BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II LANDASAN TEORI

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

Sistem Transmisi KONSEP PERENCANAAN LINK RADIO DIGITAL

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

Konsep Propagasi Gelombang EM dan Link Budget

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Dasar- dasar Penyiaran

ANALISIS PERHITUNGAN FRESNEL ZONE WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

DESAIN DAN IMPLEMENTASI TOOLS UNTUK PERANCANGAN DAN SIMULASI LINK RADIO MICROWAVE

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

BAB II JARINGAN MICROWAVE

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB II TEORI DASAR. tracking untuk mengarahkan antena. Sistem tracking adalah suatu sistem yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

BAB IV ANALISIS KEGAGALAN KOMUNIKASI POINT TO POINT PADA PERANGKAT NEC PASOLINK V4

Dasar Sistem Transmisi

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

PENGARUH SPACE DIVERSITY TERHADAP PENINGKATAN AVAILABILITY PADA JARINGAN MICROWAVE LINTAS LAUT DAN LINTAS PEGUNUNGAN

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

SISTEM KOMUNIKASI SATELIT PERBANDINGAN PERHITUNGAN LINK BUDGET SATELIT DENGAN SIMULASI SOFTWARE DAN MANUAL

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

Perancangan Sistem Komunikasi Radio Microwave Antara Onshore Dan Offshore Design of Microwave Radio Communication System Between Onshore and Offshore

Jurnal ECOTIPE, Volume 1, No.2, Oktober 2014 ISSN

SKRIPSII BOLIC DISUSUN OLEH: JURUSAN

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio

ANALISIS LINK BUDGET UNTUK KONEKSI RADIO WIRELESS LOCAL AREA NETWORK ANTARA UNIVERSITAS RIAU PANAM DAN UNIVERSITAS RIAU GOBAH

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION

PERANCANGAN (lanjutan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM RUANG PADA KOMUNIKASI RADIO BERGERAK

Spektrum elektromagnetik. Frekuensi radio

PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2]

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISA. radio IP menggunakan perangkat Huawei radio transmisi microwave seri 950 A.

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO. sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi

I. PENDAHULUAN TNI AU. LATAR BELAKANG Perkembangan Teknologi Komunikasi. Wireless : bandwidth lebih lebar. Kebutuhan Sarana Komunikasi VHF UHF SBM

Telekomunikasi: penyampaian informasi atau hubungan antara satu titik dengan titik yang lainnya yang berjarak jauh. Pengantar Telekomunikasi

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini

BAB III PERANCANGAN SISTEM

PERANCANGAN (lanjutan)

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB III IMPLEMENTASI VSAT PADA BANK MANDIRI tbk

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ

BAB II LANDASAN TEORI

ALOKASI FREKUENSI RADIO (RADIO FREQUENCY) DAN MEKANISME PERAMBATAN GELOMBANGNYA. Sinyal RF ( + informasi)

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DATA SAHARI. 5. Teknik Modulasi

Hendri 4 TA ( ) 1

PRODI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI 2014 YUYUN SITI ROHMAH, ST., MT

Komunikasi Bergerak Frekuensi 2.3 GHz Melewati Pepohonan Menggunakan Metode Giovanelli Knife Edge

