23/03/2010 Drs. Sumiyadi, M.Hum./Jurdiksatrasia, FPBS,UPI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang menjadi

SILABUS MATAKULIAH SASTRA NUSANTARA IN 109 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULAN. Istilah sastra bandingan bersumber dari bahasa Inggris, yaitu comparative

SILABUS MATAKULIAH KAJIAN SASTRA LISAN IN 426 DRS. MEMEN DURACHMAN, M.HUM. JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Herry Nur Hidayat. Pendahuluan

TRANSFORMASI DAN INTERTEKSTUAL DALAM SASTRA. oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. antara Naskah Drama Ken Arok Karya Saini KM dengan Novel Arok Dedes Karya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam penerapan pendekatan, metode, dan teknik dalam pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kompetensi dasar yang mengharuskan siswa mampu mengidentifikasi alur,

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

PEMBELAJARAN SASTRA KLASIK DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

ABSTRAK. Kata kunci: unsur intrinsik, nilai religius, bahan pembelajaran sastra.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang

BAB V PENYUSUNAN BAHAN AJAR MODUL PERMBELAJARAN TEKS SASTRA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH TULIS TAHUN PELAJARAN 2014/2015

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulum satuan tingkat

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

6. Sastra Anak, Pengantar Pemahaman Dunia Anak. (Cetakan kedua 2010, cetakan pertama 2005). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

MERUMUSKAN METODE PENGKAJIAN TRADISI LISAN

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

REKONSTRUKSI COK SAWITRI DALAM NOVEL TANTRI PEREMPUAN YANG BERCERITA TERHADAP NASKAH KIDUNG TANTRI KEDIRI TERJEMAHAN REVO ARKA GIRI SOEKATNO:

NILAI MORAL DALAM KUMPULAN CERITA RAKYAT DARI JAWA BARAT KARYA SAINI K.M SERTA SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS X SMA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enceng Tiswara Jatnika, 2014

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Sastra terbagi menjadi beberapa jenis misalnya puisi, cerpen, novel,

melibatkan imajinasinya, pengetahuannya, pengalamannya, perasaannya pada saat mereka berinteraksi dengan teks sastra. Peluang ini harus diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ungkapan atau pikiran seseorang yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. seperti kebudayaan Minang, Sumba, Timor, Alor dan lain-lain). Dalam Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada

PENDAHULUAN. Dari masa ke masa banyak pujangga yang menghasilkan karya sastra. dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan sebagai pengukuh segi

I. PENDAHULUAN. Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Parwa merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos dalam

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersastra. Pada kurikulum 2013, pelajaran bahasa Indonesia mengalami. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

BAB I PENDAHULUAN. kesusastraan Bali adalah salah satu bagian dari karya sastra yang terdapat di

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah suatu hasil tulisan kreatif yang menceritakan tentang manusia dan juga

SILABUS MATA KULIAH :STRATEGI PENGAJARAN SASTRA. SIL/JUR... Revisi : Juli 2008 Hal. (Nomor Jurusan) Semester Judul praktek Jam pertemuan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993:

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. karya sastra, baik karya sastra lama maupun karya sastra baru. Kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. budaya-akademis. Selain itu, Mahsun (2014:97) berpendapat:

BAB I PENDAHULUAN. Sastra ialah seni pertunjukan dalam kata-kata dan memiliki kekuatan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

Jurnal Noken 2(1)

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. antara individu dengan sesamanya. Berawal dari bahasa tersebut manusia dapat

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

Transkripsi:

