Bab 3 Perancangan dan Pembuatan Turbin Angin

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Perancangan Turbin Angin 3 Sudu

BAB 3 PERANCANGAN TURBIN ANGIN

Bab IV Analisis dan Pengujian

Bab 2 Dasar Teori Prinsip Konversi Energi Angin Energi kinetik dalam benda bergerak dirumuskan dengan persamaan (2.1)

BAB 4 PENGUJIAN, DATA DAN ANALISIS

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL TIGA SUDU BERDIAMETER 3,5 METER. Adi Andriyanto

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Energi Angin

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB II LANDASAN TEORI

= x 125% = 200 x 125 % = 250 Watt

Desain Turbin Angin Sumbu Horizontal

Studi Eksperimental tentang Karakteristik Turbin Angin Sumbu Vertikal Jenis Darrieus-Savonius

SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik EKAWIRA K NAPITUPULU NIM

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN


Bab II Tinjauan Pustaka

BAB III METODOLOGI PENGUKURAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PENERBITAN ARTIKEL ILMIAH MAHASISWA Universitas Muhammadiyah Ponorogo

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

PERFORMANSI TURBIN ANGIN SAVONIUS DENGAN EMPAT SUDU UNTUK MENGGERAKKAN POMPA SKRIPSI

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTIPE TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL TIPE SAVONIUS TUGAS AKHIR

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB III PERANCANGAN SISTEM

STUDI EKSPERIMENTAL SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK PADA VERTICAL AXIS WIND TURBINE

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PROSES MANUFAKTUR. yang dilakukan dalam proses manufaktur mesin pembuat tepung ini adalah : Mulai. Pengumpulan data.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2.1. Grafik hubungan TSR (α) terhadap efisiensi turbin (%) konvensional

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL TIGA SUDU BERDIAMETER 3,5 METER DENGAN MODIFIKASI PEMOTONGAN DAN PENGATURAN SUDUT PITCH

IV. PENDEKATAN DESAIN

Studi Kinerja Turbin Angin Sumbu Horizontal NACA 4412 Dengan Modifikasi Sudu Tipe Flat Pada Variasi Sudut Kemiringan 0 º, 10 º, 15 º

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

PENGARUH VARIASI SUDUT BLADE AIRFOIL CLARK-Y FLAT BOTTOM PADA UNJUK KERJA KINCIR ANGIN Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) DENGAN KAPASITAS 500 WATT

PRINSIP KERJA TENAGA ANGIN TURBIN SAVOUNIUS DI DEKAT PANTAI KOTA TEGAL

BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX

START STUDI LITERATUR MENGIDENTIFIKASI PERMASALAHAN. PENGUMPULAN DATA : - Kecepatan Angin - Daya yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pulau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo

BAB III. Metode Rancang Bangun

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

I. Maksud dan tujuan praktikum pengereman motor induksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN SUDU KINCIR ANGIN VERTIKAL DARRIEUS TIPE-H

RANCANGAN SISTEM ORIENTASI EKOR TURBIN ANGIN 50 kw

SKRIPSI TURBIN UAP PERANCANGAN TURBIN UAP UNTUK PLTPB DENGAN DAYA 5 MW. Disusun Oleh: WILSON M.N.GURNING NIM:

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN TURBIN ANGIN SUMBU HORISONTAL 1000 WATT DI PELABUHAN KARIMUNJAWA KABUPATEN JEPARA

PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KARAKTERISTIK RANCANGAN AWAL ROTOR TURBIN ANGIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. : Airfoil Clark Y Flat Bottom. : Bolam lampu 360 Watt

ANALISIS TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL DENGAN 4, 6 DAN 8 SUDU. Muhammad Suprapto

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH SUDUT PITCH TERHADAP PERFORMA TURBIN ANGIN DARRIEUS-H SUMBU VERTIKAL NACA 0012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. Tinjauan Pustaka. konversi dari energi kinetik angin. Turbin angin awalnya dibuat untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. II untuk sumbu x. Perasamaannya dapat dilihat di bawah ini :

