BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. This page was created using BCL ALLPDF demo software. To purchase, go to

Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;

BAB 4 Persediaan (inventory)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat sensitif bagi perkembangan financial perusahaan. Dalam akuntansi,

Analisis Sistem Persediaan dalam Akuntansi Mina Sari dan Muhammad Dahria

Analisis Sistem Akuntansi Persediaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dagang merupakan perusahaan yang kegiatan. usahanya melakukan transaksi pembelian barang dagang kemudian untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk kegiatan bisnis untuk dijual tanpa perubahan bentuk atau untuk diproses

Biaya persediaan = Rp ,-

BAB II LANDASAN TEORITIS. Istilah akuntansi untuk persediaan yang digunakan untuk menunjukkan

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak Persediaan. Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA :

Manajemen Persediaan. Penilaian & Pengendalian Persediaan. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi & Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB PERSEDIAAN. Mohammad Aryo Arifin, SE., M.Si., Ak Page 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

2.1.2 Jenis-jenis Persediaan Menurut Carter (2006:40) Jenis-jenis persediaan pada perusahaan manufaktur adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Tinjauan Umum Atas Sistem Informasi Akuntansi. Sistem pada dasarnya adalah sekelompok unsur yang berhubungan erat

Penilaian Persediaan: Pendekatan Kos (Inventory Valuation: Cost Method)

BAB II LANDASAN TEORI Definisi atau Pengertian Persediaan. persediaan dapat diartikan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASANTEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama setiap perusahaan adalah untuk dapat menjual barang atau

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 9 Persediaan. Pengantar Akuntansi, Edisi ke-21 Warren Reeve Fess

Materi: 06 INVENTORIES (PERSEDIAAN) (Sistem Pencatatan & Metode Persediaan)

Materi: 7 INVENTORIES (PERSEDIAAN) (PENILAIAN, ESTIMASI & PERPUTARAN PERSEDIAAN)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mulyadi (2001:5) sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut

BAB II BAHAN RUJUKAN

Akuntansi Persediaan (INVENTORY)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tetapi laba yang besar belum merupakan ukuran perusahaan itu telah bekerja secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk tujuan itu (Fess et al, 2006:452). Menurut PSAK No. 14, persediaan

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai definisi akuntansi terlebih dahulu. Penjelasan mengenai definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Zimmerman (1960) yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Klassifikasi Piutang. mempertahankan langganan-langganan yang sudah ada dan untuk menarik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERHITUNGAN PERSEDIAAN MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DAN MENURUT PERPAJAKAN PADA CV ALAM ABADI MULIA PALEMBANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi

PERSEDIAAN (Penilaian Berdasar Harga Pokok)

BAB 4 PENILAIAN PERSEDIAAN DAN PERHITUNGAN HARGA POKOK PENJUALAN

EVALUASI ATAS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN (PSAK NO. 14) PADA PT. APIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha iv

BAB III SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN PADA PT HERFINTA FARM AND PLANTATION MEDAN. A. Pengertian Persediaan dan Jenis Persediaan

BAB II BAHAN RUJUKAN. Setiap perusahaan, baik itu perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur,

Persediaan (Inventory)

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PT Industri Telekomunikasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persediaan merupakan elemen yang penting bagi keseluruhan aktiva lancar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat penyimpanan lain, baik

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Pengertian Akuntansi Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2001 : 1198 )

PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK KELANCARAN PRODUKSI PADA PT. GRAPHIKA BETON EVA SELVIANTI ( )

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konsep Dasar Sistem Inventory (Persediaan) Konsep dasar dari Sistem Inventori terbagi atas dua pengertian.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

Kalkulasi Biaya Persediaan Makanan

BAB II LANDASAN TEORI. oleh beberapa ilmuan dalam ruang lingkup yang berbeda, antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

COST ACCOUNTING (Akuntansi Biaya) Metode Harga Pokok Pesanan

BAB II TINJAUAN PENELITIAN

Pengujian Substantif Persediaan

BAB II LANDASAN TEORI. penerimaan dengan pengeluaran, tetapi dengan semakin

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian, Tujuan dan Unsur-unsur Pengendalian Intern

