Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005

dokumen-dokumen yang mirip
STANDARD UNTUK PENELUSURAN LEGALITAS KAYU (VERSI 3.2) HASIL WORKSHOP TANGGAL 15 JUNI 2006

STANDARD UNTUK PENELUSURAN LEGALITAS KAYU (VERSI 3.2) HASIL WORKSHOP TANGGAL 15 JUNI 2006

KETERANGAN: YANG DICETAK MERAH/MIRING ADALAH USULAN TIM KECIL A1. STANDARD UNTUK SUMBER KAYU DARI HUTAN NEGARA BERBASIS UNIT MANAJEMEN (HA, HT)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA PEMEGANG IZIN DAN PEMEGANG HAK PENGELOLAAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN KRITERIA DAN INDIKATOR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK- HTI/HPHTI, IUPHHK RE)

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DARI HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKM)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, DAN HAK PENGELOLAAN

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

Rancangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Disusun oleh : Tim Kerja Pengembangan dan Perumusan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT(HTR, HKm, HD)

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA HUTAN NEGARA YANG DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (HTR, HKm, HD, HTHR)

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

RESUME HASIL SERTIFIKASI


STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

RESUME HASIL VERIFIKASI LK

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK CV AUBIL PRIMA DAYA

PEDOMAN PELAPORAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PT. ITCI KARTIKA UTAMA


RESUME HASIL VERIFIKASI

RESUME HASIL SERTIFIKASI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : P.6/VI-Set/2009 TENTANG

Standar Verifikasi Legalitas SmartWood di Indonesia

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) PADA PEMEGANG IPK, TERMASUK IPPKH. No. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK KELOMPOK TANI TELAGA RUSA

RESUME HASIL PENILIKAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

RESUME HASIL PENILIKAN KE-2 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT NUSA PRIMA MANUNGGAL

RESUME HASIL PENILIKAN KE-2 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT KIRANA CHATULISTIWA

STANDARD DAN PEDOMAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IUIPHHK DAN IUI LANJUTAN. Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

RESUME HASIL PENILAIAN LEGALITAS KAYU PT WANAKASITA NUSANTARA

RESUME HASIL VERIFIKASI

Website :

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT ADAU HIJAU LESTARI

3. RINGKASAN TAHAPAN. Tahapan Lokasi dan Waktu Ringkasan Catatan. Pertemuan Pembukaan Kantor PT. Anugerah Langkat Makmur 8 Oktober 2016

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

RESUME HASIL AUDIT VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK KELOMPOK TANI PADEDELE

Lampiran Surat No : 253/EQ.S/IV/2015, tanggal 30 April 2015

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

RESUME HASIL PENILIKAN KE-2 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT SURYA KIRANA DUTAMAS

PANDUAN VERIFIKASI DAN NORMA PENILAIAN LEGALITAS KAYU

RESUME HASIL VERIFIKASI

KAJIAN PENYEMPURNAAN PERATURAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK CV AUBIL PRIMA DAYA

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT TIGA SETIA MANDIRI

RESUME HASIL PENILIKAN KE-1 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT BORNEO KARUNIA MANDIRI

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IUPHHK-HA PT WANA MUKTI LESTARI

PENGUMUMAN HASIL PENILIKAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK) Nomor : 727/SIC/Dirut/IX2016

RESUME HASIL VERIFIKASI IPK PT SATYA JAYA ABADI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL PENILIKAN KE-1

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 72 TAHUN 2002 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KAYU BULAT JENIS MERBAU DI PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

RESUME HASIL PENILIKAN KE-2 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT GUNUNG RAYA UTAMA TIMBER INDUSTRIES

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT KALIMANTAN SATYA KENCANA

RESUME HASIL AUDIT VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

PUBLIC SUMMARY (Resume Hasil Penilaian)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.


RESUME HASIL AUDIT VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

RESUME HASIL SERTIFIKASI

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT SAWIT LAMANDAU RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI

RESUME HASIL PENILIKAN KE-1 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT GUNUNG RAYA TIMBER INDUSTRIES

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

RESUME HASIL VERIFIKASI IUPHHK-HTI PT KIRANA CHATULISTIWA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENGUMUMAN HASIL PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

RESUME HASIL PENILAIAN LEGALITAS KAYU PT AMINDO WANA PERSADA

Prinsip Kriteria Indikator Verifier Metode Verifikasi Norma Penilaian

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

RESUME HASIL AUDIT VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PUBLIC SUMMARY (Resume Hasil Penilaian)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

RESUME HASIL VERIFIKASI PADA IPK HGU PT BERAU KARETINDO LESTARI DI KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LVLK PT Sarbi International Certification, Telah melaksanakan Penilikan II Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) terhadap :

STANDAR VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA PEMEGANG IUIPHHK > 6000 M3/Tahun DAN IUI > 500 JUTA

RESUME HASIL VERIFIKASI

2 c. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri

PENGUMUMAN HASIL PELAKSANAAN AUDIT LAPANGAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK)

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK PT MULIA SAWIT AGRO LESTARI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH OLEH LVLK PT INTI MULTIMA SERTIFIKASI.

