4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi

3. METODE PENELITIAN

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

3. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN UMUM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

3. METODE PENELITIAN

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Struktur Komunitas

3. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

I PENDAHULUAN Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAAN REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN BONDET DAN MUNDU, CIREBON, JAWA BARAT

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.KUALITAS TELUR IKAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Perairan Bondet Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayannelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa sungai yang bermuara di perairan ini diantaranya, sungai Bondet, sungai Celancang, sungai Pekik, sungai Tangkil, sungai Karang Sembung, dan sungai Condong. Lingkungan sekitar perairan Bondet ditumbuhi pepohonan bakau dan penggunan lahan yaitu persawahan dan pemukiman. Nelayan yang terdapat di perairan Bondet merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 3-5 GT. Karakteristik habitat kerang darah pada lokasi penelitian berupa lumpur yang relatif halus, berwarna abu-abu dengan sedikit bau (bau lumpur) dan dapat diduga bahwa lumpur dasar perairan Bondet mengandung detritus relatif tinggi. Parameter fisika air yang diamati adalah suhu dan arus. Suhu perairan sangat penting bagi kehidupan biota perairan, karena untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan yang optimal dan sangat berpengaruh, baik pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (Hutabarat & Evans 1984), dimana suhu merupakan pemicu dimulainya proses gametogenesis. Besarnya suhu perairan Bondet berfluktuatif secara musiman. Rata-rata suhu pada saat penelitian berkisar antara 28-30 C. Kisaran suhu ini cocok untuk kehidupan kerang darah di perairan Bondet dengan melihat keberadaan kerang darah di perairan tersebut. Berdasarkan Broom (1985) suhu yang sesuai untuk setiap spesies pada kerang darah berbedabeda tergantung pada kondisi geografisnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan kerang darah untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Misalnya, kerang darah di Malaysia umumnya dapat hidup dengan suhu permukaan air rata-rata 29-32 0 C, sedangkan di Phuket, Thailand suhu air yang sesuai adalah 25-32,8 0 C (Boonruang & Janekarn 1983 in Broom 1985). Rata-rata kecepatan arus di perairan Bondet selama penelitian berkisar 8,82-12,52 cm/detik. Arus tersebut termasuk arus yang sangat lemah hingga sedang. Pergerakan air yang lemah di daerah berlumpur menyebabkan partikel halus mengendap dan detritus melimpah, sehingga merupakan media yang baik bagi

23 pemakan detritus, seperti halnya pada kerang darah (Mann 2000). Wood (1987) mengklasifikasikan kecepatan arus yang kurang dari 10 cm/detik termasuk arus yang sangat lemah, dengan organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas, sedangkan kecepatan arus 10-100 cm/detik termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik. Pada saat pengamatan, gelombang yang terjadi cukup besar dan muka air laut tinggi akibat pasang. Parameter kimia perairan yang diamati adalah salinitas dan ph. Selama pengamatan rata-rata kadar salinitas di perairan Bondet berkisar antara 24-30. Salinitas minimum 24 terjadi pada bulan April dan salinitas maksimum 30 terjadi Juni. Menurut Pathanasali (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 25, namun pada stadia muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makanan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 8 dan kerang darah termasuk organisme yang toleran terhadap salinitas tinggi dan rendah. Salinitas tertinggi mencapai 29, namun pada salinitas yang sangat rendah, yaitu 9,4 kerang tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian. Nilai ph adalah 7-7,5. Nilai ph ini berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh kerang darah. Jika proses metabolisme dapat berjalan dengan baik, maka kerang darah dapat tumbuh dan berkembang biak melalui energi yang dihasilkan dari proses metabolisme. Kedua parameter kimia air yang diamati juga dapat mempengaruhi kehidupan kerang darah diperairan. Alat tangkap kerang darah yang digunakan oleh nelayan di desa Bondet adalah garuk. Alat tangkap garuk banyak digunakan nelayan Cirebon. Pada prinsipnya alat garuk cara pengoprasiannya mirip seperti trawll. Daerah penangkapan kerang yang dilakukan oleh nelayan adalah di sekitar perairan Bondet. Kerang darah hampir setiap hari didaratkan TPI condong, Desa Bondet. Hal ini permintaan akan kerang darah cukup tinggi. Kerang dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dijual berkisar antara Rp 5,000-Rp 8,000 per kg dan harga daging berkisar antara Rp 17,000-Rp 20,000 per kg. Daerah pemasaranya khusus wilayah sekitar Cirebon. Harga kerang darah lebih mahal dibandingkan dengan jenis kerang lainnya (Nurita, komunikasi pribadi 12 April 2011).

24 4.1.2. Perairan Mundu Perairan Mundu merupakan wilayah penangkapan kerang darah yang banyak dilakukan oleh masyarakat Cirebon dan juga sebagai kegiatan perikanan. Perairan Mundu bermuara beberapa sungai yaitu sungai Banjiran, sungai Kalijaga, sungai Krian, sungai Pengarengan, dan sungai Bandengan. Lingkungan sekitar perairan Mundu ditumbuhi pepohonan bakau dan penggunanan lahan yaitu persawahan, pemukiman, dan perindustrian. Sehinga dengan kondisi tersebut dapat diduga bahwa diperairan Mundu sedikit lebih tercemar dibandingkan di perairan Bondet. Dengan demikian habitat kerang darah di perairan Mundu kurang baik di bandingkan dengan di perairan Bondet. Nelayan yang terdapat di perairan Mundu merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 3-6 GT. Hasil tangkapan di perairan Mundu yaitu ikan, kerangkerangan, rajungan, kepiting baku, udang, cumi-cumi, namun hasil tangkapan utama di perairan mundu adalah jenis kerang-kerangan. Karakteristik habitat kerang darah pada lokasi penelitian berupa lumpur dasar yang relatif halus, pasirnya relatif sedikit, berwarna abu-abu- kehitaman dengan sedikit bau busuk (bau lumpur). parameter makroskopis tersebut dapat diduga bahwa lumpur dasar perairan Mundu mengandung detritus lebih sedikit dibandingkan dengan lumpur dasar perairan Bondet. Adapun karakeristik fisikakimia perairan Mundu. Parameter fisika air yang diamati yaitu suhu dan arus. Suhu di perairan Mundu pesisir selama penelitian berkisar antara 29-30 C. Jika dibandingkan selama waktu pengamatan, suhu perairan pada bulan April lebih tinggi dibandingkan bulan Mei dan Juni. Selain suhu, parameter fisika air yang diamati adalah arus. Rata-rata kecepatan arus di peraiaran Mundu selama penelitian berkisar antara 11,11-14,28 cm/detik. Kecepatan arus tersebut termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik. Pergerakan air yang cepat dapat merangsang organisme air untuk memijah. Saat air bergerak cepat, kerang darah betina dan jantan terangsang untuk melepaskan sel telur dan sperma keperairan, yang kemudian mengalami pembuahan (fertilisasi). Parameter kimia air yang diamati yaitu salinitas dan ph. Selama pengamatan kadar salinitas yang diperoleh adalah berkisar 28-30. Menurut Pathanasali