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Prosedur Audit Persediaan

PERSEDIAAN A. HARGA PEROLEHAN/HARGA POKOK PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perencanaan dan pengendalian Produksi. Menurut Ilmu Ekonomi, pengertian produksi adalah kegiatan menghasilkan

PERSEDIAAN (Penilaian Berdasar Harga Pokok)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu system yang artinya adalah

Pengertian Persediaan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood (1996:1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Internal 1. Pengertian Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi usaha akurat, dan memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagai mana mestinya. Menurut Mulyadi (2002:180), pengendalian internal adalah suatu proses sampai yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan. 2. Tujuan Pengendalian Internal Tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga tujuan: a. Keandalan informasi keuangan. b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. c. Efektivitas dan efisiensi operasi. 3. Keterbatasan Pengendalian Internal Pengendalian internal memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, diatas telah disebutkan bahwa pengendalian internal hanya memberikan keyakinan memadai, bukan muntlak, kepada manajemen dan dewan komisaris tentang pencapaian tujuan entitas. Berikut ini adalah keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian internal:

a. Kesalahan dalam pertimbangan Seringkali, manajemen dan personel lain dapat salah untuk mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadai informasi, keterbatasan waktu atau tekanan lain. b. Gangguan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. c. Kolusi Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. d. Pengabaian oleh manajemen Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer. 4. Unsur Pengendalian Mulyadi (2002:183) memperkenalkan ada lima unsur pokok pengendalian a. Lingkungan pengendalian. b. Penaksiran risiko. c. Informasi dan komunikasi. d. Aktivitas pengendalian. e. Pemantauan. 5. Penerapan Pengendalian Internal Pengendalian Intern mempunyai beberapa pengertian, yaitu pengendalian internal dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit istilah tersebut

sama dengan pengertian internal check, yaitu dengan membentuk prosedurprosedur mekanis untuk memeriksa ketelitian data administrasi seperti misalnya catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang harus dibuat dalam pembukuan. Dalam arti luas pengendalian internal tidak hanya meliputi pengecekan saja tetapi meliputi semua alat-alat yang digunakan oleh perusahaan atau pimpinan perusahaan untuk mengadakan pengawasan, baik pengawasan fisik, pengawasan akuntansi maupun pengawasan mutu. Pengendalian intern dibidang akuntansi meliputi sistem rencana organisasi dan prosedur-prosedur serta catatan-catatan yang berhubungan dengan pengamanan harta milik dan dapat dipercayanya data keuangan. Pengawasan administrasi meliputi rencana organisasi dan semua cara serta prosedur yang terutama menyangkut efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijaksanaan pimpinan perusahaan dan pada umumnya tidak langsung berhubungan dengan catatan keuangan. B. Pengertian dan Penggologan Persediaan Pengertian Persediaan Untuk dapat lebih memahami persediaan maka terlebih dahulu diuraikan apa yang dimaksud persediaan tersebut. Secara singkat Thodorus (2000:2) mengemukakan bahwa Inventory terdiri dari barang-barang dagangan yang dimaksudkan untuk diperjualbelikan, serta bahan baku dan bahan pembantu yang dipakai dalam produksi dari barang yang akan dijual. Kieso dan Waygant (1995:491) mengemukakan sebagai berikut : Persediaan adalah pos harta yang ditahan untuk dijual dalam kegiatan

