yang berarti penasun yang berpendidikan tinggi memiliki peluang yang hampir sama untuk tidak patuh dengan yang pendidikan dasar sampai menengah. Berdasarkan tabel 5, penasun tidak patuh lebih banyak yang tidak bekerja (44,4%) dibandingkan yang bekerja (35,7%). Berdasarkan analisis dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p 0,447 (p-value > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang tidak bekerja memiliki peluang untuk tidak patuh sebesar 1,244 kali dibanding yang bekerja.

Penasun tidak patuh lebih banyak yang pengetahuannya kurang (54,5%) dibandingkan yang pengetahuannya baik (24,1%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,026 (nilai p <0,05), yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang 2,261 kali untuk tidak patuh dibanding yang berpengetahuan baik. Pada tabel 5, penasun tidak patuh lebih banyak yang sikapnya kurang (60%) dibanding yang sikapnya baik (31,7%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,099 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang sikapnya kurang memiliki peluang 1,892 kali lebih besar untuk tidak patuh dibanding penasun yang sikapnya baik. Tabel 6 Tabulasi Silang Faktor Pemungkin dengan Variabel Ketidakpatuhan Mengikuti PTRM Tidak Patuh Patuh n % N % Jarak Jauh 12 38,7 19 61,3 Dekat 7 35 13 65 Nilai p PR 95% CI 0,514 1,106 0,526-2,326 Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil penasun tidak patuh lebih banyak yang tempat tinggalnya jauh dari tempat pelayanan (38,7%) dibanding yang tempat tinggalnya dekat (35%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,514 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang tempat tinggalnya jauh dengan tempat pelayanan memiliki peluang 1,106 kali untuk tidak patuh dibanding yang tempat tinggalnya dekat.

Tabel 7 Tabulasi Silang Faktor Penguat dengan Variabel Ketidakpatuhan Mengikuti PTRM Tidak Patuh Patuh N % n % Dukungan Keluarga Kurang 7 46,7 8 53,5 Baik 12 33,3 24 66,7 Dukungan Petugas Kesehatan Kurang 3 50 3 50 Baik 16 35,6 29 64,4 Dukungan Teman Kurang 12 37,5 20 62,5 Baik 7 36,8 12 63,2 Keterpaparan Informasi Kurang 14 35,9 25 64,1 Baik 5 41,7 7 58,3 Nilai p PR 95% CI 0,280 1,402 0,687-2,851 0,396 1,404 0,576-3,430 0,602 1,019 0,486-2,132 0,486 0,861 0,391-1,898 Berdasarkan tabel 7, penasun yang mersakan dukungan keluarga kurang (46,7%) lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang merasakan dukungan keluarga baik (33,3%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,280 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang kurang merasakan dukungan dari keluarga berisiko 1,402 kali untuk tidak patuh dibanding penasun yang merasakan dukungan keluarga baik. Selanjutnya, penasun yang merasakan dukungan petugas kesehatan kurang (50%) lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang merasakan dukungan petugas kesehatan baik (35,6%). Hasil uji statistik menghasilkan nilai p 0,396 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang merasakan dukungan petugas kesehatan kurang memiliki peluang 1,404 kali untuk tidak patuh dibanding penasun yang merasakan dukungan petugas kesehatan sudah baik. Penasun yang merasakan dukungan teman kurang (37,5%) lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang merasakan dukungan teman baik (36,8%). Uji statistik menghasilkan p-value 0,602 yang berarti tidak ada hubungan yang spesifik antara dukungan teman dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Penasun yang kurang merasakan dukungan dari teman berpeluang 1,019 kali untuk tidak patuh dibanding penasun yang merasakan dukungan dari temannya baik.