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

RESUME HASIL VERIFIKASI

RESUME HASIL PENILIKAN KE-2 VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT BORNEO KARUNIA MANDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

RESUME HASIL PENILIKAN KE-I VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PT WANAKASITA NUSANTARA

RESUME HASIL VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA IPK CV ALCO TIMBER IRIAN

Transkripsi:

Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005 DESKRIPSI PRINSIP/KRITERIA/ DETERMINAN MENURUT VERSI 1.0 PRINSIP 1. PENGUASAAN LAHAN DAN HAK PEMANFAATAN Status hukum dan hak penguasaan Unit Pengelolaan Hutan harus jelas dan batas-batas arealnya telah dikukuhkan. Perusahaan 1 memiliki dokumen menyangkut hak menebang kayu di dalam batas-batas tersebut, dan hanya melaksanakan tebangan di dalam batas-batas tersebut REVIEW DARI WORKSHOP ANYER PRINSIP 1. KEPASTIAN AREAL DAN HAK PEMANFAATAN Status hukum dan kepastian areal pengelolaan hutan harus jelas dalam tahapan proses pengukuhannya. Pelaku usaha memiliki dokumen yg menyangkut hak memanfaatkan kayu di dalam areal pengelolaan hutan tersebut. Kriteria 1.1. Areal HPH, IUPHHK, HPHTI atau lahan yang dikelola oleh Perum Perhutani harus terletak di kawasan hutan tetap negara. Pembukaan lahan yang terkait dengan kegiatan non-kehutanan yang disahkan secara nasional atau disahkan oleh pemerintah kabupaten hanya boleh terletak di luar kawasan hutan tetap negara. 1.1.1. Jika unit pengelolaan hutan dilengkapi dengan ijin pada hutan alam [HPH (IUPHHK pada Hutan Alam)], hutan tanaman industri [HPHTI (IUPHHK pada Hutan Tanaman)], atau Badan Usaha Milik Negara, unit pengelolaan Perum Perhutani maka arealnya harus terletak pada kawasan hutan tetap negara. 1.1.2. Pembukaan lahan untuk kegiatan-kegiatan non kehutanan yang disahkan secara nasional atau yang disahkan oleh Pemerintah Kabupaten/kota harus terletak di luar kawasan hutan tetap negara. Setiap pelepasan kawasan dari status hutan menjadi non hutan (seperti untuk tanaman perkebunan) yang dilaksanakan harus Kriteria 1.1. Areal unit pengelolaan (HPH, IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, HPHTI atau kawasan yang dikelola Perum Perhutani) terletak di kawasan hutan produksi. 1.1.1. Ijin pemanfaatan hutan diterbitkan pada kawasan hutan negara yang belum dibebani hak 1.1.2a. Pembukaan lahan untuk kegiatan-kegiatan non kehutanan yang disahkan oleh Pemerintah Pusat terletak di kawasan hutan negara yang dapat dikonversi (HPK) dan berakhir sampai dengan tahun 2009, sedangkan pembukaan lahan yang disahkan oleh Pemerintah Daerah terletak di Area Penggunaan Lain (APL). 1 Perusahaan mengacu pada badan hukum yang beroperasi di hutan, pengangkutan atau pengolahan yang menjadi obyek penilaian.