usaha yang biasa atau yang akan digunakan untuk dikonsumsi dalam produksi barang yang akan dijual. Sedangkan Sudarsono (1993:106) mengemukakan yang dimaksud dengan persediaan adalah suatu jenis aktiva/barang yang dimiliki suatu perusahaan atau badan usaha (saat) tertentu, yang akan dijual kembali atau dikonsumsi (dipakai) dalam operasi normal perusahaan. Sesuai dengan penjelasan yang telah diuraikan diatas, jelaslah bahwa persediaan itu merupakan faktor yang sangat penting dapat mempengaruhi kelancaran aktivitas perusahaan. Penggolongan persediaan Penggolongan persediaan akan berbeda sesuai dengan jenis perusahaannya. Pada perusahaan dagang biasanya hanya memiliki satu golongan persediaan yaitu persedian barang dagangan, walaupun persediaan tersebut mempuyai jenis yang sangat beragam tanpa memerlukan proses produksi karena telah siap untuk dijual. Sedangkan untuk perusahaan industri penggolongan perediaan secara umum terdiri dari: 1. Persediaan bahan mentah atau baku (raw material) 2. Persediaan barang dalam proses (work in process) 3. Persediaan barang jadi (finished goods) 4. Persediaan bahan pembantu dan perlengkapan (factory of manufacturing supplies) Untuk lebih memahaminya, akan diuraikan penggolongan persediaan dari beberapa literatur. Dyckman (1996:377) mengemukakan, persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Persediaan barang dagang (merchandise inventory). Barang yang digudang (goods on hand) dibeli oleh pengecer atau perusahan perdagangan seperti importir atau exportir untuk dijual kembali. Biasanya, barang yang diperoleh untuk dijual kembali secara fisik tidak diubah oleh perusahaan pembeli; barang-barang tersebut tetap dalam bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya. 2. Persediaan manufactur (manufacturing inventory). Persediaan gabungan dari entitas manufactur, yang terdiri dari; a. Persediaan bahan baku, barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya,dengan menambang)dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. b. Persediaan barang dalam proses. Barang-barang yang membutuhkan pemprosesan lebih lanjut sebelum penyelesaian dan penjualan. c. Persediaan barang jadi. Barang barang manufactur yang telah disesuaikan dan disimpan untuk dijual. d. Persediaan perlengkapan manufaktur. Barang-barang seperti minyak pelumas untuk mesin-mesin, bahan pembersih dan barang lainnya yang merpakan bagian yang kurang penting dari produk jadi. 3. Persediaan rupa-rupa. Barang barang seperti perlengkapan kantor, kebersihan dan penggiriman. C. Akuntansi Persediaan 1. Biaya-Biaya Yang Berhubungan Dengan Persediaan Menurut Skousen (2001:521) mengemukakan : Biaya persediaan terdiri dari seluruh pengeluaran, baik yang lansung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan pembelian, persiapan dan penempatan persediaan untuk dijual. Dalam kasus bahan baku atau barang yang dibeli untuk dijual kembali, biaya termasuk harga pembeliaan, pengiriman, penerimaan, penyimpanan dan seluruh biaya yang terjadi sampai barang siap untuk dijual. Dari penjelasan diatas dapat dikemukakan adanya perolehan persediaan merupakan seluruh pengorbanan yang dilakukan sampai persediaan tersebut siap untuk dijual. Biaya yang berhubungan dengan persediaan pada perusahaan

dagang berbeda dengan perusahaan manufaktur. Pada perusahaan manufaktur biaya persediaan dimulai dengan biaya pengadaan bahan baku yang meliputi biaya pemesanan, biaya pembelian dan biaya penyimpanan. Kemudian biayabiaya yang timbul sehubungan dengan pengolahan bahan baku sampai menjadi barang jadi dan biaya penyimpanan persediaan barang jadi sampai barang tersebut terjual. 2. Sistem Pencatatan Persediaan Sistem pencatatan persediaan merupakan pengelolaan persediaan melalui proses pencatatn sehingga data tentang persediaan dapat tersedia dengan benar. Adapun sistem pencatatan persediaan dapat digolongkan dengan dua cara, yaitu: a. Sistem Periodikal b. Sistem Perpetual Sistem Periodikal Pada sistem ini tidak ada catatan rinci mengenai berapa banyak unit dari jenis persediaan tertentu yang telah terjual. Satu-satunya cara untuk bisa mengetahui persediaan apa yang terjual dan persediaan apa yang tersisa serta jumlahnya adalah dengan melakukan perhitungan fisik secara periodik. Pembelian dicatat dengan mendebit Pembelian dan mengkredit Kas atau Piutang Usaha dan mengkredit Penjualan. Dalam sistem periodik, persediaan akhir hanya diketahui dari perhitungan fisik. Mengenai sistem periodikal ini Niswonger (1997:392) mengemukakan sebagai berikut: Apabila sistem persediaan periodik yang digunakan setiap terjadi penjualan, hanya pendapatan dari penjualan itu yang dicatat. Pada

