Akuntabilitas. Belum Banyak Disentuh. Erna Witoelar: Wawancara

dokumen-dokumen yang mirip
Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik

konsil lsm indonesia

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia. Organisasi yang berorientasi pada profit maupun

Anggaran Dasar KONSIL Lembaga Swadaya Masyarakat INDONESIA (Konsil LSM Indonesia) [INDONESIAN NGO COUNSILINC) MUKADIMAH

LANDASAN PEMIKIRAN. Apa itu akuntabilitas LSM? Mengapa akuntabilitas penting bagi LSM? Sejarah akuntabilitas LSM

GOOD NGO GOVERNANCE. Oleh Lucky Jani

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

INSTRUMEN ASSESSMENT PENERAPAN KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

Peraturan Lembaga Manajemen Kelembagaan dan Organisasi. Peraturan LeIP Tentang Manajemen Kelembagaan dan Organisasi

LOGICAL FRAMEWORK ANALYSIS (LFA) KONSIL LSM INDONESIA HASIL PERENCANAAN STRATEGIS MARET 2011

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM: Perspektif Pemerintah Daerah

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

PEMERINGKATAN (RATING) LPZ DI INDONESIA

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

Penilaian Kapasitas Organisasi

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

PEMBINAAN ORGANISASI MITRA PEMERINTAH

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan Good Corporate Governance. Good Corporate Governance. yang berpartisipasi dalam pengelolaan dan kinerja perusahaan.

ANGGARAN RUMAH TANGGA KONSIL LSM INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA KONSIL LSM INDONESIA BAB I PERWAKILAN KONSIL LSM INDONESIA

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI)

konsil lsm indonesia

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.04/2015 TENTANG SITUS WEB EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

LSM Bicara Demokrasi, Tapi Lupa Mendemokratisasi Organisasinya Sendiri

I. PENDAHULUAN. Fenomena gerakan civil society senantiasa berbanding terbalik dengan kekuasaan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Mengenai Pasar Modal Indonesia. Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan

Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK.

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Laporan Kegiatan Workshop : Advokasi dan Berjejaring sebagai Bagian penting dalam Pengembangan Program Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. Good governance dalam sistem administrasi Indonesia diterapkan seperti dalam

2 Salah satu pemanfaatan teknologi internet sebagai media penyampaian informasi adalah dengan memanfaatkan Situs Web (website). Hal ini mengingat Situ

Program Kemitraan Pendidikan Australia Indonesia Komponen 3 Akreditasi Madrasah

ANGGARAN RUMAH TANGGA KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 25 MARET 2014

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

L A P O R A N K I N E R J A

ANGGARAN DASAR-ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang

Sejarah AusAID di Indonesia

PENJABARAN KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

PASAL I Nama dan Lokasi. PASAL II Tujuan

KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Deskripsi Good Corporate Governance

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Dialog dengan LSM Pegiat Anti Korupsi, Jakarta, 25 Januari 2012 Rabu, 25 Januari 2012

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

BAB VI PENUTUP. terkait dengan judul penelitian serta rumusan masalah penelitian. yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya.

PANDUAN BANTUAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2017

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

I. PENDAHULUAN. aparatur pemerintah dan kalangan-kalangan yang memiliki akses kekuasaan.

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

Persepsi Publik Indonesia Terhadap ASEAN. Bagus Takwin dan Rekan

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Pendidikan Kewarganegaraan

PROFIL PUSAT KOMUNIKASI PUBLIK KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lampiran. Harap diisi dulu kolom data diri berikut sebelum memulai pengisian kuesioner. Nama Perusahaan Bagian

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

PEDOMAN KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI PT UNILEVER INDONESIA TBK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Laporan Konsil LSM Indonesia Tahun 2012 & 2013 MEMASYARAKATKAN WACANA DAN PENERAPAN KODE ETIK SERTA AKUNTABILITAS LSM

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB IV KESIMPULAN. Jepang sudah lama memiliki peran penting di dalam masyarakat internasional,

POLA DASAR PENYELENGGARAAN ORGANISASI (PDPO)

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada era-era yang lalu tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB V PENUTUP Kesimpulan

