BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KAJIAN PENCOCOKAN KEPALA ARCA BUDDHA CANDI BOROBUDUR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INTERAKSI KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA

BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.2

Pelestarian Cagar Budaya

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri membawa pengaruh besar terhadap bidang arsitektur dan

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN. dalam seni amat dipengaruhi oleh rasa (feeling, emotion).

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

APLIKASI PETA TEMATIK UNTUK PARIWISATA (KASUS APLIKASI PETA LOKASI DAN. Absatrak

BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Banyak hal yang diungkapkan melalui relief. Ada yang berhubungan

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

KONDISI CANDI BOROBUDUR SEBELUM PEMUGARAN II

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang Pernyataan Masalah.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. kerangka berpikir Arkeologi maka digunakan penelitian kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

PENEMUAN SEBUAH CANDI BATA DI DAERAH PANTURA JAWA TENGAH THE FINDING OF BRICK CONSTRUCTED TEMPLE IN THE NORTHERN COASTAL OF CENTRAL JAVA

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB 3: TINJAUAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

GAMBARAN ARSITEKTUR DAN TEKNIK KONSTRUKSI CAŅḌI SIMANGAMBAT, KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

JENIS KOLEKSI KETERANGAN UKURAN SKALA GAMBAR RUANG TRANSISI A. Dimensi obyek = 5m x 2m 1 :1. diorama 1 : 1. Dimensi 1 vitrin B = 1,7 m x 1,2 m 1 : 1

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

BOROBUDUR: catatan restorasi candi terbesar dalam sejarah dunia

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

Perkembangan Arsitektur 1

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.7

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB 2 DESKRIPSI UMUM DAN BENTUK PENGGAMBARAN BATU BERELIEF

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Candi Cetho

BAB III TINJAUAN KHUSUS

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

Yadi Mulyadi dan 2 Iswadi A. Makkaraka. Perubahan Dan Ancaman Benteng Keraton Buton Di Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara Dewi Susanti

di JAW A TE N GAH S E LATAN

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 022/M/2014 TENTANG TUGU PAHLAWAN SEBAGAI STRUKTUR CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan dan merawat Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

(Keywords: archaeological relics, form, function, religious background)

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

Gb 3.9 Denah Candi Jiwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik

PENGARCAAN DI CANDI BUMIAYU SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS TERPADU (SEJARAH)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan lingkungannya (Rossler, 2009: 19). Warisan Budaya dapat diartikan

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG

ARCA PERWUJUDAN PENDETA DI PURA CANDI AGUNG DESA LEBIH, KABUPATEN GIANYAR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan peninggalan arsitektural yang berasal dari masa klasik Indonesia, yaitu masa berkembangnya kebudayaan yang berlatar belakang agama Hindu-Budha, yang berkembang dari kira-kira abad V sampai abad XV Masehi (Hardiati, 2002: 1). Bangunan candi masih dapat ditemukan pada masa kini, baik yang masih dalam kondisi utuh maupun yang hanya dalam kondisi reruntuhannya saja. Banyak pendapat mengenai fungsi suatu candi, namun menurut Soekmono (1974), candi merupakan sebuah kuil yang dipergunakan oleh masyarakat pendukungnya untuk beribadah. Oleh karena itu, banyak bangunan candi yang dibangun pada masa klasik Indonesia sebagai tanda bahwa pada masa itu masyarakat sangat taat dalam menjalankan ajaran agamanya. Salah satu bangunan peninggalan pengaruh Budha adalah Candi Palgading. Secara administratif, Candi Palgading terletak di Dusun Palgading, Kelurahan Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta, sedangkan secara geografis, candi tersebut terletak di koordinat X 435029 dan Y 9145941 (BPCB DIY, 2006: 2) atau terletak pada 7º 7 26,065 LS dan 110º 4 10,819 BT (Usmadin, 2011: 7). Candi Palgading ditemukan pada 21 Mei 2006 oleh seorang penduduk yang sedang menggali tanah untuk membuat pondasi rumah, candi tersebut terpendam sedalam 1,5 meter. Candi Palgading memang masih tergolong baru ditemukan dan 1