saat penjualan itu tidak dibuat jurnal untuk mencatat harga pokok barang yang dijual. Akibatnya harus diadakan perhitungan fisik untuk menentukan harga pokok pada akhir periode. Dari pengertian dan ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa semua pemasukan barang (pembelian) dan semua pengeluaran barang (penjualan) tidak dibukukan ke dalam perkiraan Inventory dari barang yang bersangkutan. Sistem Perpetual Dalam sistem persediaan perpetual setiap terjadi mutasi barang dilakukan pencatatan setiap jenis barang yang terjual. Jumlah persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan jumlah stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit Persediaan Barang Dagang dan mengkredit Kas atau Utang Usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan Barang Dagang. Dengan sistem perpetual dapat diketahui barang yang terjual dan jumlah barang yang seharusnyamasih ada dalam persediaan setiap waktu. Bila dihubungkan dengan pengawasan persediaan maka sistem pencatatan perpetual dapat menentukan setiap transaksi persediaan akan langsung berpengaruh pada perkiraan persediaan, sehingga jumlah persediaan dapat diketahui setiap saat baik jumlah kuantitas unit maupun total nilai dari setiap jenis persediaan ataupun setiap tingkat harga perolehan yang berbeda. Adikoesoemah dan Manaris (1997:131) mengemukakan sebagai berikut: Jika dipergunakan sistem perpetual inventory, maka pada setiap transaksi penjualan harus dicatat harga pokok dari bahan-bahan yang dijual sehingga pada setiap saat dapat diketahui jumlah harga pokok dan barang-

barang yang sudah dijual, maupun jumlah harga pokok dari barangbarang yang belum dijual, yang masih ada dalam persediaan. Sedangkan Skousen (2001:516) secara singkat mengemukakan: Sistem persediaan perpetual sistem persediaan dimana detail pencatatan pembelian dan penjualan dibuat. Pada sistem pencatatan perpetual tidak diadakan jurnal penyesuaian karena jumlah persediaan akhir langsung dapat diketahui serta bagian persediaan yang telah menjadi biaya (harga pokok penjualan) juga dapat diketahui. Dari pengertian dan ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa semua pemasukan barang (pembelian) dan semua pengeluaran barang (penjualan) dibukukan ke dalam perkiraan Inventory dari barang yang bersangkutan, masingmasing sebesar harga pembeliannya. Dengan demikian perkiraan Inventory senantiasa menunjukkan keadaan jumlah sisa persediaan barang yang masih ada, beserta mutasi perubahannya. Oleh sebab itu dengan hanya melihat catatan dalam perkiraan ini perusahaan sudah dapat mengetahui beberapa sisa persediaan yang masih ada di gudang tanpa harus menghitung dan menilai secara fisik. 3. Metode Penilaian Persediaan Tujuan penilaian persediaan adalah untuk menentukan berapakah nilai persediaan yang akan dicantumkan ke dalam laporan keuangan yakni Neraca dan Laporan Laba Rugi. Agar suatu laporan menggambarkan nilai realisasi bersih maka harus ditetapkan secara konsisten dan sesuai dengan penilaian persediaan yang berlaku umum.