PEMODERNAN CERITA RAKYAT & MASALAH PEMBELAJARANNYA oleh Sumiyadi Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. Penyampaian materi sastra dalam mata pelajaran tersebut bermanfaat, terutama dalam menerampilkan berbahasa, meningkatkan cipta dan rasa, menghaluskan watak, dan menambah pengalaman budaya siswa (Moody, 1971 ). Manfaat itu relevan pula dengan salah satu tujuan dan fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia seperti yang tertera dalam Kurikulum 2004, yaitu sebagai sarana pemahaman keberanekaragaman budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia. Budaya Indonesia memang sangat beragam dan hal itu akan tampak dalam khazanah sastra Indonesia yang terwujud dalam sastra-sastra daerah di seluruh nusantara. Keanekaragaman budaya yang tercermin dalam karya sastra itu hanya dapat dipahami secara nasional apabila menggunakan bahasa nasional pula. Oleh sebab itu, transformasi sastra dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia merupakan suatu keharusan. Setakat ini siswa pada setiap jenjang sekolah telah sangat mengenal cerita rakyat daerah yang sudah menasional, seperti Sangkuriang, yang bersumber dari cerita rakyat daerah Sunda, Malin Kundang, yang bersumber dari cerita rakyat daerah Minangkabau, atau Bawang Merah dan Bawang Putih yang bersumber dari cerita rakyat daerah Jawa Tengah. Namun, apabila membaca hasil penelitian yang berkenaan dengan cerita rakyat, maka betapa banyak dan beragamnya cerita rakyat nusantara itu. Cerita rakyat yang ribuan itu akan tetap menjadi khazanah budaya daerah setempat apabila kita tidak berusaha mentransformasikannya ke dalam bahasa Indonesia; padahal, khazanah sastra nusantara mesti dibaca secara luas oleh seluruh bangsa Indonesia, sehingga kita akan mengetahui juga hal-hal yang sama di antara sastra daerah yang beragam itu (Rusyana, 1981). Transformasi sastra dengan penerjemahan dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia dengan demikian merupakan upaya yang harus terus-menerus dilakukan. Usaha ke arah itu 1

sudah dirintis, misalnya oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional atau oleh penerbit seperti Gramedia dan Yayasan Obor. Penerjemahan sastra daerah ke dalam bahasa Indonesia yang berlangsung secara normatif, sesuai dengan kaidah penerjemahan, tidaklah akan menjadi kendala dalam proses apresiasi dan pembelajarannya di sekolah. Akan tetapi, ada fenomena lain yang muncul, yaitu karya sastra Indonesia modern yang bersumber dari cerita rakyat nusantara. Sastra Indonesia modern adalah sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa Indonesia setelah mendapat pengaruh dari kebudayaan asing dan dicetak dengan menggunakan aksara latin (Damono, 2004). Oleh karena itu, apabila ada karya sastra Indonesia modern yang berlatar sastra nusantara tidaklah berarti terjemahan dari sastra berbahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Hal itu dapat berarti respons, reaksi, bahkan tolakan atau simpangan terhadap sastra daerah yang merupakan teks dasar atau hipogramnya. Karya sastra Indonesia modern yang menggunakan latar belakang, teks dasar, atau hipogram dari karya sastra nusantara dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan intertekstual sehingga kita dapat mengetahui, apakah cerita rakyat nusantara yang dijadikan teks dasarnya itu mendapatkan modifikasi, ekspansi, ekserp, atau konversi (Riffaterre, 1978; Pudentia, 1992). Karya sastra modern yang bersumber dari cerita rakyat telah banyak di tulis oleh sastrawan kita. Misalnya, puisi Asmaradana (dari epos Ramayana), Penangkapan Sukra (dari Babad Tanah Jawi, Dongeng Sebelum Tidur (dari cerita Anglingdarma, dan Gatoloco (dari mistik klasik Jawa) karya Goenawan Mohamad bersumber dari cerita rakyat Jawa. Cerpen dan novel Umar Kayam, Putu Wijaya, dan Y.B. Mangunwijaya banyak bersumber dari cerita wayang; drama-drama karya Wisran Hadi dan Saini K.M. banyak bersumber dari cerita kaba Minangkabau dan legenda rakyat Sunda. Karya sastra yang demikian akan menjadi kendala dalam pembelajarannya di sekolah apabila guru tidak menggunakan pendekatan dan model yang tepat. Oleh sebab itu, perlu diupayakan satu pendekatan dan model pembelajaran yang tepat terhadap materi pembelajaran sastra yang demikian. Penemuan pendekatan dan model yang tepat akan sangat berguna, sehingga pembelajaran yang dikakukan dapat mengungkap khazanah sastra Indonesia secara global atau lintas daerah. 2