BAB II DASAR TEORI. commit to user

PENGEMBANGAN METODE PARAMETER AWAL ROTOR TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL TIPE SAVONIUS

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo,

PENELITIAN DAN RANCANGAN OPTIMAL TURBIN PENGGERAK TEROWONGAN ANGIN SUBSONIK SIRKUIT TERBUKA LAPAN

PERANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK GENERATOR LISTRIK DENGAN DAYA 80 MW PADA INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP

commit to user BAB II DASAR TEORI

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

BAB IV DESIGN DAN ANALISA

PEMBUATAN KODE DESAIN DAN ANALISIS TURBIN ANGIN SUMBU VERTIKAL DARRIEUS TIPE-H

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN MESIN

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

PENGARUH JUMLAH BLADE DAN VARIASI PANJANG CHORD TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN SUMBU HORIZONTAL (TASH)

LAPORAN TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN PROTOTYPE TURBIN ANGIN VERTIKAL DARRIEUS TIPE H

BAB II LANDASAN TEORI

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN PEMBUATAN ALAT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANG BANGUN TURBIN ANGIN VERTIKAL JENIS SAVONIUS DENGAN VARIASI PROFIL KURVA BLADE UNTUK MEMPEROLEH DAYA MAKSIMUM

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

APLIKASI METODE FUNGSI TRANSFER PADA ANALISIS KARAKTERISTIK GETARAN BALOK KOMPOSIT (BAJA DAN ALUMINIUM) DENGAN SISTEM TUMPUAN SEDERHANA

Gambar 5.1. Proses perancangan

PERANCANGAN TURBIN GAS PENGGERAK GENERATOR PADA INSTALASI PLTG DENGAN PUTARAN 3000 RPM DAN DAYA TERPASANG GENERATOR 130 MW SKRIPSI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN KINCIR ANGIN TIPE HORIZONTAL AXIS WIND TURBINE (HAWT) UNTUK DAERAH PANTAI SELATAN JAWA

Transkripsi:

Bab 3 Perancangan dan Pembuatan Turbin Angin 3.1 Perhitungan Daya pada Berbagai Kecepatan Angin 3.1.1 Menentukan Kecepatan Angin Nominal Turbin angin yang akan dibuat dirancang untuk dapat memenuhi kebutuhan energi rumah tangga, sehingga penempatannya diupayakan tidak jauh dari daerah pemukiman. Turbin angin ini dirancang untuk penggunaan di Indonesia yang memiliki kecepatan angin normal berkisar antara 0 sampai 12 m/s. Kecepatan angin yang diambil sebagai kecepatan nominalnya adalah 5 m/s. 3.1.2 Perhitungan Daya Maksimum Rotor Menurut aturan Betz, daya yang diserap turbin angin tidak akan melebihi 0,593 bagian dari daya total udara yang melalui area sapuan rotor. Sedangkan untuk turbin angin tiga sudu koefisien dayanya sebesar 0,45. Tabel berikut menunjukkan daya maksimum yang dapat diekstraksi oleh rotor dengan asumsi tidak ada loses, tidak terjadi efek wake, tidak ada turbulensi, dan efek perubahan luas area diabaikan. Tabel 3.1 Daya rotor untuk diameter 3,5 meter pada berbagai kecepatan angin 31

Dari tabel tersebut terlihat bahwa untuk kecepatan angin 5 m/s, daya maksimum yang dapat diekstraksi rotor adalah sebesar 436,59 Watt. Pada kenyataannya nilai energi yang dapat diekstraksi lebih kecil dari nilai tersebut karena faktor-faktor lain yang merpengaruh seperti adanya loses karena gesekan antar komponen, efek wake yang terjadi, adanya turbulensi dan faktor lainnya. 3.2 Perancangan Rotor 3.2.1 Diameter Rotor Penentuan diameter rotor dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa parameter diantaranya besar daya yang ingin dihasilkan, rated wind speed, cut in speed, dan pertimbangan lain yang berkaitan dengan keindahan, ketersediaan lahan, dan lainnya. Diameter yang dipilih untuk kecepatan angin nominal (rated wind speed) 5 m/s dan dengan asumsi tip speed ratio 7 adalah 3,5 m. 3.2.2 Tip speed ratio Tip speed ratio adalah nilai perbandingan kecepatan sisi terluar (ujung) rotor terhadap kecepatan angin. Nilai tip speed ratio berbeda untuk setiap jenis turbin angin, seperti telah diperlihatkan pada gambar 2.7. Pada gambar 2.7, diperlihatkan besar tip speed ratio yang memberikan nilai c p terbesar untuk turbin angin 3 sudu adalah pada angka 7 atau sekitar 6,5 sampai 7,5. 3.2.3 Pemilihan Bahan untuk Komponen-Komponen Rotor Sudu dibuat dari bahan dasar kayu. Pemilihan bahan dasar kayu didasarkan pada pertimbangan kemudahan pembuatan dan massa jenis yang ringan. Pada perancangan turbin angin ini diupayakan sekecil mungkin massa elemen berputar untuk meminimalisir momen inersia yang terjadi. Momen inersia yang besar akan menyebabkan respon rotor yang lambat terhadap angin, sehingga cut in speed tinggi. Bahan yang digunakan untuk membuat hub adalah logam, dapat berupa logam ferrous maupun logam non-ferrous, misalnya baja karbon, stainless steel, 32