BAB III PERFORMANSI AKSES BWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PERANCANGAN SFN

KEGIATAN BELAJAR 2. FREKUENSI GELOMBANG RADIO PADA APLIKASI SISTEM TELEKOMUNIKASI

FADING REF : FREEMAN FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO 1

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL MENGGUNAKAN KANAL VHF

Desain Sistem Transfer Energi Nirkabel dengan Memanfaatkan Gelombang Radio FM

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tools untuk membantu proses perancangan dan simulasi link radio microwave bukanlah suatu hal yang baru. Saat ini telah tersedia beberapa tools serupa untuk keperluan perancangan dan simulasi link radio microwave dengan beragam bentuk dan kemampuan. Beberapa tools ada yang dikemas dalam bentuk aplikasi komputer berbasis Windows, seperti Radio Mobile [12], Pathloss [13], dan Atoll Microwave [14]. Bahkan tools yang diimplementasikan dalam bentuk aplikasi berbasis web pun sudah tersedia secara cuma-cuma, seperti WRI Wireless Link Calculators [18], RF Link Budget Calculator [16], serta Fresnel Zone Calculator [17]. Literatur seputar tools untuk perancangan link radio microwave pun sudah pernah dipublikasikan, salah satunya berjudul Professional Path Analysis Using a Spreadsheet karya James Lawrence, Sr., NCE dari Texas A&M University [15]. Berikut dipaparkan sejumlah detail serta beberapa kekurangan dari tools untuk keperluan perancangan link radio microwave yang telah tersedia. 2.1.1 Radio Mobile dan Pathloss Radio Mobile merupakan aplikasi berbasis Windows yang dikembangkan oleh Roger Caudè. Radio Mobile memiliki kemampuan untuk merancang dan melakukan simulasi link radio microwave. Simulasi link radio pada Radio Mobile mampu menampilkan profil lintasan lengkap dengan bentuk kontur permukaan bumi serta daerah Fresnel Zone-nya. Beberapa parameter yang dihitung dan dianalisa pada Radio Mobile diantaranya: sudut elevasi antena, EIRP, Fresnel Zone, kondisi line-of-sight dari lintasan, free space loss, redaman akibat obstruksi, daya sinyal dipenerima, dan fade margin. Adapun kekurangan dari aplikasi Radio Mobile adalah ketidaklengkapan beberapa parameter dalam simulasinya. Radio Mobile tidak melibatkan perhitungan redalam hujan pada lintasannya. Selain itu simulasi pada Radio Mobile tidak mempertimbangkan kemungkinan terjadinya multipath fading. Fitur penting seperti penerapan space diversity dan perhitungan performa lintasan radio Risan Bagja Pradana NIM 08334023 8

pun tidak dimiliki oleh Radio Mobile. Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 Detail hasil simulasi link radio pada aplikasi Radio Mobile memperlihatkan hasil simulasi dan detail perhitungan dari aplikasi Radio Mobile. Gambar 2.1 Simulasi link radio pada aplikasi Radio Mobile Gambar 2.2 Detail hasil simulasi link radio pada aplikasi Radio Mobile Selain Radio Mobile, adapula aplikasi Pathloss. Fitur yang ditawarkan lebih lengkap dibandingkan dengan Radio Mobile. Pathloss sudah melibatkan redaman akibat hujan, redaman vegetasi, performa lintasan radio, serta konstanta atmosfer yang bisa diubah-ubah. Selain minimnya fitur yang ditawarkan, Radio Mobile dan Pathloss tidaklah platform-independent dan hanya bisa dijalankan pada sistem operasi Windows. Peta topografi untuk perancangan pun tidak terintegrasi pada aplikasi Risan Bagja Pradana NIM 08334023 9

dan harus diunduh lewat jaringan internet. Gambar 2.3 memperlihatkan hasil simulasi rancangan link radio microwave pada aplikasi Pathloss. Gambar 2.3 Hasil simulasi link radio pada aplikasi Pathloss 2.1.2 Atoll Microwave Dibandingkan dengan Radio Mobile dan Pathloss, Atoll Microwave merupakan aplikasi berbasis Windows yang memiliki fitur perancangan link radio microwave yang paling lengkap. Dalam memodelkan link radio, Attol Microwave sudah mendukung penerapan space diversity. Atoll Microwave juga sudah mendukung berbagai nilai faktor-k yang berbeda untuk menganalisa profil lintasannya. Analisa simulasi link radio-nya pun sudah melibatkan faktor pantulan permukaaan bumi yang erat kaitannya dengan fenomena multipath fading. Selain multipath fading, faktor redaman lain yang dilibatkan pada analisa link radio adalah redaman hujan dan redaman akibat obstruksi. Fitur penting lainnya yang terdapat pada Atoll Microwave adalah pengukuran performa objektif dari lintasan radio. Fitur pelengkap lainnya yang disediakan oleh Atoll Microwave adalah database yang memuat berbagai data antena serta perangkat radio microwave dari vendor. Tidak seperti Radio Mobile atau Pathloss, Atoll Microwave merupakan aplikasi yang berbayar. Sama halnya dengan kedua aplikasi sebelumnya, Atoll Microwave tidaklah platform-independent yang hanya mendukung sistem operasi berbasis Windows. Selain itu aplikasi Atoll Microwave membutuhkan spesifikasi Risan Bagja Pradana NIM 08334023 10