sepengetahuan dan persetujuan masyarakat adat dan masyarakat lokal, serta dikukuhkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kriteria 1.2.: Perusahaan memegang ijin untuk memanen kayu pada Unit Pengelolaan Hutan yang telah disahkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang. 1.2.1 Di kawasan hutan negara, perusahaan memegang HPH, HTI atau IUPHHK yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan dan sepengetahuan dan persetujuan semua komunitas yang terkena dampak. 1.2.2 Dalam hal lahan terletak di luar kawasan hutan tetap dan dikonversi untuk penggunaan lain, atau kawasan hutan yang akan dikonversi menjadi HTI, perusahaan harus memegang ijin ILS/IPK. Ijin ILS/IPK disahkan oleh pejabat kehutanan yang berwenang di tingkat Nasional dan provinsi, atau di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku, serta sepengetahuan dan persetujuan masyarakat yang terkena dampak. 1.2.3 Tata batas areal yang diberi ijin harus tidak bertentangan dengan klasifikasi penggunaan lahan yang melarang kegiatan yang tersebut dalam ijin tersebut. Kriteria 1.3. Terdapat Rencana dari Unit Pengelolaan Hutan yang memenuhi aturan pemerintah 1.3.1 Areal yang masuk dalam HPH, HTI atau IUPHHK mempunyai rencana jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan rencana tahunan yang disahkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang. 1.1.2b. Perubahan status dan peruntukan kawasan hutan (selain HPK) menjadi non kawasan hutan harus melalui penelitian terpadu; dan untuk hal-hal tertentu sangat penting, berskala dan berdampak luas serta bernilai strategis harus melalui persetujuan DPR. Kriteria 1.2. Pelaku usaha telah memegang ijin penebangan kayu pada areal tebangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. 1.2.1a. Pada kawasan hutan tetap negara, pelaku usaha telah memiliki SK HPH/ HTI/IUPHHK-HA/ IUPHHK-HT. 1.2.1b. Pemerintah wajib memperhatikan hak masyarakat untuk memperoleh informasi tentang ijin-ijin yang dikeluarkan. Informasi disampaikan sebelum ijin baru dikeluarkan. 1.2.1c. Pemerintah wajib mempertimbangan pendapat masyarakat setempat sebelum mengeluarkan ijin baru 1.2.2a. Untuk pemanfaatan kayu di kawasan hutan negara yang akan dikonversi, pelaku usaha memiliki ijin ILS/IPK yang disahkan berdasar peraturan yang khusus untuk itu, oleh pejabat yang berwenang. 1.2.2b. Pelaku usaha mampu menunjukkan bahwa Kayu bulat besar yang dihasilkan dari ILS/IPK dapat dilacak sampai ke tonggak, dan dapat dilacak sampai ke blok tebangan untuk kayu lainnya 1.2.3. Penetapan batas areal harus sesuai dengan Tata Ruang Wilayah dan peruntukan penggunaan lahan. 1.2.4. Pelaku usaha pada hutan hak mampu menunjukkan keabsahan haknya. Kriteria 1.3. Adanya Rencana Pengelolaan Hutan yang sah. 1.3.1. Unit pengelolaan hutan mempunyai rencana jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan rencana tahunan yang disahkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang.

1.3.2 IPK(ILS) mempunyai rencana kerja penebangan dari hutan konversi yang telah disahkan untuk tujuan kegiatan non kehutanan, atau dari hutan produksi untuk hutan tanaman industri. PRINSIP 2. DAMPAK FISIK, SOSIAL DAN LINGKUNGAN Perusahaan memiliki Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) meliputi areal Unit Pengelolaan Hutan yang disusun secara benar, dan dapat menunjukkan bahwa semua persyaratan legal, fisik, sosial dan lingkungan yang tersebut pada dokumen AMDAL sudah dipenuhi, sebagaimana juga pemenuhan terhadap persyaratan legal dalam pemantauan dan pelaporan pelaksanaan AMDAL. 1.3.2. IPK/ILS mempunyai rencana kerja yang telah disahkan. PRINSIP 2. PELAKU USAHA MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) DAN SEGALA PERSYARATAN DAN KEWAJIBANNYA SUDAH DIPENUHI. Kriteria 2.1.: Perusahan telah melaksanakan penilaian fisik, sosial dan lingkungan untuk kegiatan operasi dan/ atau fasilitas pengolahannya dengan menggunakan Proses AMDAL sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah No. 27/1999. 2.1.1. Perusahaan telah memiliki dokumen AMDAL yang telah disahkan sesuai peraturan yang berlaku dan meliputi seluruh areal kerjanya. Dokumen meliputi Sajian Informasi Lingkungan/ANDAL, Rencana Kelola Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) 2.1.2. Perusahaan telah menyusun semua Laporan Pemantauan berdasar RPL AMDAL yang menunjukkan tindakan-tindakan untuk mengatasi dampak lingkungan dan untuk menyediakan manfaat sosial. Kriteria 2.2: Perusahaan melindungi jenis-jenis terancam Kriteria 2.1. Pelaku usaha memenuhi persyaratan dan kewajiban AMDAL sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah No. 27/1999. 2.1.1. Pelaku usaha telah memiliki dokumen AMDAL yang telah disahkan sesuai peraturan yang berlaku dan meliputi seluruh areal kerjanya. Dokumen meliputi Sajian Informasi Lingkungan/AMDAL, Rencana Kelola Lingkungan (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) 2.1.2. Pelaku usaha wajib menyusun Laporan Pemantauan berdasar RPL AMDAL yang menunjukkan tindakan-tindakan untuk mengatasi dampak lingkungan dan untuk menyediakan manfaat sosial. 2.1.3 Pelaku usaha memenuhi kewajiban untuk mengurangi dampak fisik terhadap tata hidro-orologi Kriteria 2.2. Pelaku usaha memenuhi kewajiban yang berkenaan

