Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortilkultura 26 November 2009

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT

Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH SEMINAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA Institut Pertanian Bogor, 2009

BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

IV. KEADAAN UMUM PG. KREBET BARU

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

TEBU. (Saccharum officinarum L).

KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

9 Aspek manajerial kedua yang dilaksanakan mahasiswa adalah bekerja sebagai pendampin Sinder Kebun Wilayah (SKW) selama enam minggu. Kegiatan yang dil

PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIS BAKU BUDIDAYA BIBIT TEBU VARIETAS PS 851 DAN PS 951 PADA TINGKAT KEBUN BIBIT DATAR

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

PENDAHULUAN Latar Belakang

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BIBIT TEBU UNGGUL UNTUK MENUNJANG PROGRAM SWASEMBADA GULA NASIONAL

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

BAB I PENDAHULUAN. keuangan suatu perusahaan yang akan dianalisis dengan alat-alat analisis

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

TANAMAN TEBU A. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBUKAAN KEBUN TEBU GILING / TEBU RAKYAT

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

I. PENDAHULUAN. bekerja pada bidang pertanian. Menurut BPS tahun 2013, sekitar 39,96 juta orang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

ANALISIS USAHATANI TEBU DI LAHAN TEGALAN KASUS DI KABUPATEN BONDOWOSO

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mempelajari Pertumbuhan dan Produktivitas Tebu (Saccharum Officinarum. L) dengan Masa Tanam Sama pada Tipologi Lahan Berbeda

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

KEADAAN UMUM. Letak Wilayah Administratif

Benih tebu SNI 7312:2008. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI BIBIT YANG BERASAL DARI KEBUN BIBIT DATAR DENGAN KEBUN TEBU GILING

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TEBU DI KABUPATEN OGAN ILIR MELALUI SISTEM TANAM JURING GANDA

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PABRIK GULA MADUKISMO DENGAN ASPEK KHUSUS PENATAAN VARIETAS SEMA DEVI OKTAVIA

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

Catur Rini Sulistyaningsih

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE MAGANG Waktu dan Tempat Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

ADAPTASI BEBERAPA GALUR TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) DI LAHAN MEDIUM BERIKLIM BASAH DI BALI DENGAN BUDIDAYA ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Luas Areal dan Tata Guna Lahan

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI UNIT PG. SUBANG PT. RAJAWALI II, SUBANG, JAWA BARAT (DENGAN ASPEK KHUSUS PUPUK DAUN) Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

KODE JUDUL : X.46 AGROEKOLOGI WILAYAH PENGEMBANGAN VARIETAS TEBU DI LAHAN KERING SULAWESI SELATAN MENDUKUNG PERCEPATAN PENCAPAIAN SWASEMBADA GULA

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L. ) DI PABRIK GULA MADUKISMO DENGAN ASPEK KHUSUS MANAJEMEN TEBANG MASTHA TARIDA MAGDALENA SITINJAK

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara agraris yang artinya sebagian besar

DI PABRIK GULA MADUKISMO, PT. MADUBARU, YOGYAKARTA: DENGAN ASPEK KHUSUS MEMPELAJARI PRODUKTIVITAS TIAP KATEGORI TANAMAN

Transkripsi:

