BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. secara bersama terhadap barang atau layanan tertentu. Organisasi sektor pubik di

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dalam Modul Pembentukan Auditor Ahli yang berjudul Akuntabilitas

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. suatu cara tertentu dan bersifat repetitif untuk melaksanakan suatu atau

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA. KEPOLISIAN. LAKIP. Penyusunan. Laporan.

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

Adapun yang melatarbelakangi perlunya penyusunan Penetapan Kinerja Tahun 2013

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 88 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. harus bisa menyediakan public goods and services dalam memenuhi hak setiap

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 01/PJ.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 14

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH BAB I P E N D A H U L U A N

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

Catatan: dalam kesempatan ini akan disampaikan khusus untuk bidang Komunikasi dan Informatika

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

AKUNTABILITAS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

ANALISIS KINERJA PELAYANAN PADA PT. POS INDONESIA (KANTOR AREA VII SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

EVALUASI TERHADAP LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH: STUDI PADA DINAS KESEHATAN KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dipertanggungjawabkan akan mewujudkan suatu manajemen peradilan yang baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Oleh : ARIFAH NUR SABRINA B

PENILAIAN KINERJA PELAYANAN KANTOR KELURAHAN GENTENG

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

IKHTISAR EKSEKUTIF. dan laporan kinerja, maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Penataan sistem perencanaan yang akuntabel, yaitu perencanaan yang. terukur dan dapat dipertanggungjawabkan akan mewujudkan suatu manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka merespon tuntutan masyarakat menuju good governance,

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Ke

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Organisasi Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:2), sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu (ekonomi, politik, hukum, dan sosial) memiliki cara pandang dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Adapun pendapat lain dari Bastian (2006:3) menyatakan bahwa organisasi sektor publik Indonesia adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti: a. Organisasi Pemerintah Pusat. b. Organisasi Pemerintah Daerah. c. Organisasi Parpol dan LSM. d. Organisasi Yayasan. e. Organisasi Pendidikan dan Kesehatan : puskesmas, rumah sakit, dan sekolah. f. Organisasi Tempat Peribadatan : masjid, gereja, vihara, kuil. Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang memiliki keunikan tersendiri. Disebut sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar. 5

Organisasi sektor publik juga melakukan transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan. Tetapi berbeda dengan entitas ekonomi yang lain, khususnya perusahaan komersial mencari laba, sumber daya ekonomi organisasi sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba (nirlaba) (Deddi, 2009:1) 2.1.2 Karakteristik Organisasi Sektor Publik Menurut Ulum (2004:6) mengemukakan bahwa organisasi nirlaba (sektor publik) atau organisasi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan memiliki ciriciri sebagai berikut: 1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. 2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah bagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut. 3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas. Bastian (2006:4) juga mengemukakan bahwa organisasi sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara bertahap, baik dalam kebutuhan dasar, dan kebutuhan lainnya baik jasmani maupun rohani. 6

2. Melakukan aktivitas pelayanan publik (public services) seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum, transportasi publik, dalam penyediaan pangan. 3. Sumber pembiayaan berasal dari dana masyarakat yang berwujud pajak dan retribusi, laba perusahaan negara, pinjamn pemerintah, serta pendapatan lainlain yang sah dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. 4. Bertanggung jawab kepada masyarakat melalui lembaga perwakilan masyarakat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 5. Kultur Organisasi bersifat birokratis, formal, dan berjenjang. 6. Penyusunan anggaran dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan program. Penurunan program publik dalam anggaran dipublikasikan untuk dikritisi dan didiskusikan oleh masyarakat. Dan akibatnya, disahkan oleh wakil masyarakat di DPR, DPD, dan DPRD. 2.1.3 Pengertian Kinerja Menurut PP 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Sementara menurut Mahsun et al. (2007:157) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan 7

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil kinerja suatu instansi dan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai visi dan misi organisasi. 2.1.4 Pengukuran Kinerja Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Larry D Stout (1993) dalam Performance Measurement Guide (dalam Indra Bastian (2006:275) menyatakan bahwa: Pengukuran atau penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. 8