Berdasarkan tabel 7, penasun yang keterpaparan informasinya baik (41,7%) justru lebih banyak yang tidak patuh dibanding yang keterpaparan informasinya kurang (35,9%). Nilai PR yang dihasilkan 0,861 (95%CI = 0,391-1,898; p-value = 0,486) menunjukkan pada sampel ini penasun yang keterpaparan informasinya baik justru memiliki peluang untuk tidak patuh 1 per 0,861 kali atau 1,161 kali lebih besar dibanding yang keterpaparan informasinya kurang. Namun, hubungan ini secara statistik tidak bermakna. PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (potong lintang) yang melihat kejadian pada saat waktu tertentu dan hanya menunjukkan hubungan asosiasi, sehingga tidak dapat melihat hubungan sebab akibat. Jumlah sampel yang tidak banyak dalam penelitian ini juga menjadi pemungkin banyaknya hasil penelitian yang tidak bermakna secara statistik. Hubungan antara Faktor Predisposisi dengan Ketidakpatuhan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Umur Penggunaan NAPZA pada umumnya kerap dijumpai pada golongan usia produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ketidakpatuhan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) pada penasun kelompok usia 30 tahun (60%) lebih besar dibandingkan pada penasun di kelompok umur lebih dari 30 tahun (31,7%). Menurut Syafrizal (2011), pada usia < 30 tahun atau usia dewasa muda seseorang dapat bersikap tidak peduli terhadap dirinya dan hanya fokus pada pekerjaannya masing-masing sehingga dapat menyebabkan ketidakpatuhan dalam terapi. Uji statistik menghasilkan nilai p 0,099 yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara umur dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM. Hubungan antara umur dengan patuh tidaknya seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi patuh tidaknya seseorang di antaranya kekhususan penyakit yang diderita, waktu terjangkit penyakit, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar seseorang dapat dikatakan patuh menjalani perawatan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa patuh tidaknya seseorang dapat meningkat atau menurun seiring bertambahnya usia (Widyanti, 2008)

Jenis Kelamin Berdasarkan tabel 2 diketahui jumlah penasun laki-laki yang mengikuti terapi sebanyak 45 orang dan penasun perempuan sebanyak 6 orang. Penelitian yang dilakukan Okvianus tahun 2010 juga mendapatkan proporsi penasun laki-laki lebih besar dibanding yang perempuan (96,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ketidakpatuhan mengikuti PTRM pada penasun laki-laki (88,2%) lebih besar dibandingkan yang perempuan. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Tampubolon di Puskesmas Tanjung Morawa, di mana proporsi ketidakpatuhan terbesar pada penasun laki-laki (76,7%). Hasil penelitian yang peneliti lakukan memperlihatkan penasun laki-laki memiliki peluang 2,4 kali untuk tidak patuh dibanding perempuan. Terdapat anggapan di masyarakat yang menyatakan laki-laki cenderung tidak patuh dalam berobat dengan asumsi / beberapa alasan seperti laki-laki cenderung tidak rajin dan telaten, cenderung lupa karena kesibukan bekerja dan lain-lain (Wuryanto, 2005). Beberapa penelitian menemukan bahwa pria dan wanita kurang lebih memiliki tendensi yang sama untuk tidak menjalankan program latihan mereka. Walau begitu, wanita menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih baik pada diet untuk kesehatan dan menjalankan beberapa tipe pengobatan tertentu (Brannon dan Feist, 1997). Penelitian ini menghasilkan nilai p 0,263 yang berarti hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Ketidakpatuhan seseorang tidak hanya berdasarkan jenis kelaminnya, tetapi berdasarkan pemahaman/pengetahuan mengenai pentingnya patuh mengikuti program terapi rumatan metadon. Tingkat Pendidikan Perubahan yang terjadi tidak hanya dari proses belajar saja, melainkan juga karena proses kematangan (Notoatmodjo, 2003). Semakin tinggi pendidikan yang dicapai seseorang, semakin tinggi pula harapan yang diberikan kepada orang tersebut dalam mempertimbangkan perilaku atau perbuatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Berdasarkan tabel 2 diketahui penasun yang mengikuti terapi dengan tingkat pendidikan dasar-menengah sebanyak 35 orang dan yang pendidikan tinggi sebanyak 16 orang. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa proporsi penasun yang berpendidikan tinggi cenderung tidak patuh (37,5%). Pada penelitian Tampubolon tahun 2011 juga didapatkan penasun yang pendidikannya tinggi lebih tidak patuh (80%). Melihat proporsi ini dapat diketahui penasun yang pendidikannya tinggi belum tentu memiliki pemahaman/pengetahuan yang baik mengenai pentingnya patuh mengikuti program