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortilkultura 26 November 2009 PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR (DENGAN ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT DATAR) Maintenance of Sugarcane (Saccharum officinarum L.) in Unit PG. Krebet Baru PT. Rajawali I, Malang, East Java (With Special Aspect The Management of Seedcane Nursery) Bagus Mahendra 1, Purwono 2 1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Abstract The objectives of the internship were developed student professionalism and increased knowledge of sugarcane cultivation. It also improve the student abilities and capabilities on agricultural ground. The internship was conducted in PT. PG. Krebet Baru, Malang, East Java from February 2008 until June 2008. Sugar industry is one of the important industry on agricultural sector in Indonesia. Because of sugar consumption always increases every years. The special aspect of the internship was observed the management of seedcane nursery. This special aspect was aimed to learned the management of seedcane nursery to yield seedcane factor. The result of this observation showed the distribution of seedcane nursery, the seedcane nurseries that been manage by the corporate and seedcane nursery services farmer, the differences of cultivation technic among sugarcane for milling and seedling, and the value of seedcane nursery. Keyword : Yield Seedcane Factor,Seedcane Nursery, Saccharum officinarum L., Sugar PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula merupakan salah satu industri penting dalam sektor pertanian di Indonesia. Konsumsi masyarakat akan gula selalu meningkat tiap tahunnya namun pemerintah belum dapat mencukupi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk per tahun dan industri yang menggunakan bahan baku gula tanpa diikuti peningkatan produksi gula yang seimbang. Total produksi gula nasional tahun 2008 adalah 2.7 juta ton yang berupa produksi gula konsumsi langsung atau GKP (gula kristal putih). Luas lahan yang digunakan untuk memproduksi tebu di Indonesia pada tahun 2008 adalah 431 000 ha dengan produktivitas 78 ton/ha dan rendemen rata-rata 8.27% (Colosewoko, staf ahli Asosiasi Gula Indonesia, 2009). Sementara itu konsumsi gula nasional tahun 2008 sebesar 4.46 juta ton yaitu untuk konsumsi gula langsung sebesar 2.66 juta ton dan untuk GKP rafinasi sebesar 1.8 juta ton. Kekurangan konsumsi gula industri dipenuhi dengan impor. Upaya pemantapan produksi gula dalam negeri dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, antara lain dengan melaksanakan intensifikasi pada tanaman tebu yang sudah mapan, ekstensifikasi dengan memperluas pertanaman tebu ke areal bukaan baru dengan sistem tegalan terutama di luar pulau Jawa, dan rehabilitasi pabrik-pabrik gula agar lebih efisien dalam menghasilkan gula. Langkah awal untuk peningkatan produksi tebu adalah pengelolaan bibit tebu dengan baik. Menurut Setyamidjaja dan Azharni (1992) bibit adalah modal utama bagi keberhasilan usaha budidaya tebu. Pengetahuan manfaat pengelolaan