sebagaimana tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 7 dan 8/1999 yang ruang jelajah atau habitatnya berada di Unit Pengelolaan Hutan. 2.2.1 Perusahaan menerapkan prosedur identifikasi dan perlindungan jenis terancam yang ruang jelajah atau habitatnya terdapat di Unit Pengelolaan Hutan. 2.2.2 Perusahaan menerapkan prosedur yang memenuhi PP 7 dan 8/1999. dengan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 7 dan 8/1999 yang ruang jelajah atau habitatnya berada di Unit Pengelolaan Hutan. 2.2.1. Pelaku usaha menerapkan prosedur identifikasi dan perlindungan jenis yang dilindungi dan terancam punah yang habitat dan ruang jelajahnya terdapat di Unit Pengelolaan Hutan. 2.2.2. Pelaku usaha wajib menerapkan prasyarat yang ditetapkan dalam PP 7 dan 8/1999. PRINSIP 3. HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT DAN HAK PEKERJA Perusahaan memenuhi semua tanggung-jawab legal dalam menjamin kesejahteraan komunitas yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan, penyediaan pelayanan pada komunitas lokal, dan kesejahteraan serta keselamatan pekerja dan kontraktor yang dikaryakan di dalam unit pengelolaan hutan. PRINSIP 3. HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT DAN HAK PEKERJA Pelaku usaha menunjukan komitmen untuk kesejahteraan masyarakat lokal serta menjamin kesejahteraan dan keselamatan pekerja Kriteria 3.1: Perusahaan telah mengidentifikasi semua komunitas yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan dan memberikan pengetahuan dan memperoleh persetujuan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. 3.1.1 Perusahaan telah mengidentifikasi semua komunitas yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan dan mengambil langkah-langkah yang cukup, termasuk pengumuman di media lokal guna memberitahu tentang rencana kegiatan tersebut. 3.1.2 Perusahaan telah menyelenggarakan dan mendokumentasikan risalah konsultasi publik dengan setiap komunitas yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan Kriteria 3.1. Pelaku usaha telah mengidentifikasi dan menunjukkan usaha untuk persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA) dari masyarakat lokal yang sudah dan akan terkena dampak kegiatan tersebut 3.1.1. Pelaku usaha telah mengidentifikasi semua masyarakat lokal yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan dan mengambil langkah-langkah yang cukup, termasuk pengumuman di media lokal dan melakukan konsultasi publik. 3.1.2. Pelaku usaha wajib menyelenggarakan dan mendokumentasikan risalah konsultasi dengan setiap masyarakat lokal yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan

3.1.3 Perusahaan telah melakukan usaha-usaha yang baik dan tulus untuk mencapai konsensus mengenai rencana kegiatan unit menajemen dengan setiap komunitas yang terkena dampak kegiatan tersebut. Kriteria 3.2: Perusahaan telah mengidentifikasi dan medokumentasikan hak-hak tradisional masyarakat yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan dan dapat menunjukkan bahwa hak-hak tersebut telah dihormati. 3.2.1 Perusahaan telah mendokumentasikan hak-hak tradisional yang diklaim oleh setiap komunitas yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan. 3.2.2 Perusahaan telah menyiapkan rencana dalam hubungannya dengan komunitas yang terkena dampak yang menerangkan bagaimana areal dan/atau sumberdaya yang dikenai hak-hak tradisional di dalam unit pengelolaan akan dikelola, dimanfaatkan, dinilai dan diatur kompensasinya. Kriteria 3.3: Perusahaan membuat dan menghormati persetujuan dengan masyarakat lokal (dibedakan dari komunitas yang terkena dampak), yang menyebut manfaat sosial (seperti kesehatan dan pengembangan masyarakat) secara jelas yang akan disediakan oleh perusahaan 3.3.1 Perusahaan telah mendokumentasikan persetujuan dengan masyarakat lokal yang dengan jelas menyebut kesejahteraan sosial dan kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat yang akan ditangani. 3.3.2 Perusahaan dapat menunjukkan pelaksanaan persetujuan tersebut. 3.1.3. Pelaku usaha wajib melakukan usaha-usaha untuk mencapai kesepahaman mengenai rencana kegiatan unit menajemen dengan masyarakat lokal yang terkena dampak kegiatan tersebut. Kriteria 3.2. Pelaku usaha wajib mengidentifikasi dan mendokumentasikan hak-hak tradisional masyarakat yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan hutan dan dapat menunjukkan bahwa hak-hak tersebut telah dihormati. 3.2.1. Pelaku usaha telah mendokumentasikan hak-hak tradisional yang diklaim oleh setiap masyarakat lokal yang terkena dampak kegiatan unit pengelolaan. 3.2.2. Pelaku usaha wajib menyiapkan cara-cara pengelolaan, pemanfaatan, penilaian dan pengaturan penyelesaian masalah atas areal dan/atau sumberdaya alam dalam hubungannya dengan hakhak tradisional masyarakat lokal yang terkena dampak, termasuk kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja atau hak atas tanah akibat penetapan kawasan hutan. Kriteria 3.3. Pelaku usaha membuat dan melaksanakan persetujuan dengan masyarakat lokal (dibedakan dari masyarakat lokal yang terkena dampak), termasuk manfaat sosial (seperti kesehatan dan pengembangan masyarakat). 3.3.1. Pelaku usaha wajib mendokumentasikan persetujuan dengan masyarakat lokal yang dengan jelas menyebut kesejahteraan sosial dan kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat yang akan ditangani. 3.3.2. Pelaku usaha mampu membuktikan pelaksanaan persetujuan tersebut