perangkat komputer yang relatif tinggi, minimal prosesor Dual-Core dengan memori RAM 2 GB. Atoll Microwave pun tidak sepenuhnya terintegrasi, aplikasi ini masih membutuhkan dukungan aplikasi GIS seperti MapInfo, ArcView, atau Google Earth. Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 memperlihatkan tampilan dari aplikasi Atoll Microwave. Gambar 2.4 Tampilan dari aplikasi Atoll Microwave Gambar 2.5 Hasil simulasi rancangan link radio microwave pada aplikasi Atoll Microwave 2.1.3 Aplikasi Berbasis Web Aplikasi berbasis web yang ditujukan untuk membantu perancangan link radio microwave-pun sudah tersedia, diantaranya: WRI Link Calculators dari WISP serta RF Link Budget Calculator dan Fresnel Zone Calculator dari Afar Communications. Aplikasi WRI Link Calculators dan RF Link Budget ini relatif sederhana karena hanya mampu menghitung beberapa parameter link budget Risan Bagja Pradana NIM 08334023 11

seperti system gain, free space loss, dan Fresnel Zone. Adapun Fresnel Zone Calculator sudah dilengkapi Applet Java untuk menampilkan profil lintasan, namun tentu saja tidak melibatkan data topografi sehingga tidak tampak kontur dari permukaan buminya. Gambar 2.6 memperlihatkan tampilan dari aplikasi WRI Wireless Calculator. Gambar 2.6 Tampilan aplikasi WRI Wireless Calculator 2.1.4 Professional Path Anaysis Using Spreadsheet Professional Path Analysis Using Spreadsheet adalah jurnal yang ditulis oleh James R. Lawrence Sr., NCE dari Texas A&M University. Dalam karya tulisnya, James Lawrence memaparkan proses kalkulasi sejumlah parameter yang terkait dengan perancangan link radio dengan memanfaatkan program spreadsheet. Program spreadsheet yang dibuat mampu menampilkan profil lintasan dari link radio yang disertai Fresnel Zone dan kontur permukaan buminya. Selain itu program yang dirancang pun sudah dapat menghitung performa dari lintasan radio. Salah satu kelemahan dari program spreadsheet adalah rumitnya proses pemasukan data. Data ketinggian untuk setiap titik pada lintasan harus dimasukan Risan Bagja Pradana NIM 08334023 12

secara manual, sehingga diperlukan ketelitian yang lebih untuk mendapatkan kontur permukaan bumi yang benar. Gambar 2.7 memperlihatkan hasil simulasi profil lintasan yang diimplementasikan oleh James Lawrence dalam jurnalnya. Gambar 2.7 Simulasi profil lintasan pada program spreadsheet 2.2 Transmisi Radio Microwave Transmisi radio microwave merupakan sebuah teknologi pengiriman informasi dengan memanfaatkan gelombang radio dengan panjang gelombang antara 1 meter hingga 1 mm atau antara 300 MHz hingga 300 GHz. Band frekuensi microwave yang sangat lebar ini mencakup band UHF dan EHF yang tergolong kedalam millimeter-wave. Pun begitu definisi band microwave umumnya mencakup band 3 GHz hingga 30 GHz, namun dalam dunia RF tidak jarang band microwave didefinisikan antara 1 GHz hingga 100 GHz [26]. Tabel 2.1 memperlihatkan perbandingan rentang frekuensi dari sinar gamma hingga gelombang radio. Tabel 2.2 memperlihatkan pembagian band frekuensi radio dan karakteristik propagasinya. Tabel 2.3 merinci pembagian band frekuensi dari 1 GHz hingga 100 GHz yang didefinisikan oleh RSGB (Radio Society of Great Britain). Risan Bagja Pradana NIM 08334023 13