bibit yang baik sangat diperlukan produsen gula untuk menciptakan dan mengusahakan bibit bermutu. Bibit tebu bermutu baik dan sehat dapat diperoleh melalui kegiatan pembangunan kebun berjenjang dan pelaksanaan budidaya. Pembangunan kebun bibit berjenjang adalah penyelenggaraan kebun bibit secara bertahap yang memiliki ketentuan yang harus dipatuhi dan diikuti standarnya sehingga akan diperoleh bibit sesuai kebutuhan baik jumlah maupun kualitasnya. Menurut Indriani dan Sumiarsih (1992), pentahapan dalam penyelenggaraan kebun bibit menurut pengadaannya yaitu kebun bibit pokok utama (KBPU), kebun bibit pokok (KBP), kebun bibit nenek (KBN), kebun bibit induk (KBI), kebun bibit datar (KBD). KBD merupakan kebun bibit yang diselenggarakan sebagai penyedia bahan tanam bagi kebun tebu giling (KTG). Lokasi penyelenggaraan KBD sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan lokasi kebun tebu giling. Tahap akhir kebun bibit berjenjang adalah tahap KBD. KBD yang terkelola dengan baik akan menghasilkan bahan tanaman yang baik pula. Tingkat kebaikan kebun bibit dinilai dari kuantitas dan kualitas bibit yang dapat dihasilkan melalui dua faktor, yaitu faktor hasil bibit teori (FHB teori) dan faktor hasil bibit nyata (FHB nyata). Menurut Pengawas Benih Tanaman (2008) kebutuhan bibit tebu adalah 8 ton/ha dengan faktor penangkaran bibit dari KBD ke KTG sebesar 1 : 8. Hal tersebut dapat diartikan bahwa 1 ha KBD dapat memenuhi penanaman KTG seluas 8 ha. Menurut pihak PG. Krebet Baru kebutuhan bibit untuk lahan sawah adalah 8-10 ton/ha, sedangkan untuk lahan kering adalah 10-12 ton/ha. Tujuan 1. Meningkatkan kemampuan keterampilan mahasiswa dalam memahami proses kerja secara nyata. 2. Mempelajari aspek khusus pengelolaan kebun bibit datar (KBD) dalam kebun bibit berjenjang dan nilai kebun bibitnya. METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan mulai tanggal 12 Februari-12 Juni 2009 di unit PG. Krebet Baru PT. Rajawali I, Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur Metode Pelaksanaan Mahasiswa melaksanakan kegiatan magang dengan melakukan kerja langsung di lapang. Kegiatan langsung di lapang meliputi beberapa aspek, yaitu aspek teknis, aspek manajerial, dan aspek khusus. Pada aspek teknis mahasiswa menjadi Karyawan Harian Lepas (KHL) selama dua bulan pertama. Pada aspek manajerial mahasiswa sebagai pendamping Petugas Lapang Pabrik Gula (PLPG) dan menjadi pendamping Sinder Kebun. Aspek khusus yang diambil adalah pengelolaan kebun bibit datar (KBD). Pengamatan yang dilakukan pada kebun bibit datar adalah 1. Pengelolaan kebun bibit datar Mengamati pengelolaan kebun bibit dilakukan oleh petani atau oleh perusahaan. 2. Sebaran kebun bibit datar Mengamati sebaran KBD pada kebun perusahaan untuk satu afdeling. 3. Teknis budidaya di KBD dan KTG Mengamati perbedaan teknis budidaya pada KBD dan KTG. 4. Nilai hasil bibit Mengamati faktor hasil bibit teori dan faktor hasil bibit nyata. Metode Pengamatan dilakukan di KBD dan KTG untuk memperoleh besarnya nilai faktor hasil bibit teori (FHB teori)

