Pemanfaatan Layanan Metadon bagi Pengguna Napza Suntik di Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN METADON PADA INJECTING DRUG USERS DI PUSKESMAS GEDONG TENGEN YOGYAKARTA

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU PENGGUNA NAPZA SUNTIK DI DALAM MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba dalam bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 80 an telah menjadi jalan bagi Harm Reduction untuk diadopsi oleh

ABSTRAK KUALITAS HIDUP KLIEN TERAPI METADON DI PTRM SANDAT RSUP SANGLAH

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

PTRM PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON PUSKESMAS BANGUNTAPAN II

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

Napza Suntik, HIV, & Harm Reduction

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

GAMBARAN DOSIS TERAPI PADA PASIEN PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Aqciured Immunodeficiency Symndrome (AIDS). HIV positif adalah orang yang telah

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARGA BINAAN KASUS NARKOBA DALAM PENCEGAHAN HIV DAN AIDS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Untuk komunitas dari komunitas: Jangan hanya di puskesmas dan rumah sakit!

1 Universitas Kristen Maranatha

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

PERAN FAKTOR INTRINSIK DALAM KEIKUTSERTAAN PENGGUNA NARKOBA SUNTIK PADA PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON DI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEPATUHAN PENASUN DALAM MENGIKUTI PTRM DI RSJD SUNGAI BANGKONG PONTIANAK 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT TERAPI RUMATAN METADON DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR

Panduan Wawancara. Penelitian Awal: Penggunaan Crystal Meth & Risiko Penularan HIV di Indonesia. Gender /jenis kelamin :

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

Pokok Bahasan Latar Belakang Tujuan Peta Distribusi Penasun dan Lokasi SCP Metodologi Temuan: Kesimpulan Rekomendasi Lampiran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

2016, No Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lemb

Lampiran 1. : Nanager Program. Lattar belakang LSM, program beserta kegiatannya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini terlihat betapa rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI ( ) KADEK ENA SSPS ( ) WAYLON EDGAR LOPEZ ( )

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

ANTARA KEBUTUHAN DAN PEMENUHAN HAK PEMBIAYAAN PENANGGULANGAN AIDS DALAM SKEMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr Endang Sri Rahayu

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengendalian dan pencegahan infeksi HIV/AIDS bagi pengguna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

2012, No.1156

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

KERANGKA ACUAN KLINIK MS DAN VCT PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

08. MendukungPengurangan Risiko. Pelatihan Outreach Worker Program Harm Reduction

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

Implementasi Kebijakan dan Program AIDS pada Kelompok Pengguna Napza

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

Proposal Penelitian Operasional. Evaluasi dan Intervensi Pengobatan Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

Transkripsi:

Pemanfaatan Layanan Metadon bagi Pengguna Napza Suntik di Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta Herlin Fitriana Kurniawati *), Antono Suryoputro **) *) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta Jurusan Kebidanan Korespondensi herlinana@gmail.com **) Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK Layanan metadon merupakan salah satu bentuk pengurangan dampak buruk napza terhadap penularan HIV dan AIDS pada penasun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemanfaatan layanan metodon oleh penasun di Puskesmas Gedongtengen. Desain penelitian dengan pendekatan kualitatif, pengambilan sampel dengan purposive sampling, informan penelitian terdiri dari empat orang. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam, analisis data dengan metode thematic content analysis. Hasil penelitian semua informan rutin memanfaatkan layanan metadon dengan datang langsung ke puskesmas, memiliki pengetahuan yang kurang tentang layanan metadon, bersikap positif terhadap layanan metadon di puskesmas, akses terhadap layanan metadon mudah, tersedia ruangan yg khusus bagi klien metadon, Semua informan menyatakan membutuhkan layanan metadon didasarkan karena ingin berhenti dari penggunaan napza. Kata kunci: Layanan metadon, Pengguna napza suntik ABSTRACT Utilization of Methadone Services for Injecting Drug Users in Puskesmas Gedongtengen Yogyakart;. Methadone is a form of harm reduction drug to HIV and AIDS in IDUs. The purpose of this study to examine the use of services by IDUs in health centers metodon Gedongtengen. Design research with a qualitative approach, sampling with purposive sampling, informants consisted of four people. Data collection with in-depth interviews, analysis of the data by the method of thematic content analysis. The results all informants routinely utilize methadone to come directly to the clinic, have less knowledge about methadone, methadone positive attitude toward service in health centers, easy access to methadone services, special elbow room available for methadone clients, All informants stated need of methadone based because they want to quit drug use. Keywords: Service methadone, injecting drug users 116