terapi rumatan metadon. Namun secara statistik, penelitian ini tidak menghasilkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon (nilai p 0,609). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah tahun 2010 yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (nilai p 0,127). Pekerjaan Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ketidakpatuhan yang lebih besar terjadi pada kelompok penasun yang tidak bekerja. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Wahdiyah tahun 2011. Ia mendapatkan proporsi penasun yang bekerja namun tidak patuh lebih besar dibanding yang tidak bekerja (65,8%). Namun dalam penelitian ini tidak dihasilkan uji statistik yang bermakna p-value 0,447. Penelitian yang dilakukan Wahdiyah juga tidak menghasilkan hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (nilai p 0,749). Pengetahuan Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ketidakpatuhan lebih besar pada kelompok responden yang pengetahuannya kurang (54,5%) dibanding yang pengetahuannya baik (24,1%). Pada penelitian yang dilakukan Wahdiyah tahun 2011 juga didapatkan proporsi ketidakpatuhan terbesar pada penasun yang memiliki pengetahuan kurang (64,7%). Uji statistik penelitian ini menghasilkan nilai p = 0,026, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM. Dalam hal ini pengetahuan yang kurang dapat membuat seseorang tidak patuh dalam mengikuti terapi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tampubolon di Puskesmas Tanjung Morawa tahun 2011 (p-value 0,000). Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah di Puskesmas Manahan Surakarta tahun 2011 yang menyebutkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value 0,149). Pengetahuan membutuhkan proses yang cukup kompleks dalam proses pembentukan perilaku. Namun demikian, pengetahuan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan (Wahdiyah, 2011). Upaya-upaya peningkatan pengetahuan perlu dilakukan untuk meningkatkan derajat kepatuhan.

Sikap Pada penelitian ini didapatkan proporsi penasun yang sikapnya kurang cenderung tidak patuh (60%) dibanding penasun yang sikapnya baik (31,7%). Uji statistik menghasilkan nilai p 0,099 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi rumatan metadon. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Tampubolon tahun 2011 yang menyatakan adanya hubungan antara sikap dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-value 0,000). Berdasarkan wawancara seluruh penasun menjawab setuju untuk tidak menggunakan NAPZA lain saat mengikuti terapi metadon, namun saat ditelaah melalui rekam medis terdapat 9 penasun (17,6%) yang menggunakan NAPZA seperti shabu dan ganja. Selain itu mayoritas penasun juga menjawab setuju untuk rutin mengikuti PTRM, namun terdapat 21,6% penasun yang tidak datang untuk minum metadon di klinik PTRM, dan terdapat 3,9% yang bertengkar di PTRM. Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku berbeda dengan sikap. Sikap adalah kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Selain itu sikap manusia dapat berubah seiring pemahaman dia terhadap suatu objek. Hubungan antara Faktor Pemungkin dengan Ketidakpatuhan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Jarak Hasil penelitian ini memperlihatkan proporsi ketidakpatuhan pada penasun yang rumahnya jauh sebesar 38,7% dan yang rumahnya dekat sebesar 35%. Pada penelitian ini, penasun yang tempat tinggalnya jauh dari tempat pelayanan berpeluang 1,10 kali untuk tidak patuh. Akan tetapi, diperoleh hubungan yang tidak bermakna secara statistik antara jarak tempat tinggal dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM. Penelitian yang dilakukan Rodiyah juga tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara jarak tempat tinggal ke tempat pelayanan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value = 0,296). Tetapi proporsi penasun yang tidak patuh pada penelitian Rodiyah lebih besar pada penasun yang rumahnya dekat dengan tempat pelayanan (37,1%) dibanding dengan penasun yang tempat tinggalnya jauh (18,7%).

Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan sering dikarenakan oleh faktor jarak antara fasilitas kesehatan dengan masyarakat yang terlalu jauh. Setiap orang memiliki penilaian sendiri terhadap jarak. Jarak yang jauh akan terasa dekat jika ditunjang dengan mudahnya menakses sarana transportasi. Sebaliknya jika sarana transportasi sulit didapat, namun jarak temapt tinggal hanya beberapa kilometer saja tetap akan dianggap terasa jauh. Hubungan antara Faktor Penguat dengan Ketidakpatuhan Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon Dukungan Keluarga Hasil pada penelitian ini menghasilkan proporsi ketidakpatuhan pada penasun yang kurang merasakan dukungan dari keluarganya lebih besar dibanding penasun yang merasakan dukungan dari keluarga sudah baik. Uji statistik menghasilkan nilai p 0,280 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat hubungan antara ketidakpatuhan dengan dukungan dari keluarga (p-value 0,003). Penelitian yang dilakukan Tampubolon juga menghasilkan hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value 0,000). Perbedaan hasil ini dapat terjadi mungkin kerena perbedaan metode pengambilan sampel dan jumlah sampel. Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Kesehatan, Neil Niven mengemukakan bahwa keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga sebagai orang terdekat yang awam terhadap masalah penanggulangan kecanduan NAPZA dituntut untuk belajar memahami kondisi anggota keluarganya yang mengalami ketergantungan tersebut (Quraesyin,2009). Pengguna narkoba suntik secara psikologis membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya dalam hal ini keluarga, agar tetap termotivasi untuk patuh mengikuti terapi rumatan metadon (Tampubolon, 2011). Dukungan Petugas Kesehatan Empati dari petugas pelayanan kesehatan dapat memberikan kepuasan yang signifikan pada pasien yang melakukan pengobatan atau terapi. (BPOM RI, 2006). Hasil tabulasi silang menghasilkan proporsi penasun yang mendapat dukungan kurang dan tidak patuh sebesar 50%,