Kriteria 3.4: Perusahaan menghormati hak-hak pekerja untuk berserikat dan secara sukarela melakukan negosiasi persyaratan ketenagakerjaan sesuai dengan konvensi International Labor Organization (ILO) No. 87 dan 98, sebagaimana diberlakukan oleh Undang-undang No.13/2003 Tentang Ketenagakerjaan. 3.4.1 Perusahaan mengijinkan pekerjanya untuk masuk serikat pekerja yang diakui dan menunjukkan bahwa hal ini tidak mengakibatkan perbedaan dalam pengambilan keputusan ketenagakerjaan. 3.4.2 Jika diminta oleh serikat pekerja yang diakui yang mewakili pekerjanya, perusahaan bersedia bernegosiasi dengan serikat pekerja tersebut dan menghormati semua persetujuan yang dicapai sebagai hasil negosiasi tersebut Kriteria 3.5: Perusahaan memenuhi peraturan ketenagakerjaan menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, manfaat in natura, upah minimum, persyaratan PHK dan kontrak, untuk kegiatan TPTI atau TPTJ yang berlaku. 3.5.1. Perusahaan melunasi upah pekerja dan menyediakan manfaat in natura sesuai dengan persyaratan minimum Undang-undang 13/2003 (Pasal 88 dan seterusnya) 3.5.2 Perusahaan menerapkan prosedur keselamatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.1/1970. 3.5.3 Perusahaan menjamin bahwa semua Alat Penyelamat Darurat (APD) dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) tersedia dan mudah dijangkau pada Kriteria 3.4. Pelaku usaha menghormati hak-hak pekerja untuk berserikat dan secara sukarela melakukan negosiasi persyaratan ketenagakerjaan sesuai dengan konvensi International Labor Organization (ILO) No. 87 dan 98, sebagaimana diberlakukan oleh Undang-undang No.13/2003 Tentang Ketenagakerjaan. 3.4.1. Pelaku usaha tidak menghalangi pekerjanya untuk masuk serikat pekerja yang diakui dan menunjukkan bahwa hal ini tidak mengakibatkan perbedaan dalam pengambilan keputusan ketenagakerjaan. 3.4.2. Jika diminta oleh serikat pekerja yang diakui yang mewakili pekerjanya, pelaku usaha bersedia bernegosiasi dengan serikat pekerja tersebut dan menghormati semua persetujuan yang dicapai sebagai hasil negosiasi tersebut Kriteria 3.5. Dalam menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan, pelaku usaha wajib mematuhi peraturan ketenagakerjaan menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, manfaat in natura, upah minimum, persyaratan PHK dan kontrak. 3.5.1. Pelaku usaha wajib membayar lunas upah pekerja dan menyediakan manfaat in natura sebagaiman diatur pada pasal 88 sampai dengan pasal 97 Undang-undang 13/2003. 3.5.2. Pelaku usaha wajib menerapkan prosedur keselamatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.1/1970. 3.5.3. Pelaku usaha wajib menjamin bahwa semua Alat Penyelamat Darurat (APD) dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) tersedia dan mudah dijangkau pada setiap lokasi kerja di dalam unit pengelolaan, serta digunakan secara benar.