Pemanfaatan Layanan Metadon... (Herlin Fitriana K, Antono S) PENDAHULUAN Berdasarkan data Direktorat Jendral Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI (Dirjen PP dan PL Kemenkes RI) tahun 2011 (periode 1 Januari 31 Desember) mencatat sebanyak 21.031 kasus baru HIV dan 4.162 kasus AIDS. Secara kumulatif kasus HIV dan AIDS dari 1 April 1987 sampai dengan 31 Desember 2011 terdapat 77.879 kasus HIV dan 29.879 kasus AIDS dengan kasus kematian sebanyak 5.430. [3-5] Jumlah kumulatif kasus AIDS berdasarkan faktor risiko yaitu tertinggi pada heteroseksual sebanyak 14.775 kasus, pengguna napza suntik sebanyak 9.392 kasus, tidak diketahui sebanyak 940 kasus, homoseksual 807 kasus, transmisi perinatal 730 kasus dan transfusi darah 51 kasus (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2011) Penggunaan napza suntik menghadapi dua resiko untuk mendapatkan HIV dan AIDS. Pertama, melalui jarum suntik dan alat suntik yang tidak steril yang digunakan secara bersama-sama. Kedua, melalui hubungan seksual terutama bagi mereka yang melakukannya dengan lebih dari satu pasangan, atau melakukan hubungan seks tanpa menggunakan kondom. (Sucahyo, 2001) Saat ini penyalahgunaan napza telah menjadi masalah serius yang harus dihadapi Indonesia, khususnya penyalahgunaan napza suntik. Hal ini dikarenakan jarum suntik serta peralatan untuk menyuntik yang digunakan secara bergantian pada kelompok pengguna napza suntik telah menjadi sarana yang menyebabkan meningkatnya penyebaran HIV dan AIDS. Salah satu strategi yang dilaksanakan untuk mengurangi peningkatan penyebaran infeksi HIV dan AIDS tersebut dengan harm reduction (pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik). Berdasarkan hasil penelitian di beberapa negara, seperti Australia dan Amerika Serikat, didapatkan bahwa harm reduction dapat menekan laju penularan HIV dan AIDS dan tidak mengakibatkan munculnya pengguna napza suntik baru. Masih besarnya kasus di kalangan pengguna napza suntik membuat pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), harus terus menjalin kerjasa sama (Masrianto, 2006). Harm reduction merupakan penanggulangan dan pencegahan yang menekankan pada tujuan jangka pendek dan dilakukan secara cepat dan tepat untuk mengurangi segala dampak buruk akibat penggunaan napza suntik tidak steril serta hubungan seks tanpa kondom yang dapat membuka peluang tertular HIV, hepatitis maupun penyakit lainnya. Sehingga penerapan harm reduction merupakan upaya memotong mata rantai dari penularan HIV dan AIDS di kalangan pengguna napza suntik (Mansrianto, 2006). Semua aktivitas harm reduction bertujuan agar HIV dan AIDS dapat ditangani dan tidak menular pada banyak orang. Sehingga harm reduction tidaklah menganjurkan pengguna napza suntik untuk terus menggunakan napza karena adanya jarum, namun secara tidak langsung berperan menurunkan jumlah pengguna napza, sebab program harm reduction juga sebagai pintu masuk bagi pengguna napza suntik untuk ikut terapi metadon yang pada akhirnya dapat membuatnya sampai pada abstinence (Mansrianto, 2006). METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Informan utama dalam penelitian ini adalah pengguna napza suntik yang memanfaatkan layanan metadon di Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta sebanyak empat orang, Penentuan informan utama ditentukan dengan bantuan dari petugas kesehatan (dokter dan perawat) dan petugas outreach. Informan sekunder adalah sebagai triangulasi sumber yang terlibat dalam pemanfaatan layanan metadon di Puskemas Gedongtengen Kota Yogyakarta oleh pengguna napza suntik, yaitu petugas kesehatan 117