25 (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 25, namun pada stadia muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makanan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 8 Kerang darah termasuk organisme yang toleran terhadap salinitas tinggi dan rendah. Salinitas tinggi sampai 29, namun pada salinitas yang rendah mencapai 9,4, kerang darah tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian. Nilai ph selama pengamatan adalah berkisar 6,5-7,5. Nilai ph yang baik memungkinkan organisme untuk hidup dan tumbuh, serta kehidupan biologis yang berjalan dengan dengan baik. Sebagian organisme akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai ph yaitu 7-8,5 (Effendi 2002). Besarnya nilai ph di perairan Mundu sangat cocok untuk kehidupan kerang darah. Kondisi perairan di kedua daerah penelitian tersebut masih berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan biota ikan (Smith dan Chanley 1975). Kerang darah di perairan Mundu biasanya ditangkap dengan mengunakan alat tangkap garuk, tetapi masih ada sebagian nelayan yang menangkap kerang darah langsung menggunakan tangan. Kerang darah setiap harinya di daratkan di TPI Mundu. Daerah penangkapan kerang darah dilakukan di sekitar perairan Mundu. Daerah pemasarannya meliputi Jakarta, Semarang dan wilayah sekitar. Kerang darah dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dijual berkisar antara Rp 5,000-Rp 8,000 per kg dan harga daging berkisar antara Rp 15,000-Rp 17,000 per kg (Titin, komunikasi pribadi 13 April 2011). 4.2. Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan Jumlah kerang darah yang tertangkap selama penelitian sejak bulan April hingga bulan Juni 2011 berjumlah 246 ekor yang terdiri dari 178 ekor di perairan Bondet dan 68 ekor di perairan Mundu dengan kisaran panjang cangkang 21,30-46,60 mm. Hasil tangkapan selama tiga bulan di masing-masing lokasi yaitu di perairan Bondet pada bulan April sebanyak 46 ekor, Mei sebanyak 120 ekor, dan Juni sebanyak 12 ekor, sedangkan pada perairan Mundu pada bulan April sebanyak 59 ekor, bulan Mei tidak ada tangkapan, dan bulan Juni sebanyak 9 ekor. Distribusi ukuran panjang cangkang berdasarkan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.

26 Perairan Bondet Perairan Mundu Jumlah individu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 April 12 April 2011 N=46 Jumlah individu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 April 13 April 2011 N= 59 Mei Jumlah individu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 24 Mei 2011 N= 120 Jumlah individu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Juni 13 Juni 2011 N= 12 Jumlah individu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Juni Selang kelas panjang (mm) Selang kelas panjang (mm) Gambar 7. Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (A. granosa) di setiap lokasi pengamatan

27 Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat sebaran ukuran panjang cangkang kerang darah terletak pada selang kelas 21,30-24,12 mm sampai 43,94-46,76 mm. Ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling kecil adalah contoh yang berasal dari Mundu yaitu 21,30 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 21,30-24,12 mm, sedangkan ukuran panjang cangkang yang paling besar ditemukan pada contoh yang berasal dari perairan Bondet yaitu 46,60 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 43,94-46,76 mm. Berdasarkan selang kelas kisaran selang panjang cangkang kerang darah yang dominan tertangkap pada lokasi perairan Bondet berbeda tiap bulannya. Pada bulan April, frekuensi tertinggi pada selang kelas 35,45-38,27 sebesar 22 ekor, Bulan Mei, frekuensi tertinggi pada selang kelas 29,79-32,61 sebesar 42 ekor, dan bulan Juni, frekuensi tertinggi pada selang kelas 32,62-35,44 sebesar 4 ekor, sedangkan di perairan Mundu pada pengamatan bulan April, frekuensi teringgi pada selang kelas 32,62-35,44 sebesar 30 ekor, dan bulan Juni frekuensi tertinggi selang kelas 29,79-32,61 sebesar 4 ekor. Pada perairan Mundu ditemukan kerang darah dengan ukuran panjang cangkang yang lebih kecil. Faktor yang menyebabkan ukuran kerang darah yang tertangkap semakin kecil adalah karena tekanan penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah di perairan Mundu. Perbedaan ukuran panjang cangkang kerang darah disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan waktu dan lokasi pengambilan contoh, keterwakilan contoh kerang darah yang diambil, dan kemungkinan terjadinya aktifitas penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah, juga disebabkan oleh beberapa kemungkinan separti pengaruh kondisi perairan. Semakin tinggi tingkat eksploitasi maka ukuran kerang darah akan didominasikan oleh kerang yang berukuran kecil karena kerang darah berukuran besar telah hilang, sehingga mempengharuhi kelimpahan dan struktur populasi kerang darah di perairan tersebut. Hasil tangkapan kerang darah di perairan Bondet lebih banyak daripada perairan Mundu. Hal ini disebabkan pada bulan Mei di perairan Mundu tidak ada tangkapan, ini dikarenakan di perairan Mundu terjadi ombak atau gelombang besar yang menghambat nelayan untuk menangkap kerang darah, tingkat operasi penangkapan dan keberadaan kerang darah di perairan Mundu, sehingga tidak ada kerang darah yang tertangkap. Adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan kerang