Aluminium, dll. Yang penting adalah hub mampu menahan beban statik dan dinamik akibat tahanan rotor terhadap angin dan akibat putaran rotor. Elemen yang menghubungkan sudu dengan flens hub dinamakan batang sudu. Batang sudu ini juga berfungsi sebagai pengatur sudut pitch, yaitu sudut kemiringan sudu terhadap bidang sapuan rotor. Batang sudu dibuat dari pipa baja dengan profil persegi yang dilas dengan flens yang berbahan baja karbon. 3.2.4 Batasan Profil Airfoil Berdasarkan Keterbuatan Untuk memudahkan pembuatan, bentuk airfoil yang dibuat diperlihatkan pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Profil airfoil untuk penampang sudu Dimana: d0 = lebar sudu (chord), dihitung dengan menggunakan persamaan 2.20 d1 = lokasi titik puncak, diambil 25% dari lebar sudu awal d2 = tinggi titik puncak, diambil 10% dari lebar sudu d3 = tinggi arc leading edge, diambil 5% dari lebar sudu d4 = lokasi mulai trailing edge, diambil 25% dari lebar sudu akhir d5 = tinggi mulai trailing edge, diambil 2,5 % dari lebar sudu Proses pembentukan kayu hingga mencapai bentuk yang diinginkan adalah dengan pemesinan, yaitu dengan mereduksi bahan. Proses yang dilakukan diantaranya adalah menggergaji, menyerut, dan mengampelas. Perkakas yang digunakan untuk membentuk kayu memiliki keterbatasan, salah satunya sulit membentuk cekungan. Atas pertimbangan tersebut maka profil airfoil dengan garis lurus pada bagian bawah, untuk kemudahan produksi. 33

3.2.5 Pemilihan Bentuk Sudu Terdapat variasi bentuk sudu turbin angin diantaranya bentuk sudu lurus, bentuk sudu tirus, bentuk sudu tirus terbalik, dan bentuk sudu optimal. Bentuk sudu optimal dipilih dengan beberapa keuntungan yang diperoleh diantaranya: 1. Memberikan nilai C p yang terbesar 2. Nilai Chord yang besar pada root untuk memberikan nilai starting torque yang besar 3. Chord mengecil pada ujung sudu untuk meminimalisir kebisingan Sudut pitch dibuat seragam untuk kemudahan pembuatan. Pemilihan nilai sudut pitch dilakukan dengan pertimbangan untuk memperoleh nilai C p maksimum dengan kondisi sudut pitch yang seragam. 3.2.6 Perancangan Geometri Sudu Untuk membuat geometri sudu dengan bentuk yang optimal, dilakukan pendekatan dengan menggunakan persamaan 2.20. Dengan mengambil nilai λ = 7, kecepatan angin nominal 5 m/s, dan jarak antara stasiun 125 mm, hasil perhitungan chord disajikan dalam tabel 3.2 Nilai Chord pada stasiun 1 adalah tak terhingga dan pada stasiun 2 adalah 930 mm, jika nilai chord pada stasiun 1, 2, 3, dan 4 diikuti, maka akan ada beberapa kelemahan diantaranya adalah sudu tidak mungkin dibuat dengan nilai ukuran tak terhingga (nilai chord pada stasuin 1), lebar bahan yang diperlukan besar, dan banyak bahan yang akan terbuang. Hal ini mengurangi efisiensi produksi dan mengurangi nilai estetika karena bentuk sudu menjadi tidak indah dilihat, terlalu besar pada bagian pangkal. Ukuran sudu diperbaharui seperti terlihat pada tabel. Tabel 3.2 Distribusi lebar chord [10] r (mm) stasiun C (mm) 0 1 ~ 125 2 930 250 3 465 375 4 310 500 5 233 34