Menyinari Sudut Kelam Tata Pemerintahan yang Lemah dan Korupsi Oleh Christine Lagarde

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

Transkripsi:

Wawancara Erna Witoelar: Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh K endati sejak 1990-an tuntutan publik terhadap akuntabilitas LSM sudah mengemuka, hingga kini masih banyak LSM belum merespon tuntutan tersebut secara memadai. Benarkah tak mudah bicara tentang akuntabilitas dengan LSM, khususnya mengenai internal governance mereka? Apa tantangan dan peluangnya? Sejumlah pengalaman dan pengamatan Erna Witoelar, Ketua Teman Serikat Kemitraan dan Pembina Yayasan Kehati mengenai situasi tersebut, dapat disimak melalui wawancara berikut ini. 57

Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh Sejak Reformasi 1998, bermunculan banyak LSM di Indonesia. Tak semua LSM tersebut mempunyai visi dan misi yang jelas, termasuk internal governance yang akuntabel. Padahal, seiring lantangnya suara LSM terhadap berbagai persoalan di negara ini, publik juga menuntut adanya akuntabilitas dari LSM. Isu akuntabilitas di kalangan LSM sendiri dianggap penting, namun belum ada respon yang memadai Sewaktu tsunami di Aceh, banyak terjadi kesimpang-siuran dana. Sebuah organisasi internasional bernama Action Aid membuat program aid tracking untuk LSM di negara-negara yang terkena tsunami. Untuk menumbuhkan akuntabilitas, orang yang memberikan dana kepada LSM dapat melacak (tracking) LSM penerima dana ataupun komunitasnya. Komunitas yang dibantu LSM itu juga dapat melacak penggunaan dana, karena akuntabilitas itu juga terhadap komunitas, bukan hanya ke donor saja. Merujuk pengalaman tersebut, seharusnya pemberi atau penyalur dana dapat membuat pelacakan dana hibah untuk LSM penerima sejauh diperlukan. Dari pihak lembaga donor, Ford Foundation pernah membantu membuat konferensi Asian Pacific Forum for Civil Society on Governance and Accountability. Jadi dalam filantropi itu ada sisi pemberi (giving end), penyalur (intermediary), dan penerima (receiving end). Nah yang kita bicarakan ini kan akuntabilitas dari sisi penerima. Penyalur dana itu seperti Yayasan Kehati, sedangkan pemberi dana itu bisa donor, 58

Wawancara Erna Witoelar individu atau perusahaan. Ada pandangan misalnya, perusahaan tak perlu membuat sendiri lembaga/program filantropi mereka, atau pemerintah tak perlu membuat program sendiri bersama tokoh-tokoh dari LSM, pendamping masyarakat dan sebagainya. Tujuan perusahaan dan pemerintah melakukan hal itu supaya programnya menjadi baik, tapi LSM jadi kehilangan orang-orang yang bagus karena bergabung dengan perusahaan, akibatnya muncul persoalan tentang akuntabilitas LSM, sehingga LSM tidak dipercaya. Bagaimana Ibu melihat kondisi akuntabilitas LSM di Indonesia secara umum? Kita melihat kondisi akuntabilitas LSM ini secara bertahap, sesuai kapasitas LSM tersebut, jadi jangan disamakan. Ada LSM yang kapasitasnya masih rendah, ada juga yang sudah tinggi kapasitasnya. Mengenai akuntabilitas keuangan misalnya. Yang berkapasitas tinggi itu LSM yang sudah mampu mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit. Malahan ada LSM yang sudah dapat mempublikasikan laporan keuangan itu di media massa. LSM lainnya apakah sudah bisa melakukan hal yang sama? Ada fenomena tentang tumbuhnya komunitas-komunitas baru yang awalnya bukan LSM. Mereka tidak punya aturan-aturan tertentu. Mereka itu adalah orang-orang yang berkumpul untuk melakukan suatu kegiatan sekali-sekali, misalnya membuat kegiatan dalam rangka hari air, hari bumi dan sebagainya. Mereka mendapatkan dana, mungkin dari orang-orang yang juga tidak peduli jika tidak mendapat laporan keuangan. Jadi banyak sekali LSM yang awalnya berupa komunitas semacam itu, yang belum merasakan perlunya membangun sistem transparansi dan akuntabilitas. Bagi LSM yang semacam ini, peningkatan akuntabilitas dilakukan misalnya dengan pembuatan laporan keuangan, yang tadinya belum ada menjadi ada. Sekarang, di Gerakan Ciliwung Bersih, saya juga mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Lebih sulit, karena lembaga penerima dananya belum menjadi LSM, baru berupa komunitas-komunitas di pinggir kali. Kalau ada dana mereka bekerja, kalau tidak ada dana ya tidak bekerja. Jadi mereka belum mementingkan akuntabilitas, padahal saya sudah berusaha menarik perusahaan-perusahaan untuk mendukung kegiatan membersihkan Ciliwung. Saya meminta Yayasan Kehati untuk membantu proses pemberian dananya, juga meningkatkan kapasitas komunitas-komunitas pinggir kali itu agar menjadi akuntabel. Kesulitannya terletak pada keyakinan komunitas-komunitas itu bahwa dirinya benar, idealis, dan menjalankan program untuk diri sendiri, sehingga tidak merasakan kebutuhan untuk menjadi akuntabel. Jadi, prosesnya sangat alot. Hingga sekarang ini kami 59

Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh tidak berhenti mengembangkan kemampuan mereka. Bagaimana halnya dengan kondisi akuntabilitas LSM yang kapasitas organisasinya sudah lebih tinggi daripada komunitas-komunitas tersebut? Akuntabilitas juga terkait dengan kemandirian suatu organisasi. Jadi, dapat dikaitkan antara kemampuan organisasi itu dengan sumber dana yang dimiliki. Misalnya, sumber dana LSM itu tak hanya dari lembaga donor, tapi juga dari individu atau melalui penggalangan dana publik. Contohnya adalah Greenpeace dan WWF, yang sudah mampu menggalang dana dari individu-individu. Mereka dapat melakukan hal tersebut karena akuntabilitasnya sudah tinggi, sehingga dipercaya oleh publik. Kemitraan sewaktu masih di bawah koordinasi UNDP, tingkat kepercayaan publik terhadapnya menurun. Namun setelah Kemitraan berdiri sendiri, kredibilitasnya meningkat. Standar organisasinya tetap dipertahankan seperti masih bersama UNDP. Kemitraan bahkan mendapat penghargaan sebagai organisasi yang akuntabel. Di sisi lain, akuntabilitas terkait bukan hanya dengan kemampuan menggalang dana saja, karena kemampuan menggalang dana itu terkait dengan kemampuan untuk berkomunikasi dan transparan. Itu yang seharusnya menjadi satu paket. Sangat sedikit LSM yang dapat mengomunikasikan kegiatan yang sudah mereka lakukan. Perusahaan sudah secara otomatis membuat laporan keberlanjutan usaha atau laporan tahunan, misalnya tentang penggunaan dana sosial perusahaan di bidang lingkungan hidup, sementara LSM tidak seperti itu. Padahal, laporan yang dibuat LSM itu mestinya menjadi pelaporan kepada publik, bukan hanya untuk penyandang dana saja. Hal itu 60