Nama Tabel 2.1 Perbandingan rentang frekuensi [26] Panjang Gelombang Sinar Gamma < 0,01 nm > 10 EHz Frekuensi (Hz) Sinar X 0,01 nm 10 nm 30 EHz 30 PHz Ultravioliet 10 nm 400 nm 30 PHz 790 THz Sinar Tampak 390 nm 750 nm 790 THz 405 THz Infrared 750 nm 1mm 405 THz 300 GHz Microwave 1 mm 1 meter 300 GHz 300 MHz Radio 1 mm km 300 GHz 3 Hz Tabel 2.2 Pembagian band spektrum radio [27] Band Frekuensi Akronim Rentang Frekuensi Karakteristik Extremely Low ELF < 300 Hz Infra Low ILF 300 Hz 3 KHz Very Low VLF 3 KHz 30 KHz Ground Wave Low LF 30 KHz 300 KHz Medium MF 300 KHz 3 MHz Ground / Sky Wave High HF 3 MHz 30 MHz Sky Wave Very High VHF 30 MHz 300 MHz Ultra High UHF 300 MHz 3 GHz Super High SHF 3 GHz 30 GHz Space Wave Extremely High EHF 30 GHz 300 GHz Tremendously High THF 300 GHz 3000 GHz Tabel 2.3 Pembagian band frekuensi radio microwave oleh RSGB [26] Band Frekuensi Band Frekuensi L Band 1 2 GHz Q Band 33 50 GHz S Band 2 4 GHz U Band 40 60 GHz C Band 4 8 GHz V Band 50 75 GHz X Band 8 12 GHz E Band 60 90 GHz Ku Band 12 18 GHz W Band 75 110 GHz K Band 18 26,5 GHz F Band 90 140 GHz Ka Band 26,5 40 GHz D Band 110 170 GHz Risan Bagja Pradana NIM 08334023 14

Radio microwave secara luas digunakan untuk komunikasi point-to-point karena panjang gelombangnya yang pendek memungkinkan penggunaan diameter antena yang relatif kecil untuk memancarkan sinyal dengan sudut pancar yang sempit [24]. Tidak seperti gelombang radio dengan frekuensi yang lebih rendah, dengan sudut pancar yang sempit memungkinkan perangkat radio microwave disekitarnya menggunakan frekuensi yang sama tanpa menginterferensi satu sama lain. Keuntungan lain dari penggunaan microwave adalah kapasitas komunikasinya yang jauh lebih besar. Namun tidak seperti pada band frekuensi yang lebih rendah, jangkauan komunikasi radio microwave terbatas pada komunikasi line-of-sight. 2.3 Parameter Link Radio 2.3.1 Line Of Sight Agar link radio dapat berkomunikasi, syarat utama yang harus dipenuhi adalah kondisi line-of-sight (LOS) dari lintasan radio. Antara antena pengirim dan antena penerima harus berada dalam satu garis radio horizon tanpa terhalangi obstruksi apapun. Dalam kondisi atmosfer normal, radio horizon berada sekira 30% di atas optical horizon [1]. Gambar 2.8 memperlihatkan lintasan radio microwave yang memenuhi kriteria LOS. Gambar 2.8 Lintasan radio microwave harus memenuhi kriteria LOS Risan Bagja Pradana NIM 08334023 15

