Landasan biologis upaya pemenuhan kebutuhan protein ternak ruminansia

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) NUTRISI DAN PAKAN RUMINANSIA PTN 2301

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

pastura Vol. 4 No. 1 : ISSN : X

Pelatihan Teknis Formulator Pakan Ternak Bagi Petugas

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

Pengaruh Suplementasi Daun Sengon (Albazia falcataria) Terhadap Kecernaan dan Fermentabilitas Bagasse Hasil Amoniasi Secara In Vitro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pokok Bahasan: Metabolisme protein ; Bentuk2 nitrogen di dalam rumen, usus halus dan feses

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

SUPLEMENTASI DAN PROBIOTIK

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

Efisiensi Penggunaan Protein pada Substitusi Hidrolisat Bulu Ayam di dalam Ransum Domba

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Potong (In Vitro)

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nutrisi dan Pakan Kambing dalam Sistem Integrasi dengan Tanaman

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sapi Bali termasuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sub-Genus Bovine,

Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Sapi Jawa dan Sapi Peranakan Ongole di Brebes

L.K. Nuswantara*, M. Soejono, R. Utomo, B.P. Widyobroto, dan H. Hartadi

Evaluasi Biofermentasi Rumen Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan Berserat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PEMANFAATAN LIMBAH PRODUKSI MIE SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN TERNAK

SUPLEMENTASI MIKROMINERAL PADA LIMBAH AGROINDUSTRI YANG DIFERMENTASI Trichoderma viridae YANG DITINJAU DARI KONSENTRASI VFA DAN N-NH 3 SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

I. PENDAHULUAN. Salah satu bahan pakan alternatif yang potensial dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

Transkripsi:

Landasan biologis upaya pemenuhan kebutuhan protein ternak ruminansia Damry Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako Abstrak Ruminants, including beef cattle, requires protein to be available in their intestine as the source of their amino acids need for tissue protein synthesis. This requirement is principally met through microbial protein synthesised in the rumen and dietary protein that escapes rumen microbial fermentation. In attempt to efficiently met the ruminants' amino acids requirement it is necessary to firstly optimise the microbial protein production in the rumen through nutrients provision needed by the microbes. Microbial protein produced the rumen is the main amino acids source for ruminants but this will have to be augmented when the microbial protein is not sufficient due to higher amino acids requirement of animal. This includes animals which are in rapid growth periode (such as calves weaned earlier), at late period of pregnancy and during lactation. For these animals, provision of dietary protein that bypasses the rumen fermentation is rquired Key words : ruminants, microbial protein, rumen, dietary protein Pendahuluan Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong dalam negeri. Salah satu hal penting untuk mendukung suksesnya program tersebut adalah dengan menyediakan pakan yang dapat memasok nutrien sesuai dengan kebutuhan ternak. Salah satu nutrien penting yang dibutuhkan oleh ternak adalah protein sebagai sumber asam amino untuk sintesis protein dalam tubuh ternak, baik untuk keperluan hidup pokok maupun untuk produksi. Upaya memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansia melalui pemberian pakan harus dilakukan dengan berlandaskan kepada proses yang dialami oleh protein tersebut di dalam tubuh ternak. Pendekatan yang digunakan dalam upaya ini berbeda antara ternak ruminansia dan monogastrik akibat adanya mikroba yang hidup di dalam saluran pencernaan (rumen) ternak ruminansia. Mikroba rumen tersebut memegang pengaruh yang sangat fundamental terutama dalam nutrisi protein dan pemahaman akan hal menjadi sangat penting dalam pemberian pakan protein kepada ternak ruminansia. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan proses-proses yang terjadi di dalam rumen, dan dampak dari proses tersebut terhadap ketersediaaan protein bagi ternak ruminansia. Dengan memahami proses-proses tersebut Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008 225