Wawancara Erna Witoelar yang masih sangat kurang dilakukan oleh LSM. Peluang untuk melakukannya sebetulnya sudah ada, misalnya dengan menggunakan situs (website). Banyak LSM sudah mempunyai situs, jadi sebetulnya mereka sudah dapat melaporkan kegiatannya. Soal pelaporan ini dapat dijadikan kategori bagi LSM untuk mendapat penghargaan mengenai akuntabilitas. Barangkali yang perlu banyak diperhatikan adalah LSM berkapasitas menengah. Mereka ini sudah mempunyai pengurus, merasa perlu untuk mempunyai program yang kontinyu, sudah dapat menggaji staf, sehingga juga memikirkan keberlanjutan organisasinya. Terhadap organisasi yang seperti inilah, kerja sama untuk meningkatkan akuntabilitas perlu lebih banyak dilakukan. Terutama untuk organisasi yang berhubungan dengan advokasi, sebab pengaruh gerakan akuntabilitas LSM itu akan lebih kuat. Bagaimana mungkin LSM dapat meneriakkan anti korupsi atau anti perusakan lingkungan, jika organisasi itu sendiri melakukan korupsi atau merusak lingkungan? Itulah alasan mendasar mengapa LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat maupun advokasi harus kuat akuntabilitasnya. Apakah perlu adanya insentif untuk NGO yang mau memperbaiki akuntabilitasnya? Insentif macam apakah yang dapat diberikan? Bagaimana mungkin LSM meneriakkan anti korupsi atau anti perusakan lingkungan, jika organisasi itu sendiri melakukan korupsi atau merusak lingkungan? Penghargaan terhadap akuntabilitas lembaga dapat diberikan kepada lembaga yang kapasitasnya sudah tinggi. Bagi LSM yang kapasitasnya menengah, akuntabilitas dapat dikaitkan dengan kemampuan mereka untuk menggalang dana dari publik, pemerintah dan sektor swasta. LSM kalau mandiri bisa terlalu percaya diri, sehingga tujuan penghargaan terhadap akuntabilitas mereka adalah agar mereka mau melakukan upaya-upaya perbaikan kebijakan. Dapat juga dilakukan, misalnya seperti yang terkait dengan Perhimpunan Filantropi Indonesia, yakni mendapatkan pengurangan pajak (tax deduction). Sejak beberapa tahun yang lalu, sudah dilakukan upaya untuk mendapat pengurangan pajak bagi pemberi zakat. Hasilnya, kini pihak pemberi zakat 61

Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh sudah mendapat pengurangan pajak itu. Langkah selanjutnya adalah membuat organisasi-organisasi zakat itu berorientasi pada pembangunan, bukan hanya melakukan kegiatan karitatif yang berjangka pendek. Jadi, program organisasi zakat itu berdampak jangka panjang, untuk pemberdayaan masyarakat. Apalagi pihak pemberi sudah mendapat pengurangan pajak, sehingga sudah semestinya kegiatannya bukan sekadar karitatif saja. Banyak lembaga zakat bergerak di tataran operasional. Padahal, lembaga zakat itu dapat bekerja sama dengan LSM yang akuntabel, sehingga LSM itu makin lama makin berkembang. Selalu saya sampaikan di beberapa kesempatan dengan lembaga penyandang dana, misalnya Kehati, Kemitraan, beberapa lembaga zakat, agar mereka mengurangi aktivitas langsung di tataran operasional. Saya selalu rewel soal persentase kegiatan di tataran operasional dan aktivitas utama lembaga penyandang dana. Mereka harus memberdayakan LSM, mendorong supaya lembaga penyalur dana itu membesarkan dan memberdayakan LSM. Lembaga penyalur dana itu dituntut untuk akuntabel dan berbiaya operasional rendah, sehingga lebih banyak dana dapat digunakan untuk LSM. Itu yang selalu saya dorong. Memang kadang-kadang ada situasi tertentu yang dihadapi lembaga penyalur dana, misalnya tidak ada LSM yang sesuai dengan kebutuhan program. Lembaga penyalur dana terpaksa membuat program uji coba terlebih dulu, yang mengharuskan mereka bertanggung jawab secara langsung atas program tersebut. 62