2.3.2 Fresnel Zone Fresnel Zone merupakan sebuah daerah interferensi yang bersifat konstruktif dan destruktif yang tercipta ketika propagasi gelombang elektromagnetik di ruang bebas mengalami pantulan atau difraksi [1]. Fresnel Zone sendiri memiliki daerah berupa elipsoid dan terbagi kedalam beberapa kelompok, tergantung dari konsentrasi daya elektromagnetiknya. Fresnel Zone pertama merupakan daerah yang menyelimuti direct-wave, sehingga memiliki konsentrasi daya elektromagnetik terbesar. Dalam perancangan link radio microwave, Fresnel Zone pertamalah yang paling dipertimbangkan. Untuk mendapatkan lintasan radio yang bebas dari redaman difraksi, minimal 60% dari jari-jari Fresnel Zone pertama harus bebas dari obstruksi. Pada kondisi atmosfer normal, clearance sebesar 60% sudah cukup untuk memenuhi kriteria free space propagation. Gambar 2.9 mengilustrasikan daerah Fresnel pertama pada lintasan radio. Persamaan 1 merupakan persamaan untuk menghitung besar jari-jari Fresnel Zone pertama. Gambar 2.9 Ilustrasi Fresnel Zone pertama dari sebuah lintasan radio (1) R Fresnel : Jari-jari fresnel pertama (m) d 1 d 2 f : Jarak dari pemancar ke titik eveluasi (Km) : Jarak dari titik evaluasi ke penerima (Km) : Frekuensi yang digunakan (GHz) Risan Bagja Pradana NIM 08334023 16

d : Total jarak lintasan radio (Km) 2.3.3 Free Space Loss (FSL) Free Space Loss atau FSL adalah redaman terhadap kuat sinyal gelombang elektromagnetik karena merambat di ruang bebas (umumnya udara) dengan kondisi LOS, tanpa ada obstruksi yang mengakibatkan difraksi ataupun pantulan [28]. Persamaan 2 digunakan untuk menghitung besar FSL. (2) FSL : Free Space Loss (db) d : Jarak total lintasan radio (Km) f : Frekuensi yang digunakan (GHz) 2.3.4 Redaman Vegetasi Redaman vegetasi adalah redaman yang diakibatakan oleh pertumbuhan vegetasi di sepanjang lintasan radio. Redaman ini turut dilibatkan dalam perancangan link radio apabila lintasan melewati daerah seperti perkebunan ataupun hutan. Dalam perancangan, umumnya besar redaman vegetasi diprediksi untuk lima tahun kedepan sehingga menjamin kualitas link radio. Persamaan 3 digunakan untuk menghitung besar redaman vegetasi. (3) VL : Vegetation Loss (db) f : Frekuensi yang digunakan (MHz) R : Kedalaman vegetasi (m) 2.3.5 Redaman Obstruksi Redaman obstruksi atau disebut juga dengan redaman difraksi adalah redaman pada sinyal radio akibat terdapat halangan pada daerah Fresnel link radio. Redaman akibat obstruksi ini akan sangat signifikan apabila halangan tersebut menghalangi direct wave [7]. Namun apabila syarat clearance minimum sebesar 60% dari jari-jari pertama Fresnel Zone terpenuhi, maka redaman obstruksi diabaikan [1]. Tetapi apabila jarak clearance tersebut tidak terpenuhi, Risan Bagja Pradana NIM 08334023 17