setiap lokasi kerja di dalam unit pengelolaan, serta digunakan secara benar. 3.5.4 Perusahaan menjamin untuk tidak mempekerjakan anakanak di bawah umur (kurang dari 15 tahun) sebagaimana dimaksud pada Undang-undang No.13/2003 Pasal 68. 3.5.5 Perusahaan tidak mengharuskan pekerjanya untuk bekerja lebih dari 40 jam per minggu dan lebih dari 14 jam lembur per minggu, dan memberikan cuti 12 hari per tahun di luar libur resmi (Undang-undang No. 13/2003 Pasal 78 dan 79). 3.5.4. Pelaku usaha menjamin untuk tidak mempekerjakan anak-anak di bawah umur (kurang dari 15 tahun) sebagaimana dimaksud pada pasal 68 Undang-undang No.13/2003. 3.5.5. Pelaku usaha tidak mengharuskan pekerjanya untuk bekerja lebih dari 40 jam per minggu dan lebih dari 14 jam lembur per minggu, dan memberikan cuti 12 hari per tahun di luar libur resmi sebagaimana diatur pada pasal 78 dan 79 Undang-undang No. 13/2003. PRINSIP 4. PERUNDANGAN DAN PERATURAN MENGENAI PEMANENAN KAYU Perusahaan menyusun semua rencana kehutanan, pemanenan dan kegiatan lain di dalam unit menajemen hutan sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku. PRINSIP 4. PERUNDANGAN DAN PERATURAN MENGENAI PEMANENAN KAYU Pelaku usaha memenuhi persyaratan yang ditujukan untuk menjamin kelestarian Hasil Hutan Kriteria 4.1: Rencana pemanenan pada unit pengelolaan hutan telah disahkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang dan telah ditata batas sehingga dengan jelas menunjukkan areal yang ditebang dan yang areal yang harus dilindungi. 4.1.1 Rencana Karya (RKT dan IPK-Bagan Kerja) telah disahkan secara resmi oleh pejabat pemerintah yang berwenang Kriteria 4.1. Rencana pemanenan pada unit pengelolaan hutan telah disahkan oleh pejabat yang berwenang dan blok tebangan telah ditata batas sehingga dengan jelas menunjukkan areal yang ditebang dan areal yang harus dilindungi. 4.1.1. Rencana tahunan (RKT dan IPK-Bagan Kerja) telah disahkan oleh pejabat yang berwenang 4.1.2 Rencana tebangan dengan jelas menetapkan batasbatas yang menunjukkan areal yang tidak boleh ditebang seperti zona penyangga, curam, habitat kritis, dan areal yang memiliki nilai budaya seperti areal adat, 4.1.2. Rencana tebangan dengan jelas menunjukkan batas-batas areal yang boleh dan tidak boleh ditebang. Areal yang tidak boleh ditebang antara lain zona penyangga, curam, habitat kritis, dan areal yang memiliki nilai budaya seperti areal adat, tempat keramat, atau

tempat keramat, atau yang telah diidentifikasi sebagai areal bernilai budaya dalam tahap perencanaan. Kriteria 4.2: Perusahaan menerapkan operasi penebangan sesuai dengan pedoman sistem silvikultur yang sah atau persyaratan penebangan pada pembukaan lahan yang berlaku. 4.2.1 Operasi tebangan memenuhi persyaratan yang tersebut pada pedoman TPTI, TPTJ, PUHH (2003) di areal RKT, atau peraturan pembukaan lahan (ILS) IPK yang berlaku. yang telah diidentifikasi sebagai areal bernilai budaya. Kriteria 4.2. Pelaku usaha menerapkan operasi penebangan sesuai dengan pedoman sistem silvikultur atau persyaratan penebangan pada pembukaan lahan yang berlaku. 4.2.1a. Operasi tebangan memenuhi persyaratan yang tersebut pada pedoman silvikultur yang berlaku. 4.2.1 Semua batas tebangan ditandai dengan jelas di atas peta berskala cukup besar dan juga di lapangan. 4.2.1b. Semua batas tebangan ditandai dengan jelas di atas peta berskala cukup besar dan juga di lapangan. 4.2.2 Semua peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan telah memenuhi persyaratan dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sebagaimana tersebut dalam SK Menhut No. 428/KPTS-II/2003. 4.2.2. Semua peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan telah memenuhi persyaratan. 4.2.3 Data pohon-pohon yang ditebang tersebut pada Laporan Hasil Cruising (LHC) dicatat di dalam Buku Ukur sebagaimana dipersyaratkan oleh PUHH (2003) 4.2.3. Data pohon-pohon yang ditebang sesuai dengan Laporan Hasil Cruising (LHC) dan dicatat sebagaimana dipersyaratkan oleh PUHH 4.2.4 Tidak dilakukan tebangan di areal yang dilarang untuk itu sebagaimana ditunjukkan oleh Rencana Tebangan yang sah. 4.2.4. Pelaku usaha tidak melakukan penebangan di luar areal yang dilarang sebagaimana ditunjukkan oleh Rencana Tebangan yang sah.

PRINSIP 5. PUNGUTAN KEHUTANAN Perusahaan melunasi semua provisi, royalti, pajak yang berlaku dan pungutan sah lainnya yang berkenaan dengan pemanfaatan unit pengelolaan hutan dan kayu yang dikeluarkan daripadanya. PRINSIP 5. PUNGUTAN KEHUTANAN Pelaku usaha melunasi semua provisi, royalti, pajak yang berlaku dan pungutan sah lainnya yang berkenaan dengan pemanfaatan pada unit pengelolaan hutan KRITERIA 5.1: Perusahaan membuktikan telah melunasi semua provisi dan pajak yang berlaku, yang meliputi perijinan unit pengelolaan hutan dan kayu yang dikeluarkan daripadanya. Termasuk di dalam hal ini adalah: IIUPH Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan DR Dana Reboisasi PSDH Provisi Sumber Daya Hutan PBB Pajak Bumi dan Bangunan PPH 21 Pajak Penghasilan Perorangan 5.1.1 Perusahaan menunjukkan pembayaran iuran (HPH, HTI, IUPHHK), dana reboisasi (DR), dan pajak sumberdaya hutan (PSDH) berjalan KRITERIA 5.1. Pelaku usaha membuktikan telah melunasi semua provisi dan pajak yang berlaku, meliputi perijinan unit pengelolaan hutan dan kayu yang dipanen. Termasuk di dalam hal ini adalah: IIUPH Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan DR Dana Reboisasi PSDH Provisi Sumber Daya Hutan PBB Pajak Bumi dan Bangunan PPH 21 Pajak Penghasilan Perorangan 5.1.1. Pelaku usaha menunjukkan bukti pelunasan iuran (HPH, HTI, IUPHHK-HA, IUPHHK-HT), dana reboisasi (DR), provisi sumberdaya hutan (PSDH), PPH dan PBB tahun berjalan. 5.1.2 Perusahaan menunjukkan pembayaran pungutan masyarakat berbasis volume kayu yang ditebang dan Pajak Bumi dan Bangunan dan kewajiban pungutan resmi lainnya dalam tahun berjalan

