Tinjauan dari Sudut Pandang Peraturan Perundangan...233. Tinjauan dari Sudut Pelayanan Publik (Customer Service)...234



dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

Clinical Indicators, Bagaimana Proses Pengembangannya di RS?

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pelayanan publik yang memadai dari pemerintah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah. hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I REVIEW RENSTRA SETDA KALTIM

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) RUMAH SAKIT UMUM NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

PENYUSUNAN INDIKATOR KINERJA KLINIK DALAM STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI RS DR KARIADI SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM. Farichah Hanum

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PADA RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manajemen sektor publik melalui perwujudan New Public

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 17 TAHUN 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DAN PENGELOLAAN KEUANGAN

P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT BPPSDMP TAHUN 2013

WALIKOTA PROBOLINGGO

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 35 TAHUN 2014

Aidinil Zetra, SIP, MA. Jakarta, 22 Juli 2009

Penilaian dan standar kinerja. Dr. C. Tjahjono Kuntjoro MPH, DrPH HP:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Bergulirnya reformasi membawa perubahan dalam segala bidang. kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya pengelolaan

Urgensi Aspek Pengawasan Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan BLU. Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU

8. Unit Organisasi Layanan Campuran adalah unit organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan secara internal dan eksternal.

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kata Pengantar. Oleh karena itu agar langkah dimaksud dapat menjadi prioritas program lima tahun pembangunan kepegawaian ke depan menyongsong ii

KATA PENGANTAR. Lamongan, Januari 2012 Kepala Bagian Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset. S U B A N I, SE, MM Pembina NIP

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

birokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Oleh: Prof Dr H Jamal Wiwoho, SH,MHum PR II UNS

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

Sosialisasi dan Workshop Pelaksanaan Reformasi Birokrsi Daerah

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 21 SERI E

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mendorong masing-masing

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 77 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN DAN PELAPORAN KINERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PERJANJIAN KINERJA

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

Puskesmas Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Ditulis oleh Administrator Selasa, 24 May :55 -

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

KEPUTUSAN KEPALA BIRO ORGANISASI DAN PENDAYAGUNAAN APARATUR SETDA PROVINSI PAPUA NOMOR : 061 TAHUN 2016 TENTANG

KECAMATAN UJUNGBERUNG KOTA BANDUNG KATA PENGANTAR

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance)

Sistem Informasi Monitoring & Evaluasi Pembangunan

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

DAFTAR ISI Deskripsi Modul...230 Tujuan Pembelajaran Khusus...230 Pendahuluan...231 Tinjauan dari Sudut Pandang Peraturan Perundangan...233 Tinjauan dari Sudut Pelayanan Publik (Customer Service)...234 Tinjauan dari Kepentingan Perubahan Kelembagaan Lembaga Pelayanan Publik Menjadi Badan Layanan Umum...235 Langkah-langkah Penyusunan SPM...236 Contoh Kasus...238 Penutup...240 Daftar Pustaka...241 Lembar Latihan...242

Deskripsi modul: Modul ini diawali dengan pembahasan tentang pengertian dan manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk meningkatkan kinerja lembaga pelayanan publik, yaitu menunjukkan akuntabilitas sebagai badan layanan umum, menunjukkan kepedulian pada kebutuhan dan harapan pelanggan, dan memenuhi persyaratan perundahangan yang berlaku melalui kejelasan jenis dan indikator pelayanan yang disediakan. Selanjutnya diuraikan tentang langkah-langkah penyusunan SPM, yang meliputi lima langkah utama, yaitu: menyiapkan lingkungan kerja yang menyadari pentingnya melakukan pengukuran kinerja, menyusun jenis pelayanan dan indikator kinerja, melaksanakan pengukuran dengan indikator dan melakukan perbaikan, mengkaji ulang indikator, dan monitoring terhadap kinerja pelayanan dengan menggunakan indikator yang ada. Pembahasan tentang pengertian, manfaat dan langkah penyusunan SPM dilanjutkan dengan diskusi kelompok untuk menyusun indikator kinerja lembaga pelayanan publik dan diakhiri dengan penyusunan rencana kerja untuk mencapai target dari tiap indikator yang disusun. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai membahas modul SPM, diharapkan linatih mampu: 1. Menjelaskan pengertian standar dan standar pelayanan minimal (SPM) 2. Menjelaskan manfaat standar dan standar pelayanan minimal (SPM) 3. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan SPM 4. Menyusun SPM untuk unit kerja masing-masing 5. Menyusun rencana tindak lanjut perbaikan untuk mencapai SPM yang dimaksud MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 230

PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari, tiap orang selalu dihadapkan pada aturan, norma, standar, ukuran yang harus dipenuhi. Aturan, norma, standar, maupun ukuran tersebut dapat ditetakan secara individual, kelompok, masyarakat, ataupun pemerintah yang mengatur sikap hidup dan tindakan dalam memenuhi kebutuhan individu dan kehidupan bermasyarakat. Demikian juga dalam penyelenggaraan pelayanan yang menyangkut masyarakat umum sebagai pelayanan publik tidak luput dari norma, aturan, standar, dan ukuran yang harus dipenuhi agar dapat menjalankan pelayanan secara akuntabel, bisa dipertanggung jawabkan dan berkinerja tinggi. Pencapaian kinerja pelayanan public sering kali terkendala akibat adanya variasi dalam penyelenggaraan atau proses pelayanan. Salah satu upaya untuk mengurangi variasi proses tersebut adalah dengan melakukan standarisasi. Proses standarisasi meliputi penyusunan, penerapan, monitoring, pengendalian, dan evaluasi dan revisi standar (PP 102/2000). Dijumpai berbagai pengertian standar, antara lain: standar adalah tingkat keprimaan, dan digunakan sebagai dasar perbandingan (Oxford dictionary), standar adalah rentang variasi yang dapat diterima dari suatu norma atau kriteria (Donabedian), standar adalah pernyataan tertulis tentang harapan spesifik (Katz dan Green), standar adalah ukuran yang ditetapkan dan disepakati bersama, merupakan tingkat kinerja yang diharapkan (Meissenheimer), standar adalah patok duga pencapaian (benchmarking) yang didasarkan pada tingkat keprimaan yang diinginkan, standar dapat dijadikan model untuk dicontoh dan digunakan sebagai dasar kajibanding (WHO) Peraturan Pemerintah No.102/2000 dijelaskan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, sedangkan dalam UU No 23/1992 pasal 53 ayat 2 disebutkan bahwa standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Adanya standar dalam pelayanan publik akan memberikan manfaat antara lain: mengurangi variasi proses, memenuhi persyaratan profesi, dan dasar untuk mengukur mutu (Schroeder, 1994), adanya standar akan MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 231

menjamin keselamatan pasien dan petugas penyedia pelayanan kesehatan (Moss & Barrach, 2002, Reason, 2002). Dengan dikuranginya variasi dalam pelayanan, akan meningkatkan konsistensi pelayanan publik, mengurangi terjadinya kesalahan, meningkatkan efisiensi dalam pelayanan, dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan. Disamping adanya manfaat dengan ditetapkannya standar dalam pelayanan, penerapan standar juga memiliki keterbatasan, antara lain: konsistensi dan terbatasnya variasi dalam pelayanan kadang-kadang mengorbankan kebutuhan spesifik klien, standar disusun tidak didasarkan oleh evidens, atau disusun dengan interpertasi yang salah terhadap evidens dapat juga merugikan klien, diterapkannya standar kadang-kadang mengabaikan kompleksitas pelayanan maupun variabilitas yang dimiliki oleh klien, penilaian yang tidak adil terhadap mutu pelayanan dapat terjadi akibat menggunakan standar yang tidak tepat, demikian juga dapat terjadi ketidakcocokan standar yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga. Dikenal ada tiga jenis standar (Donabedian), yaitu: standar struktur, yaitu sumberdaya: manusia, uang, material, peralatan, mesin, standar proses yang merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan, dan standar hasil yang merupakan hasil-hasil (outcome) yang diharapkan, sedangkan Burill dan Ledolter membedakan standar menjadi dua, yaitu: standar eksternal merupakan standar yang disusun oleh pihak di luar organisasi pelayanan, dan standar internal yang disusun sendiri oleh organisasi pelayanan dengan dasar evidens, referensi, dan kondisi organisasi). Dikenal juga adanya standar minimal (minimal standard), merupakan standar yang tidak dapat ditawar, pencapaian kinerja pelayanan tidak boleh berada di bawah standar tersebut, standar optimal (optimal standard) merupakan tingkat terbaik yang dapat dicapai, dan standar yang dapat dicapai (achievable standard), tingkat kinerja yang dapat dicapai oleh top quartile dari pelayanan (MuirGray, 2001). Proses penyusunan standar. Proses penyusunan standar meliputi empat langkah utama, yaitu: menentukan kebutuhan dan lingkup standar, menyusun standar, menerapkan standar, evaluasi dan pembaharuan (updating) standar. Latar belakang adanya standar pelayanan minimal pelayanan publik dapat ditinjau secara garis besar dari tiga sudut pandang, yaitu: peraturan perundangan, pelayanan publik yang harus dapat memuaskan pelanggan (kepentingan pelanggan), dan perubahan kelembagaan organisasi layanan masyarakat (misalnya rumahsakit) menjadi badan layanan umum (kepentingan organisasi) Standar pelayanan minimal tersebut merupakan janji dari satuan kerja dalam menyediakan pelayanan wajib kepada masyarakat yang dilayani. Standar pelayanan minimal dari seluruh SKPD dan satuan kerja yang MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 232