2 masih dalam penelitian Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I.Yogyakarta. Sampai saat ini baru dilakukan penggalian atau ekskavasi sebanyak dua kali yakni pada 2006 dan 2011, dari ekskavasi yang dilakukan telah membuka beberapa kotak galian. Sebagian besar kotak menemukan pondasi bangunan dan mencari sudut dari pondasi sehingga memberikan informasi tentang luas bangunan. Dari bagian yang masih utuh hanya pada bagian pondasi, pada bagian tubuh dan atap bangunan sudah runtuh dan telah diangkat ke permukaan dan dicoba untuk disusun kembali oleh tim dari BPCB DIY. Temuan lainnya berupa bebatuan yang berbentuk kotak bertakik baik yang berelief maupun tidak berelief yang berbahan dari batu andesit (BPCB DIY, 2006). Temuan yang mencirikan bahwa candi tersebut termasuk ke dalam candi bercorak Budha ialah temuan batu yang berbentuk lingkaran yang merupakan bagian tubuh dari sebuah stupa. Stupa sendiri merupakan salah satu ciri utama dari sebuah banguan yang bercorak agama Budha, seperti yang terdapat pada Candi Plaosan, Candi Kalasan, Candi Sari, dan Candi Borobudur yang merupakan candi Budha terbesar di Indonesia. Keberadaan bentuk stupa juga telah terekam dalam foto yang diambil oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 1925, menunjukkan sebuah bangunan candi yang berbentuk stupa tunggal dengan beberapa panel relief pada dindingnya, sehingga lebih meyakinkan bahwa candi tersebut merupakan candi yang bercorak Budha. Namun, stupa yang terdapat di foto-foto dalam buku keluaran pemerintah kolonial Belanda tersebut kini sudah tidak dapat dijumpai lagi.

3 Selain penemuan batuan candi, ditemukan pula arca-arca yang juga memiliki corak agama Budha. Arca-arca ini ditemukan pada tahun 2006 oleh Bapak Slamet sebagai pemilik tanah yang akan membuat pondasi, kemudian pada tahun 2007 yang juga ditemukan oleh Bapak Slamet. Akan tetapi, kedua arca tersebut tidak ditemukan di dalam bangunan candi melainkan di sebelah barat bangunan candi, kemudian kedua arca ini telah diamankan di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I.Yogyakarta. Sebelumnya terdapat pula arca dari Candi Palgading yang telah berada di kantor BPCB D.I.Yogyakarta pada tahun 1980 dari hasil penyelamatan. Arca adalah suatu benda yang dibuat oleh manusia dengan sengaja dan karena itu pembuatannya adalah untuk memenuhi kebutuhan tertentu, atau sesuai dengan tujuan tertentu (Hadimulyo, 1980: 213). Arca memiliki suatu arti dalam agama setelah melalui suatu upacara tertentu. Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan mereka (Ferdinandus, 1990). Dalam melaksanakan upacara tersebut dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai sarana dan prasarana, dengan salah satunya adalah arca. Di dalam kepercayaan Hindu-Budha arca merupakan media yang erat hubungannya dengan latar belakang keagamaan, yaitu sebagai perwujudan dari dewa dalam sistem kepercayaan. Oleh karena itu, maka pembuatan arca mempunyai ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam agama tersebut. Ketentuanketentuan tersebut diatur dalam kitab-kitab keagamaan, di dalamnya memberikan batasan terhadap pembuatan arca, baik dalam pemilihan bahan, warna, ciri