28 darah diduga karena adanya perbedaan lokasi pengambilan contoh baik secara horizonal maupun vertikal (perbedaan kedalaman) dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap kerang darah itu sendiri. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat menyebabkan kelimpahan kerang darah kerang darah di perairan tersebut akan semakin sedikit dan bisa terjadi kepunahan. Hal itu yang menyebabkan pertumbuhan kerang berbeda di setiap tempat dan waktu. Tingkat keberhasilan penangkapan juga dapat mempengaruhi hasil tangkapan. Pengaruh eksploitasi yang berlebihan (over-exploitation) akan menyebabkan penurunan ukuran rata-rata kerang darah yang tertangkap. 4.3. Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) kerang darah dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang cangkang. Untuk menduga laju mortalitas alami dengan menggunakan rumus empiris pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Bondet dan Mundu masing-masing sebesar 29 C dan 29,5 C. Adapun hasil analisis parameter pertumbuhan dan parameter moralitas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah dengan menggunakan program FISAT II disetiap lokasi pengamatan Lokasi Parameter Pertumbuhan Parameter Mortalitas L K M F Z E Bondet 47,70 0,51 0,7154 1,2705 1,9859 0,6398 Mundu 49,05 2,30 1,9169 7,7776 9,5945 0,8023 Keterangan : L = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien pertumbuhan (per tahun); M = laju mortalitas alami (pertahun); Z = laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan (per tahun); E= laju eksploitasi

29 Dari hasil analisis parameter pertumbuhan di perairan Mundu, diperoleh nilai nilai L lebih besar dari perairan Bondet. Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat dipengaruhi oleh keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal yang dapat dipengaruhi adalah suhu dan ketersedian makanan (Effendi 2002). Laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Bondet, diduga sebesar 1,9859 per tahun, sedangkan laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Mundu sebesar 9,5945 per tahun. Nilai Z tergantung dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F). Fluktuasi laju mortalitas alami (M) sumberdaya perairan sulit ditentukan, sehingga diasumsikan variasi nilai Z dari tahun ke tahun hanya tergantung dari variasi nilai F. Nilai laju mortalitas (M) di perairan Bondet diduga sebesar 0,7154 per tahun, sedangkan di perairan Mundu laju mortalitas alami (M) sebesar 1,9169 per tahun. Laju mortalitas alami (M) dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kondisi perairan, predator, penyakit, persaingan makanan dan mati karena tua. Spesies yang sama dapat memiliki laju mortalitas alami yang berbeda pada lokasi atau habitat yang berbeda (Sparre et. al 1989). Dari persamaan Z = F+M, dengan menggunakan masukan nilai Z dan M yang sudah dikoreksi, maka diperoleh laju mortalitas penangkapan (F). Laju mortalitas penangkapan di perairan Bondet diduga sebesar 1,2705 per tahun dan di perairan Mundu sebesar 7,7776 per tahun (Lampiran 3). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa di dua lokasi tersebut ditemukan laju mortalitas penangkapan (F) lebih besar dari laju mortalitas alami (M). Hal ini menunjukan bahwa faktor kematian kerang darah lebih besar disebabkan oleh aktifitas penangkapan yang terus menerus akibat dari konsumsi terhadap kerang darah meningkat. Semakin tinggi upaya penangkapan, maka nilai laju mortalitas penangkapan akan semakin tinggi. Nilai-nilai laju mortalitas yang diperoleh tersebut digunakan untuk menduga laju eksploitasi sumberdaya kerang darah. Laju eksploitasi kerang darah di perairan Bondet sebesar 63,98%, sedangkan laju eksploitasi kerang darah di perairan Mundu sebesar 80,23% (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa pada perairan Bondet dan Mundu laju eksploitasinya telah melebihi batas optimum yang dikemukan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu lebih dari 0,50

30 yang berarti lebih dari 50% dari potensi lestarinya. Jika di bandingkan dengan kedua lokasi tersebut laju eksploitasi diperairan Mundu lebih besar dari pada Bondet. Hal ini diduga bahwa laju penangkapan di perairan Bondet disebabkan oleh peningkatan waktu penangkapan (effort) yang dilakukan nelayan setiap harinya belum berlangsung secara intensif jika dibandingkan dengan perairan Mundu yang berlangsung intensif dan berlangsung lama. Hasil ini menyatakan bahwa eksploitasi dengan skala besar menyebabkan populasi didominasi oleh kerang dengan ukuran panjang cangkang lebih kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan mempengaruhi hasil tangkapan yang semakin menurun. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok kerang darah diperairan Bondet dan Mundu. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi semakin tinggi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar. Tingkat laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah kerang tua karena kerang muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami. 4.4. Aspek Reproduksi 4.4.1. Rasio kelamin Sampai saat ini belum ada informasi tentang penentuan jenis kelamin kerang jantan maupun betina melalui ciri morfologi maupun melalui ciri seksual sekunder. penentuan jenis kelamin yang selama ini dilakukan melalui pembedahan. Cara penentuan jenis kelamin dengan pembedahan akan membahayakan hewan tersebut, bahkan sering mendatangkan kematian. Hasil pengamatan terhadap kerang darah (A. granosa) menunjukan bahwa kerang darah bersifat dioeseus dimana kelamin jantan dan betina terpisah. Perbandingan jumlah jantan dan betina disebut rasio kelamin. Selama tiga bulan pengamatan di perairan Bondet diperoleh kerang darah sejumlah 178 ekor kerang darah yang terdiri dari 92 ekor jantan dan 86 ekor betina, sedangkan di