Wawancara Erna Witoelar Konsil LSM Indonesia sedang menyusun kerangka penilaian/ assessment tingkat akuntabilitas LSM. Kerangka ini akan dipublikasikan secara luas. Kondisi akuntabilitas LSM secara umum tidak dapat digeneralisasi. Saya tidak tahu apakah ada yang bisa melakukannya, tetapi saya tidak bisa. LSM itu berbeda-beda, jadi tidak bisa dibandingkan kecuali ada standar yang juga berbeda-beda. Yang perlu dilakukan adalah membuat suatu standar yang dapat dipenuhi seperti ISO. Kembangkan suatu standar akuntabilitas yang tidak sulit, yang umum tersedia di mana-mana. LSM dapat menggunakan standar itu untuk melakukan penggalangan dana, juga untuk bekerja sama dengan pemerintah atau perusahaan. Setelah ada standar itu baru dapat dikatakan, misalnya ternyata 80% dari LSM tidak akuntabel. Tanpa ada standar yang berbeda-beda untuk LSM itu, setidaknya kita merasa tidak punya kualifikasi untuk memberikan pengukuran akuntabilitas secara umum. Kita hanya dapat memberikan analisis kualitatif, bukan kuantitatif. Soal yang juga terkait dengan akuntabilitas adalah internal governance. Sejauh ini, bagaimana pengalaman Ibu menyangkut internal governance LSM? Akuntabilitas juga masih belum banyak menyentuh internal governance LSM. Banyak LSM belum mengembangkan Seringkali terjadi, kepemimpinan tidak bersifat membangun, tidak melakukan kaderisasi, dan tidak mempersiapkan pengganti. manajemen lembaga nirlaba. Dulu sewaktu di Walhi, kami mencoba mengembangkan manajemen untuk lembaga nirlaba; bagaimana manajemen lembaga profit diadaptasi untuk diterapkan di lembaga nirlaba. Sebagai contoh, ada situasi lembaga yang pendirinya masih terlibat dalam kegiatan operasional lembaga tersebut, namun tidak punya kepedulian untuk membuat lembaga itu menjadi demokratis. Ada keengganan dari pendiri untuk memberikan tempat kepada orang lain, dan juga ada rasa kurang percaya diri dari orang yang ditinggal untuk berkarya sendiri. Ini yang membuat lembaga jadi sulit untuk berkembang, dan seringkali membuat regenerasi di dalam organisasi kurang berjalan lancar. Kalau kita meninggalkan organisasi karena mau memberikan tempat kepada orang lain, itu supaya orang lain dapat berperan dan kita sendiri juga dapat tampil di tempat lain. Seringkali terjadi, 63

Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh kepemimpinan tidak bersifat membangun, tidak melakukan kaderisasi, dan tidak mempersiapkan pengganti. Seorang pemimpin itu harus maju seraya mengangkat orang lain juga untuk maju. Jangan diserahkan begitu saja pada seleksi alam. Pengalaman saya selama aktif di organisasi, apakah itu Yayasan Lembaga Konsumen, Walhi atau Yayasan Kehati, yang langsung saya lihat adalah siapa yang dapat menggantikan saya. Tanpa mereka ketahui, saya menyiapkan mereka untuk percaya diri. Bicara dengan wartawan, misalnya. Jika melihat namanya dikutip di media, ia akan merasa lebih percaya diri. Kadangkadang staf saya ajak untuk bertemu orang, lalu saya pura-pura ke toilet dan tidak muncul-muncul lagi sehingga dia yang terpaksa bicara dengan orang itu. Contoh lainnya, saat dengar-pendapat dengan DPR, staf saya yang berbicara. Jadi sebetulnya banyak kesempatan yang dapat digunakan untuk melakukan kaderisasi. Yang dikader juga jangan hanya satu, tapi beberapa orang. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh pemimpin. Seorang pemimpin itu harus maju seraya mengangkat orang lain juga untuk maju. Jangan diserahkan begitu saja pada seleksi alam. Saat saya bekerja di pemerintahan, sepulang dari sidang kabinet misalnya, saya seringkali makan siang bersama dengan dirjen-dirjen. Saya menceritakan apa yang terjadi di dalam sidang kabinet. Jadi kita mengajak orang untuk belajar bersama, dan menjadi pintar bersama. Begitu selesai menjabat, yang menggantikan saya adalah mantan dirjen saya. Sehabis itu, yang menggantikan selanjutnya adalah mantan dirjen yang lain. Kepemimpinan perlu dijalankan untuk menyamakan visi dan nilai-nilai. Itu yang perlu dikembangkan terus di LSM. Satu ciri kepemimpinan yang baik adalah demokratis, yang tampaknya justru kurang berkembang di LSM. Misalnya, ada fenomena pengurus yang tak aktif (sleeping board) sehingga eksekutif menjadi terlalu kuat. Selama ini, melalui pengalaman saya di organisasi internasional, saya mengamati bahwa jika pengurus sampai tiga kali tidak muncul tanpa alasan yang jelas, ia disarankan untuk mengundurkan diri saja. Rapat pengurus itu kan dua kali setahun, jadi di rapat kedua sudah ada jadwal untuk rapat ketiga dan keempat. Jadi sejak jauh-jauh hari 64