Sementara itu Mardiasmo dan Ulum (2002,2004) menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalu alat ulut ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. 2.1.5 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk mengevaluasi kinerja suatu entitas. Kriteria pengukuran kinerja yang efektif adalah dapat dimengerti dan dapat disesuaikan serta membantu proses untuk mengidentifikasi masalah dan menyarankan penyelesaian. Pengukuran kinerja secara umum bertujuan untuk mengetahui seberapa berhasil organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan tujuan, visi, dan misi organisasi. Tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2002:122) yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik. 2. Untuk mengukur kinerja financial maupun non-financial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi. 3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence (keselarasan tindakan dalam pencapaian tujuan organisasi). 4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. 9

2.1.6 Manfaat Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja sangat penting untuk mengukur akuntabilitas dan manajer dalam memutuskan dan menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar menunjukkan kemampuan bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi kemampuan dalam menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efektif dan efisien. Menurut BPKP (2000) menyatakan bahwa manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik antara lain sebagai berikut: 1. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja. 2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati. 3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja. 4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. 5. Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. 6. Mengidentifikasikan apakah kepuasaan pelanggan sudah terpenuhi. 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. 10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. 10

2.1.7 Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Mengutip Mahsun et al. (2007:158) dalam pengukuran kinerja sektor publik terdapat beberapa elemen, yaitu: 1. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Sasaran merupakan pencapaian tujuan organisasi yang disertai dengan batasan waktu tertentu. Kemudian strategi adalah cara atau teknik yang digunakan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat. 2. Merumuskan indikator dan Ukuran Kinerja Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factors) atau indikator kinerja kunci (key perfomance indicator).keberhasilan utama ini adalah dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial maupun non finansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci 11

merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun non finansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja. 3. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-sasaran Organisasi Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini dapat menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, dan penyimpangan nol berikut penjelasannya : a. Penyimpangan Positif Pelaksanaan kegiatan sudah berhasil atau melampaui indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. b. Penyimpangan Negatif Pelaksanaan kegiatan belum mencapai indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. c. Penyimpangan Nol Pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau atau sudah sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. 4. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi pencapaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward punishment, penilaian kemajuan 12

organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Skema Pengukuran Kinerja Rencana Strategis Pengukuran Kinerja Implementasi Evaluasi Kinerja Sumber : Mahsun (2007:160) Gambar 1 2.1.8 Indikator Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah diterapkan dengan memperhitungkan (Bastian, 2006: 267): 1. Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan atau peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. 2. Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik. 3. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). 4. Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 13

5. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi, dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi (BPKP, 2007). Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja menurut Bastian (2006: 267) adalah: 1. Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. 2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama. 3. Relevan; indikator kinerja harus menangani aspek objektif yang relevan. 4. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukka keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat, serta dampak. 5. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. 6. Efektif; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. 14

2.1.9 Evaluasi Kinerja Sektor Publik Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan susatu organisasi atau unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Evaluasi kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilanatau kegagalan pencapaian kinerja. Evaluasi dapat diartikan secara luas ataupun secara sempit. Hal ini dapat dilihat dari siapa yang melakukan evaluasi. Evaluasi secara menyeluruh antara lain mencakup penilaian terhadap apa yang dilaporkan dan dihasilkan, dan penilaian atas pencapaian hasil; penilaian atas aktivitas, program, kebijakan dan keselarasan dengan misi dan visi organisasi; penilaian atas akuntabilitas keuangan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan; penilaian atas pelaksanaan tugas; penilaian kinerja pegawai; penilaian kinerja pengawas; pelanggan, dan pihak ketiga lainnya. Menurut pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menyatakan bahwa dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan pembandingan-pembandingan antara : 1. Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan. 2. Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya. 3. Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul di bidangnya ataupun dengan kinerja sektor swasta. 4. Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar internasional. Adapun tujuan dilakukannya evaluasi kinerja adalah agar organisasi yang bersangkutan mengetahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang 15

dijumpai atau sebab-sebab tidak tercapainya kinerja dalam rangka pencapaian misi yang sudah direncanakan sehingga diharapkan instansi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Dan untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas publik biasanya secara periodik dan kelembagaan hasil evaluasi kinerja sektor publik dituangkan dan disajikan dalam bentuk dokumen yang dinamakan LAKIP (laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah) (Abidin, 2010). 2.1.10 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 menjelaskan tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa pedoman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, digunakan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menyusun Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja instansi yang bersangkutan. Di dalam pasal 16 ayat 1 menjelaskan tentang laporan akuntabilitas kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Pencapaian sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurangkurangnya menyajikan informasi tentang: 1. Pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. 2. Realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi. 3. Penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja, dan 16

4. Pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan lima tahunan yang direncanakan. 2.1.11 Penetapan Kinerja Sebagai Dasar Penyusunan LAKIP Penetapan Kinerja merupakan dokumen merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi (Permenpan No.29, 2010). Penetapan Kinerja pada dasarnya merupakan salah satu komponen dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meski belum diatur secara eksplisit dalam Inpres 7 tahun 1999. Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010, Penetapan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 memuat pernyataan dan lampiran formulir yang mencantumkan sasaran strategis, indikator kinerja utama organisasi, beserta target kinerja dan anggaran. Di dalam pasal 9 disebutkan bahwa penetapan kinerja dimanfaatkan oleh setiap instansi pemerintah untuk: 1. Memantau dan mengendalikan pencapaian kinerja organisasi; 2. Melaporkan capaian realisasi kinerja dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 3. Menilai keberhasilan organisasi. Pelaksanaan Penetapan Kinerja ini akan dilakukan pengukuran kinerja untuk mengetahui sejauh mana capaian kinerja yang dapat diwujudkan oleh 17

organisasi serta dilaporkan dalam suatu laporan kinerja yang biasa disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Adapun Hakekat dari penetapan kinerja sebagai berikut: 1. Penetapan Kinerja merupakan pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam waktu satu tahun; 2. Kinerja yang dijanjikan tercermin dalam seperangkat Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator) yang menggambarkan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; 3. Penetapan Kinerja merupakan kesepakatan antara pengemban tugas (penerima amanah) dengan atasannya (pemberi amanah); 4. Penetapan Kinerja merupakan ikhtisar Rencana Kinerja Tahunan yang telah disesuaikan dengan ketersediaan anggarannya; 5. Penetapan Kinerja menjadi dasar penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); Penetapan Kinerja yang bersumber dari Rencana Kinerja dapat menjadi pedoman dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja InstansiPemerintah (LAKIP), sehingga dapat memenuhi kewajiban akuntabilitas dan sekaligus menjadi sumber informasi dalam pengambilan keputusan guna peningkatan kinerja. 2.1.12 Format LAKIP Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan 18

keunikan masing-masing instansi pemerintah. Format LAKIP ini dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan isi dan cara penyajian yang dimuat dalam LAKIP sehingga memudahkan pembandingan ataupun evaluasi akuntabilitas yang harus dilakukan. Format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut: 1. Ikhtisar Eksekutif Pada bagian ini disajikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik serta sejauh mana instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran utama tersebut, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Disebutkan pula langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dan langkah antisipatif untuk menanggulangi kendala yang mungkin akan terjadi pada tahun mendatang. 2. Pendahuluan Pada bagian ini menguraikan secara singkat latar belakang penulisan laporan yang memuat dasar kebijakan penyusunan LAKIP dan juga gambaran umum struktur organisasi serta sistematika penulisan 3. Perencanaan dan Perjanjian Kinerja Pada bagian ini disajikan gambaran singkat mengenai Rencana strategis, Rencana Kinerja dan Perjanjian Kinerja. 4. Akuntabilitas Kinerja Pada bagian ini disajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis akuntabilitas kinerja, termasuk didalamnya menguraikan secara 19

sistematis keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil. Selain itu dilaporkan pula akuntabilitas keuangan dengan cara menyajikan alokasi dan realisasi anggaran serta analisis tentang capaian indikator kinerja efisiensi. 5. Penutup Menguraikan tentang kesimpulan dan rekomendasi yang berkaitan dengan hasil pengukuran dan evaluasi. 6. Lampiran-Lampiran Lampiran-lampiran berisi tabel-tabel yang memuat Rencana Strategis (RS), Penetapan Kinerja atau Rencana Kinerja Tahunan (RKT), Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS), dan Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK). 20