4 ikonografi, maupun ikonometrinya. Telah disampaikan oleh Edi Sedyawati Hadimulyo (1980: 214) bahwa dalam studi-studi mengenai arca kuna baik dari India, Asia Tenggara maupun Indonesia, terdapat dua nilai yang terkait pada arca, yaitu: 1. Nilai ikonografi, menyangkut sistem tanda-tanda yang mempunyai fungsi sebagai penentu identitas arca; 2. Nilai seni, menyangkut unsur-unsur gaya yang penggarapannya menentukan indah-buruknya arca sebagai ekspresi dorongan keindahan pada manusia. Ilmu yang mempelajari arca secara keseluruhan yang meliputi kegunaan ikonografi maupun simbol-simbolnya disebut ikonologi. Ilmu mengenai arca mempunyai cabang-cabang tersendiri, diantaranya ialah ikonografi dan ikonometri. Ikonografi sebagai cabang dalam ikonologi mempelajari sistem tanda-tanda sebagai penentu identitas arca (Widodo, 2002: 4). Semetara itu, Jitendra Nath Banerjea dan Bhagawant Sahai mengartikan ikonografi sebagai rincian suatu benda yang menggambarkan tokoh dewa atau seseorang keramat dalam bentuk suatu lukisan, relief, mozaik, arca, atau benda lainnya (Maulana, 2005: 346). Ikonometri adalah pedoman tentang ukuran-ukuran dalam pembuatan arca (Ekawati, 1984: 32). Hal tersebut seperti diatur dalam kitab-kitab keagamaan seperti Cilparatna, Amsumadbhedagama, Karanagama, Vaitkhanagama, Brhat Samhita, dan Pratimanalaksanam (Rao dalam Ekawati, 1984: 32), serta beberapa kitab-kitab yang lain. Pada beberapa naskah tersebut terdapat enam cara pengukuran bagian arca (Rao,1971: 4) yakni: 1. Mana, yang berarti panjang arca

5 2. Pramana, yang berarti lebar arca 3. Unmana, yang berarti tebal arca 4. Parimana, yang berarti keliling arca 5. Upamana, yang berarti rongga arca 6. Lambamana, yang berarti ukuran vertikal Menurut kitab kesusastraan yang mengatur pembuatan arca, dikenal dua satuan ukuran yang digunakan yaitu Tala dan Anġula. Tala ialah panjang telapak tangan, dari ujung jari tengah hingga batas pergelangan tangan. Ukuran tersebut sama dengan ukuran panjang muka, yakni dari ujung rambut pada dahi hingga batas ujung dagu. Sementara Anġula terdiri dari dua macam yaitu Mantranġula dan Dehanġula atau Deha-labbha-anġula (Rao, 1971: 2). Mantranġula ialah panjang ruas jari tengah tokoh yang dipuja atau tokoh pemesannya, sedangkan Dehanġula ialah ukuran yang diperoleh dengan membagi seluruh panjang tubuh arca menjadi 124, 120, atau 116 bagian menurut jenis arca yang dibuat (Rao, 1971: 2). Kitab Pramanalaksanam merupakan salah satu kitab yang berisi tentang penjelasan secara singkat pengukuran arca, dalam kitab tersebut arca Budha dibagi menjadi 120 bagian, dengan menggunakan perincian sebagai berikut (Banerjea dalam Ekawati, 1984: 34): a. Usnisa 4 Anġula b. Kesathan/rambut 2 Anġula c. Muka 13,5 Anġula d. Leher 4 Anġula e. Leher sampai dada 12,5 Anġula f. Dada sampai pusar 12,5 Anġula g. Pusar sampai organ sex 12,5 Anġula

6 h. Paha 25 Anġula i. Lutut 3 Anġula j. Tulang kering 25 Anġula k. Gulpha/pergelangan kaki 2 Anġula l. Parsni/tumit 4 Anġula Tinggi keseluruhan 120 Anġula Sedangkan untuk arca dengan posisi duduk maka penghitungan tinggi dari Usnisa sampai organ sex (pantat) berjumlah 61 Anġula. Berbeda dengan kitab Kriyasamuccaya, pada kitab ini arca Budha dibagi menjadi 124 Anġula, dengan perincian sebagai berikut (Banerjea dalam Widodo, 2002: 10): a. Usnisa sampai leher 20,5 Anġula b. Leher 4 Anġula c. Leher sampai dada 12,5 Anġula d. Dada sampai pusar 12,5 Anġula e. Pusar sampai organ sex 12,5 Anġula f. Paha 25 Anġula g. Lutut 6 Anġula h. Tulang kering 25 Anġula i. Gulpha 2 Anġula j. Parsni 4 Anġula Tinggi keseluruhan 124 Anġula Sedangkan untuk arca dengan posisi duduk, maka penghitungan tinggi dari usnisa hingga organ sex (pantat) berjumlah 62 Anġula. Melihat ketentuan-ketentuan tersebut dalam beberapa kitab, maka seorang pemahat harus teliti dan detail dalam membuat sebuah arca, agar arca tersebut bisa memberikan perwujudan dewa yang dianutnya.