PRINSIP 6. IDENTIFIKASI BALAK, PEMINDAH-TANGANAN DAN ANGKUTAN Perusahaan menjamin bahwa semua balak yang diangkut dari unit pengelolaan hutan dapat dikenali dengan baik, mempunyai dokumen yang benar dan diangkut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kriteria 6.1: Perusahaan menjamin bahwa semua balak yang diangkut dari unit pengelolaan hutan mempunyai identitas fisik. 6.1.1 Semua balak yang diangkut dari areal HPH, HTI, IPK (ILS), IUPHHK ditandai dengan menggunakan label dan cat dan tatah yang memuat informasi secukupnya guna melacak balak ke petak asal dan ke pohon yang tertulis pada LHC. PRINSIP 6. IDENTIFIKASI KAYU, PEMINDAH-TANGANAN DAN ANGKUTAN Pelaku usaha menjamin bahwa semua kayu yang diangkut, dikuasai atau dimiliki {unit pengelolaan hutan} dapat diidentifikasi asalusulnya disertai dokumen yang sah. Kriteria 6.1: Pelaku usaha menjamin bahwa semua kayu yang diangkut dari unit pengelolaan hutan mempunyai identitas fisik 6.1.1. Semua kayu yang diangkut dari areal unit pengelolaan memiliki tanda permanen yang memuat informasi cukup guna melacak ke tunggak atau ke petak asal (untuk HTI pulp) sesuai dengan LHC. 6.1.2 Semua balak yang diangkut dari areal HPH memiliki cap palu tok yang menyatakan pengesahan dari pemerintah. 6.1.2. Semua kayu bulat besar yang diangkut dari areal unit pengelolaan memiliki tanda pengesahan dari pemerintah. Kriteria 6.2: Perusahaan menjamin bahwa semua balak yang diangkut dari unit menajemen hutan didokumentasikan secara benar. 6.2.1 Perusahaan mencatat pengangkutan balak dari Tempat Penimbunan (TPn) ke log pond utama (TPK) menggunakan dokumen DP 6.2.2 Perusahaan mencatat pengangkutan balak ke seluruh tujuan ke luar termasuk ke fasilitas pengolahan kayu dengan menggunakan SKSHH yang dilampiri Daftar Hasil Hutan (DHH) yang dikeluarkan sebelum balak meninggalkan unit pengelolaan hutan. Kriteria 6.2. Pelaku usaha menjamin bahwa semua kayu yang diangkut, dikuasai dan atau dimiliki pada unit pengelolaan hutan terdokumentasikan secara benar. 6.2.1. Pelaku usaha mampu membuktikan adanya catatan angkutan kayu dari Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) menggunakan dokumen daftar pengangkutan (DP) 6.2.2. Pelaku usaha mampu membuktikan adanya catatan angkutan kayu ke luar TPK termasuk ke fasilitas Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dengan menggunakan dokumen yang sah sebagaimana diatur dalam PUHH. 6.2.3 Semua pengecualian penggunaan dokumen tersebut 6.2.3. Semua pengecualian penggunaan dokumen tersebut pada