di Puskesmas Gedongtengan yang terdiri dari dokter penanggung jawab dan perawat serta petugas outreach di puskesmas tersebut. Kriteria yang harus dipenuhi oleh informan utama adalah 1) Sudah menggunakan layanan metadon selama minimal 6 bulan, 2) Menggunakan layanan metadon secara rutin, 3) Pada waktu penelitian berada di Kota Yogyakarta, 4) Bersedia menjadi informan penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling (sampel non probababilitas) yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan layanan metadon Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan proses yang sangat kompleks yang melibatkan keputusan individual, sosial dan pengaruh dari profesional kesehatan. Semua informan menyatakan memanfaatkan layanan metadon secara rutin, dengan datang ke puskesmas setiap hari atau apabila ada halangan atau tidak dapat hadir ke puskesmas dapat meminta metadon untuk dibawa pulang dengan memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Puskesmas Gedongtengen. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh perawat bahwa semua klien yang memanfaatkan layanan metadon harus datang langsung ke puskesmas setiap hari kecuali ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dapat meminta metadon untuk dibawa pulang, dengan syarat klien rutin memanfaatkan metadon atau ada bukti memang benar yang bersangkutan ada acara. Bahwa benar menurut Kemenkes RI No.350/Menkes/SK/IV/2008, klien metadon harus hadir setiap hari di klinik. Metadon diberikan oleh asisten apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter. Klien harus segera menelan metadon tersebut di hadapan petugas program terapi rumatan metadon, harus diminum setiap hari karena metadon dapat bekerja pada tubuh selama rata-rata 24 jam. Berdasarkan kebijakan pemberikan metadon untuk dibawa pulang menurut Kemenkes RI No. 350/Menkes/SK/IV/2008 bahwa klien metadon oleh suatu sebab tidak hadir di klinik, metadon dibawa pulang dapat diberikan untuk paling lama tiga hari, jika memenuhi kriteria yang harus dinilai oleh tim dokter. Apabila lebih dari tiga hari, harus dengan alasan yang kuat. Adapun kriteria untuk membawa pulang metadon seperti secara klinis stabil; klien tampak stabil secara sosial, kognitif dan emosional, hal mana perlu agar klien dapat bertanggung jawab atas penyimpanan metadon dan penggunaannya; metadon bawa pulang tidak diberikan selama dua bulan pertama dalam program terapi rumatan metadon, pemberian dosis bawa pulang lebih awal dari dua bulan dalam program hanya dapat dipertimbangkan apabila orang tua/keluarga klien mau bertanggung jawab atas penyimpanan dan penggunaan dosis bawa pulang itu, untuk itu orang tua atau keluarga harus membuat pernyataan tertulis bermaterai; klien menunjukkan sikap atau perilaku yang kooperatif; alasan bawa pulang diperkuat dengan informasi dari keluarga. Syarat menjadi klien metadon menurut perawat Puskesmas Gedongtengen adalah harus pengguna opioid suntik pada satu tahun terakhir (pemakaian 6 bulan dipertimbangkan), dibuktikan dengan tes urin, usia 18 tahun, tidak menderita gangguan jiwa berat atau retardasi mental, didampingi orang tua pada saat pertama kali datang, kemudian bersedia mentaati peraturan PTRM, menyerahkan KTP dan kartu keluarga sebagai identitas serta foto 3x4. Sedangkan proses seleksi klien metadon dilakukan oleh dokter. Hal ini juga senada dengan syarat yang tercantum dalam Kemenkes RI No. 350/Menkes/SK/IV/2008 bahwa terapi metadon diindikasikan bagi mereka yang mengalami ketergantungan opioida dan telah menggunakan opioida secara teratur untuk periode yang lama, yaitu terdapat kriteria inklusi 118