Dalam penilaian persediaan, baik pencatatan menurut sistem perpetual maupun sistem periodikal, keduanya akan menghadapi masalah penilaian persediaan, karena pada umumnya harga pembelian barang berubah. Sistem perpetual akan memiliki kelemahan penilaian pada setiap kali perusahaan melakukan pembelian, perusahaan harus menghitung harga pokok penjualannya. Sedangkan sistem periodikal akan memiliki kelemahan pada penilaian pada setiap akhir periode. Hal ini disebabkan karena pada akhir periode tersebut perusahaan harus menghitung harga pokok penjualan melalui suatu jurnal penyesuaian yang didasarkan pada hasil perhitungan persediaan secara fisik. Untuk dapat memahami metode penilaian persediaan tersebut, ada beberapa metode penilaian persediaan yang dapat dikenal sebagai berikut: a. Metode Identifikasi Spesifik b. Metode Rata-Rata Tertimbang c. Metode First In First Out (FIFO) d. Metode Last In First Out (LIFO) e. Metode Lower Of Cost Or Market (LOCOM) f. Metode Base Stock g. Metode Gross Profit h. Metode Lieftinck Last In First Out (LILIFO) a. Metode Identifikasi Spesifik Menurut cara ini,setiap barang yang dibeli perusahaan dan dimasukkan ke gudang penyimpanan, diberi tanda pengenal, dimana dalam tanda pengenal tersebut dicantumkan harga pembelian barang yang bersangkutan. Metode

identifikasi spesifik membutuhkan sebuah cara untuk mengidentifikasi biaya historis dari setiap unit persediaan. b. Metode Rata-Rata Tertimbang Metode ini di dasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual harus dibebankan pada biaya rata-rata sesuai dengan unit yang dibeli pada tiap harga. Niswonger (1997:398) merumuskan metode rata-rata tertimbang sebagai berikut: Metode rata-rata tertimbang (weighted avarage method) didasarkan atas asumsi bahwa harga pokok harus dibebankan ke pendapatan menurut harga rata-rata tertimbang per unit dari barang yang dijual. Harga pokok rata-rata tertimbang per unit digunakan juga untuk menentukan harga pokok barang yag masih ada dalam persediaan. Harga pokok rata-rata tertimbang per unit diperoleh dari hasil bagi antara jumlah harga pokok barang yang tersedia untuk dijual dalam satu periode tertentu dengan jumlah unitnya. Sedangkan Skousen (2001:526) mengemukakan secara singkat mengenai metode rata-rata tertimbang sebagai berikut: Metode nilai rata-rata merupakan metode penilaian persediaan yang memasukkan nilai rata-rata yang sama terhadap setiap unit yang terjual dan terhadap setiap item di dalam persediaan. Berdasarkan rumusan di atas maka penetapan biaya persediaan dengan menggunakan cara ini adalah persediaan yang ada di gudang dihitung harga rataratanya. Jadi apabila setiap kali terjadi pembelian, dengan harga pokok persatuannya berbeda dari harga rata-rata persediaan yang ada di gudang, maka harus dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata persatuan yang baru. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang pemakaian metode rata-rata tertimbang dapat kita lihat pada ilustrasi berikut:

Januari 3 persediaan 750 kg @ Rp. 110 Januari 12 pembelian 90 Kg @ Rp. 105 Januari 18 penjualan 500 Kg Januari 20 pembelian 650 Kg @ Rp.105 Januari 21 penjualan 300 Kg Januari 27 pembelian 750 Kg @ Rp.100 Januari 30 penjualan 750 Kg Dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang, maka persediaan akhir dapat dilihat pada table 1 sebagai berikut: TABEL 1 Metode Penilaian: Rata-rata tertimbang Tgl Pembelian Penjualan Sisa Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Per Kg Per Kg Per Kg Rp Rp Rp Rp Rp Rp 3 750 110 82,500 12 900 105 94,500 - - - 1,650 107.27 177,000 18 - - - 500 107.27 53,635 1,150 107.27 123,365 20 650 105 68,250 - - - 1,800 106.45 191,615 21 - - - 300 106.45 31,935 1,500 106.45 159,680 27 750 100 75,000 - - - 2,250 104.30 234,680 30 - - - 750 104.30 78,225 1,500 104.30 156,455 c. Metode FIFO (First In First Out) Menurut cara ini, barang yang masuk (dibeli) lebih awal, dianggap dikeluarkan (dijual) lebih awal pula. Niswonger (1997:396) mengemukakan sebagai berikut: Metode first-in first-out (fifo) untuk menetapkan harga