7 Dalam penulisan yang menggunakan kajian ikonografi dan ikonometri, sebuah arca menjadi data yang sangat penting dalam pokok bahasannya. Seperti yang pernah dituliskan Edi Sedyawati Hadimulyo (1980: 212), bahwa dalam kajian yang menggunakan analisis ikonografi, pengambilan bahan sebagai sampel ditetapkan atas dasar dua pertimbangan, yaitu: 1. Tingkat kesahihannya sabagai data berkonteks. 2. Keunikannya sebagai contoh gaya. Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa tingkat-tingkat kesahihan arca sebagai data berkonteks, dari tertinggi hingga terendah, adalah sebagai berikut: a. Golongan 1 : arca yang jelas merupakan arca dari suatu percandian yang diketahui umur mutlak atau umur relatifnya. b. Golongan 2 : arca yang memuat angka tahun. c. Golongan 3 : arca yang diketahui wadah bangunannya tetapi tidak diketahui umurnya. d. Golongan 4 : arca yang tidak diketahui wadah bangunannya tetapi diketahui tempat asalnya. e. Golongan 5 : arca yang tidak diketahui asal usulnya. Sesuai dengan paparan di atas, maka arca pada Candi Palgading memliki tingkat kesahihan yang cukup tinggi karena ditemukan di kompleks percandian sehingga identifikasi terhadap arca perlu untuk dilakukan agar dapat diketahui siapa tokoh yang digambarkan. Sebagai situs yang tergolong baru, belum banyak tulisan yang membahas tentang Candi Palgading baik mengenai bengunannya maupun susunan

8 keagamaan yang dianut di Candi Palgading. Oleh sebab itu, penulis memilih Candi Palgading dan temuannya berupa arca menjadi objek penelitian. B. PERMASALAHAN Penemuan arca pada Situs Candi Palgading merupakan sebuah penemuan penting yang patut untuk diketahui tokohnya sebagai dewa yang disembah oleh umatnya. Adapun permasalahan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini ialah: 1. Bagaimana ikonografi dan ikonometri arca Candi Palgading? 2. Apa saja perbedaan dan bagaimana perbedaan arca Candi Palgading dengan arca-arca yang terdapat pada candi di sekitar Candi Palgading khususnya yang bercorak agama Budha? C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan diatas penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui identitas arca dan ukuran arca Candi Palgading. 2. Mengetahui gaya pengarcaan pada arca-arca Candi Palgading. D. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini akan menitik beratkan pada arca yang ditemukan di Candi Palgading yakni tiga buah arca yang sekarang tersimpan di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I.Yogyakarta, di samping itu akan dilakukan perbandingan terhadap pengarcaan baik itu dari segi ikonografi maupun ikonometri. Sebagai perbandingan yang akan dilakukan diantaranya pada arca-arca lain yang terdapat di sekitar Candi

9 Palgading, khususnya yang bercorak agama Budha antara lain Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Ngawen, Candi Mendut, dan Candi Borobudur. Selain menggunakan data perbandingan dengan arca yang lain, digunakan pula data pustaka yang berhubungan dengan tujuan penelitian. E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian pada komplek Candi Palgading yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I.Yogyakarta hingga saat ini belum selesai, masih banyak temuan yang belum sempat diteliti baik arsitektur maupun pada arca yang ditemukan. Tulisan terhadap arca dari Candi Palgading pernah dituliskan oleh BPCB DIY, namun dalam tulisan tersebut hanya merupakan identifikasi awal terhadap arca tersebut. Tulisan ikonografi terhadap sebuah arca sudah banyak dituliskan oleh peneliti diantaranya ialah tulisan Edi Sedyawati (1994) yang berjudul Pengarcaan Ganesha Masa Kediri dan Singhasari: Sebuah Tinjauan Sejarah Kesenian. Selain itu, tulisan tentang ikonografi oleh Maulana Ratnaningsih (1992) yang berjudul Siwa Dalam Berbagai Wujud: Suatu Analisis Ikonografi di Jawa Masa Hindhu-Budha. Tulisan yang memuat tentang ikonografi dan ikonometri juga pernah ditulis oleh Lisa Ekawati (1984) dalam skripsinya yang berjudul Telaah Arca Budha Yang Belum Selesai dari Candi Borobudur. Pada skripsi ini berisi tentang kajian ikonografi dan ikonometri terhadap arca Budha yang belum selesai kemudian dibandingkan dengan arca Budha lain yang terdapat pada bangunan Candi Borobudur.