Pemanfaatan Layanan Metadon... (Herlin Fitriana K, Antono S) dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi memenuhi kriteria ICD-X untuk ketergantungan opioida, usia yang direkomendasikan 18 tahun atau lebih namun klien yang berusia kurang dari 18 tahun harus mendapat second opinion dari profesional medis, ketergantungan opioida (dalam jangka 12 bulan terakhir), sudah pernah mencoba berhenti menggunakan opioida minimal satu kali. Sedangkan kriteria eksklusi seperti klien dengan penyakit berat, psikosis yang jelas, retardasi mental yang jelas. Serta program terapi rumatan metadon tidak diberikan pada klien dalam keadaan overdosis. Layanan harm reduction sudah dilaksanakan di puskesmas, dengan alasan bahwa puskesmas adalah pusat layanan yang terdekat dengan masyarakat sehingga pengguna napza suntik dapat dengan mudah mengakses layanan ini. Sebagian besar informan menyatakan bahwa layanan metadon bersifat fleksibel dari segi waktu dan hari, dilayani setiap hari walaupun hari besar. Ada sebagian kecil informan yang menyatakan bahwa layanan metadon dengan waktu yang terbatas secara aturan jam 08.00-12.00 WIB, namun pada pelaksanaannya jam 09.00-11.00 WIB. Sedangkan menurut dokter penanggung jawab layanan metadon di Puskesmas Gedongtengen juga menyampaikan bahwa waktu untuk layanan metadon bersifat fleksibel. Layanan diberikan sesuai dengan waktu layanan di Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta. Pemberian metadon pada hari minggu dan hari libur khusus untuk klien yang telah lama menggunakan metadon di puskesmas tersebut bukan klien yang baru. Untuk klien metadon yang baru, menyesuaikan dengan jadwal layanan di Puskesmas Gedontengen Kota Yogyakarta. Di Puskesmas Gedongtengen juga sudah terdapat pembagian jadwal piket petugas kesehatan dalam memberikan layanan metadon. Hal ini juga sesuai dengan Kemenkes RI No. 350/Menkes/SK/IV/2008 bahwa layanan program terapi rumatan metadon buka setiap hari, tujuh hari dalam seminggu dengan jam kerja sepanjang mungkin, bergantung pada kemampuan masing-masing program terapi rumatan metadon. Pada bulan puasa jam kerja harus disesuaikan, meski demikian penerimaan klien baru hanya pada hari kerja dan jam kerja resmi. Seperti yang terlihat dalam kalimat pada kotak 1 berikut ini:...rutin... datang ke puskesmas... prosedurnya biaya gratis untuk metadon untuk yang berktp jogja nunggu ketemu dokter terus dikasih dosis, minum metadon buka setiap hari walaupun hari besar tetap buka... waktu terbatas... D, Perempuan, 34 tahun...syaratnya hanya membawa KTP, tes urin, biaya gratis tapi hanya untuk yang KTP nya kota, fleksibel... prosedurnya yang pastinya datang ke puskesmas Gedongtengen minum metadon, minumnya didepan petugasnya dikasih minum air putih, ya gitu ajah Y, Laki-laki, 32 tahun Bahwa layanan harm reduction seperti halnya dengan layanan umum yang lainnya yang ada di puskesmas, prinsip layanan HIV dan AIDS bagi pengguna napza suntik juga memiliki kesamaan baik dalam keterbukaan layanan dan komunikasi, keramahan, kenyamanan dan mengutamakan kualitas. Sehingga prinsip bekerja dengan pengguna napza suntik yaitu bersikap tulus dan terbuka. Sikap yang tulus dibutuhkan karena pengguna napza suntik adalah individu yang seringkali mengalami perlakuan diskriminatif. Oleh karena itu tidak jarang pengguna napza suntik menjadi individu yang sensitif, tidak mudah begitu saja percaya pada keinginan orang lain untuk menolong. Keterbukaan akan mempermudah terbentuknya 119

rasa percaya pengguna napza suntik kepada petugas layanan kesehatan maupun petugas outreach. Rasa percaya akan memudahkan proses layanan yang diberikan, termasuk kemungkinan terjadinya perubahan perilaku kearah positif (KPA, 2008). Berdasarkan teori Anderson (1995) bahwa pemanfaatan layanan kesehatan akan dipengaruhi oleh faktor predisposing, enabling dan needs. Pengetahuan tentang layanan metadon Layanan ini dititikberatkan pada pengurangan dampak buruk dari pada mencegah atau menghilangkan penggunaan napza. Bukan berarti layanan ini melegalkan penggunaan napza, namun layanan ini melihat persoalan napza dalam konteks yang lebih realistis, yaitu kenyataan bahwa penggunaan napza telah cukup memprihatinkan dan telah mengakibatkan berbagai macam dampak buruk baik bagi individu tersebut maupun masyarakat (Sutriswanto, 2003). Sebagian besar informan menyatakan bahwa tujuan dari layanan harm reduction untuk mengurangi penularan virus HIV dengan berbagai alasan yakni layanan harm reduction dapat mengurangi jumlah penularan virus HIV sehingga secara otomatis jumlah orang terinfeksi HIV akan menurun. Semua informan yang memanfaatkan layanan metadon menyatakan bahwa metadon merupakan obat legal yang diberikan dengan cara di minum setiap hari. Dimana mempunyai rasa yang hampir sama seperti heroin. Untuk dosis pemberian metadon sesuai dengan aturan dari dokter pemberi layanan harm reduction. Efek samping yang biasa dialami yaitu mual, muntah dan gangguan tidur. Sebagian kecil informan menyatakan bahwa layanan metadon membutuhkan kepatuhan dari kliennya karena harus datang ke layanan atau ke puskesmas setiap hari. Hal ini sesuai bahwa program terapi rumatan metadon (PTRM) merupakan program layanan yang memberikan zat bernama metadon sebagai pengganti (substitusi) dari zat heroin ilegal yang dikonsumsi klien, bersifat jangka panjang. Metadon adalah zat sintetik golongan opioid yang bersifat agonis. Dasar rasional PTRM adalah fakta tingginya angka kekambuhan pada pecandu heroin yang mengindikasikan kebutuhan tubuh atas zat jenis opioida untuk membuat keseimbangan tubuh agar dapat beraktivitas secara normal. Metadon bekerja pada tubuh selama rata-rata 24 jam, sehingga hanya minum satu kali sehari. Program rumatan ini diberikan minimal 6 bulan dan dapat diteruskan sampai 2 tahun sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (Kurniawan, 2009). Peserta program rumatan metadon ini sebelumnya harus dilakukan skrining dan juga konseling untuk meyakinkan bahwa pengguna napza suntik memahami benar konsekuensi dari program yang diikutinya. Tidak semua pengguna napza suntik dapat mengikuti program rumatan metadon, beberapa kriteria harus dipenuhi. Pemberian zat yang bersifat substitusi ini bersifat jangka panjang, maka dibutuhkan kepatuhan bagi yang memanfaatkannya. Seperti yang terlihat dalam kotak 2 ini:...layanan apa ya untuk mencegah penularan virus HIV...jenisnya VCT, IMS, Metadon, LASS, Kondom... sasaran temen-temen pemakai narkoba suntik... tujuannya mengurangi jumlah penularan virus HIV... metadon gantinya obat/ heroin yang illegal, dengan cara diminum, minum setiap hari, punya rasa kurang lebih sama seperti putau efek sampingnya, mual mau muntah gitu D, Perempuan, 34 tahun 120