Tabel 3.2 (lanjutan) r (mm) stasiun C(mm) 625 6 186 750 7 155 875 8 133 1000 9 116 1125 10 103 1250 11 93 1375 12 85 1500 13 78 1625 14 72 1750 15 66 Atas pertimbangan tersebut, maka lebar chord pada stasiun 1, 2, 3, dan 4 ditentukan bukan berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus, tetapi dengan memilih nilai yang sesuai untuk pertimbangan estetika dan keterbuatannya. Stasiun 3 dan 4 diberi nilai 240 mm menyesuaikan dengan dimensi bahan yang tersedia. Sudu mulai dibuat pada stasiun 3 hingga stasiun 15, sedangkan daerah antara stasiun 1 dan stasiun 3 adalah batang sudu yang memiliki bentuk seragam berupa pipa segi empat. Gambar 3.2 Penampang badan sudu [10] 35

3.2.7 Nilai Sudut Pitch Optimum Sudu dirancang dengan sudut pitch seragam untuk memudahkan pembuatan. Permasalahan yang muncul ialah berapa sudut pitch yang akan memberikan nilai torsi yang optimum. Torsi yang dihasilkan akan menentukan berapa besar daya yang dihasilkan oleh turbin angin dengan kecepatan angin dan putaran rotor tertentu. Nilai torsi yang diberikan oleh setiap elemen sudu akan optimal jika setiap elemen sudu berada pada sudut pitch yang memberikan rasio lift terhadap drag paling besar. Rasio lift terhadap drag terbesar akan diperoleh pada sudut serang tertentu bergantung pada profil airfoil yang digunakan. Sudut pitch dapat dihitung pada setiap stasiun, menggunakan persamaan 2.21. Hasil perhitungan sudut pitch akan memberikan nilai yang berbeda pada setiap stasiun, sudut pitch optimum untuk setiap stasiun diberikan pada tabel 3.3, dengan nilai kecepatan angin 5 m/s, nilai tip speed ratio 7 dan sudut pitch untuk semua stasiun dibuat seragam yaitu 5. Tabel 3.3 Sudut pitch optimum untuk setiap stasiun No. Stasiun r (mm) Sudut Pitch β (derajat) 0 0,000 ~ 0 0,125 48,130 1 0,250 28,690 2 0,375 18,962 3 0,500 13,435 4 0,625 9,931 5 0,725 7,528 6 0,850 5,784 7 1,000 4,462 8 1,125 3,427 9 1,250 2,595 10 1,375 1,911 11 1,500 1,340 12 1,625 0,856 13 1,750 0,440 36

Dengan memberikan nilai 5 untuk sudut serang pada seluruh stasiun, sudut pitch bervariasi. Nilai sudut pitch terbesar terjadi pada root atau pangkal sudu yaitu sebesar 48,13 sedangkan sudut pitch yang terkecil berada pada ujung sudu sebesar 0,44 Dari rekomendasi dosen pembimbing, sudu kemudian dipotong pada radius r = 0,875 atau 0,5R (pada tabel 3.3 berada pada stasiun 6). Sudu yang telah dipotong terlihat seperti pada gambar 3.3 berikut ini. Gambar 3.3 Sudu yang telah dipotong Dengan pemotongan sudu menjadi 2 bagian, dapat diatur sudut pitch pada masing-masing potongan sudu. Untuk menentukan sudut pitch pada masing masing potongan sudu, diambil nilai rata rata sudut pitch yang terjadi sepanjang bagian sudu yang terpotong. Dari hasil perhitungan rata rata sudut pitch untuk masing masing potongan sudu, diperoleh : 1. Potongan 1, β1 = 20 2. Potongan 2, β2 = 2 3.3 Perancangan dan Pembuatan Komponen Turbin Angin Komponen-komponen turbin angin selain rotor tidak menjadi titik tekan pada penelitian ini, sehingga perancangannya tidak sepenuhnya melalui langkahlangkah teknik. Komponen yang lainnya dirancang untuk dibuat berdasarkan aspek keterbuatan, namun untuk aspek kekuatan dan keamanan, analisis yang dilakukan masih minim. 37