dan faktor hasil bibit nyata (FHB nyata). Perusahaan memiliki dua jenis pengelolaan KBD, yaitu KBD TS (Tebu Sendiri) dan KBD jasa (petani mitra). Pengamatan dilakukan pada satu blok kebun bibit datar (KBD) TS untuk tiap varietas. KBD yang diamati adalah KBD Karangsuko dengan luasan 1 ha yang ditanami varietas Kidang Kencana (KK) dan KBD Gondanglegi dengan luasan 0,445 ha yang ditanami varietas PS 862. Pengamatan nilai hasil bibit tidak dilakukan pada KBD jasa karena tanaman belum siap panen untuk dijadikan bibit. Varietas KK dan PS 862 termasuk ke dalam varietas tebu masak awal. Pengamatan dilakukan tiga kali (sebagai ulangan) panen bibit dari KBD pada masing-masing varietas. Peubah yang diamati adalah : Jumlah mata tunas tebu yang dihasilkan di KBD Sampel jumlah mata tunas diambil sepanjang 5 meter pada juringan. Banyaknya juringan yang dijadikan sampel adalah 10% dari jumlah juringan di KBD yang dipanen.. Sampel juringan diambil secara diagonal. Mata tunas dihitung di setiap batang di sepanjang 5 meter tiap juringan yang telah ditebang dan di pangkas bagian pucuknya. Kebutuhan mata tunas untuk pertanaman di KTG Sampel kebutuhan mata di KTG diambil dari sepanjang 5 meter pada juringan. Sampel juringan yang diamati adalah juringan nomor 1, 20, 40, 60, 80, dan seterusnya hingga juringan terakhir. Sampel juringan diambil secara diagonal. Mata tunas dihitung setelah bibit diletakan dalam juringan sepanjang 5 meter. Luas KBD yang dipanen Mengukur luasan KBD yang dipanen untuk memenuhi kebutuhan dari satu KTG. Luas KTG yang dipenuhi Mengukur luasan KTG yang ditanami bibit yang berasal dari KBD. Penghitungan Faktor Hasil Bibit (FHB) Jumlah mata per hektar yang dihasilkan di KBD FHB teori = Kebutuhan mata per hektar di KTG Luas KTG yang ditanami bibit dari KBD FHB nyata = Luas KBD yang di panen Analisis Data dan Informasi Data dan informasi yang telah diperoleh dianalisis secara komparatif dan diuji dengan menggunakan uji-t. KEADAAN UMUM PG. KREBET BARU PT PG Krebet Baru terletak di Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis PT PG Krebet Baru terletak pada koordinat 112 0 37 30 BT dan 7 0 58 10 LS. Wilayah penyebaran kebun tebu berada pada ketinggian 300 600 m dpl. Menurut klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson wilayah PG. Krebet Baru termasuk dalam tipe iklim C (agak basah) dengan jumlah ratarata bulan kering (CH < 60 mm) adalah 4 bulan dan jumlah ratarata bulan basah (CH > 100 mm) adalah 7 bulan. Wilayah PG. PG. Krebet Baru memiliki suhu rata-rata minimum 21 ºC dan suhu rata-rata maksimum 33 ºC. Jenis tanah wilayah PG. Krebet Baru pada umumnya berupa tanah latosol, mediterania, sedikit regosol, dan aluvial. Derajat keasaman (ph) tanah berkisar antara 5.5 6.5. Tekstur tanah beragam mulai dari lempung, lempung berpasir, lempung berdebu, hingga lempung liat berdebu. Topografi kebun beragam dari dataran, perbukitan, dan pegunungan dengan kemiringan lahan 3 8 %. Sebagian besar bahan baku tebu yang dikirim ke PG. Krebet Baru adalah TR (tebu rakyat). Lebih dari 99 % pasokan bahan baku tebu didapat dari tebu rakyat. Tebu rakyat terbagi menjadi dua, yaitu TR Kredit dan TR Mandiri. Keseluruhan TR tersebut tersebar ke dalam wilayah kerja PG. Krebet Baru yang terbagi dalam empat afdeling, yaitu rayon utara seluas 5.171,7 ha, rayon tengah seluas 6.068,2 ha, rayon timur seluas 5.476 ha, dan rayon selatan seluas 4.081 ha (masa tanam 2008/2009). Sehingga luas total keseluruhan tebu rakyat yang memasok PG. Krebet Baru adalah 20.796,9 ha. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Khusus Penyebaran Kebun Bibit Datar Perusahaan berusaha melakukan penyebaran lahan KBD di tiap Rayonnya. Namun perluasan KBD yang dilakukan tetap memperhatikan syarat lahan untuk kebun bibit dan lahan memiliki jarak kurang dari 15 km ke pabrik. Syarat mengenai jarak KBD kurang dari 15 km dimaksudkan agar kendaraan pengangkut bibit tidak terlalu jauh melakukan penimbangan bibit. Namun pihak PG Krebet Baru akan menyetujui perluasan lahan KBD yang berjarak lebih dari 15 km apabila di sekitar wilayah tersebut terdapat timbangan besar dan penyerapan bibit oleh petani cukup tinggi. Penyebaran KBD di PG. Krebet Baru pada masa tanam 2008/2009 telah tersebar di Rayon Utara, Tengah, dan Timur. Total luas lahan KBD yang diusahakan adalah 154,759. Penyebaran KBD belum mencapai Rayon Selatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu wilayahnya cukup jauh dari pabrik (tempat timbangan besar), hanya terdapat lahan tegal untuk pertanaman tebu, ketersediaan air kurang terjamin (hanya mengandalkan turunnya hujan). Hingga masa tanam 2008/2009 pabrik belum mendapatkan lahan yang mendukung untuk dijadikan kebun bibit datar. Berikut adalah data penyebaran KBD di wilayah kerja PG. Krebet Baru. Tabel 1. Penyebaran KBD PG. Krebet Baru MT 2008/2009 No Rayon Kecamatan Luas (Ha) 1. Utara Tajinan 45,03 Poncokusumo 7,43 Bululawang 4,24 Wagir 1,485 Kedungkandang 3,96 Pakis 4,41 Jumlah 66,555 2. Timur Wajak 51,06 Turen 2,2 Jumlah 53,26 3. Tengah Pagelaran 8,375 Gondanglegi 26,569 Jumlah 34,944 Total 154,759 Sumber : Data Kantor TS (Tebu Sendiri) Penyebaran KBD di PG. Krebet Baru dirasa belum optimal. Hal ini terlihat dari penyebarannya yang belum merata diseluruh wilayah kerjanya. Namun hal ini terjadi karena penyerapan bibit oleh petani PG. Krebet Baru belum dapat maksimal. Sebagian bibit KBD telah melewati umur tebang bibit karena tidak habis terjual ke petani sehingga masih banyak bibit di KBD yang terus dipelihara hingga nantinya dijadikan tebu giling (overbooking). Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang di bawah tanggung jawab bagian TS (Tebu Sendiri) yang dikelola oleh Sinder kebun bibit (Sinder TS). Pengelolaan KBP, KBN, dan KBI hanya dilakukan oleh bagian TS. Perusahaan memberikan kebijakan kepada TS untuk dapat bekerjasama dengan petani tebu rakyat dalam pengusahaan Kebun Bibit Datar. Sehingga pengusahaan kebun bibit datar terbagi menjadi dua pengelolaan, yaitu pengelolaan KBD oleh TS (Tebu Sendiri) dan pengelolaan KBD jasa. Pola pengelolaan KBD oleh TS (Tebu Sendiri) adalah KBD yang pengelolaannya secara keseluruhan dilakukan oleh bagian TS di perusahaan. Kegiatan mulai pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, hingga panen bibit dikerjakan oleh