pokok persediaan didasarkan atas asumsi bahwa harga pokok harus dibebankan pada pendapatan sesuai dengan urutan pembelian barang tersebut. Jadi, persediaan yang masih ada dianggap berasal dari pembelian barang terakhir. Sedangkan Mardiasmo (1995:120) mengemukakan sebagai berikut: Menurut metode yang dikenal dengan singkatan MPKP atau FIFO ini unit barang yang dijual atau dikeluarkan pertama kali dibebani dengan harga pokok dari pembelian yang pertama kali. Pada hakekatnya kebanyakan perusahaan cenderung untuk menjual barang menurut urutan pembelian, hal ini terutama untuk barang dagangan yang mudah rusak dan barang-barang yang corak atau modelnya sering berubah. Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai metode ini maka dapat dilihat pada tabel 2 dari ilustrasi berikut sesuai dengan transaksi sebelumnya.

TABEL 2 Metode Penilaian: FIFO ( First In First Out) Tgl Pembelian Penjualan Sisa Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Kuantitas Harga Jumlah Per Kg Per Kg Per Kg Rp Rp Rp Rp Rp Rp 3 750 110 82,500 - - - - - - 750 110 82,500 12 900 105 94,500 - - - 900 105 94,500 18 - - - 500 110 55,000 250 110 27,500 - - - - - - 900 105 94,500 20 - - - - - - 250 110 27,500 - - - - - - 900 105 94,500 650 105 68,250 - - - 650 105 68,250 21 - - - 250 110 27,500 850 105 89,250 - - - 50 105 5,250 650 105 68,250 27 - - - - - - 850 105 89,250 - - - - - - 650 105 68,250 750 100 75,000 - - - 750 100 75,000 30 - - - 750 105 78,750 100 105 10,500 - - - - - - 650 105 68,250 d. Metode LIFO ( Last In First Out) Menurut cara ini, barang yang masuk (dibeli) lebih awal, dianggap dikeluarkan (dijual) lebih akhir. Dengan demikian sisa persediaan barang pada akhir periode adalah barang-barang yang masuknya (dibeli) paling awal. Niswonger (1997:397) merumuskan metode LIFO sebagai berikut: Untuk menetapkan harga pokok persediaan di dasarkan atas anggapan bahwa harga pokok barang dari pembelian terakhir harus dibebankan ke pendapatan. Jadi, persediaan yang ada dianggap berasal dari harga pokok paling awal.

Sedangkan Skousen (2001:528) mengemukakan sebagai berikut: metode Last In First Out ( LIFO). Suatu metode penilaian persediaan yang mengasumsikan produk yang terjual adalah unit yang paling akhir dibeli atau dimanufactur. Selain itu Theodorus (2000:37) mengemukakan bahwa, metode LIFO dianggap cocok apabila: 1. Inventory terdiri dari barang-barang homogeny. 2. Barang-barang ini merupakan bagian yang penting dalam cost dari produk akhir yang dihasilkan. 3. Inventory ini besar jumlahnya dihubungkan dengan total asset perusahaan. 4. Perputaran inventory ini adalah lambat, umumnya karena diperlukan waktu untuk melakukan processing. 5. Perubahan dalam harga-harga bahan baku cenderung dicerminkan secara cepat di dalam harga barang-barang. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang pemakaian metode LIFO dapat kita lihat pada tabel 3 dari ilustrasi berikut sesuai dengan transaksi terdahulu. e. Metode Lower Of Cost Or Market (LOCOM) Metode LOCOM (Lower Of Or Market) merupakan cara penilaian persediaan akhir yang berdasarkan harga mana yang lebih rendah antara harga pasar dengan harga pembelian barang tersebut. Sehingga pada penilaiannya tidak hanya berdasarkan harga historis barang yang akan dinilai tetapi diperlukan suatu pengamatan harga pasar yang dilakukan oleh perusahaan sebagai pembanding