diharapkan bahwa pemberian pakan kepada ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan proteinnya dapat dilakukan secara lebih terarah dan efisien. Sekilas tentang protein Protein adalah senyawa organik yang ada dalam tubuh organisme hidup dan merupakan nutrien yang paling tinggi konsentrasinya di dalam jaringan daging ternak. Untuk kelangsungan hidup dan tujuan-tujuan produktif, sel dalam jaringan tubuh ternak harus mensintesis protein. Pada tingkat jaringan, protein disintesis menggunakan asam amino sebagai bahan baku utamanya, dan asam amino tersebut diperoleh melalui penyerapan asam amino di usus halus. Sistem enzim jaringan tubuh ternak tidak mampu menggunakan nitrogen anorganik (seperti amonia-n) untuk mensintesis protein selnya, dan ternak yang tidak mendapatkan keuntungan dari protein mikroba yang disintesis di dalam saluran pencernaannya (monogastrik), menggantungkan hidup kepada penyediaan asam amino dari pakan yang dikonsumsinya. Adapun ternak yang saluran pencernaannya didiami oleh jutaan mikroba (ruminansia), bisa tetap mendapatkan pasokan asam amino di usus halus meskipun pakan yang dikonsumsinya tidak mengandung protein murni. Mikroba rumen mampu mensintesis protein selnya dengan menggunakan amonia-n Kebutuhan asam amino ternak ruminansia Salah satu tujuan utama pemberian pakan kepada ternak adalah memaksimalkan jumlah asam amino yang tersedia di usus halus untuk diserap masuk ke dalam tubuh ternak. Asam amino ini lah yang diharapkan dapat dipakai oleh ternak tersebut untuk mensintesis protein dalam tubuhnya, baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi. Prinsip ini berlaku sama untuk setiap ternak, baik ruminansia maupun monogastrik. Pada ternak ruminansia, referensi utama yang sering digunakan untuk menggambarkan kebutuhan asam amino adalah Orskov (1970) sebagaimana dapat dilihat pada. Tampak jelas bahwa ternak ruminansia membutuhkan asam amino dalam jumlah yang bevariasi, tergantung kepada kelas ternaknya. Kebutuhan asam amino tertinggi adalah untuk pertumbuhan awal seperti pada pedet sapi potong yang disapih dini, sekitar tiga bulan terakhir kebuntingan ketika terjadi perkembangan kritis pada janin dalam kandungan, dan saat laktasi ketika induk harus memproduksi air susu untuk kebutuhan anaknya. Kebutuhan asam amino relatif rendah pada pedet yang sedang pada periode akhir pertumbuhan dan pada ternak dewasa untuk keperluan hidup pokok. 2 26 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

Gambar I Retensi nitrogen ternak pada berbagai kondisi fisiologis (Orskov, 1970) Lalu dari mana ternak ruminansia memperoleh asam amino yang dibutuhkannya itu? Konsensus yang dipegang oleh para ahli nutrisi ruminansia adalah bahwa ternak tersebut ini memperoleh asam amino yang dibutuhkannya hanya dari tiga sumber, yaitu protein mikroba yang disintesis di dalam rumen, protein pakan yang lolos fermentasi di dalam rumen (sering disebut dengan bypass protein), dan protein endogen yang berasal dari pengelupasan dinding saluran pencernaan. Sumber yang terakhir ini secara kuantitatif sedikit sumbangsihnya terhadap asam amino yang ada di usus halus dan karena itu tidak pernah diperhitungkan signifikansinya. Protein-protein ini lah yang mengalir masuk ke dalam usus untuk dicerna oleh enzim proteolitik ternak yang ada di usus halus dan menghasilkan asam-asam amino yang kemudian diangkut melewati dinding usus halus dan masuk ke dalam tubuh untuk digunakan dalam sintesis protein jaringan atau air susu. Proses yang dialami protein di dalam rumen Nitrogen yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu nitrogen dalam bentuk protein dan nitrogen bukan protein seperti asam amino bebas, asam nukleat, nitrat dan amonia bebas (Mangan 1982). Proporsi kedua bentuk nitrogen ini bervariasi menurut jenis pakan, namun secara umum proporsi protein menurun dengan meningkatnya umur tanaman. Senyawa bernitrogen, baik protein atau bukan protein, akan menghadapi serangan enzim proteolisis mikroba yang mempunyai aktivitas yang tinggi. Nitrogen bukan protein dari pakan akan segera diubah menjadi amonia akibat enzim deaminase mikroba, sedangkan protein akan mengalami penguraian dengan laju dan tingkat yang berbeda-beda tergantung kepada beberapa faktor, seperti jenis pakan, tinggi rendahnya populasi mikroba penghasil enzim proteolisis, dan lama protein tersebut berada di dalam rumen (NRC, 1985). Urutan penguraian protein di dalam rumen adalah protein - polipeptida - oligopeptida - dipeptida - asam amino, dan asam amino ini pun akan mengalami fermentasi dengan hasil utama amonia. Amonia yang dihasilkan, baik yang berasal dari protein atau bukan protein, selanjutnya menempuh beberapa jalur yaitu digunakan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein selnya, diserap Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 227