maka redaman obstruksi diprediksi berdasarkan ruang Fresnel Zone yang tersisa dengan puncak halangan. Gambar 2.10 memperlihatkan perbandingan redaman obstruksi untuk beragam tinggi halangan. Apabila puncak halangan setinggi jarijari pertama Fresnel Zone, maka redamannya sebesar 6 db. Sementara untuk puncak halangan yang setinggi diameter pertama Fresnel Zone mengakibatkan redaman sebesar 16 db. Sedangkan apabila halangan mempenetrasi melebihi diameter pertama Fresnel Zone, maka redamannya adalah 20 db. Gambar 2.10 Perbandingan besar redaman obstruksi Persamaan 4 merupakan pendekatan untuk menghitung redaman difraksi yang diakibatkan oleh obstruksi tunggal (single-knife-edge). L Diff ( ) ( ) ( ) : Redaman difraksi akibat onstruksi tunggal (db) Clearance : Besar clearance relatif terhadap jari-jari Fresnel Zone pertama (4) 2.3.6 Redaman Hujan Air merupakan medium yang lossy, bulir-bulir hujan dapat menyebabkan penghamburan, depolarisasi, dan redaman terhadap sinyal radio microwave. Semakin besar ukuran bulir hujan, semakin mendekati bentuk elipsoid dan bukan berbentuk bulat lagi Oleh karenanya hujan lebih berpengaruh pada sinyal radio dengan polarisasi horizontal. Redaman hujan akan sangat berpengaruh pada frekuensi di atas 10 GHz dan besarnya merupakan fungsi eksponensial terhadap Risan Bagja Pradana NIM 08334023 18

intensitas hujan. Salah satu cara untuk mengatasi redaman akibat hujan adalah dengan cara menerapkan polarisasi antena vertikal. Fenomena hujan cenderung terlokalisasi atau terjadi pada daerah tertentu, tidak semua lintasan radio yang mengalami hujan. Oleh karenanya didefinisikan lintasan hujan efektif (d Eff ) yang merupakan total panjang lintasan radio yang mengalami redaman hujan. Persamaan 5 digunakan untuk menghitung lintasan hujan efektif. Untuk menentukan besar intensitas hujan, digunakan tabel intensitas hujan yang didefinisikan pada dokumen ITU-R 837-1 (Lampiran 1). ( ) ( ) ( ( )) (5) d 0 : Panjang lintasan dengan intensitas hujan yang waktu kejadiaanya melebihi 0,01% pertahun (Km) R0,01 : Intensitas hujan pada zona hujan terkait yang waktu kejadiannya melebihi 0,01% pertahun (mm/hr) d Eff d : Panjang lintasan hujan efektif (Km) : Panjang total lintasan radio (Km) Selanjutnya tentukan parameter untuk redaman hujan K dan A berdasarkan dokumen ITU-R 721-3 (Lampiran 2). Setelah diketahui parameter K, A serta intensitas hujan pada zona hujan terkait, redaman hujan bisa dihitung dengan Persamaan 6 berikut. ( ) (6) LRain : Redaman hujan (db) deff : Panjang lintasan hujan efektif (Km) K, A : Parameter redaman hujan (ITU-R 721-3) 2.3.7 Received Signal Level (RSL) Received Signal Level atau RSL adalah besar level daya yang diterima oleh sisi penerima. Persamaan 7 digunakan untuk menghitung besar RSL. Risan Bagja Pradana NIM 08334023 19

( ) ( ) (7) RSL P TX G TX G RX L F L Con L D/C L EQ L Diff FSL : Received Signal Level (dbm) : Daya pemancar (dbm) : Gain antena pemancar (dbi) : Gain antena penerima (dbi) : Total loss feeder di pengirim dan penerima (db) : Total loss konektor di pengirim dan penerima (db) : Total loss unit divider atau combiner (db) : Loss toleransi perangkat (db) : Besar redaman akibat difraksi (db) : Free Space Loss (db) 2.3.8 Fade Margin Fade Margin adalah margin daya antara sinyal yang diterima dengan sensitivitas penerima untuk mengkompensasi fading yang terjadi. Dengan adanya selisih daya ini, performa dari link radio dapat terjamin. Berdasarkan percobaan A. J. Giger dan W. T. Barnett, Fade Margin sebesar 40 db sudah optimal untuk melawan fading pada link radio microwave [2]. Gambar 2.11 memperlihatkan kurva hasil observasi Giger dan Barnett. Persamaan 8 digunakan untuk menghitung besar fade margin. Risan Bagja Pradana NIM 08334023 20