memberikan pelayanan publik menjadi tolok ukur yang disusun sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) dan rencana stratejik daerah yang merupakan janji kinerja pemerintah daerah terhadap masyarakat yang ada di wilayah kerja. Tiap-tiap satuan kerja perlu menyusun rencana stratejik dan rencana bisnis agar dapat mencapai standar pelayanan minimal yang dijanjikan, yang kemudian dijabarkan dalam rencana bisnis anggaran dan rencana kerja SKPD/Satuan kerja. Pemerintah Daerah berdasarkan standar pelayanan minimal yang ada wajib mengupayakan sumber daya dan fasilitasi proses pelayanan satuan kerja agar standar pelayanan minimal yang dijanjikan dapat dipenuhi. Tergantung pada kondisi daerah, dengan ditetapkannya standar pelayanan minimal baik oleh daerah maupun pusat, pemerintah pusat maupun provinsi wajib juga untuk menyediakan sumber daya dan fasilitasi terhadap daerahdaerah yang kurang mampu untuk mencapai standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Berdasarkan standar pelayanan minimal yang telah disusun tiap satuan kerja dan unit-unit kerja wajib menyusun strandar teknis yang akan menjadi acuan langkah-langkah untuk mencapai standar pelayanan minimal tersebut, demikian juga perlu disusun lebih lanjut prosedur kerja maupun instruksi kerja sesuai kebutuhan. Prosedur kerja merupakan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unit kerja, sedangkan pedoman/instruksi kerja merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan hanya oleh satu unit kerja. Tinjauan dari sudut pandang peraturan perundangan Reformasi menghendaki diselenggarakannya pemerintahan yang amanah (good governance), yang antara lain mensyaratkan akuntabilitas, transparan, penegakan hukum, keterbukaan, dan profesional. Sejalan dengan reformasi dilakukan desentralisasi di Indonesia yang diawali dengan adanya undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang otonomi daerah (UU No 22/1999, UU 32/2004, UU No 33/2004 dan Perpu No 3/2005, PP 8/2003 pengganti PP 84/2000), PP 38/2007 dan PP 41/2007 yang menetapkan adanya pembagian kewenangan pusat dan kewenangan wajib yang harus dilaksanakan di daerah. Untuk menjamin akuntabilitas penyelenggaraan kewenangan wajib dengan memperhatikan UU No22/1999 dan PP 84/1999 di daerah perlu disusun standar pelayanan minimal. Departemen Dalama Negeri telah menyusun petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal (Permendagri No 6/2007) yang menjadi acuan bagi SKPD dalam menyusun standar pelayanan minimal. Sebagai contoh dalam pelayanan kesehatan, diterbitkan KepMenKes 1747/Menkes-Kesos/SK/XII/2000 tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 233