masuk ke dalam darah melalui dinding rumen atau mengalir keluar dari ke saluran pencernaan berikutnya (Gambar 1). Berdasarkan kepada proses yang dialami senyawa bernitrogen di dalam rumen, pemberian pakan dengan kandungan protein (murni) dalam konsentrasi yang tinggi kepada ternak ruminansia merupakan tindakan yang tidak dianjurkan, kecuali bila protein tersebut bisa lolos dari fermentasi rumen. Jika protein mengalami fermentasi di dalam rumen maka protein tersebut akan diubah menjadi amonia sehingga hanya akan berfungsi sebagai sumber amonia bagi mikroba rumen. Akan lebih menguntungkan apabila protein tersebut lolos dari fermentasi mikrobial di dalam rumen dan masuk ke dalam usus halus untuk kemudian dicerna dan menghasilkan asam-asam amino. Kebutuhan amonia mikroba rumen dapat secara lebih murah dipenuhi dengan menggunakan nitrogen bukan protein, baik yang secara alamiah terkandung dalam pakan maupun sumber amonia tambahan seperti urea, biuret atau ekskreta unggas. Penentuan keteruraian protein pakan di dalam rumen merupakan upaya yang dilakukan menuju sistem pemberian protein yang lebih efisien. Pengetahuan akan keteruraian protein pakan akan membantu menjawab beberapa pertanyaan penting seperti apakah protein tersebut hanya menyediakan amonia bagi rumen atau menyediakan asam amino bagi ternak? Apakah amonia yang dihasilkan tersebut sudah cukup sesuai dengan kebutuhan mikroba atau masih kurang sehingga diperlukan suplementasi sumber amonia seperti urea, biuret, dan ekskreta unggas? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak bisa dijawab hanya dengan menggunakan informasi hasil analisis pakan di laboratirum dalam bentuk persentase protein kasar. 2 2 8 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

RUMEN Bahan Pakan N Protein N Bukan Protei Protein yang tak terurai Protein yang terurai I, N Bukan Protein Pe tida Asam amino iproteinmikroba 1 1 Dicerna di usus halus Dikeluarkan di urin Gambar 2 Alur transaksi nitrogen di dalam rumen Protein mikroba Protein mikroba yang dihasilkan di dalam rumen merupakan komponen utama protein yang ada di usus halus (Beever, 1993). Tinggi rendahnya proporsi protein mikroba dibandingkan dengan proporsi protein pakan terhadap protein total di usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti efisiensi sintesis protein mikroba tersebut di dalam rumen dan tingkat penguraian protein pakan. Jika seluruh protein pakan mengalami fermentasi di dalam rumen maka hampir seluruh asam amino yang tersedia di usus halus berasal dari protein mikroba. Jika sebagian protein pakan dapat lobs dari fermentasi rumen maka proporsi protein pakan terhadap protein total di usus halus juga akan meningkat. Untuk dapat mensintesis protein secara efisien, sel mikroba yang hidup di dalam rumen membutuhkan adanya beberapa faktor pendukung. Optimalisasi sintesis protein mikroba rumen dapat ditempuh dengan menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba itu sendiri untuk tumbuh dan berkembangbiak melalui pembelahan sel, yaitu sumber N (utamanya amonia-n), sumber energi, dan elemen mikro seperti sulfur dan fosfor (Leng, 1990). Konsentrasi amonia rumen untuk sintesis protein mikroba secara optimum adalah sekitar 50-80 mgn/1 (Satter and Slyter, 1974), dan konsentrasi yang lebih tinggi dari ini (sampai 200 mgn/1) dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan mikroba rumen dalam proses pencernaan dan konsumsi pakan, utamanya untuk pakan yang berkualitas rendah seperti Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008 2 2 9