dalam menetapkan nilai persediaan akhir. Sebagai contoh, harga komputer dan printer secara dramatis turun belakangan ini. Sementara persediaan akhir komputer dan printer yang ada, masih dengan harga lama. Dengan keadaan ini, maka digunakan harga penggantian untuk menilai barang-barang tersebut. Harga penggantian yang digunakan haruslah tidak lebih tinggi daripada nilai bersih yang dapat direalisasi (harga tertinggi) dan tidak lebih rendah dari nilai bersih yang dapat direalisasi setelah dikurangi keuntungan normal (harga terendah). Nilai bersih yang dapat direalisasi merupakan harga jual yang diharapkan setelah dikurangi dengan biaya penjualan. Dalam menerapkan metode LOCOM ada beberapa hal yang perlu di perhatikan: 1. Menggunakan nilai pasar : a. Menggunakan harga pengganti bila harga tersebut terletak di antara harga tertinggi dan terendah. b. Menggunakan harga terendah bila harga pengganti lebih kecil dari harga terendah. c. Menggunakan harga tertinggi bila harga penggantian lebih tinggi dari harga tertinggi 2. Membandingkan nilai pasar dengan harga perolehan dan memilih jumlah yang lebih rendah. Sebagai illustrasi, dimisalkan sisa persediaan akhir barang adalah sebagai berikut:

Pasar ( Rp/Kg) Jenis Barang Jumlah Harga Harga Harga Bersih Harga bersih yang dapat ( Kg ) Beli Penggantian yang dapat direalisasi dikurangi direalisasi Laba Normal Gula pasir Kualitas 1 10,000 170 160 150 100 Kualitas 2 8,000 210 180 230 160 Beras Kualitas 1 30,000 260 210 310 220 Kualitas 2 20,000 190 160 340 250 Dari data di atas, akan ditunjukkan bagaimana LOCOM diterapkan ke setiap jenis persediaan yang terpisah dan ke jumlah persediaan akhir secara keseluruhan. Jenis Barang Jumlah Harga Harga ( Kg ) Perolehan (Rp) Pasar (Rp) Gula Pasir Kualitas 1 10.000 10.000 x 170 = 1.700.000 10.000 x 150 = 1.500.000 Kualitas 2 8.000 8.000 x 210 = 1.680.000 8.000 x 180 = 1.440.000 Beras Kualitas 1 30.000 30.000 x 260 = 7.800.000 30.000 x 220 = 6.600.000 Kualitas 2 20.000 20.000 x 190 = 3.800.000 20.000 x 250 = 5.000.000 14.980.000 14.540.000 Dari data di atas dapat dilihat bahwa harga pasar lebih rendah dari harga perolehan, sehingga nilai persediaan akhir akan dinilai sebesar harga pasar. f. Metode Base Stock Metode base stock merupakan cara penilaian persediaan akhir yang berdasarkan pada suatu jumlah persediaan tertentu sebagai suatu persediaan dasar (base stock) beserta harganya. Jadi bilamana persediaan yang terdapat pada akhir periode jumlahnya ternyata lebih besar dari jumlah persediaan dasar