perusahaan. Seluruh biaya pengelolaan KBD dan hasil pembelian bibit adalah tenggung jawab perusahaan (Bagian Tebu Sendiri). Dalam proses budidaya tebu di KBD TS dikerjakan oleh mandor lepas yang memiliki buruh tani harian. Lahan yang digunakan adalah lahan milik perusahaan dan dari sewa lahan. KBD jasa adalah KBD yang pengelolaannya dilakukan oleh petani yang bertindak sebagai mitra perusahaan. Terdapat beberapa proses yang harus dilewati petani jika ingin menjadi mitra KBD jasa. Perusahaan memberikan pinjaman kepada petani KBD jasa dengan bunga pengembalian 7% untuk pelaksanaan budidaya KBD mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, hingga tebang bibit. Hasil penjualan bibit KBD jasa akan diberikan petani mitra setelah dikurangi pembayaran pinjaman dan bunga 7%. Fungsi KBD jasa adalah 1. Mendukung penyediaan bibit dari KBD ketika pencapaian target pemenuhan KBD TS tidak tercapai 2. Memberikan pengajaran kepada petani maju untuk penyediaan bibit 3. Sekaligus untuk pengembangan dan penyebaran bibit baru. Tabel 2. Data petani KBD Jasa PG. Krebet Baru MT 2009/2010 No Petani Kebun Kecamatan Luas (ha) Tanam Varietas 1 Tiin Waspawi Randugading Tajinan 15 10A PS 864 2 3 Randugading Tajinan 4 12A PS 862 Randugading Tajinan 0,5 9A SS 57 Randugading Tajinan 0,5 12B PSBM88-113 Jumlah 20 Doto Abd. Dadapan Wajak 5 10 B PS 864 Dadapan Wajak 2,5 12A PS 862 Jumlah 7,5 Zaenudin Tajinan Tajinan 2 4B PS 862 Total 29,5 Sumber : Kantor TS PG. Krebet Baru, 2009 Perbedaan Budidaya Tebu di KBD dan KTG Beberapa hal yang membedakan budidaya tebu untuk bibit dan tebu untuk giling adalah kebutuhan jenis pupuk, dosis pemupukan, perlakuan klentek, lama periode budidaya, dan dalam hal menjaga kemurnian varietas di lahan. 1. Kebutuhan jenis pupuk dan dosis yang diberikan Pada budidaya pembibitan tebu di PG. Krebet Baru jenis pupuk yang diberikan adalah hanya pupuk ZA dengan dosis 8 ku/ha. Pada budidaya tebu untuk giling pupuk yang diberikan adalah Ponska dan pupuk ZA sebanyak 8 ku/ha. 2. Perlakuan klentek/ roges Kegiatan klentek tidak dilakukan pada budidaya tebu di kebun bibit. Hal ini bertujuan untuk melindungi mata tunas agar tidak rusak. Berbeda dengan budidaya tebu di KTG, kegiatan klentek sangat perlu dilakukan karena memiliki berbagai manfaat. 3. Lama periode budidaya Budidaya tebu di kebun bibit memiliki lama periode yang lebih singkat dibandingkan dengan lama periode tanam untuk tebu di KTG. Untuk budidaya tebu di kebun bibit hanya dilakukan hingga tanaman berumur 6-8 BST. Sedangkan untuk tanaman tebu yang ditanam di KTG lama periode pemeliharaannya hingga berumur 10-14 BST untuk dapat ditebang. 4. Kemurnian Varietas Menjaga kemurnian varietas hingga 95% adalah salah satu syarat KBD yang baik (Pengawas Benih Tanaman, 2008). Apabila didapatkan KBD yang kemurnian varietasnya kurang dari 95% maka dilakukan seleksi varietas sebelum KBD tersebut ditebang untuk dijadikan bibit. Budidaya di KTG tidak terlalu memperhatikan kemurnian varietas tebu yang ditanam. Sehingga apabila terdapat tebu yang tidak sesuai varietasnya lebih dari 95% maka tidak dilakukan tindakan apapun. Nilai Kebun Bibit Nilai