31 perairan Mundu diperoleh 68 ekor kerang darah yang terdiri dari 32 ekor jantan dan 36 ekor betina. Selama pengamatan di perairan Bondet, jumlah tangkapan kerang darah jantan lebih banyak dibandingkan kerang darah betina, sedangkan di perairan Mundu jumlah tangkapan kerang darah jantan lebih sedikit dibandingkan kerang darah betina. Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rasio kelamin berdasarkan waktu pengamatan Lokasi Bondet Bulan Jumlah kerang darah (ekor) Jantan Betina Total Rasio Kelamin April 22 24 46 0,92 : 1 Mei 65 55 120 1,18 : 1 Juni 5 7 12 0,71 : 1 Mundu April 30 29 59 1,03 : 1 Mei Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan Juni 2 7 9 0,29 : 1 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa rasio kelamin antara jantan dan betina di perairan Bondet pada pengamatan bulan April sebesar 0,92:1 pada pengamatan bulan Mei sebesar 1,18:1 dan pada pengamatan bulan Juni sebesar 0,71:1. Sementara diperairan Mundu rasio kelamin jantan dan betina pada pengamatan bulan April sebesar 1,03:1 dan pada pengamatan bulan Juni sebesar 0,29:1. Jika dilihat berdasarkan pengamatan rasio kelamin tidak terlalu jauh perbedaannya antara kelamin jantan dan betina, namun pada pengamatan pada bulan Juni di perairan Mundu terjadi perbedaan signifikan antara kerang darah jantan dan betina. Penyimpangan rasio kelamin kerang darah (A. granosa) jantan dan betina diduga karena upaya penangkapan yang tidak seimbang terhadap jenis kelamin dan pola tingkah laku bergerombol antara kerang darah jantan dan betina. Berdasarkan uji Chi-square terhadap kerang darah kelamin jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan menunjukan rasio kelamin kerang darah di kedua lokasi baik diperairan Bondet maupun Mundu berada dalam kondisi seimbang (X 2 hit < X 2 tab (df-1)) pada taraf

32 95% (Lampiran 4). Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) selama jantan dan betina berdasarkan lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 8. betina 48% jantan 52% betina 53% jantan 47% Perairan Bondet Perairan Mundu Gambar 8. Rasio Kelamin kerang darah (A. granosa) Jantan dan Betina berdasarkan lokasi pengamatan Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa jika dibandingkan antara kedua lokasi penelitian, maka presentase kerang jantan di perairan Bondet lebih besar yaitu 52% dari jumlah total, sedangkan persentase kerang darah betina sebesar 48%. Semetara dari perairan Mundu persentase kerang jantan sebesar 47% lebih kecil dari persentase kerang betina yaitu sebesar 53% (Gambar 8). Hasil perhitungan menunjukan bahwa rasio kelamin antara kerang betina dan jantan untuk perairan Bondet adalah 1,07:1; sedangkan untuk kerang darah di perairan Mundu memiliki rasio kelamin 0,89:1. Berdasarkan uji Chi-square untuk total terhadap kerang darah secara keseluruhan contoh kerang darah yang diamati selama bulan April 2011 hingga Juni 2011 tersebut pada taraf 95% menunjukan rasio kelamin kerang dari kedua lokasi penelitian berada dalam kondisi seimbang (X 2 hit < X 2 tab (df-1)) dari pola 1:1 atau rasio kelamin seimbang. Pernyatan tersebut juga pernah dinyatakan oleh Marliana (2010). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan rasio kelamin antar lokasi pengamatan. Kondisi ini berarti bahwa setiap induk kerang memiliki pasangan masing masing dan diprediksi akan menjamin keberhasilan fertilitasi pada saat pemijahan dengan syarat bahwa kondisi makanan dan lingkungan menunjang proses ini.

33 Tekanan penangkapan pada saat operasi juga dapat mempengaruhi pada hasil tangkapan, terutama pada perbandingan jantan dan betina. Pada saat melakukan penangkapan kerang darah yang tertangkap sebagian besar berjenis kelamin jantan maka rasio kelamin lebih dari 1, selanjutnya jika hasil tangkapan dominan berjenis kelamin betina maka rasio kelamin kurang dari 1. Secara ideal perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1. Namun pada kenyataan di alam perbandingan antara jantan dan betina tidaklah mutlak. Hal ini disebabkan oleh pola tingkah laku, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan, pola distribusi yang disebabkan oleh ketersedian makanan, kepadatan populasi, keseimbangan rantai makanan, kepadatan polulasi (Effendie 2002). Selain itu, adanya perbedaan jumlah penangkapan serta keberadaan kerang darah itu sendiri di perairan juga dapat berpengaruh pada hasil tangkapan dan komposisi hasil tangkapan kerang darah tersebut. Komposisi antara jantan dan betina dapat digunkan untuk menduga keberhasilan pemijahan dengan melihat kesimbangan jumlah antara jantan dan betina di suatu perairan. 4.4.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) Analisis terhadap tingkat perkembangan gonad kerang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara morfologi dan histologis. Secara morfologi tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan kuantitas luasan gonad yang menutupi dinding visceral mass (Guilbert 2007). Visceral mass adalah bagian utama tubuh yang terdiri atas organ seperti hati, ginjal, usus dan gonad. Jika luasan daerah gonad hampir menutupi visceral mass, maka individu tersebut memiliki tingkat kematangan gonad yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki luasan daerah gonad yang sempit dan cara morfologi juga dapat dilakukan dengan dasar mengamati morfologi gonad antara lain ukuran panjang gonad, bentuk gonad, berat gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 2002). Syandri (1996) menyatakan bahwa selama perubahan yang terjadi di dalam ovarium dan testis, maka terjadi pula perubahan bobot dan volume gonad yang menjadi tolak ukur dalam penentuan tingkat kematangan gonad (TKG). Jaringan gonad jantan yang matang kelamin berwarna putih kusam atau krem, sedangkan gonad betina yang matang kelamin berwarna orange kemerahan. Adapun tahap perkembangan