Pemanfaatan Layanan Metadon... (Herlin Fitriana K, Antono S)...Untuk mengurangi dampak buruk dari penggunaan narkoba suntik... Metadon, LASS, VCT, Kondom... Pengguna narkoba suntik yang masih aktif... Mengurangi penularan HIV dikalangan pengguna...caranya dengan diminum, dosisnya sesuai aturan dari dokter, minumnya setiap hari, makanya setiap hari datang ke puskesmas, ya ini butuh patuh Y, Laki-laki, 32 tahun Sikap terhadap layanan metadon Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Semua informan menyatakan mempunyai sikap yang positif terhadap layanan metadon di puskesmas. Dengan jawaban yang bervariasi dari informan seperti ada informan yang menyampaikan mendukung layanan tersebut karena terlebih lagi apabila waktu layanan tersebut sesuai dengan aturan tertulis di Puskesmas Gedongtengen. Ada juga informan yang menyampaikan bahwa mendukung layanan tersebut dengan alasan petugas outreach akan menghubungi melalui telepon apabila dirinya terlambat datang ke puskesmas, ada juga yang mendukung dikarenakan dapat mencegah penularan HIV. Walaupun demikian ada juga pengguna napza suntik juga yang belum memanfaatkan layanan harm reduction kemungkinan karena ketidaktahuan akan layanan tersebut disamping itu ketakutan akan adanya mata-mata dari pihak kepolisian. Bahwa dalam bidang kesehatan, penguna napza suntik harus mendapatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan untuk mencegah penyebaran penyakit yang menular melalui darah (blood borne diseases) seperti HIV dan AIDS. Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu sektor tertentu saja akan tetapi melibatkan berbagai sektor pemerintah, lembaga non pemerintah seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak dalam bidang ini, swasta, masyarakat dan mendapat dukungan dari lembaga-lembaga internasional. Berdasarkan hal tersebut, ada baiknya jika membedakan pengurangan dampak buruk sebagai suatu tujuan umum dan sebagai tujuan strategi. Sebagai tujuan umum, semua program dan kebijakan yang berkaitan dengan napza (termasuk kriminalisasi) pada hakikatnya adalah pengurangan dampak buruk yang bertujuan untuk mengurangi berbagai macam dampak buruk yang diakibatkan oleh penggunaan napza. Sebagai suatu strategi, pengurangan dampak buruk secara umum mengarahkan pada suatu program atau kebijakan yang secara khusus mengurangi dampak buruk penggunaan napza dalam konteks kesehatan masyarakat tanpa harus tercapai suatu kondisi terjadinya abstinensi. Dengan demikian tidak semua kebijakan dan program yang berkaitan dengan penggunaan napza adalah pengurangan dampak buruk. Harm reduction lebih menekankan tujuan jangka pendek dari pada tujuan jangka panjang. Upaya pencegahan laju penyebaran HIV harus dilaksanakan sesegera mungkin, jika tidak dilakukan maka semua tujuan jangka panjang seperti penghentian penggunaan napza akan sia-sia Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan merupakan komponen pendukung sikap yang utama. Menurut Anderson (1995) bahwa sikap merupakan salah satu faktor predisposing sehingga seseorang mau untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Komponen ini menggambarkan karakteristik perorangan yang sudah ada sebelum seseorang ini memanfaatkan pelayanan kesehatan. Komponen ini menjadi dasar atau motivasi seseorang untuk berperilaku dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seperti yang terlihat dalam kotak 3 berikut ini: 121