Gambar 2.11 Kurva hasil observasi Giger dan Barnett tentang perilaku fading (8) FM : Fade Margin (db) RSL : Received Signal Level (dbm) R Thres : Receiver minimum threshold value (dbm) 2.3.9 System Gain System Gain merupakan salah satu ukuran performansi link radio microwave yang penting karena menyangkut parameter-parameter penting lainnya. System Gain merupakan selisih antara daya output pemancar dengan sensitivitas level threshold penerima pada BER yang telah ditetapkan [1]. Nilai system gain ini harus sama atau lebih besar daripada total loss dan gain pada link radio. Secara matematis, system gain dirumuskan seperti pada Persamaan 9. (9) G S P TX R Thres FM : System gain (db) : Daya pancar (dbm) : Receiver minimum treshold value (dbm) : Fade Margin (db) Risan Bagja Pradana NIM 08334023 21

FSL L F L Con L D/C L EQ L Diff G TX G RX : Free Space Loss (db) : Total loss feeder di pengirim dan penerima : Total loss konektor di pengirim dan penerima : Total loss akbat unit divider atau combiner : Loss akibat toleransi perangkat : Besar redaman akibat difraksi : Gain antena pemancar (dbi) : Gain antena penerima (dbi) 2.3.10 Equivalent Isotropically Radiated Power (EIRP) EIRP merupakan akronim dari Equivalent Isotropically Radiated Power atau Effective Isotropically Radiated Power [29]. Dalam sistem komunikasi radio, EIRP merupakan level daya radiasi yang dipancarkan oleh sebuah antena ekuivalen terhadap level daya radiasi antena isotropis dengan kuat sinyal yang sama. Parameter EIRP digunakan untuk mengestimasi cakupan area layanan dari pemancar, dan digunakan untuk mengatur pemancar-pemancar pada frekuensi kerja yang sama sehingga coverage-nya tidak saling tumpang tindih [29]. Di setiap daerah umumnya telah ditetapkan regulasi mengenai besar EIRP maksimum untuk meminimalisir interferensi terhadap layanan lain pada frekuensi kerja yang sama. Persamaan 10 digunakan untuk menghitung besar EIRP. (10) EIRP : Equivalent Isotropically Radiated Power (dbm) P TX G TX L TX : Daya pancar (dbm) : Gain antena pemancar (dbi) : Total loss akibat redaman saluran transmisi di pengirim (db) 2.3.11 Fading Depth Untuk dapat mengestimasi besar kedalaman fading yang dialami suatu lintasan radio bukanlah hal yang mudah. Kedalaman fading atau fading depth sangat erat kaitannya dengam karakteristik propagasi gelombang radio yang berubah-ubah secara acak, tegantung waktu dan lokasinya. Persamaan-persamaan untuk mengestimasi besar fading depth diturunkan dari data statistik hasil Risan Bagja Pradana NIM 08334023 22

pengukuran dari link radio tertentu yang dilakukan secara periodik pada waktu tertentu [2]. Persamaan 11 merupakan persamaan availability Barnet Vigant yang digunakan untuk mengestimasi besar kedalam fading. Persamaan ini juga diturnkan menjadi Persamaan 12 yang digunakan untuk menghitung performa lintasan radio berdasarkan perentase availability dan lama outage nya. ( ) ( ) (11) ( ) ( ) (12) DF : Fading depth (db) p : System availability 1-p : System outage f : Frekuensi yang digunakan (GHz) A : Faktor kekasaran permukaan bumi 4 untuk permukaan yang sangat halus, termasuk air 1 untuk permukaan bumi yang agak kasar ¼ untuk pegunangan atau permukaan yang sangat kasar B : Faktor konversi dari worst month probability ke annual availability ½ untuk danau yang besar atau daerah yang panas dan lembab ¼ untuk daratan 1/8 untuk pegunungan atau daerah yang kering 1 untuk menghitung worst month probability FM : Fade Margin (db) 2.3.12 Space Diversity Space Diversity adalah salah satu teknik yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas dari link radio. Teknik space diversity juga lazim digunakan untuk mengatasi multipath fading. Adapun implementasinya adalah dengan memasang sebuah antena penerima tambahan dengan jarak tertentu dari antena penerima utama. Persamaan 13 merupakan persamaan faktor penurunan fading Arvids Vigants yang dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk menghitung faktor peningkatan dari penerapan space diversity. Persamaan 14 digunakan untuk menghitung jarak antena tambahan pada penerapan space Risan Bagja Pradana NIM 08334023 23