34 kematangan gonad kerang secara morfologi pada kerang jantan dan kerang betina, disajikan pada Gambar 9 dan 10. TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4 Gonad Gambar 9. Tingkat kematangan gonad kerang darah Jantan TKG 1 TKG 2 Gonad TKG 3 TKG 4 Gambar 10. Tingkat kematangan gonad kerang darah Betina

35 Berdasarkan Gambar 9 dan 10 terdapat perbedaan tingkat kematangan gonad antara kerang jantan dan kerang betina. TKG IV memiliki luasan daerah gonad yang lebar, bahkan hampir menutupi dinding visceral mass, sedangkan berdasarkan ukuran gonad serta bentuk gonad lebih besar dan lebih jelas TKG IV dibandingkan dengan TKG III, TKG II, dan TKG I. Menurut Cruz (1987) in Guilbert (2007) kerang darah jantan memiliki warna gonad putih atau krem, sedangkan warna gonad betina adalah oranye atau kemerahan. Analisis histologis digunakan untuk mengamati tingkat perkembangan secara mikroskopis bagian-bagian telur yang meliputi kuning telur, ukuran telur, posisi nukleus, dan membran telur. Perkembangan testis dan ovarium dapat dilihat berdasarkan gambar analisia histologi gonadnya (Lampiran 10). Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) pada kerang darah yang diteliti dilakukan berdasarkan analisis foto preparat histologi gonad dengan berpatokan berdasarkan kriteria menurut Shain et al. (2006) dan Chipperfield (1953) in Setyobudiandi (2004) terhadap gonad kerang hijau (Perna viridis) yang membagi tingkat kematangan goand kerang darah menjadi 4 tingkatan. Komposisi tingkat kematangan gonad pada kerang darah dapat dilihat berdasarkan perubahan warna dan bentuk yang kemudian diklasifikasikan ke dalam tingkat perkembangan gonad. Tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan kerang yang akan melakukan reproduksi dan tidak melakukan reproduksi. Berdasarkan tahap kematangan gonad juga akan diketahui bilamana organisme itu akan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Effendie 2002), maka hasil pengamatan selama tiga bulan diperoleh beberapa tingkat kematangan gonad. Pengamatan tingkat kematangan gonad dapat dibedakan berdasarkan lokasi penelitian yang dilakukan. Adapun tahap perkembangan kematangan gonad kerang secara histologis pada kerang jantan dan kerang betina dilihat berdasarkan perkembangan gonad yang diambil setiap bulan di sajikan pada Gambar 11 dan 12.

36 a. Jantan Fo 50 µm TKG I : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lobolus yang masih kecil dan telah terisi oleh sel sperma Sp 50 µm TKG III: Seluruh rongga lobolus terisi oleh spermatozoa dengan ekornya, jaringan semakin jelas, warna mantel krem kekuningan dan sperma masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lobolus telah mulai mengosong karena sel sperma telah dikeluarkan Gambar 11a. Perkembangan gonad pada kerang darah Jantan berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobudiandi (2004) di Perairan Bondet ( perbesaran 10x10)

37 b. Betina Fo 50 µm TKG I : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lamella yang masih kecil dan telah terisi oleh sel telur Ov 50 µm TKG III : Seluruh rongga lamella terisi oleh sel telur yang bentuknya polygonal, jaringan semakin jelas, warna mantel orange kemerahan dan sel telur masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lamella telah mulai mengosong karean sel telur telah dikeluarkan Gambar 11b. (lanjutan) Perkembangan gonad pada kerang darah Betina berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobudiandi (2004) di Perairan Bondet ( perbesaran 10x10)

38 a. Jantan Fo 50 µm TKG I : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lobolus yang masih kecil dan telah terisi oleh sel-sel gamet (spermatozoa) Sp 50 µm TKG III : Seluruh rongga lobolus terisi oleh spermatozoa dengan ekornya, jaringan semakin jelas, warna mantel krem kekuningan dan sperma masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lobolus telah mulai mengosong karean gamet telah dikeluarkan Gambar 12a. Perkembangan gonad pada kerang darah Jantan berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobidiandi (2004) di Perairan Mundu ( perbesaran 10x10)

39 b. Betina Fo 50 µm TKG 1 : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lamella yang masih kecil dan telah terisi oleh sel-sel gamet (sel telur) Ov 50 µm TKG III : Seluruh rongga lamella terisi oleh sel telur yang bentuknya polygonal, jaringan semakin jelas, warna mantel orange kemerahan dan sel telur masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lamella telah mulai mengosong karean gamet telah dikeluarkan Gambar 12b. (lanjutan) Perkembangan gonad pada kerang darah Betina berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobudiandi (2004) di Perairan Mundu ( perbesaran 10x10) Berdasarkan Gambar 11 dan 12 diketahui adanya perkembangan gonad kerang darah jantan. Pada TKG I terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel. Pada TKG II

40 gonad lebih berkembang dimana terjadi pengurangan jaringan penghubung dan terdapat spermatosit primer. Pada TKG III spermatosit primer berkembang menjadi spermatosit sekunder yang berukuran lebih besar dibandingkan pada TKG II dan folikel mencapai ukuran maksimum, sedangkan pada TKG IV spermatosit sekunder berkembang menjadi spermatozoa (Sp) dari hasil pembelahan meiosis dan siap dikeluarkan untuk membuahi sel telur. Perkembangan gonad kerang darah betina pada TKG I terjadi perkembangan dinding folikel (Fo) dan oosit terbentuk dalam jumlah sedikit. Pada TKG II diameter folikel meningkat dan oosit mengisi folikel dengan jumlah relatif banyak. Pada TKG III folikel terisi oosit yang berkembang menjadi ootid dan diameter telur terlihat lebih besar, sedangkan pada TKG IV folikel mulai kehilangan struktur tipiknya, dimana ootid berkembang menjadi ovum (Ov). Gambar 13. Perkembangan sel-sel kelamin kerang di dalam folikel gonad (Tranter 1957 in Tetelepta 1990) Berdasarkan pengamatan perkembangan gonad baik kerang darah jantan maupun kerang darah betina menemukan bahwa hampir setiap tingkat perkembangan gonad pada saat pengamatan ditemukan TKG I, II, III, dan IV. Hal ini memperlihatkan bahwa proses pemijahan kerang darah berlangsung terus