"...Mendukung...yang mau datang berarti mereka merasa butuh layanan itu... yang belum datang ke layanan ini untuk temen-teman yang masih aktif merasa ketakutan yang besar kalau berhubungan dengan puskesmas itu kan dianggap aparat orang orang pemerintahan takutnya malah ditangkap polisi D, Perempuan, 34 tahun...mendukung...ada kesadaran untuk datang itu... ya mungkin karena takut dicap terus didata dikepolisian... I, Laki-laki, 33 tahun Akses layanan metadon Semua informan menyatakan bahwa akses terhadap layanan metadon adalah mudah. Seperti yang disampaikan informan bahwa lokasi puskesmas dekat dari rumah, dapat ditempuh dengan waktu 20 menit dengan mengendarai sepeda motor dan tidak ada hambatan. Informan lain juga menyatakan jaraknya tidak terlalu jauh, tidak ada kesulitan, bahkan karena dekat dengan rumah maka datang ke puskesmas dengan berjalan kaki. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh informan lain bahwa jarak puskesmas dekat kurang lebih 500 meter dari rumah, akses mudah dikarenakan puskesmas Gedongtengan termasuk dekat dengan pusat kota dan tempatnya sangat strategis. Semua informan menyatakan bahwa tidak takut untuk memanfaatkan layanan metadon di puskesmas karena dianggap obat yang legal dari pemerintah sehingga merasa aman untuk memanfaatkannya. Ada sebagian informan yang menyatakan bahwa merasa kesulitan ketika harus datang setiap hari untuk minum metadon pada jam yang sama walaupun begitu informan tetap memanfaatkannya karena sudah mengetahui prosedurnya memang seperti itu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniawan (2009) bahwa jarak pelayanan kesehatan mempengaruhi pemanfaatannya. Menurut Anderson (1995) jarak pelayanan kesehatan dengan rumah akan berpengaruh terhadap pemanfaatan layanan kesehatan. Berdasarkan penelitian di RSKO Jakarta dan RS Sanglah Bali bahwa klien terapi rumatan metadon yang droup out sekitar 40-50% dengan alasan utama karena sulitnya akses menuju tempat layanan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yang menjadikan pertimbangan untuk menentukan sikap individu memilih sumber perawatan adalah jarak yang ditempuh dan tempat tinggal mereka sampai ke tempat sumber perawatan. Seperti yang terlihat dalam kotak 4 berikut ini:...dekat dari rumah...akses mudah, jarak 20 menit dari rumah... tidak ada hambatan cuma diwajibkan setiap hari ya itu, yang rada menganggu, kalau buat saya itu sih harus datang setiap hari... D, Perempuan, 34 tahun...tidak ada kesulitan dan juga mudah tidak sulit, bukan berarti semaunya klien tetap sesuai prosedur... Kadang jalan kaki, pake motor... deket... I, Laki-laki, 33 tahun...akses mudah, apalagi puskesmas ini termasuk deket dengan kota dan menurut ku tempat sangat strategis... Y, Laki-laki, 32 tahun Ketersediaan layanan metadon Bahwa untuk layanan metadon terdapat ruang khusus untuk bertemu dengan dokter, namun pada waktu minum obat dilakukan di ruangan obat. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh dokter penanggung jawab layanan harm reduction di Puskesmas Gedongtengen bahwa terdapat ruangan khusus untuk memberikan layanan metadon yang 122