10 Tulisan yang mengulas tentang ikonografi dan ikonometri lainnya pernah ditulis oleh Purnawan Widodo (2002) dalam skripsinya yang berjudul Peniruan Arca Buddha, Arca Ganesha, dan Arca Dvarapala di Prumpung (Kajian Atas Ciri Ikonografi dan Ikonometri). Skripsi tersebut mengulas tentang perbandingan antara arca-arca yang dibuat oleh pengrajin di Prumpung dengan arca Budha di Candi Borobudur, arca Ganesha di Candi Prambanan, dan Arca Dvarapala di Candi Sewu. Sedangkan tulisan terhadap Candi Palgading pernah dituliskan oleh Ferndinand Nau (2008) dengan judul Penyelidikan Batuan Situs Purbakala Candi Palgading Dusun Palgading Desa Sinduharjo Kecamatan Ngaglik Dengan Metode Magnetik dan tulisan oleh Usmardin (2011) yang berjudul Penyebaran Batuan Situs Purbakala Candi Palgading di Dusun Palgading Desa Sinduharjo Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman D.I.Yogyakarta Dengan Menggunakan Metode Resistivitas Dipole-Dipole. Kedua tulisan ini hanya terfokus pada batuan yang terpendam dalam tanah, mendeteksi persebaran batuan candi yang masih terdapat di dalam tanah dengan menggunakan metode masing-masing. Disiplin ilmu yang mereka gunakan juga bukan menggunakan disiplin ilmu arkeologi, kedua peneliti ini menggunakan disiplin ilmu pengetahuan alam dan matematika. Akan tetapi, tulisan yang meneliti tentang ikonografi dan ikonometri pada arca Candi Palgading belum ada yang menulisnya. F. METODE PENELITIAN Penelitian ini digunakan metode penalaran induktif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan suatu masalah dengan berdasarkan pada data yang menjadi suatu

11 pemecahan untuk generalisasi secara umum. Penelitian dengan metode induktif diawali dengan pengumpulan data. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan disintesiskan lalu ditarik suatu kesimpulan atau generalisasi tanpa mengemukakan hipotesis (Mundardjito, 1986: 198). Penelitian ini berisfat deskriptif-komparatif, yaitu berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang hubungan sebab-akibat, yakni meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi dan fenomen yang diselidiki dan membandingkan faktor satu dengan faktor yang lain (Winarno dalam Hidayat, 1991: 14). Dalam arkeologi biasanya dikaitkan dengan kerangka ruang, waktu, dan bentuk dari fakta atau gejala. Jadi penelitian ini masih mengutamakan kajian daripada konsepkonsep, hipotesis, atau teori tertentu. Penelitian ini menggunakan analisis ikonografi dan ikonometri, secara umum analisis ikonografi diawali dengan analisis morfologi, yaitu dengan deskripsi ikon yang terdiri dari uraian baik asal, letak, bentuk, atribut yang menyertai, sikap duduk atau berdiri, sikap tangan, dan perhiasan yang dikenakan. Analisis ikonometri dilakukan untuk mengetahui ukuran dari keseluruhan arca atau bagian-bagiannya. Analisis ini dilakukan dengan cara memerikan ukuran, tinggi tokoh, lebar tokoh, ketebalan tokoh (Puslitarkenas, 2000: 107). Hasil deskripsi dan pengukuran tersebut digunakan sebagai data untuk siap dibandingkan dengan analisis selanjutnya sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian hasilnya diinterpretasikan. Berdasarkan metode yang dipakai, maka penelitian ini akan melewati tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap Pengumpulan Data