41 menerus (sepanjang tahun) atau dapat menunjukan terjadinya pematangan gonad secara perlahan-lahan dan tidak serentak dari stadia belum matang (immature) ke stadia matang (mature). Hal ini juga semakin diperjelas selama penelitian ditemukan adanya perbedaan warna gonad dalam satu individu. Dimana warna yang tua dominan mempunyai perkembangan kematangan yang lebih cepat dibandingkan warna yang lebih muda. Penentuan ukuran pertama matang gonad pada kerang darah merupakan faktor penting dalam pengelolaan perikanan. Ukuran pertama matang gonad dapat ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang dan metode Spearman-Karber. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah berdasarkan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 14 dan 15. Jantan 100 N = 92 80 TKG (%) 60 40 20 0 TKG (%) 100 80 60 40 20 0 Betina N = 86 TKG IV TKG III TKG II TKG I Selang kelas panjang (mm) Gambar 14. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang di perairan Bondet

42 Jantan Persentase TKG 100 80 60 40 20 N = 32 0 100 Betina N = 36 Persentase TKG 80 60 40 20 0 TKG IV TKG III TKG II TKG I Selang kelas panjang (mm) Gambar 15. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang di perairan Mundu Berdasarkan Gambar 14 dan 15 diperoleh informasi bahwa diperairan Bondet diperoleh hasil bahwa kerang darah jantan pertama kali matang gonad berdasarkan selang kelas panjang cangkang pada ukuran panjang cangkang (27,20 mm) atau berada pada selang 26,96-29,78 mm dan kerang darah betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang (30,50 mm) atau berada pada selang 29,76-32,61 mm. Hal ini menunjukan bahwa kerang darah jantan lebih cepat mengalami perkembangan gonad dibandingkan kerang darah betina. Hal ini sesuai dengan peryataan Afiati (2007) bahwa individu jantan dalam proses gametogenesis

43 membutuhkan waktu yang lebih cepat dibandingkan betina, Sedangkan pada perairan Mundu kerang jantan pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang (29,50 mm) atau berada pada selang 29,76-32,61 mm dan kerang darah betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang (22,30 mm) atau berada pada selang 21,30-24,12 mm. Hal ini diduga bahwa kerang darah betina lebih cepat mengalamai perkembangan gonad dibandingkan kerang darah jantan. Menurut penelitian yang telah dilakukan Broom (1985) diperoleh data bahwa kerang darah pertama kali matang gonad pada selang ukuran panjang cangkang 18-20 mm. Berbeda halnya pada spesies kerang darah lainnya, yaitu pada A. Antiquata ukuran pertama kali matang gonad pada kerang jantan adalah 31 mm dan pada kerang betina pada ukuran 35 mm (Mzhighani 2005). Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Solihatin 2007), di perairan Bondet diduga kerang darah jantan dan betina yang pertama kali matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang cangkang masingmasing 34,74-37,67 mm dan 38,67-43,99 mm. Dengan demikain kerang darah jantan cenderung mengalami kematangan gonad lebih pendek dari pada kerang darah betina. Sedangkan pada perairan Mundu diduga kerang darah jantan dan betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang masing masing 32,50-35,04 mm dan 29,69-34,12 mm (Lampiran 7 dan 8). Dengan demikian kerang darah betina cenderung mengalami kematangan gonad pada ukuran panjang cangkang lebih pendek daripada kerang darah jantan. Perbedaan hasil ukuran pertama kali matang gonad yang diperoleh pada kerang darah jantan maupun betina berdasarkan hasil pengamatan dengan analisis statistik diduga karena perolehan hasil tangkapan yang tidak merata pada setiap ukuran panjang cangkang. Selain itu, kematangan gonad berhubungan dengan pertumbuhan dan faktor lingkungan terutama ketersediaan makanan baik kualitas maupun kuantitas (Toelihere 1985 in Affandi dan Tang 2000). Pengukuran panjang pertama kali matang gonad dan periode pemijahan adalah pengetahuan dasar untuk mempertahankan kelanjutan stok ( Sahin et al. 2006). Effendie (2002) menyatakan faktor yang mempengauhi pertama kali matang gonad ada dua yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dari dalam seperti umur, jenis kelamin, sifat-sifat fisologis seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan serta ukuran. Jika

44 dibandingkan dengan kerang darah dari perairan Bondet dan perairan Mundu maka kerang darah dari perairan Mundu lebih cepat mencapai matang gonad dimana kerang darah betina dari peraiaran Mundu pada kelompok ukuran panjang cangkang lebih kecil yaitu 22,30 mm ditemukan dalam kondisi TKG IV yang berarti siap untuk memijah. Hal ini salah satunya diduga berkaitan dengan tingginya tingkat eksploitasi kerang darah di perairan Mundu. Tahapan tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan proses penting dalam reproduksi kerang, oleh karena itu sangat dibutukan pencatatan perubahan terhadap tahap-tahap kematangan gonad tersebut untuk mengetahui waktu pemijahan kerang di perairan. Penentuan waktu pemijahan dapat dilihat pada saat kapan persentase TKG IV (Gambar 16). 100 Bondet Jantan N= 92 100 Mundu Jantan N= 32 Persentase TKG 80 60 40 20 Persentase TKG 80 60 40 20 0 0 100 Bondet Betina N= 86 100 Mundu Betina N= 36 Persentase TKG 80 60 40 20 0 April Mei Juni TKG IV TKG III TKG II TKG I Persentase TKG 80 60 40 20 0 April Mei Juni TKG IV TKG III TKG II TKG I Waktu Pengamatan Waktu Pengamatan Gambar 16. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah Jantan dan Betina berdasarkan waktu dan lokasi pengamatan