Pemanfaatan Layanan Metadon... (Herlin Fitriana K, Antono S) terpisah dengan poli umum. Namun khusus ketika minum metadon tidak diruangan tersebut melainkan di ruangan obat puskesmas atas dasar pertimbangan keamanan penyimpanan obat karena klinik metadon terpisah dengan gedung utama Puskesmas Gedongtengen dan belum memenuhi keamanan dalam penyimpanan obat sehingga masih dijadikan satu di ruangan obat secara umum. Sedangkan menurut aturan sarana menyediakan layanan metadon Kemenkes RI No. 350/Menkes/SK/IV/2008 bahwa lokasi program terapi rumatan metadon berada disekitar poli rawat jalan dan sebaiknya ditempatkan di area yang tidak terlalu ramai. Sarana layanan terapi rumatan metadon harus memilki beberapa ruangan yang terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaan kesehatan, konseling individu, konseling kelompok, tempat memberikan obat metadon, penyimpanan sementara, dan penyimpanan metadon. Ruang tempat penyimpanan metadon harus aman dan terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan. Ruang atau loket untuk pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani pada satu saat. Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu adanya pemisah antara pemberi obat dengan penerima metadon. Sehingga jelas bahwa di Puskesmas Gedongtengen sudah tersedia ruangan yang khusus untuk layanan metadon namun belum memenuhi standar sesuai dengan Kemenkes RI No. 350/Menkes/SK/IV/2008 seperti ruang atau loket untuk pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani pada satu saat. Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu adanya pemisah antara pemberi obat dengan penerima metadon dimana di Puskesmas Gedongtengen belum seperti itu, sehingga harus dilakukan penataan ulang pada tempat untuk memberikan layanan metadon agar sesuai dengan aturan tersebut. Pada penelitian ini sebagian besar informan utama menyatakan bahwa di Puskesmas Gedongtengen tersedia dokter, perawat dan petugas outreach. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh dokter bahwa di Puskesmas Gedongtengen terdapat satu orang dokter, dua orang perawat dan petugas outreach. Sebagai dokter umum yang bekerja di poli umum merangkap sebagai dokter yang bertanggung jawab pada layanan harm reduction Puskesmas Gedongtengen. Hal sesuai dengan yang disampaikan oleh petugas outreach bahwa pengguna napza suntik lebih cenderung di utamakan dalam mendapatkan layanan harm reduction di puskesmas tersebut, karena jika mereka menginginkan layanan tidak harus mengantri seperti klien umum tetapi langsung dapat layanan. Jika melihat hal tersebut sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak memanfaatkan layanan metadon di puskesmas. Pada penelitian ini semua informan utama menyatakan bahwa prosedur layanan metadon mudah, tidak dipungut biaya untuk yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Yogyakarta sedangkan untuk yang tidak mempunyai KTP Kota Yogyakarta dipungut biaya sebesar Rp 5000,00. Hal ini menunjukkan keseriusan dari pemerintah Kota Yogyakarta untuk menjalankan layanan harm reduction di puskesmas kepada pengguna napza suntik dengan tidak membebankan biaya layanan bagi yang mempunyai KTP Kota Yogyakarta ini dengan harapan dapat menekan dan mengurangi kejadian HIV. Seperti yang terlihat dalam kalimat pada kotak 5 berikut ini: "...Disini ada, ketemu dokter diruang, khusus untuk minum obat masih didalam tempat umum ditempat obat umum...informasi dari temen- temen, temen-temen penjangkau... buka setiap hari walaupun hari besar tetap buka... waktu terbatas... D, Perempuan, 34 tahun 123

...Ada ruangan khusus untuk metadon, disana itu deket laboratorium... Informasi dari temen temen-penjangkau, leflet... Y, Laki-laki, 32 tahun Hal ini berbeda dengan penelitian Kurniawan (200) bahwa ketersediaan fasilitas dan biaya layanan tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan layanan kesehatan. Menurut Anderson (1995) ketersediaan layanan termasuk dalam faktor pemungkin (enabling) bahwa kondisi yang membuat seseorang mampu melakukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. termasuk dalam komponen ini adalah ketersediaan layanan kesehatan tersebut dan biaya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Biaya yang ringan akan menyebabkan individu tersebut bersedia untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Informasi tentang layanan harm reduction diperoleh dari petugas outreach maupun leafleat yang diberikan. Disamping itu media yang digunakan seperti siaran di radio, informasi layanan di website Puskesmas Gedongtengen, memberikan informasi di stasiun televisi (TVRI) dan adanya penyuluhan kepada komunitas pengguna napza suntik masyarakat umum. Kebutuhan akan layanan metadon Semua informan menyatakan membutuhkan layanan metadon didasarkan karena ingin berhenti dari penggunaan napza. Dengan alasan yang bervariasi yakni sebagian informan yang memanfaatkan layanan metadon menyatakan karena ingin berhenti atau lepas dari ketergantungan terhadap napza, dengan alasan sudah jenuh dan berharap dengan terapi metadon dapat berhenti menggunakan napza bahkan dari metadon. Sebagian kecil informan menyatakan bahwa membutuhkan layanan metadon ini dikarenakan ingin berhenti menggunakan heroin tanpa harus merasakan sakit karena gejala putus obat, dan tidak harus khawatir dengan polisi karena metadon merupakan obat yang bersifat legal. Sebagian kecil informan menyatakan bahwa memanfaatkan layanan metadon merupakan inisiatif sendiri yang pada awalnya hanya karena tidak ada heroin sekalipun ada namun heroin dengan kualitas yang kurang bagus sedangkan informan harus membayar dengan harga yang mahal. Kemudian atas informasi dari teman, informan akhirnya menggunakan metadon sampai dengan sekarang meskipun ada keinginan untuk berhenti dari ketergantungan napza bahkan metadon. Pada hasil penelitian ini menunjukkan dengan alasan yang bervariasi dari informan pada dasarnya mereka menginginkan untuk dapat berhenti dari ketergantungan napza bahkan juga ketergantungan dari metadon walaupun obat tersebut termasuk dalam kategori legal. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi terapi metadon pada umumnya informan mengatakan ingin lepas dari menyuntik dan sudah lelah dengan cara hidup mereka selama ini. Namun dalam konteks harm reduction disini merupakan penanggulangan dan pencegahan yang menekankan pada tujuan jangka pendek dan dilakukan secara cepat dan tepat untuk mengurangi segala dampak buruk akibat penggunaan napza suntik tidak steril serta hubungan seks tanpa kondom yang dapat membuka peluang tertular HIV, hepatitis. Penerapan harm reduction merupakan upaya memotong mata rantai dari penularan HIV dan AIDS di kalangan pengguna napza suntik. Sehingga perlu adanya penekanan bahwa dalam hal pengurangan dampak buruk dari penggunaan napza suntik bagi memanfaatkan layanan metadon tujuannya adalah jangan sampai mereka kembali pada perilaku yang berisiko seperti menggunakan napza suntik tidak steril ataupun secara bergantian dan hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom. 124