sedangkan untuk rumahsakit agar memudahkan melaksanakan ketentuan tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal ruamh sakit yang wajib dilaksanakan di daerah, ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal rumah sakit yang wajib dilaksanakan di daerah dengan KepMenKes No 228/MenKes/SK/III/2002. Diktum keempat dari Instruksi Preseiden No 5/2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi menyebutkan: meningkatkan kualitas pelayanan publik baik dalam bentuk jasa ataupun perinjinan melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratanpersyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sesuai peraturan perundangan dan menghapuskan pungutan-pungutan liar. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No Kep/28/M.PAN/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi & Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan perlu adanya standar pelayanan publik: Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun standar pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas kewenangannya dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan kepastian bagi penerima pelayanan. Tinjauan dari sudut pandang pelayanan publik (customer service) Pelanggan adalah fokus pelayanan publik. Dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan adalah kepuasan dan adanya jaminan keamanan. Pelayanan kepada masyarakat dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan dan dijamin aman. Kepuasan merupakan respon pelanggan terhadap dipenuhi kebutuhan dan harapannya, merupakan penilaian pelanggan terhadap produk dan pelayanan, yang merupakan cerminan tingkat kenikmatan yang didapatkan berkait dengan pemenuhan kebutuhan dan harapan, termasuk di dalamnya tingkat pemenuhan yang kurang, atau tingkat pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan. Setiap pelanggan mempunyai standar pembanding untuk menilai kinerja pelayanan yang ia terima. Hasil penilaian tersebut memberikan persepsi apakah kebutuhan dan harapan dipenuhi atau tidak, yang akan menghasilkan kepuasan atau ketidak puasan. Ungkapan dari rasa kepuasan atau ketidak puasan dapat berupa tindakan untuk membeli kembali, memberikan pujian, mengajukan komplain, atau akan menceritakan apa yang dialami kepada orang lain. MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 234

Kepuasan pelanggan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap mutu, kinerja hasil (luaran klinis), dan pertimbangan biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh dari produk atau pelayanan yang diterima. Dengan demikian kepuasan terjadi karena penilaian terhadap manfaat, kepuasan terhadap kenikmatan yang diperoleh, dan kepuasan karena mendapat lebih dari yang dibutuhkan atau diharapkan. Memperhatikan aspek kepuasan pelanggan, perlu adanya indikator penilaian yang dapat digunakan untuk menilai mutu, kinerja hasil (luaran klinis), bahkan ukuran yang mempertimbangkan biaya dan manfaat yang diperoleh pelanggan terhadap jasa yang mereka beli. Disamping pelayanan yang berkualitas, pelayanan publik juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang aman (safety), sehingga tidak terjadi sesuatu tindakan yang membahayakan maupun mencederai pelanggan, oleh karena itu perlu disusun sistem manajemen untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan, yang meliputi: identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, penanganan risiko, monitoring yang berkesinambungan, dan komunikasi 1). Untuk melakukan monitoring yang berkesinambungan diperlukan adanya indikator (tolok ukur) dan target (threshold) yang harus dicapai atau dipenuhi. Upaya untuk meningkatkan kepuasan bahkan kesetiaan pelanggan dan menjamin keamanan pasien dapat dilakukan dengan standardisasi pelayanan. Bagaimana penerapan standar pelayanan tersebut apakah telah dapat menjamin kepuasan pelanggan dan keamanan pasien harus dapat ditunjukkan dengan fakta, oleh karena itu pengukuran (indikator) dan target pencapaian untuk tiap indikator perlu disusun, disepakati, dan ditetapkan sebagai acuan. Tinjauan dari kepentingan perubahan kelembagaan lembaga pelayanan publik menjadi badan layanan umum Peraturan Pemerintah No 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyebutkan tiga jenis bidang-bidang kegiatan pemerintahan yang layak menerapkan Badan Layanan Umum (BLU): a. instansi yang memberikan layanan barang/jasa (termasuk rumah sakit dan perguruan tinggi, lembaga litbang), instansi yang berfungsi mengelola kawasan (otorita, kawasan ekonomi terpadu), dan instansi yang berfungsi mengelola dana-dana khusus untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. BLU tersebut dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum, fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, serta penerapan praktek bisnis yang sehat, dengan karakteristik: menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik, tidak bertujuan mencari keuntungan (laba), dikelola secara MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 235

otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi, rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk, pendapatn dan sumbangan dapat digunakan langsung, pegawai dapat terdiri dari PNS dan Non-PNS, dan bukan sebagai subjek pajak (Pasal 1 butir 23 UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara). BLU pusat secara teknis dibina oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan, tetapi secara keuangan dilakukan oleh menteri keuangan. Dengan demikian BLU harus dapat menunjukkan akuntabilitas baik secara teknis maupun keuangan, terhadap pemerintah dan terhadap masyarakat (publik) yang dilayani. Pengukuran akuntabilitas tentunya dapat dilakukan jika tersedia indikator dan target pencapaian kinerja yang dapat diterima oleh pemerintah dan masyarakat dengan optimalisasi dan pengembangan sumber daya dan prosedur pelayanan yang ada. Langkah-langkah penyusunan SPM: Adapun langkah-langkah penyusunan SPM adalah sebagai berikut: Menciptakan lingkungan yang menyadari perlunya mengukur kinerja: o Memahami konteks/latar belakang penyusunan indikator (apa yang ingin dikerjakan, mengapa, bagaimana, sebaik apa, dan problem apa yang mungkin dijumpai) o Kejelasan tujuan penyusunan indikator o Identifikasi pendukung dan penghambat dan bagaimana mengatasinya o Membentuk tim penyusun o Pelajari sistem mutu yang ada o Tentukan sumber informasi yang dibutuhkan untuk menyusun indikator o Workshop untuk mendapat dukungan dari pihak terkait Penyusunan indikator: o Review indikator-indikator yang ada dari literatur maupun dari Departemen teknis o Review indikator-indikator yang selama ini digunakan o Identifikasi unit-unit terkait o Identifikasi indikator-indikator yang dapat dimonitor o Susun indikator o Tetapkan metoda pengumpulan data dan sumber informasi o Tentukan metoda analisis o Sosialisasi o Tetapkan cara pelaporan indicator MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 236

Penerapan indikator: o Monitor proses pengumpulan data o Monitor analisis terhadap indikator dan pelaporannya o Monitor penggunaan hasil analisis indicator o Penggunaan indicator sebagai dasar untuk melakukan perbaikan kinerja pelayanan o Penyusunan standar teknis (standar operasional prosedur, prosedur kerja, instruksi kerja, panduan kerja) yang menjadi acuan untuk mencapai SPM yang telah disusun. o Hitung biaya implementasi Review: o Kaji ulang terhadap indikator, cara pengumpulan data, analisis dan hasil analisis, pemanfaatan indikator untuk perbaikan, tindak lanjut perbaikan o Perbaikan/penambahan/pengurangan indicator Evaluasi dan ongoing monitoring: Sejauh mana proses pengumpulan dan analisis data untuk tiap indicator dilakukan Sejauh mana indicator tersebut digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Sejauh mana SPM yang disusun digunakan untuk melakukan perbaikan kinerja Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih indikator: Diwajibkan/dipersyaratkan oleh peraturan perundangan Dipersyaratkan oleh pemilik (pertanggung jawaban) sebagai bentuk akuntabilitas Ketersediaan data High risk, high cost, high volume, problem prone Konsensus Dipersyaratkan oleh customer Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun indikator: Ada kejelasan tujuan dan latar belakang dari tiap-tiap indikator, mengapa indikator tersebut penting dan dapat menunjukkan tingkat kinerja organisasi/bagian/unit kerja Kejelasan terminologi yang digunakan Kapan pengumpulan data (kapan indikator harus di update), kapan harus dianalisis, cara analisis, dan interpertasinya Numerator dan denominator Threshold (target) Dari mana data diperoleh (sistem informasi untuk mendukung perolehan data) MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 237