45 Komposisi tingkat kematangan gonad pada kerang darah dapat dilihat berdasarkan perubahan warna dan bentuk yang kemudian diklasifikasikan ke dalam tingkatan perkembangan kematangan gonad. Gambar 16 menunjukan perubahan komposisi TKG tiap bulannya. TKG ini menunjukan fase-fase kematangan gonad kerang darah. Dengan memperhatikan komposisi TKG tersebut dapat dilihat waktu pemijahannya kerang darah. Musim pemijahan dapat ditentukan dengan melihat kecenderungan komposisi TKG III terbesar dari salah satu bulan diantara waktu pengamatan. Persetase komposisi TKG pada setiap saat dapat digunakan untuk menduga musim pemijahan (Effendie 2002). Selanjutnya menurut Effendie (2002) ikan yang mempunyai satu musim pemijahan akan ditandai dengan peningkatan persentase TKG III yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan. Berdasarkan Gamabar 15 komposisi kerang jantan di perairan Bondet TKG I dominan pada bulan April Juni (20%), TKG II pada bulan Mei (30,77%), TKG III pada bulan April (50%), dan TKG IV pada bulan Juni (40%). Sedangkan pada kerang darah betina TKG I dominan pada bulan April (20,83%), TKG II pada bulan Mei (43,64%), TKG III pada bulan Juni (57,14%), dan TKG IV pada bulan Juni (28,57). Di perairan Bondet terlihat bahwa tingkat kematangan gonad III dan IV pada kerang darah betina dan jantan ditemukan pada setiap bulan pada waktu pengamatan, namun tertinggi pada bulan Juni, sehingga dapat diduga puncak perkembangan gonadnya pada bulan Juni, yang kemudian akan menjadi proses pemijahan kerang darah. Komposisi kerang darah jantan di perairan Mundu TKG I dominasi pada bulan Juni (50%), TKG II pada bulan April (16,67%), TKG III pada bulan April (53,33%), dan TKG IV pada bulan Juni (50%). Sedangkan pada kerang darah betina TKG I dominan pada bulan April (13,79%), TKG II pada bulan April (20,69%), TKG III pada bulan April (42,86%), dan TKG IV pada bulan Juni (42,86%). Dengan demikian pada perairan Mundu pada bulan April baik kerang jantan maupun betina didominasi oleh kerang TKG III dan IV. Hal ini menunjukan bahwa pada bulan April merupakan puncak perkembangan gonad, yang kemudian akan menjadi proses pemijahan kerang darah. Hal ini dapat menunjukan bahwa TKG kerang darah yang ditemukan setiap bulannya hampir mencakup semua TKG I - TKG IV. Hal ini memperlihatkan bahwa proses pemijahan kerang darah berlangsung terus menerus

46 (sepanjang tahun) atau dapat menunjukan terjadinya pematangan gonad secara perlahan-lahan dan tidak serentak dari stadia belum matang (immature) ke stadia matang (mature) Perkembangan telur yang sudah memasuki TKG III dan IV mengindikasikan kerang darah akan melakukan pemijahan. Penentuan waktu pemijahan serta puncak pemijahan didukung juga dengan hubungan nilai TKG, IKG, dan faktor kondisi ratarata kerang darah betina dan jantan terhadap waktu penelitian. Jika dibandingkan kan kerang darah antara di perairan Bondet dan Mundu maka kerang darah dari perairan Mundu lebih cepat puncak musim pemijahannya. 4.4.3. Indeks kematangan gonad (IKG) Perkembangan kematangan gonad berhubungan dengan perkembangan ukuran panjang dan berat yang kemudian dijelaskan dengan kematangan gonad. Indeks kematangan gonad (IKG) menunjukkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. Indeks kematangan gonad merupakan tanda utama membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Sejalan dengan pertumbuhan gonad maka gonad akan bertambah berat dengan bertambah besarnya tubuh sampai batas tertentu. Sehingga pada perkembangan gonad ke arah yang lebih matang akan menyebabkan volume dan berat gonad bertambah yang selanjutnya akan meningkatkan nilai IKG-nya. Nilai indeks kematangan gonad yang mengalami perubahan tiap bulan menunjukan adanya perkembangan gonad. Nila rata-rata Indeks kematangan gonad kerang darah pada dua lokasi penelitian disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Nilai rata-rata IKG kerang darah berdasarkan waktu pengamatan Lokasi Nilai rata-rata IKG(gram) SD JK Penelitian April Mei Juni April Mei Juni Jantan 21,1458 17,6096 18,6652 4,6761 3,5393 3,2237 Bondet Betina 19,3580 18,1658 19,4854 2,8255 3,6864 2,7652 Mundu Jantan 18,9589 15,2636 5,6524 5,6921 Betina 18,6436 17,1515 3,5404 4,1987