kebun bibit dapat diketahui dengan cara menghitung faktor hasil bibit teori (FHB teori) dan faktor hasil bibit nyata (FHB nyata). FHB teori adalah jumlah mata bibit yang dapat dihasilkan pada tiap lubang di kebun bibit dibagi keperluan bibit tiap lubang di kebun tebu giling. Sedangkan FHB nyata adalah luas kebun tebu giling (yang ditanami dengan bibit KBD) dibagi dengan luas KBD. Hasil Pengamatan Pengamatan FHB teori dan FHB nyata dilakukan pada KBD yang ditanami varietas KK dan PS 862. Masing-masing varietas diamati pada KBD yang berbeda. Varietas KK yang diamati berasal dari KBD Karangsuko, sedangkan varietas PS 862 yang diamati berasal dari KBD Emplasmen Gondanglegi. Pengamatan di tiap KBD tersebut dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Tabel 3. Uji-t Faktor Hasil Bibit Varietas KK dan PS 862 Varietas FHB Teori FHB Nyata Uji t KK 9,34 8,16 tn PS 862 9,57 8,86 tn Uji t tn tn Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa varietas KK memiliki rata-rata FHB teori sebesar 9.34 dan rata-rata FHB nyata sebesar 8.16. Nilai FHB nyata tersebut menunjukan perbandingan bahwa dalam 1 ha KBD Karangsuko yang ditanami varietas KK mampu mencukupi kebutuhan bibit KK untuk penanaman di KTG seluas 8.16 ha. Varietas PS 862 memiliki rata-rata FHB teori sebesar 9.57 dan rata-rata FHB nyata sebesar 8.86. Nilai FHB nyata tersebut menunjukan perbandingan bahwa dalam 1 ha KBD Emplasmen Gondanglegi yang ditanami varietas PS 862 mampu mencukupi kebutuhan bibit PS 862 untuk penanaman di KTG seluas 8.86 ha. Tabel 4. Persentase FHB Nyata terhadap FHB Teori Varietas FHB Teori FHB Nyata Penurunan % KK 9,34 8,16 12.60 PS 862 9,57 8,86 7.45 Keterangan : * = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji t Terdapat beberapa faktor yang paling mempengaruhi kecilnya nilai FHB nyata terhadap nilai FHB teori. Pertama, tidak semua bibit yang telah dibeli petani di KBD ditanam. Tiap petani menyisakan bibit untuk dijadikan bahan sulam. Kedua, pada saat pengangkutan beberapa mata tunas rusak karena saling tergesek dan tertindih satu sama lain. Ketiga, mata tunas yang berada pada batang bagian bawah yang telah tua, pada saat penanaman dirangkap dengan bibit lain, sehingga meningkatkan kebutuhan mata tunas. Keempat, buruh tani terkadang menanam bibit tidak sesuai dengan jumlah mata yang ditetapkan mandor. Pada beberapa juringan yang seharusnyaditanami menggunakan bibit dengan 2-3 mata/bibit dilakukan penanaman dengan menggunakan bibit 4-5 mata/bibit. Dari faktor-faktor tersebut menyebabkan penggunaan mata bibit lebih boros sehingga nilai FHB nyata lebih kecil dibandingkan nilai FHB teori. Faktor kelima adalah terdapat pertumbuhan panjang ruas antar mata tunas yang tidak normal. Ruas tumbuh pendek sehingga mata tunas tumbuh saling berdekatan. Bibit normal dengan jumlah mata 2-3 mata tunas/bibit memiliki panjang ± 20-30 cm. Pada bibit sepanjang ± 20-30 cm yang berasal dari batang yang pertumbuhan ruasnya tidak normal memiliki jumlah mata tunas ± 6-10 mata tunas/bibit. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan mata tunas/bibit di KTG meningkat dan menurunkan nilai FHB nyata. *