limbah pertanian (Leng, 1990). Mikroba rumen memperoleh kebutuhan amonia ini dari beberapa sumber, utamanya dari penguraian protein pakan. Strategi pemenuhan kebutuhan protein ternak ruminansia Dalam upaya memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansia, sering disarankan untuk dilakukan dengan memandang seekor ternak ruminansia sebagai dua kompartemen yang berbeda, yaitu rumen dan ternak itu sendiri. Rumen dengan mikroba yang hidup di dalamnya merupakan sebuah ekosistem tersendiri dengan kebutuhan nutrien yang tersendiri pula. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan protein seekor ternak ruminansia adalah dengan mengoptimalkan proses yang terjadi di dalam rumen agar dapat menghasilkan protein mikroba yang optimal pula. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan semua faktor yang dibutuhkan seperti disebutkan di atas. Alasan optimalisasi sintesis protein mikroba sebagai langkah pertama dalam upaya memenuhi kebutuhan protein ternak ruminansia adalah karena protein mikroba bisa disintesis dengan mengandalkan nitrogen bukan protein (amonia-n) yang berharga lebih murah dibandingkankan dengan bahan pakan sumber protein murni. Teknologi amoniasi atau penambahan urea terhadap limbah pertanian berserat (seperti jerami padi) sebelum diberikan kepada ternak pada hakekatnya berlandaskan kepada pemahaman bahwa sebagian besar mikroba rumen dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein selnya (Bryant dan Robinson, 1962 ; Mathison dan Milligan, 1971 ; Nolan dan Leng, 1972). Ternak bisa tetap mendapatkan kebutuhan asam aminonya untuk keperluan hidup pokok hanya dengan pemberian pakan dengan sumber nitrogen berupa garam amonium atau urea (Loosli et al., 1949 ; Virtanen, 1966). Walaupun teknologi amoniasi jerami padi sudah sejak lama ditemukan dan mempunyai landasan biologis yang kuat, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para peternak kita tetap saja masih sulit untuk terbiasa dengan teknologi ini. Setelah itu, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah untuk menjawab pertanyaan apakah protein mikroba yang dihasilkan di rumen sudah cukup atau harus diperkuat dengan suplai protein pakan? Jawaban pertanyaan ini ditemukan oleh kelas dan kondisi fisiologis ternak yang sedang diberi pakan. Ternak yang sedang dalam pertumbuhan yang cepat, sedang bunting tua, atau sedang memproduksi air susu adalah kelompok ternak yang sedang membutuhkan pasokan asam amino yang tinggi, dan protein mikroba saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhan tersebut (Orskov, 1970). Dalam kondisi seperti ini, pasokan protein mikroba tidak akan cukup jumlahnya dan harus diperkuat dengan pemberian protein dalam pakan yang lobs dari fermentasi rumen. Strategi penyapihan dini diikuti dengan pemberian pakan sesuai dengan kelas ternak seperti yang dijelaskan oleh Panjaitan et al. (dalam seminar ini) adalah salah satu upaya yang dilakukan tidak saja dalam rangka memenuhi kebutuhan temak akan nutrien tetapi menyesuaikan kebutuhan tersebut dengan ketersediaan pakan secara lokal. Penyapihan dini adalah upaya 'menghentikan' kebutuhan asam amino ternak yang sedang laktasi sehingga bisa diberikan pakan yang tidak terlalu berkualitas namun cukup untuk mempertahankan efisiensi yang terjadi di dalam rumen untuk menjaga agar produksi protein mikroba tetap dapat berlangsung secara optimal. Sebaliknya, anak yang baru disapih membutuhkan pakan yang berkualitas baik untuk mendukung pertumbuhannya yang cepat. 230 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