namun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-value 0,396). Hal serupa juga diperoleh pada hasil penelitian Rodiyah tahun 2011 dengan nilai p 0,100. Tinjauan di lapangan menunjukkan petugas melayani penasun yang hendak minum metadon dengan ramah. Selain itu peneliti juga sering mendapati petugas kesehatan memberikan konseling kepada penasun. Dari hasil wawancara pasien juga menginginkan adanya penyuluhan yang lebih sering mengenai program terapi rumatan metadon, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan mereka. Joenoes (1998) dalam Okvianus (2010) menyatakan penyuluhan yang efektif diberikan petugas kesehatan akan memberikan motivasi untuk patuh oleh penderita. Dukungan Teman Hasil penelitian menunjukan responden mendapat dukungan kurang dari teman lebih tinggi (62,7%) dibandingkan yang mendapat dukungan baik dari teman (37,3%). Hasil penelitian ini menghasilkan proporsi ketidakpatuhan pada penasun yang kurang merasakan dukungan dari temannya lebih besar (37,5%) dibanding penasun yang merasakan dukungan temannya sudah baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan teman dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p value 0,602). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Rodiyah, ia mendapatkan hubungan yang bermakna antara dukungan teman dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi (p-value 0,001). Keterpaparan Informasi Informasi merupakan hal yang dapat disampaikan dengan bermacam-macam cara. Banyak media yang menyajikan informasi secara cepat dan tepat. Begitu pula seharusnya dengan informasi mengenai metadon untuk pengguna NAPZA suntik (Wahdiyah 2011). Namun berdasarkan hasil pada tabel 5.12, terdapat 76,5% penasun yang sebelumnya kurang terpapar mengenai PTRM. Mayoritas responden mengaku sebelumnya mendapat informasi mengenai PTRM hanya dari temannya saja (39,2%). Penelitian yang dilakukan Liu di beberapa klinik PTRM di Cina tahun 2008 juga menyatakan penasun umumnya mendapatkan informasi dari teman. Penelitian yang dilakukan Okvianus di RSUP H. Adam Malik, Medan tahun 2010 juga mendapatkan sebagian besar penasun memiliki sumber informasi kurang (68,4%). Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Wahdiyah, di mana hampir seluruh responden memiliki keterpaparan informasi yang baik mengenai metadon (98,2%). Pada analisis bivariat

(tabel 7) antara variabel keterpaparan informasi dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM didapatkan hubungan statistik yang tidak bermakna. Namun diperoleh hasil responden yang keterpaparan informasinya baik justru berpeluang 1,161 kali lebih besar untuk tidak patuh dibanding yang keterpaparan informasinya kurang. Informasi yang banyak diperoleh namun bila tidak dipahami secara baik tidak akan mengubah seseorang untuk menjadi patuh. Menyikapi kurangnya informasi mengenai metadon, perlu digalakan penyebaran informasi mengenai keberadaan PTRM. Baik melalui media elektronik, cetak dan sebagainya. Sehingga diharapkan penasun yang belum terjamah PTRM dapat mengetahui adanya PTRM dan dapat mengikuti program tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatannya. KESIMPULAN Tingkat proporsi penasun yang tidak patuh mengikuti program terapi rumatan metadon lebih sedikit (37,3%) dibanding yang patuh (62,7%), dengan rincian ketidakpatuhan lebih tinggi terjadi pada usia < 30 tahun (66,7%), jenis kelamin laki-laki (40%), tingkat pendidikan tinggi (37,5%), tidak bekerja (44,4%), pengetahuan kurang (54,5%), sikap kurang (60%), jauh dari tempat pelayanan (38,7%), dukungan keluarga kurang (46,7%), dukungan petugas kesehatan kurang (50%), dukungan teman kurang (37,5%) dan keterpaparan informasi baik (41,7%) Faktor predisposisi yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon adalah variabel pengetahuan. Sementara variabel yang tidak berhubungan adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sikap. Tidak ada hubungan antara faktor pemungkin (Jarak ke tempat pelayanan kesehatan) dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon. Tidak ada hubungan antara faktor penguat (dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dukungan teman, dan keterpaparan informasi) dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon. SARAN Dari penelitian didapatkan hubungan yang bermakna dan proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi terjadi pada penasun yang pengetahuannya kurang, oleh karena itu petugas kesehatan PTRM di RSKO Cibubur perlu memberikan penyuluhan yang rutin, yang mudah untuk dipahami penasun seperti dengan menyertakan video maupun tampilan visual yang menarik, dapat pula dengan diberikan permainan yang menarik di sela-sela penyuluhan. Penyuluhan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan penasun sehingga dapat termotivasi untuk patuh mengikuti PTRM.

Proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi terjadi pada penasun yang kurang merasakan dukungan keluarga dan teman sebaya, oleh karena itu penasun juga perlu dimotivasi untuk lebih membuka diri kepada keluarga dan teman. Motivasi ini dapat dilakukan pada saat konseling kesehatan. Selain itu pengawasan dari orang tua/keluarga juga perlu dilakukan agar tidak kembali menggunakan NAPZA. Kualitas pelayanan yang sudah baik yang diberikan petugas PTRM harap dipertahankan dan bahkan ditingkatkan guna membuat penasun yang mengikuti PTRM semakin termotivasi untuk patuh. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan adanya hirarki penelitian dengan desain yang yang lebih tinggi (misal case control) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti program terapi rumatan metadon, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. DAFTAR REFERENSI Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach. The John Hopkins University: Mayfield Publishing Co. Haris, Nunung Nuryanti dan Kiftiawati Sulistyo. Materi Kuliah Penulisan Ilmiah. Depok : Universitas Indonesia, 2009. Harjon, Ariescha. Gambaran Perilaku Keteraturan Minum Metadon pada Klien PTRM UPTD Puskesmas Bogor Timur Tahun 2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok,2009. Hatu, Wenny. Dinamika Program Rumatan Metadon di RSKO Jakarta Studi Kasus Tahun 2008. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008. Komisi Penanggulangan AIDS. Situasi HIV & AIDS di Indonesia. dalam http://www.icaap9.org/uploads/200907281232220.outline- Analisis%20Situasi%20HIV%20dan%20AIDS%20di%20Indonesia.pdf. Diakses 7 Juni 2013 pukul 14.30 Kompas. BNN: 5 Juta Pengguna Narkoba di Indonesia, dalam http://nasional.kompas.com/read/2011/06/26/11242461/bnn.5.juta.pengguna.narkoba.di.indonesia. Diakses pada Kamis, 10 Januari 2013 23:11 WIB.

Kompas. Pelaksanaan Pengurangan Dampak Ketergantungan Opiat Melalui Program Terapi Rumatan Methadone. dalam http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/29/pelaksanaan-pengurangan-dampakketergantungan-opiat-melaui-program-terapi-rumatan-methadone. Diakses 9 Januari 2013. Kompas Cyber Media, Waspadai Peningkatan Jumlah Pengguna Narkoba Suntikan. dalam http://www.kesrepro.info/?q=node/336. diakses 9 Januari 2013, pukul 20:52 Mitchell, Timothy B. et al. Subjective and Physiological Responses among Racemic Methadone Maintenance Patients in Relation to Relative (S)-vs. (R)-Methadone Exposure. London : British Journal of Clinical Pharmacology. 22 Juni 2004. Mustikawati, Dyah Erti, dkk. Analisis Kecenderungan Perilaku Berisiko Terhadap HIV di Indonesia Laporan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku Tahun 2007. Jakarta : Sub-dit HIV/PMS Departemen Kesehatan, 2009. Niven, Neil. Psikologi Kesehatan. Jakarta : EGC, 2002 Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta, 1997. Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2003 P, Okvianus P. Perilaku Pengguna NAPZA Suntik di dalam Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010. Radio Australia. Jumlah Pecandu Narkoba di Dunia Mencapai 27 Juta Orang. http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2012-06-27/jumlah-pencandu-narkoba-di-duniamencapai-27-juta-orang/968332. diakses 9 Januari 2013, pukul 20:42 RD, Triadi. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Suntik di Kalangan Tahanan dan Narapidana Rutan Klas I Jakarta Pusat. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

Rodiyah, Kusniyawati. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Terapi Rumatan Metadon pada Pengguna NAPZA Suntik (Penasun). Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2011 Tampubolon, Duma Roslina. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Pengguna Narkoba Suntik dengan Kepatuhan Berobat ke Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012. Wahdiyah, N. Gambaran Perilaku Keteraturan Minum Metadon pada Klien Program Terapi Rumatan Metadon Puskesmas Kecamatan Koja Jakarta Utara Februari April 2011. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2011.