Varietas Kidang Kencana dan PS 862 dari dua KBD yang berbeda memiliki nilai FHB nyata yang tidak berbeda nyata dengan nilai FHB teori. Hal ini menunjukkan bahwa bibit dari KBD tersalur dengan baik ke KTG tujuan dan hanya sedikit bibit yang tidak tersalur. FHB teori varietas KK dan PS 862 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai FHB nyata. Nilai FHB teori dari KBD Karangsuko (varietas KK) tidak berbeda nyata dengan nilai FHB teori dari KBD Gondanglegi (varietas PS 862). Hal ini menunjukkan bahwa varietas KK dan PS 862 memiliki kemampuan menghasilkan jumlah bibit dan jumlah mata tunas yang sama. Perbedaan antara varietas KK dan PS 862 dari KBD yang berbeda, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap faktor hasil bibit teori (FHB teori). Nilai FHB nyata varietas KK tidak berbeda nyata dengan nilai FHB nyata varietas PS 862. Hal ini menujukkan kedua varietas memiliki perbandingan yang sama antara luasan KTG yang mampu dipenuhi dan masing-masing luasan KBD yang dipanen. Perbedaan varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai masing-masing FHB nyata. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas Kidang Kencana dan PS 862 memiliki kemampuan menghasilkan jumlah batang dan jumlah mata tunas yang tidak berbeda nyata sedangkan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas Kidang Kencana dan PS 862 memiliki persentase penurunan FHB nyata terhadap FHB teori yang berbeda nyata. Faktor keempat dan kelima adalah faktor yang menyebabkan persentase penurunan FHB nyata terhadap FHB teori varietas Kidang Kencana dan PS 862 berbeda nyata. Persentase penurunan FHB nyata terhadap FHB teori varietas Kidang Kencana yang lebih besar dibandingkan PS 862 menunjukkan bahwa lebih banyak mata tunas yang tidak tersalurkan dari KBD Karangsuko (varietas KK) dibandingkan dari KBD Emplasmen Gondanglegi (varietas PS 862). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penyerapan petani TRI akan bibit dari KBD yang belum maksimal, keterbatasan faktor ketersedian air menyebabkan penyebaran KBD di wilayah kerja PG. Krebet Baru belum merata. PG. Krebet Baru mengusahakan pengelolaan KBD dengan memliki KBD sendiri (KBD TS) dan bermitra dengan petani untuk membangun KBD Jasa. Perbedaan dalam budidaya tebu untuk digiling (KTG) dan tebu untuk dijadikan bibit (KBD) adalah kebutuhan akan jenis dan dosis pupuk, perlakuan klentek/ roges, lama periode budidaya hingga panen, dan kepentingan kemurnian varietas di dalam kebun. Nilai FHB teori varietas KK dan PS 862 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai FHB nyata. Perbedaan antara varietas Kidang Kencana (KK) dan PS 862 dari KBD yang berbeda, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai faktor hasil bibit teori (FHB teori) dan faktor hasil bibit nyata (FHB nyata). Bibit dari KBD Karangsuko (varietas KK) dan KBD Gondanglegi (varietas PS 862) dapat tersalurkan dengan baik dengan sedikit kehilangan bibit. Varietas Kidang Kencana memiliki nilai FHB teori sebesar 9.34 dan FHB nyata sebesar 8.16 sedangkan varietas PS 862 memiliki nilai FHB teori sebesar 9.57 dan FHB nyata sebesar 8.86. Bibit dari KBD Karangsuko (varietas Kidang Kencana) dan KBD Gondanglegi (varietas PS 862) dapat tersalurkan dengan baik dengan sedikit kehilangan bibit. Faktor umur panen bibit yang terlalu tua dan ketersediaan air yang kurang optimal di KBD Karangsuko menyebabkan tingginya penurunan nilai FHB teori ke FHB nyata dibandingkan dengan di KBD Emplasmen Gondanglegi. baik KBD TS (Tebu Sendiri) maupun KBD jasa. Agar tetap mempertahankan atau bahkan meningkatkan nilai kebun bibit hingga lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Barani, A.M. 2008. Produksi gula tahun ini bisa mencapai 2,9 juta ton. http://medianasional.com. [2 Desember 2008]. Colosewoko. 2009. Areal pertanian tebu diprediksi meningkat. http://kapanlagi.com. [10 Agustus 2009]. Disbunjatim. 2008. Standar bibit yang baik. http://www.disbunjatim.co.cc/seleksi_bibit/seleksi_da n_inspeksi.htm. [11 Januari 2008]. Indriani Y. H. dan Emi Sumiarsih.1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 111 hal. Kuntohartono, T. 1981. Pembibitan kebun tebu tegalan di Jawa. Majalah Perusahaan Gula Indonesia XV. (2, 3, 4) : 6-13. Pengawas Benih Tanaman. 2008. Forum komunikasi PBT : Penyediaan benih tebu berkualitas melalui kebun berjenjang. http://pengawasbenihtanaman.blogspot.com/2008/05/ penyediaan-benih-tebu-berkualitas. [2 Desember 2008]. Setyamidjaja, D. S. dan H. Azharmi 1992. Tebu, Bercocok Tanam dan Pascapanen. Yasaguna. Jakarta. 152 hal. Sudiatso, S.1980. Bertanam Tebu. Departemen Agronomi Fakultas Pertanian. IPB. 87 hal. Sutjahja, G. I. 1993. Pola penyediaan bibit untuk petani program TRI di wilayah pabrik gula Gempolkrep. Majalah Berita. (8) : 34 46 Saran Diperlukan penyuluhan yang lebih baik kepada para petani TRI mengenai bongkar ratoon dan penggunaan bibit yang berkualitas dari KBD yang telah diusahakan pabrik. Agar bibit dari KBD mampu terserap oleh petani secara optimal tanpa harus dilakukan kegiatan overbooking. Selain itu pabrik juga harus tetap memperhatikan seluruh kegiatan pengusahaan KBD,