diversity. Sementara untuk keperluan praktis, Tabel 2.4 merupakan daftar aturan umum jarak pemasangan antena tambahan pada teknik space diversity. ( ) (13) I SD : Faktor peningkatan space diversity (db) f s : Frekuensi yang digunakan (GHz) : Jarak bertikal center-to-center antar antena (kaki) FM : Fade Margin (db) d : Jarak total lintasan radio (Km) (14) s : Jarak bertikal center-to-center antar antena (m) d : Jarak total lintasan radio (Km) f : Frekuensi yang digunakan (GHz) h TX : Tinggi antena di pengirim relatif terhadap bidang pantul yang menyebabkan multipath propagation (m) Tabel 2.4 Jarak antena tambahan untuk space diversity [2] Band Frekuensi Jarak Antena Tambahan 2 GHz 20 25 m 4 GHz 10 15 m 6 GHz 9 12 m 11 GHz 7,5 9 m 2.3.13 Teknik Diversity Lainnya Selain space diversity, masih ada teknik penerapan diversity lainnya seperti frequency diversity, polarization diversity, time diversity, dan route diversity. Semua teknik diversity tersebut ditujukan untuk meningkatkan kehandalan lintasan radio. Pada frequency diversity sinyal ditransmisikan dengan menggunakan dua kanal frekuensi yang berbeda. Kedua kanal frekuensi tersebut dipancarkan secara Risan Bagja Pradana NIM 08334023 24

simultan melalui antena yang sama. Sementara di sisi penerima, kedua kanal frekeunsi tersebut diterima oleh antena yang sama. Penerima akan menentukan kanal frekuensi mana yang memiliki kualitas yang labih baik, mengingat perbedaan fading yang terjadi pada masing-masing band frekuensi tidaklah sama. Gambar 2. mengilustrasikan penerapan teknik frequency diversity pada lintasan radio. Gambar 2.12 Penerapan teknik frequency diversity Adapun teknik time diversity adalah teknik diversity dimana beberapa sinyal yang sama ditransmisikan dalam selang waktu yang berbeda. Pada time diversity sinyal informasi diberi bit-bit tambahan untuk forward error correction. Dengan penerapan time diverisity, error burst dapat diminimalisir sehingga proses error correction menjadi lebih sederhana. Sedangkan teknik polarization diversity diterapkan dengan cara menggunakan antena dengan polarisasi yang berbeda. Route diversity merupakan teknik diversity pada jaringan bertopologi ring dimana terdapat beberapa lintasan alternatif yang digunakan sebagai back-up. Apabila salah satu lintasan mengalami outage, maka sinyal akan ditrasmisikan melalui lintasan lain. 2.3.14 Jarak Lintasan Parameter lain yang tidak kalah pentingnya adalah jarak lintasan, parameter ini dilibatkan secara langsung dalam menentukan besar FSL, jari-jari Fresnel Zone, system availability, hingga redaman hujan. Persamaan 15 merupakan persamaan Harversine yang digunakan untuk menghitung jarak terdekat antara dua titik di permukaan bumi. Risan Bagja Pradana NIM 08334023 25

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (15) ( ) Jarak : Jarak lintasan radio (Km) Lat A : Koordinat lintang dari stasiun A ( ) Lat B : Koordinat lintang dari stasiun B ( ) ΔLat : Selisih koordinat lintang antara stasiun A dan B ( ) ΔLon : Selish koordinat bujur antara stasiun A dan B ( ) R Bumi : Jari-jari bumi (6371 Km) Risan Bagja Pradana NIM 08334023 26