47 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat rata-rata nilai IKG kerang darah jantan di perairan Bondet pada bulan April 21,1458 gram, bulan Mei 17,6096 gram dan bulan Juni sebesar 18,6652 gram, sedangkan pada kerang darah betina rata-rata nilai IKG pada bulan April adalah 19,3580 gram, bulan Mei adalah 18,1658 gram dan pada bulan Juni sebesar 19,4854 gram. Rata-rata nilai IKG kerang darah jantan di perairan Mundu pada bulan April adalah 18,9589 gram. Dimana pada bulan Mei pada penelitian di perairan Mundu tidak ditemukannya kerang darah sehingga nilai IKGnya tidak di hasilkan, pada bulan Juni sebesar 15,2636 gram, sedangkan kerang darah betina rata-rata nilai IKG pada bulan April 18,6436 gram dan Juni 17,1515 gram. Nilai indeks kematangan gonad jantan maupun betina yang ditemukan di dua lokasi penelitian terlihat nilai IKG bulan April lebih besar dibandingkan bulan Mei dan Juni, kecuali pada bulan Juni di perairan Bondet dimana nilai IKG kerang darah betina lebih besar. Perairan Bondet IKG rata-rata kerang jantan tertinggi ditemukan pada bulan April sedangkan pada kerang betina ditemukan pada bulan Juni. Hal ini menunjukkan bahwa kerang jantan diduga lebih awal proses pemijahan dibandingkan dengan kerang betina. Perbedaan ini diuga disebabkan oleh awal kematangan gonad yang berbeda tiap individu kerang darah dan faktor lingkungan yang memacu percepatan kematangan gonad, Sedangkan pada perairan Mundu nilai IKG rata-rata kerang jantan maupun betina tertinggi pada bulan April. Hal ini menunjukan bahwa proses pemijahan kerang darah jantan maupun betina terjadi pada waktu yang sama. Hal ini diduga merupakan strategi pemijahan kerang di lokasi tersebut. Nilai rata-rata IKG kerang darah jantan dan betina tertinggi di perairan Bondet daripada di perairan Mundu. Hal ini diduga karena di perairan Bondet ukuran kerang darah jantan dan betina yang tertangkap lebih besar dibandingkan dengan perairan Mundu, juga diduga karena kerang darah jantan maupun betina yang matang gonad pada saat penelitian banyak ditemukan sehingga ukuran berat gonadnya rata-rata lebih besar. Dilihat dari tingkat kematangan gonadnya, perairan Bondet paling banyak terdapat TKG III dan IV sehingga nilai IKG semakin besar. Hal ini terkait dengan semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka semakin besar nilai IKG-nya.

48 Indeks kematangan gonad sangat berkaitan erat dengan tingkat kematangan gonad, maka semakin tinggi tingkat kematangan gonad akan semakin besar juga nilai IKG-nya. Hal ini terkait dengan ukuran gonad yang bertambah besar seiring dengan perkembangan gonad. Semakin berkembangnya gonad maka akan semakin besar dan bertambah berat gonad tersebut, kemudian pada saat mencapai kematangan gonad nilai IKG-nya akan semakin besar. Indeks kematangan gonad kerang darah berdasarkan tingkat kematangan gonad disajikan pada Gambar 17. IKG 30,0000 25,0000 20,0000 15,0000 10,0000 5,0000 0,0000 Perairan Bondet TKG I TKG II TKG III TKG IV IKG 30,0000 25,0000 20,0000 15,0000 10,0000 5,0000 0,0000 Perairan Mundu TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 17. Indeks Kematangan gonad (IKG) kerang darah berdasarkan tingkat kematangan gonad

49 Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa indeks kematangan gonad dapat menyatakan perubahan yang terjadi dalam gonad. Perubahan IKG sangat erat kaitanya dengan tahap perkembangan telur. Umumnya gonad akan semakin bertambah berat dengan bertambahnya ukuran gonad. Peningkatan nilai IKG seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad merupakan hal yang lazim terjadi. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad menyebabkan ukuran diameter telur dan berat gonad juga meningkat. Dengan meningkatnya berat gonad menyebabkan nilai IKG meningkat. Indeks Kematangan Gonad (IKG) akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan, kemudian menurun dengan cepat sampai selesai pemijahan. Pada saat sebelum terjadi pemijahan sebagian besar energi hasil metabolisme digunkanan untuk perkembangan gonad sehingga berat gonad bertambah dengan semakin matangnya gonad. 4.5. Implementasi Untuk Pengelolaan Perikanan Kerang darah (A. granosa) merupakan salah satu sumberdaya laut bernilai ekonomi tinggi, namun apabila sumberdaya kerang ini dimanfaatkan secara terus menerus tanpa memperhatikan daya regenerasinya maka sumberdaya ini akan mengalami kepunahan meskipun kerang ini sumberdaya yang dapat pulih. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut maka dilakukan suatu pengolahan untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya yang berkesinambungan. Pengolahan sumberdaya kerang darah di perairan Bondet adalah pembatasan ukuran tangkap. Ukuran kerang yang boleh ditangkap setelah kerang darah berukuran lebih besar dari 26,96-32,61 mm. Hal ini bertujuan memberikan kesempatan kerang darah untuk memijah terlebih dahulu. Selanjutnya pada bulan Juni tidak melakukan aktivitas penangkapan karena pada bulan tersebut merupakan musim perkembangan gonad, yang kemudian akan terjadi proses pemijahan kerang darah. Ukuran panjang cangkang yang lebih kecil keberadaannya banyak ditemukan di perairan Mundu dan tingkat kematangan gonadnya cenderung terjadi lebih awal sehingga perlu dilakukan pengaturan pembatasan ukuran tangkap, waktu penangkapan, dan penutupan musim atau daerah. kerang darah yang boleh ditangkap ialah yang berukuran lebih besar dari 21,30-29,78 mm dan tidak

50 melakukan aktivitas penangkapan kerang darah pada bulan Apri karena pada bulan tersebut merupakan musim perkembangan gonad, yang kemudian akan terjadi proses pemijahan kerang darah dan waktu penangkapan. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa stok kerang darah di perairan Bondet dan Mundu telah mengalami penurunan dan terjadi kondisi tangkap lebih (overfishing). Namun dalam pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengatur dan merubah kondisi yang telah ada sehingga upaya yang mungkin dilakukan adalah berupa pembatasan ukuran tangkap dan jumlah tangkapan nelayan tanpa mengurangi jumlah kapal nelayan sehingga tercapai pemanfaatan yang optimum.