Penelitian tranformasi sastra sudah banyak dilakukan. Misalnya, Kuntara (1990) meneliti tranformasi teks jawa kuno Arjunawiwaha lewat tanggapan dan penciptaan di lingkungan sastra Jawa atau Pradotokusumo (1986) meneliti kakawin Gadjah Mada, yang merupakan suntingan naskah serta telaah struktur tokoh dan hubungan intertekstual. Namun, kedua disertasi tersebut memumpunkan diri pada sastra klasik, bukan pada sastra Indonesia modern. Penelitian transformasi yang berkaitan dengan sastra Indonesia modern dilakukan oleh Pudentia M.P.S.S.(1992) yang menelaah cerita rakyat Sunda Lutung Kasarung dan transformasinya dalam novel Purbasari Ayuwangi. Penelitian Pudentia, telah menunjukkan efek peralihan fokus tokoh dari Lutung Kasarung ke tokoh Purbasari Ayuwangi. Akan tetapi, novel terebut masih memperlihatkan fungsi cerita sebagai penguat tradisi. Satu hal yang perlu diperhatikan, penelitian-penelitian yang telah disinggung itu berujung pada pengembangan ilmu sastra. Oleh sebab itu, penelitian serupa yang berujung pada pembermaknaan pembelajaran sastra di sekolah masih merupakan lahan kosong yang memerlukan penggarapan. Apabila kondisi ini tidak beranjak, maka sudah dapat ditengarai bahwa pembelajaran sastra tidak akan sampai pada titik apresiasi yang optimal sebab transformasi sastra yang tidak normatif akan membingungkan siswa yang yang sudah mengenal hipogram karya sastra yang dibacanya. Pada usia prasekolah sebagian besar anak dibimbing langsung oleh orang tuanya. Bimbingan itu mungkin munggunakan media bahasa daerah, namun mungkin juga menggunakan bahasa Indonesia. Bimbingan berupa penanaman nilai didaktis biasanya dilakukan ibu dengan bantuan cerita rakyat (mite, legenda, atau dongeng). Kegiatan itu dilakukan, misalnya pada saat anak akan tidur atau anak bertanya mengenai fenomena alam, asal usul nama tempat atau tokoh-tokoh dalam cerita rakyat dan pewayangan. Cerita yang disampaikan orang tua tentu akan mengacu pada cerita rakyat murni yang bersumber dari tradisi lisan. Oleh sebab itu masalah akan muncul pada saat pembelajaran sastra di sekolah, siswa dihadapkan pada teks sastra, misalnya puisi Indonesia modern, yang melakukan negasi terhadap hipogram atau teks dasar, seperti dalam penggalan cerpen Bisma karya Putu Wijaya: Bisma bangkit dari tanah, udara dan air, yang melebur jasadnya setelah jutaan tahun yang lalu pralaya dalam perang Bharatayuda. Tubuhnya yang tinggi besar dan sedikit bungkuk karena tua tampak agung ditancap oleh ribuan panah. Mukanya yang dihiasi brewok dan cambang putih sudah kisut, akan tetapi masih tetap memancarkan sinar yang jernih. Resi yang telah memikul pengorbanan yang dahsyat itu tiba-tiba muncul di Pasar Senen. 3

Dalam cerita wayang sebagai teks dasar, Bisma adalah Putera Mahkota Raja Astinapura, Santanu, yang rela kehilangan mahkota kerajaan demi kebahagiaan ayahnya dan dalam perang Bharatayuda berpihak pada Kurawa; bukan membenci Pandawa, melainkan karena secara historis dia adalah seorang dewa yang yang harus menjalani hukuman sampai panah Srikandi (pihak Pandawa) menembus jantungnya. Namun dalam cerpennya, Putu Wijaya menghadirkan kembali tokoh Bisma pada zaman ini dengan alur, latar, dan tema yang sangat berbeda. Dalam mengapresiasi cerpen yang demikian, siswa tentu akan kebingungan karena karya sastra yang dihadapinya sangat jauh dari cakrawala harapan (horizon of expectation) yang ada dibenaknya. Untuk pembermaknaan pembelajaran sastra di sekolah, tampaknya harus ada penelitian yang diawali dengan pemetaan karya sastra Indonesia yang bersumber dari cerita rakyat, sehingga dapat diperoleh klasifikasi dari segi genre, media, dan hipogram dari setiap karya. Selanjutnya, berdasarkan pendekatan dan model pembelajaran yang ditemukan, perlu dilakukan penelitian lapangan di sekolah (SD, SMP, SMA) dan perguruan tinggi, sehingga diperoleh pendekatan dan model yang tepat dalam mengajarkan karya sastra modern yang berintertekstual dengan cerita rakyat. Sumiyadi, staf pengajar sastra dan mahasiswa S3 di Universitas Pendidikan Indonesia (Dimuat dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat, 2005) 4

5