3.3.1 Rotor Bagian-bagian yang penting membangun sebuah rotor adalah sudu, batang sudu, hub, dan komponen lainnya. Yang dimaksud dengan komponen lainnya dalam hal ini adalah hidung, mur dan baut, dan elemen counterbalance. a. Sudu Dari semua komponen yang membangun rotor, sudu adalah komponen yang berkaitan langsung dengan proses konversi energi angin menjadi energi mekanik rotasi rotor. Rotor memiliki 3 buah sudu yang dipasang pada posisi sudut yang sama yaitu 120. Bahan sudu adalah kayu albasiah merah yang memiliki massa jenis yang relatif ringan jika dibandingkan dengan jenis kayu yang lainnya. Tahapan proses pemesinan sudu dapat dilihat pada gambar 3.3. Setelah sudu kayu jadi, dan disambungkan dengan batang sudu, maka untuk selanjutnya dilapisi dengan cat kayu, agar permukaan sudu menjadi halus (smooth) dan nilai estetikanya bertambah. Gambar 3.4 Tahapan pemesinan pada pembuatan sudu dan hasilnya 38

b. Batang sudu Batang sudu berbahan dasar baja karbon rendah (ST-37), dibagi menjadi tiga bagian yaitu batang sudu yang menempel pada hub, batang sudu yang menempel pada pangkal sudu, dan batang sudu yang menyambung potongan sudu.. Ketiga bagian batang sudu ini ditempelkan menggunakan mur dan baut dengan bantuan flens yang dilas pada bagian yang harus disambung. Sambungan ini dibuat agar sudut pitch dapat diatur dengan mudah. c. Hub Hub adalah bagian rotor yang berada di pusat rotasi. Hub dibuat dari pelat baja ST-37 yang melalui proses pemesinan dan pengelasan sehingga memungkinkan untuk dipasang pada poros generator. Hub juga harus memungkinkan untuk dipasangi batang sudu dan bila perlu counterbalance. Diameter hub dibuat sama dengan diameter generator yaitu 265 mm. d. Hidung Hidung diletakkan pada hub dengan bentuk hampir menyerupai setengah bola. Hidung memiliki beberapa fungsi diantaranya mengurangi tahanan turbin angin, melindungi komponen-komponen yang menempel pada hub, dan memberikan nilai keindahan pada turbin angin. Bentuk hidung yang menyerupai setengah bola menjaga agar aliran udara yang menerpa hub tetap laminar atau setidaknya meminimalisir turbulensi yang terjadi di sekitar hub. Bentuk hidung yang menutupi bagian depan hub juga berfungsi sebagai pelindung komponen-komponen dalam hub dari pengaruh cuaca. Fungsi lain dari hidung adalah menambah nilai estetika pada turbin angin dimana turbin angin akan tampak lebih aerodinamis dengan penambahan hidung pada hub. 39

Gambar 3.5 Hub, hidung, dan pengatur sudut pitch [10] 3.3.2 Permanent Magnet Generator (PMG) Generator sebagai komponen yang penting dalam rantai konversi energi angin sudah semestinya dipilih sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Generator yang digunakan untuk turbin angin dalam penelitian ini adalah generator AC dengan magnet permanen atau disebut juga Permanen Magnet Generator (PMG). PMG yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut: Tabel 3.4 Spesifikasi PMG Ginlong [8] No Spesifikasi Keterangan 1 Trade mark GINLONG 2 Type GL-PMG-500A (500W) 3 Casing Aluminium alloy with TF/T6 heat treatment 4 Finishing Anodised and anti-corrosion painted 5 Shaft material stainless steel 6 Shaft bearing SKF or NSK bearings 7 Fasteners Stainless steel 8 Lamination stack Cold rolled steel 9 Rated windings temperature 180 C 10 Magnet material NdFeB (Neodynium Iron Boron) 11 Rated magnets temperature 150 C 12 Generator configuration 3 phase star connected AC output 40

No Spesifikasi Tabel 3.4 (lanjutan) Keterangan 13 Short circuit braking Capable 14 Prevention of electrical shock Class I for electrical safety Karakteristik daya output terhadap putaran yang dihasilkan oleh PMG ini ditampilkan dalam grafik di bawah ini. Gambar 3.6 karakteristik PMG Ginlong 500 W 3.3.3 Base dan Yaw mechanism Base pada turbin angin ini adalah tempat menempelnya generator dan ekor untuk mengarahkan turbin angin frontal terhadap arah datangnya angin. Turbin angin harus memiliki kebebasan bergerak menggeleng (yawing) untuk memastikan arah rotor selalu menghadap arah datangnya angin, sehingga perlu mekanisme yang mendukung kebebasan bergerak turbin angin. Mekanisme yang memberikan satu derajat kebebasan di arah menggeleng (yawing) dinamakan yaw mechanism. Bagian-bagian turbin angin yang turut bergerak sesuai dengan arah angin adalah rotor dan semua bagiannya, generator, dan tentunya ekor yang memainkan peran paling penting sebagai pengarah. Semua bagian-bagian tersebut ditempelkan pada base, sedangkan base menempel pada tiang. Antara base dan tiang dibuat lubang dan poros untuk memberi kebebasan bergerak. Pada rancangan turbin angin ini tiang yang akan berfungsi sebagai porosnya dengan menambahkan komponen poros sedangkan base dibuat memiliki lubang. 41