yang telah ditetapkan maka kelebihannya dinilai dengan harga pasar pada saat itu. Sedangkan bilamana persediaan akhir pada periode yang bersangkutan ternyata lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan sebagai jumlah persediaan dasar maka selisih perbedaannya juga dinilai sesuai dengan harga pasar pada saat itu. Sebagai illustrasi dimisalkan perusahaan menetapkan Base Stock untuk persediaan akhir salah satu jenis persediaan sebesar 3000 Kg dengan harga Rp. 250/Kg, sedangkan harga pasar dari jenis persediaan tersebut adalah Rp. 260/Kg. Jadi apabila persediaan akhir aktual dari jenis persediaan tersebut sebesar 4.000 Kg, maka akan dinilai sebagai berikut: 3.000 Kg x Rp. 250 Rp. 750.000 1.000 Kg x Rp. 260 Rp. 260.000 + Rp. 1.010.000 Sedangkan apabila persediaan akhit aktual dari jenis persediaan tersebut sebesar 2.500 Kg, maka akan dinilai sebagai berikut: 3.000 Kg x Rp. 250 Rp. 750.000 500 Kg x Rp. 260 Rp. 130.000 Rp. 620.000 g. Metode Gross Profit Metode gross profit merupakan cara penilaian persediaan akhir yang berdasarkan selisih antara nilai barang yang siap untuk dijual (available for sale) dengan harga beli barang yang benar-benar terjual (cost of good sold). Adapun nilai barang yang siap untuk dijual tersebut adalah jumlah antara persediaan awal dengan jumlah pembelian bersih yang dilakukan selama periode tersebut. Sedangkan nilai barang yang benar-benar terjual dapat diperhitungkan dari

penjualan bersih selama periode tersebut dikurangi dengan laba kotor yang diperoleh pada periode tersebut. Sebagai illustrasi dimisalkan selama bulan Pebruari terjual barang dengan penjualan bersih sebesar Rp. 100.000.000, saldo persediaan 1 Pebruari sebesar Rp. 15.000.000. Pembelian bersih selama bulan Pebruari sebesar Rp. 65.000.000. Persentase margin kotor (secara historis) sebesar 40 % dari penjualan bersih, maka persediaan akhir dinilai sebagai berikut: Penjualan bersih Rp. 100.000.000 Harga pokok yang dijual: Persediaan awal.rp 15.000.000 Pembelian bersih..rp. 65.000.000 + Jumlah harga pokok yang Tersedia dijual..rp. 80.000.000 Margin kotor:..rp. 100.000.000 x 40 % =...Rp. 40.000.000 - Harga pokok barang yang dijual Rp. 60.000.000 Maka persediaan akhir Rp. 80.000.000 Rp. 60.000.000 = Rp. 20.000.000 h. Metode Lieftinck Last In First Out (LILIFO) Metode LILIFO (Lieftinck Last In First Out) merupakan cara penilaian persediaan akhir yang berdasarkan jumlah persediaan awal suatu periode beserta harganya dijadikan persediaan dasar. Jadi bilamana persediaan akhir periode yang bersangkutan ternyata lebih besar jumlahnya dari jumlah persediaan dasar tersebut, maka kelebihannya dinilai berdasarkan harga pasar pada saat itu, namun apabila jumlah persediaan akhir dari periode yang bersangkutan ternyata lebih kecil dari jumlah persediaan dasar tersebut maka seluruh persediaan

tersebut dinilai sesuai dengan harga persediaan dasar tersebut. Sebagai illustrasi dimisalkan persediaan awal pada bulan Januari sebesar 20.000 Kg dengan harga Rp.250/Kg (sebagai persediaan dasar) dan harga pasar Rp. 260/Kg. Apabila persediaan akhir aktual sebesar 4.000 Kg, maka dinilai seharga harga dasar tersebut: 4.000 Kg x Rp 250.Rp. 1.000.000. Apabila persediaan akhir aktual sebesar 25.000 Kg. Maka persediaan akhir dinilai sebagai berikut: 20.000 x 250 Rp. 5.000.000 5.000 x 260 Rp. 1.300.000 + Rp. 6.300.000 D. Kerangka Konseptual ini: Kerangka konseptual penelitian ini dapat disajikan dalam gambar berikut PT. Pioneerindo Gourmet International, Tbk Cabang Medan. Pengendalian Intern Persediaan Berdasarkan Gambar diatas, bahwa pengendalian intern merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalankan roda perusahaan dan proses pencapaian tujuannya. Apabila pengendalian intern dikelola dengan baik akan mencegah adanya kecurangan dalam persediaan, sehingga dapat menghasilkan sistem pengendalian yang baik dengan memperhatikan prosedur yang telah ditetapkan.