Wawancara Erna Witoelar sebelumnya, tanggal untuk rapat itu dipastikan dan dari seluruh dunia pengurus itu hadir. Jika LSM lebih banyak asyik sendiri dengan proses yang mereka alami, mereka tidak melihat apa yang sudah mereka capai atau dampaknya kepada masyarakat yang diklaim sebagai pemangku kepentingan. Ada juga pengalaman bahwa pengurus harus menandatangani dokumen tentang konflik kepentingan. Selain itu, kalau sudah menjabat selama periode tertentu, pengurus harus diganti. Sisi lemahnya adalah staf yang menjadi terlalu kuat, karena pada setiap periode, pengurusnya diganti sedangkan stafnya tetap sama. Staf yang baik tentu akan dipertahankan, bahkan ada yang sudah bekerja selama lima sampai sepuluh tahun. Pengurus yang hanya datang sesekali saat ada rapat, tidak menguasai masalah sebaik staf. Dapat terjadi, staf akan memandang rendah pengurus. Dari situasi itu, dapat terjadi direktur eksekutif yang merajalela, selain juga karena dia yang mencari uang. Pengurus jadi tidak mempunyai kekuatan untuk mengontrol stafnya. Karena itulah, harus ada bagian dari pengurus yang secara khusus menangani hal-hal tertentu. Misalnya, ada komite penggalangan dana, sehingga pengurus menguasai substansi penggalangan dana organisasi. Kemudian dapat juga ada komite rekrutmen. Dengan demikian, pengurus dapat mengarahkan organisasi untuk mencapai tujuan, dan tetap pada jalurnya. Bukan hanya pengurus yang harus demokratis, namun juga stafnya. Perlu juga dibuat mekanisme evaluasi terhadap staf. Saya rasa, hal-hal semacam itu yang yang perlu dikumpulkan sebagai bahan untuk membuat kode etik yang baru, atau standar akuntabilitas. Halhal seperti itulah yang dapat dibuat sebagai indikator akuntabilitas organisasi. Dari perbincangan ini, tampaknya masih banyak upaya yang perlu dilakukan LSM untuk menjadi akuntabel. Penting ada keseimbangan antara proses yang dialami LSM dan produk yang dihasilkannya. Kadang-kadang LSM terlalu aktif dengan proses, tapi hasilnya apa? Jika LSM lebih banyak asyik sendiri dengan proses yang mereka alami, mereka tidak melihat apa 65

Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh yang sudah mereka capai atau dampaknya kepada masyarakat yang diklaim sebagai pemangku kepentingan. Akuntabilitas itu harus berjalan bersamaan dengan transparansi dan partisipasi, supaya menjadi lebih kokoh. Jika kita melakukan sesuatu yang menurut kita sudah akuntabel tapi tidak diinformasikan ke publik, akuntabilitasnya belum lengkap. Dalam hal ini, kita harus berhati-hati supaya aturan-aturan untuk LSM tidak terlalu diseragamkan. Juga, perlu hati-hati supaya semua upaya untuk menjadi akuntabel itu menghabiskan energi dari pengelola LSM itu sendiri sehingga LSM tersebut meninggalkan roh inti perjuangannya. Jangan sampai LSM jadi tidak sempat berjejaring, misalnya. Lagi-lagi, mesti ada keseimbangan antara mementingkan tata kelola organisasi dan melakukan upaya-upaya seperti berjejaring, pembuatan kebijakan dan berdialog, supaya apapun yang diperjuangkan LSM itu menjadi hidup.* Sumber foto: http://news.bbc.co.uk/2/hi/in_depth/8890147.stm http://www.iisd.ca/2002/pc3/enbots/april01.html http://www.iisd.ca/unepgc/23gc/23feb.htm 66