Bantalan yang digunakan pada pemasangan base pada tiang adalah sebuah ball bearing dan sebuah roll bearing. Ball bearing hanya menahan beban radial sedangkan roller bearing menahan beban radial sekaligus beban aksial yang merupakan beban yang timbul dari berat turbin angin. Gambar 3.7 Yaw mechanism antara poros tiang dan base [10] 3.3.4 Side Furling Side furling adalah mekanisme pengaman turbin angin pada kecepatan angin tinggi. Jika kecepatan angin sangat tinggi, ada beberapa bahaya yang mengancam turbin angin diantarnya: 1. putaran rotor yang tinggi memberi gaya sentrifugal yang besar 2. putaran rotor yang tinggi menyebabkan vibrasi yang tinggi 3. angin yang besar menyebabkan gaya dorong yang besar pada struktur karena alasan-alasan tersebut, perlu dibuat mekanisme pengaman turbin angin saat terjadi kecepatan sangat tinggi. Pada saat ini sudah ada beberapa cara yang dikembangkan untuk mengatasi kecepatan angin yang terlampau tinggi diantaranya dengan menggunakan mekanisme pengatur sudut pitch yang bekerja berdasarkan gaya sentrifugal dan dengan menggunakan side furling. 42

Side furling dirancang dengan memberikan eksentrisitas pada sumbu rotasi rotor. Artinya sumbu rotasi rotor tidak berpotongan dengan sumbu yaw mechanism. Eksentrisitas ini diberikan agar ketika kecepatan angin cukup besar dan gaya thrust yang terjadi juga besar maka turbin angin akan mendapat momen dari gaya thrust dikalikan dengan jarak eksentrisitas yang diberikan. Besarnya eksentrisitas yang diberikan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: 1. pada kecepatan angin berapa turbin angin harus side furling 2. besarnya gaya pada ekor oleh kecepatan angin pada sudut tertentu 3. sudutnya yang diinginkan untuk side furling faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan dengan beberapa kali iterasi agar mendapat nilai eksentrisitas yang sesuai. Jika nilai eksentrisitas terlampau tinggi maka turbin angin akan mengalami side furling sebelum kecepatan angin kritis. Side furling yang terlalu dini menimbulkan kerugian karena turbin angin tidak maksimal menyerap energi saat side furling. Namun side furling yang terlambat akan membahayakan turbin angin, artinya side furling terjadi setelah kecepatan angin lebih tinggi dari kecepatan kritis dan dapat menyebabkan turbin angin mengalami kerusakan sebelum melakukan side furling. Yang dimaksud dengan kecepatan angin kritis dalam hal ini adalah kecepatan angin yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada turbin angin. Side furling memerlukan perhitungan yang tidak sederhana. Pada penelitian ini, penyusun tidak melakukan perhitungan detail untuk mendapatkan nilai eksentrisitas, tetapi mengambil contoh dari turbin angin yang sudah ada yang menggunakan metode side furling untuk memberi perlindungan pada turbin angin pada kecepatan angin tinggi. Pada kesempatan yang lain, mekanisme ini perlu diperhitungkan untuk mendapatkan nilai side furling yang sesuai, tidak terlampau tinggi sehingga menyebabkan terjadinya side furling dini dan tidak terlampau rendah sehingga menyebabkan keterlambatan respon side furling. 43