Sistem protein di negara maju Dalam upaya membangun sebuah sistem pemberian pakan protein temak ruminansia di negara kita, ada baiknya kita memperhatikan sistem pemberian protein yang dipakai oleh negara-negara maju. Di negara-negara tersebut, sistem pemberian pakan protein kepada temak ruminansia telah dibangun berdasakan kepada prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas. Nilai nutrisi sebuah pakan dalam menyediakan asam amino bagi temak ruminansia tidak lagi beradasarkan kepada kandungan protein kasar pakan semata, tetapi berdasarkan kepada protein yang tersedia di usus halus. Protein pakan telah difraksionasi menurut keteruraiannya di dalam rumen menjadi cepat terdegradasi, lambat terdegradasi dan tidak terdegradasi atau lolos dari fermentasi rumen. Fraksionasi protein pakan seperti ini, dan kemajuan penelitian protein lain yang telah dicapai untuk ternak ruminansia, memungkinkan para peneliti di negara-negara tersebut untuk menentukan pasokan masing-masing protein mikroba dan protein pakan terhadap total protein yang tersedia di usus halus untuk digunakan oleh ternak ruminansia. Sistem pemberian pakan protein modem untuk temak ruminansia yang diterapkan berbagai negara maju (Phillips, 2001) Negara Sistem Pemberian Pakan Protein Inggris Protein yang dapat Dimetabolismekan (Metabolizable Protein, MY) Australia Protein Tercema Semu yang Meninggalkan Lambung (Apparently Digested Protein Leaving the Stomach, ADPLS) Prancis Protein Tercema di Usus (Protein Digested in the Intestine, PDI) Jerman Protein Kasar yang Mengalir di Duodenum (Crude Protein Flow at the Duodenum) Belanda Norwegia Swiss Amerika Serikat Protein Tercema di Usus (Digestible Protein in the Intestine, DVE) Asam Amino Terserap Murni di Usus Halus dan Keseimbangan Protein di dalam rumen (Amino Acids Truly Absorbed in the Small Intestine and Protein Balance in the Rumen, AAT-PBV) Protein yang dapat Diserap di Usus (Absorbable Protein in the Intestine, API) Sistem Karbohidrat dan Protein Netto Cornell (Cornell Net Carbohydrate and Protein System, CNCPS) Kesimpulan Temak ruminansia memperoleh protein (asam amino) yang dibutuhkan dari dua sumber utama, yaitu protein mikroba dan protein pakan. Kebutuhan temak ruminansia akan protein adalah sesuatu yang dinamis tergantung kepada kelas ternak dan kondisi fisiologisnya. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi secara efisien dalam pemberian pakan dengan prinsip mengoptimalkan efisiensi proses di dalam rumen dalam menghasilkan protein mikroba sebagai langkah pertama, diikuti kemudian dengan memperkuat pasokan protein mikroba tersebut melalui pemberian pakan yang lolos fermentasi di dalam rumen. Daftar Pustaka Beever, D.E., 1993. Rumen function. In Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism (Eds, J. M. Forbes and J. France). CAB International, Wallingford, U.K., pp. 187-218. Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008 231

Bryant, M. P. and I. M. Robinson, 1962. Some nutritional characteristics of predominant culturable ruminal bacteria. Journal of Bacteriology 82 : 605-614. Leng, R.A., 1990. Factors affecting the utilization of `poor quality' forgaes by ruminants particularly under tropical conditions. Nutrition Research Review 3 : 277-303. Loosli, J. K., H. H. Williams, W. E. Thomas, F. H. Ferris and L. A. Maynard, 1949. Synthesis of amino acids in the rumen. Science 110 : 144-145. Mangan, J. L., 1982. The nitrogenous constituents of fresh forages. In Forage Protein in Ruminant Animal Production (Eds. D. J. Thomson, D. E. Beever and R. G. Gunn). British Society of Animal Production, Edinburg, pp. 25-40. Mathison, G. W. and L. P. Milligan, 1971. Nitrogen metabolism in sheep. British Journal of Nutrition 25 : 351-366. National Research Council (NRC), 1985. Ruminant Nitrogen Usage. National Academy of Science, Washington D.C. Nolan, J. V.V and R. A. Leng, 1972. Dynamic aspects of ammonia and urea metabolism in sheep. British Journal of Nutrition 27 : 177-194. Orskov, E. R., 1970. Nitrogen utilization by the young ruminants. In the 4th Nutrition Conference for Feed Manufacturers (Eds, H. Swan and D. Lewis). J. and A. Churchill, University of Nottingham, pp. 20. Phillips, C.J.C., 2001. Principles of Cattle Production. CAB International, Wallingford, Oxon OX108DE, Oxon, United Kingdom. Satter, L. D. and L. L. Slyter, 1974. Effect of ammonia concentration of rumen microbial protein production in vitro. British Journal ofnutrition 32 : 199-208. Virtanen, A. I., 1966. Milk production of cows on protein-free feed. Science 153 : 1603-1614. 2 3 2 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008