pada 6.1.1 dan 6.1.2 harus dicatat dengan format persetujuan yang sah dari pemerintah. 6.2.1 dan 6.2.2 harus mendapat persetujuan dari Pemerintah. 6.2.4 Bilamana perusahaan memegang ijin ILS (IPK) maka harus mencatat pengangkutan balak dari unit pengelolaan hutan dengan menggunakan faktur, atau SKSHH disertai DHH yang sesuai. {Pemegang ijin ILS (IPK) harus mampu membuktikan dokumen angkutan berupa faktur (KBK,BBS) untuk hara industri pulp atau SKSHH (KBB, KBS) dilengkapi DHH untuk hara IPHHK}-redundan. Kriteria 6.3: Semua usaha pengangkutan hasil hutan memiliki ijin sah. 6.3.1 Usaha operasi kapal atau truk untuk pemgangkutan hasil hutan di luar areal unit pengelolaan hutan memiliki ijin yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan bagi perusahaan dan untuk setiap kapal atau truk yang beroperasi Kriteria 6.3. Semua usaha pengangkutan hasil hutan di wilayah Indonesia memiliki ijin sah. 6.3.1. Usaha pengangkutan hasil hutan antar pulau (kapal/tongkang) di wilayah perairan Indonesia harus memiliki ijin Menteri Perhubungan dan berbendera Indonesia 6.3.2 Truk dan alat muat di dalam unit pengelolaan hutan memiliki ijin yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan 6.3.2. Pengunaan peralatan muat, angkut dan bongkar hasil hutan di dalam unit pengelolaan hutan harus memenuhi persyaratan SK 428/2003 dan 326/2004 6.3.3 Organisasi yang mengangkut hasil hutan keluar dari provinsi memiliki izin PKAPT (Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar) yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan PRINSIP 7. PENGOLAHAN KAYU DAN PENGAPALAN Fasilitas pengolahan kayu dan usaha pengapalan memiliki ijin sah dan beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kriteria 7.1 Fasilitas pengolahan kayu, dan organisasi yang menangani perdagangan atau ekspor hasil hutan memenuhi persyaratan legal untuk kegiatannya. 7.1.1 Fasilitas pengolahan kayu memiliki ijin sah untuk beroperasi berdasar kapasitas riil dan persetujuan sah 6.3.3. Pelaku usaha yang mengangkut hasil hutan keluar dari propinsi memiliki ijin PKAPT (Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar) yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan PRINSIP 7. PENGOLAHAN KAYU DAN PENGAPALAN Industri pengolahan Hasil Hutan dan pengangkutan mendukung terselenggaranya perdagangan kayu legal. Kriteria 7.1. IPHHK dan usaha ekspedisi hasil hutan memenuhi persyaratan legal. 7.1.1. Produksi IPHHK tidak melebihi kapasitas produksi yang diijinkan.

dari BKPM untuk investasinya 7.1.2 Fasilitas pengolahan kayu mempunyai Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) yang telah disahkan. 7.1.3 Semua yang bergerak di perdagangan hasil hutan harus terdaftar pada Departemen Industri dan Perdagangan, dan jika melakukan ekspor hasil hutan harus memiliki nomor regristrasi yang dikeluarkan oleh Deperindag yang menjamin statusnya sebagai Exportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) 7.1.4 Semua bahan baku yang diterima oleh fasilitas pengolahan kayu harus berasal dari sumber-sumber berikut: Ijin pemanfaatan pada hutan alam [HPH (IUPHHK pada HA)], hutan tanaman industri [HTI (IUPHHK pada HT)]; areal kerja Perum Perhutani; pembukaan lahan untuk kegiatan non-kehutanan yang disahkan secara nasional atau disahkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota serta terletak di luar kawasan hutan negara. 7.1.5 Semua balak di tempat penimbunan (log yard dan log pond) harus dilengkapi dengan dokumen angkutan, serta informasi yang terkandung di dalam dokumen cocok dengan ciri fisik setiap balak 7.1.2. IPHHK memiliki Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) yang telah disahkan. 7.1.3a. Pelaku usaha perdagangan hasil hutan harus terdaftar pada Departemen Perdagangan (Tanda daftar perusahaan). 7.1.3b. Pelaku usaha ekspor hasil hutan harus memiliki status Exportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) 7.1.3c. Pengapalan kayu untuk ekspor harus memenuhi kesesuaian dokumen PEB dan SKSHH ekspor 7.1.4a. IPHHK memiliki dan menerapkan sistem penelusuran kayu. 7.1.4b. IPHHK mampu membuktikan bahwa bahan baku yang diterima berasal dari sumber-sumber legal (Verifier menyebut antara lain sebagai berikut : Ijin pemanfaatan pada hutan alam [HPH (IUPHHK-HA, IUPHHK- HT-HA)], hutan tanaman industri [HTI (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT- HT)]; areal kerja Perum Perhutani; pembukaan lahan untuk kegiatan non-kehutanan yang disahkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah hutan hak. lahan hak (misalnya kebun karet, pekarangan) kayu impor bersertifikat legal 7.1.5a Semua kayu yang dikuasai dan dimiliki IPHHK dan pelaku usaha perdagangan harus dilengkapi dengan dokumen angkutan yang sah.

7.1.5b Informasi yang tercantum dalam dokumen angkutan harus sesuai dengan ciri fisik kayu. Kriteria 7.2: Organisasi yang bergerak dalam pengapalan hasil hutan untuk ekspor dapat menunjukkan pemenuhan terhadap peraturan pemerintah 7.2.1 Setiap perusahaan pengapalan beserta kapalnya terdaftar pada Departemen Perhubungan (Dephub)