12 Data yang akan dipakai ialah data primer dan data sekunder. Data primer yang dipakai ialah arca-arca yang ditemukan di Candi Palgading yang sekarang disimpan di Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I.Yogyakarta dan reruntuhan Candi Palgading. Selain arca yang ditemukan di Candi Palgading akan mempergunakan juga arca-arca yang terdapat pada candi-candi lain di sekitarnya, perti Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Ngawen, Candi Mendut, dan Candi Borobudur sebagai data pembanding. Arca-arca yang dijadikan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran dengan menggunakan satuan ukur absolut yakni Centimeter. Sebagaimana yang telah disampaikan, maka pemerincian ukuran pada tubuh arca akan dibagi dalam beberapa bagian, berikut ialah bagian-bagian yang akan diukur dalam penulisan ini: 1. Ukuran tinggi arca a. Uşṇişa b. Kesathan/Rambut c. Muka d. Leher e. Leher sampai dada f. Dada sampai pusar g. Pusar sampai pangkal paha h. Pangkal paha sampai lutut i. Lutut sampai mata kaki j. Mata kaki sampai telapak kaki

13 2. Ukuran lebar arca a. Lebar wajah b. Lebar leher c. Lebar bahu d. Lebar antara dua ketiak e. Lebar dada f. Lebar garis pusar g. Lebar antara dua lutut Setelah dilakukan pemerian ukuran pada bagian-bagian tersebut kemudian dilakukan pendokumentasian arca baik menggunakan foto pada keseluruhan badan arca maupun pada bagian-bagian tertentu yang dianggap penting. Data sekunder menggunakan tinjauan pustaka diantaranya laporan penelitian ekskavasi Candi Palgading dan tinjauan pustaka lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Tahap Analisis Data Penelitian ini meggunakan analisis ikonografi, analisis ini bertujuan untuk mengetahui identitas arca, yaitu dengan melakukan pemerincian ciri-ciri ikonografi arca berkaitan dengan atribut yang menandai identitas arca sebagai penggambar tokoh tertentu (Puslitarkenas, 2000: 106). Hal yang pertama dilakukan dalam tahap ini ialah melakukan identifikasi dan deskripsi

14 arca yang ditemukan di Candi Palgading. Adapun yang akan dideskripsikan antara lain: 1. Lokasi penemuan 2. Kondisi arca 3. Bahan arca 4. Ciri ikonografis, seperti: a. Laksana b. Mudra c. Asana d. Abharana Dalam ikonografi, ikonometri dianggap mempunyai arti penting dalam menentukan baik buruknya sebuah arca (Maulana, 2005: 347). Baik buruk sebuah arca tersebut termasuk pada kesesuaian ukuran arca terhadap ukuran yang sudah ditetapkan dalam suatu kitab keagamaan. Oleh karena itu, data yang telah didapat dengan memirikan ukuran pada arca Candi Palgading dengan menggunakan ukuran absolut kemudian dikonversikan menjadi ukuran relatif, karena semua kitab keagamaan menggunakan ukuran relatif. Pengukuran arca yang bersifat relatif menggunakan satuan ukuran Anġula. Ukuran relatif ini didapat dengan membagi panjang wajah sesuai dengan ketentuan pada kitab keagamaan seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hasil pembagian tersebut kemudian digunakan untuk membagi ukuran setiap bagian yang diukur, dengan demikian didapat ukuran relatif pada seluruh bagian arca.

15 Setelah itu, dilakukan perbandingan terhadap arca-arca lain yang terdapat pada beberapa candi di sekitar Candi Palgading khususnya yang bercorak Budha, baik perbandingan terhadap ikonografi arca maupun ikonometri arca tersebut. Dalam membandingkan arca Candi Palgading dengan arca yang lain akan dilakukan perbandingan mengenai ukuran arca, proporsional arca, dan gaya pengarcaan. Setelah dilakukan perbandingan maka akan diperoleh perbedaan dan persamaan antara arca Candi Palgading dengan arca-arca lain yang terdapat pada candi di sekitar Palgading khususnya yang bercorak agama Budha, dengan demikian dapat dilihat bagaimana gaya pengarcaan pada arca Candi Palgading. 3. Tahap kesimpulan Setelah mendapatkan hasil perbandingan antara arca dari Candi Palgading dengan arca dari candi lain, maka dapat dilihat bagaimana perbedaan dan persamaannya. Sehingga dapat diketahui bagaimana gaya yang dipergunakan dalam pengarcaan pada arca dari Candi Palgading. Dengan demikian, setelah diketahui gaya yang digunakan maka akan diketahui umur relatif dari arca tersebut.