3.3.5 Ekor Ekor selalu bergerak menjauhi arah datangnya angin, dengan demikian pemasangan ekor di bagian belakang turbin angin mengakibatkan bagian rotor yang berada di muka turbin angin akan selalu mendekati arah datangnya angin. Ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan untuk merancang ekor diantaranya panjang ekor, luas permukaan sirip ekor, bobot ekor dan sistem pemasangannya pada base. Dalam penelitian ini, ekor dibuat sebagai trusses atau rangka yang tersusun dari pipa persegi yang disambung dengan pengelasan. Panjang ekor yang umum digunakan pada turbin angin yang sudah ada adalah sekitar setengah hingga sama dengan diameter rotor turbin angin. Gambar 3.8 ekor pada turbin angin 3.3.6 Sistem Pengereman Sistem pengereman diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah melepaskan pin pengunci ekor sehingga ekor perpindah orientasi menjadi menyamping yang akibatnya turbin angin mengarah menyamping terhadap arah angin sehingga putaran rotor berkurang. Tahap kedua adalah dengan short circuit. Kabel-kabel kutub generator dihubungkan secara langsung menyebabkan terjadinya arus pendek. Arus pendek ini menyebabkan generator memberi momen yang arahnya melawan arah putaran rotor. Bagaimana perubahan posisi ekor mengurangi putaran ditunjukkan oleh gambar 3.9 berikut: 44

Arah angin Gambar 3.9 Mekanisme pengereman dengan mengubah posisi ekor Rotor turbin angin akan berputar dan mencapai performa yang maksimum jika arah angin sejajar dengan arah sumbu rotasi rotor. Pada posisi tersebut sudut yang dibentuk antara sumbu rotor dan arah angin adalah nol sehingga luas daerah sapuan rotor maksimum terhadap arah angin karena fluks angin yang melalui area sapuan rotor maksimum. Namun pada saat posisi rotor menyamping arah angin, tidak terjadi konversi energi oleh rotor karena luas area sapuan rotor dapat dikatakan nol terhadap arah angin. Hal ini karena sudut yang dibentuk oleh sumbu rotor dan arah angin adalah 90 (nilai cos 90 adalah nol). Artinya tidak ada fluks angin yang melalui area sapuan rotor. Tahap kedua pengereman adalah dengan melakukan hubungan arus pendek atau short circuit. Cara pengereman ini dengan menghubungkan kabel kutub generator secara langsung. Arus pendek ini sangat besar dan menyebabkan timbulnya medan induksi elektromagnet yang besar pada generator yang arahnya melawan arah induksi magnet permanen. Medan induksi yang dihasilkan menimbulkan momen yang besar dan arahnya melawan arah rotasi rotor. Cara short circuit ini tidak selalu cocok untuk generator, namun generator yang digunakan pada penelitian ini memiliki kapabilitas untuk hal tersebut. 3.3.7 Data Komponen Komponen yang terlibat dalam perakitan turbin angin diberikan pada tabel 3.5 sebagai berikut: 45

Tabel 3.5 Daftar komponen turbin angin Bagian Komponen ukuran Bahan Jumlah rotor badan ekor tiang sudu Kayu dilapisi cat 3 batang sudu 1 ST-37 3 batang sudu 2 ST-37 3 mur-baut M6 Baja 36 mur-baut M10 Baja hitam 12 skrup M10 3 hub ST-37 1 hidung aluminium 1 mur M24 Baja 1 Base dural 1 generator 1 bearing radial stainless steel 1 bearing aksial stainless steel 1 mur M25 Baja 1 nacelle pelat baja ST-37 1 skrup M5 5 dudukan ekor ST-37 1 ekor 1 ST-37 1 ekor 2 ST-37 1 sirip ekor pelat baja 1 mur baut 8 pin 2 pipa Baja Karbon medium 3 poros yaw ST-37 1 kabel baja 3.3.8 Perakitan Turbin Angin Perakitan turbin angin dilakukan dengan tahapan seperti terlihat pada gambar 3.10. Gambar tersebut adalah diagram alir proses perakitan turbin angin 46

secara garis besar. Hal-hal yang mendalam tidak disampaikan dan sangat berkaitan dengan kemampuan operator/penguji. mulai Memasang sudu pada batang sudu 1 Memasang generator pada base Memasang ekor 2 pada ekor 1 Memasang sudu pada hub (mengeset sudut pitch) Memasang batang sudu 2 pada hub Memasang dudukan ekor pada base Memasang sirip ekor pada ekor 2 Memasang counter balance pada hub Memasang base dan bearing pada poros yaw Memasang hidung pada rotor Memasang rotor pada generator Memasang base pada poros tiang Memasang ekor pada dudukan ekor selesai Gambar 3.10 Diagram alir proses perakitan turbin angin 47