Pemanfaatan Layanan Metadon... (Herlin Fitriana K, Antono S) Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh dokter penanggung jawab layanan harm reduction di Puskesmas Gedongtengen bahwa yang datang mengakses layanan berarti ingin mengatasi ketergantungannya terhadap napza, sedangkan untuk yang memanfaatkan layanan alat suntik steril berarti pengguna napza suntik tersebut sudah menyadari jika dirinya beresiko. Menurut petugas outreach bahwa pengguna napza suntik datang ke layanan karena sangat membutuhkan harm reduction karena dia menyatakan bahwa dari pengalaman dirinya dulu terinfeksi HIV AIDS karena tidak paham tentang penyakit tersebut dan untuk mengaskes jarum suntik steril susah sehingga tukar menukar jarum suntik sesama pengguna. Menurut Anderson (1995) bahwa faktor kebutuhan (needs) terhadap layanan kesehatan didasarkan adanya ketidaknyamanan baik yang dirasakan sehingga individu tersebut akan melakukan atau mencari upaya pelayanan kesehatan tersebut. Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan atau tidak. Seperti yang terlihat dalam kalimat pada kotak 6 berikut ini:...inisiatif... emang udah gimana ya nyari duit susah, ada barang lagi kosong, ada barang jelek terus duit keluar gede, mau gak mau putar balik juga...ini liat brosurnya hari ke empat saya coba...ada keinginan untuk berhenti... I, Laki-laki, 33 tahun...ya aku dah jenuh aja, pengen berhenti... Y, Laki-laki, 32 tahun SIMPULAN Semua informan yang memanfaatkan layanan metadon menyatakan membutuhkan layanan metadon didasarkan karena ingin berhenti dari penggunaan napza suntik, padahal dalam konteks pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik tidak sampai pada berhenti pada ketergantungan napza namun tujuan harm reduction adalah jangan sampai mereka kembali pada perilaku yang berisiko seperti menggunakan napza suntik tidak steril ataupun hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom. KEPUSTAKAAN Anderson, R.M. Revisiting the behavior model and acces to medical care:does it matter. Journal of Health and Social Behavior. 1995:36 (3):1-10 diakses tanggal 6 Agustus 2012. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dilaporkan s/d Desember 2011. Jakarta. Kemenkes RI. 2012. Sucahyo P.K,. Siagian F. & Sari K., Memahami Kebutuhan Aktor dan Penggunaan Narkotika Suntik. Universitas Gadjah Mada. PSKK UGM Yogyakarta. 2001. Kemenkes RI No.350/Menkes/SK/IV/2008. Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadon. KPA. Pedoman Prosedur Pelaksanaan Program Pengurangan Dampak Buruk Bagi Pengguna NAPZA Suntik di Puskesmas. Jakarta: KPA.2008. Kurniawan, A., Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan Poliklinik Kesehatan Desa di Kabupaten Purbalingga. 2009, Jawa tengah. Tesis. 125

Kumalasari, T.N., Perilaku Pengguna Napza Suntik (Penasun) terhadap Program Terapi Rumatan Metadon di Rumah Sakit Ernaldi Bahar. 2010. Universitas Sriwijaya Mansrianto, A,. Mengenal Lebih Dalam tentang Harm Reduction. 2006. Available from: http://kabarpositif.blogspot.com/2006/12/ mengenal-lebih-dalam-tentang-harm.html. diakses 12 Desember 2011 Notoatmodjo, S., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. Sutriswanto. Perilaku IDU (Intravenous Drug Users) dalam Menghadapi Bahaya HIV/ AIDS di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah. 2003. 126