Cara menetapkan threshold (target pencapaian) menurut Katz dan Green : Sentinel event (kejadian luar biasa, a serious, undesirable, and often avoidable process or outcome) indicator: target = 0, misalnya pembedahan pada sisi yang salah Rate based indicator: o Kumpulkan data untuk periode waktu tertentu o Hitung mean dan standard deviasi o Tetapkan simpangan yang bisa diterima o Ingat rate-based indicator tidak pernah 100 % Rujukan (referensi) sebagai konsensus nasional atau konsensus profesi Jika rate based indicator belum dapat ditentukan, dapat ditetapkan threshold secara konsensus pada tahun pertama. Adakalanya threshold tidak dapat ditetapkan, penilaian terhadap indikator berdasarkan trend naik atau turun. Contoh kasus: Pada Dinas yang mengatur regulasi perijinan industri kecil telah dilakukan studi tentang alur proses pengajuan perijinan yang telah memenuhi kelengkapan berkas dan persyaratan teknis. Dari alur tersebut maka dapat disimpulkan bahwa proses penyelesaian perijinan dapat dilakukan paling cepat 3 hari dan paling lambat 5 hari Susun Indikator dan standar minimal untuk pelayanan perijinan industri kecil tersebut. MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 238

Format SPM: Format SPM (Permendagri 6/2007) No Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal Batas waktu Pencapaian Satker/ lembaga penangg. jwb Keteranga n Indikator Nilai Format Indikator Standar Pelayanan Minimal Contoh 1 Indikator Dimensi mutu Tujuan indikator Rationale Definisi terminologi yang digunakan Frekuensi updating indikator Periode dilakukan analisis Numerator Denominator Threshold Sumber data numerator dan denominator MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 239

Contoh 2 Format SPM No Jenis Pelayanan Indikator Rasionaslisasi Numerator Denominator Target Pencapaian Target Waktu Dimensi mutu Keterangan / rujukan Penutup Standar pelayanan minimal yang mempunyai dua elemen pokok, yaitu indikator kinerja dan target (threshold) yang harus dicapai perlu disusun dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan tiga alasan, yaitu:a. peraturan perundang menghendaki demi menjamin akuntabilitas pelayanan publik, b. pelanggan sebagai fokus pelayanan membutuhkan dan menghendaki pelayanan yang berkualitas, memuaskan, dan dapat dijamin memberikan keamanan, dan c. untuk menjadi badan layanan umum, lembaga pelayanan publik harus dapat menunjukkan akuntabilitas kinerjanya dengan ditetapkannya indikator dan target pencapaian tiap indikator kinerja. MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 240

Peraturan perundangan: Daftar Pustaka: 1. UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah 2. UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 4. UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara 5. PP No 84/2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah 6. PP No 8/2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah 7. PP No 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 8. PP No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 9. PP No 65/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal 10. Perpu No 3/2005: Perubahan atas Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 11. Permendagri No 6/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. 12. KepMenKes No. 1747/MenKes-Kesos/SK XII/2000 tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota 13. KepMenKes No. 228/MenKes/SK/III/202 tentang: Pedoman Penyusunan Standar pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan di Daerah Kepustakaan: ACHS, Clinical Indicator Summary Guide, ACHS Australia 2004 Donabedian, A (1982)., The Criteria and Standards of Quality, Health Administration Press, Ann Arbor, Michigan Hunter Area Health Service Clinical Governance Unit, Adverse Event Management Program Overview, August 2003 Katz, J.M., Green, E (1997)., Managing Quality: A Guide to System-wide Performance Management in Health Care, Mosby-Year Book, St Louis, Missouri. Oliver, R., Satisfaction: a Behavioral Perspective on the Customer, Boston: McGraw-Hill, 1997 WHO (1993), Division of Strengthening of Health Service District health System, The Contemporary use of Standards in Health Care, WHO MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 241

L E M B A R LATIHAN Penugasan 1: Diskusikan jenis-jenis pelayanan wajib minimal yang harus disediakan oleh suatu lembaga pelayanan publik. No Jenis pelayanan Indikator Standar Batas waktu pencapaian Keterangan Penugasan 2: Lakukan identifikasi indikator-indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan akuntabilitas tiap-tiap pelayanan wajib minimal tersebut Penugasan 3: Lengkapi indikator-indikator tersebut sesuai dengan format yang telah ditetapkan Penugasan 4: Presentasi hasil diskusi Penugasan 5: Revisi indikator dan kesepakatan indikator yang akan digunakan MODUL POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DITJEN BAKD, DEPDAGRI 242