III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka kondisi keuntungan maksimum untuk memproduksi barang Q dengan harga P dapat dicari sebagai berikut: π = P.Q TC () π = P.Q FC VC.. () Kondisi keuntungan maksimum terjadi jika turunan (differensial) pertama sama dengan nol dan turunan kedua adalah negatif. δπ/δq = 0. (3) δπ/δq < 0. (4) δπ/δq = δ (P.Q)/δQ - δfc/δq - δvc/δq.. (5) Dengan asumsi produsen tidak bisa mempengaruhi harga dan biaya tetap tidak dapat dirubah (konstan), maka: δπ/δq = P. (δq )/ δq - 0 - δvc/δq... (6) δπ/δq = P - δvc/δq = 0...... (7) δπ /δq = 0 - δ(δvc/δq )/ δq ( < 0)..... (8) δπ/δq = P. δq - δfc - δvc... (9) Jadi dengan demikian pada kondisi keuntungan maksimum terjadi pada: P = δvc/δq (0)
46 Oleh karena δvc/δq = MC (Marginal Cost), maka persamaan ini dapat dituliskan sebagai: P = MC..() Jika diandaikan biaya variabel terdiri dari satu input, yakni: P = MC = δvc/δq....() P = δ(px.x)/ δq.....(3) P = Px.δX/δQ atau. (4) δq /δx = Px/P...(5) Kondisi δq/δx adalah produksi marginal (MP), sehingga diasumsikan tidak ada stock, maka perilaku produsen dalam memproduksi output-nya sangat ditentukan harga output dan input. Dengan kondisi ini serta dengan mempertimbangkan perubahan teknologi (T), serta dimungkinkan pula respon penawarannya tergantung pada harga modal yang dimiliki, yakni tingkat bunga (i) maka perilaku produsen pupuk melalui fungsi penawaran pupuk Indonesia di pasar domestik dipengaruhi oleh variabel-variabel harga pupuk di pasar domestik, harga produk substitusi pupuk, tingkat teknologi dan tingkat bunga. Secara matematis fungsi penawaran pupuk Indonesia di pasar domestik adalah: Qst = f(pdt, Pst, Tt, i) (6) s dimana: Q t Pd t Ps t T t i = Penawaran pupuk Indonesia pada tahun ke-t = Harga pupuk di pasaran domestik pada tahun ke t = Harga produk substitusi pupuk pada tahun ke-t = Tingkat teknologi pada tahun ke-t = Tingkat bunga
47 3.. Penurunan Fungsi Permintaan Pupuk Seorang petani pengusaha akan selalu berpikir untuk mengalokasikan input seefisien mungkin agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal (profit maximization). Untuk memahami pendekatan di atas, maka diperlukan hubungan input-output yang dinyatakan dalam fungsi produksi. Y = f (X,X,X 3,,X m )... (7) Dimana:Y = produksi X = input produksi yang digunakan Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi suatu perusahaan/usahatani (Beattie Taylor, 996). Untuk menyederhanakan fungsi produksi, maka digunakan dua input faktor dan fungsi produksi ditulis sebagai berikut: Y = f(x,x )... (8) Y adalah jumlah output dan X,X adalah faktor produksi dan fungsi produktifitas marginalnya adalah: TPP Y f ( X, X ) MPP = = = = f... (9) X X X TPP Y f ( X, X ) MPP = = = = f... (0) X X X Jika X dan X dibebaskan berubah dengan perubahan kecil sebesar dan, maka perubahan output-nya adalah: dy = f. + f.... ()
Grafik tiga dimensi Gambar menjelaskan bahwa pengaruh sejajar sumbu X adalah efek dari perubahan X ( Δ X ) sehingga dengan anggapan X konstan, menyebabkan perubahan pada Y ( Δ Y ). Setelah dari titik B, dengan memberlakukan X tetap konstan, maka penambahan X ( Δ X ) (sejajar dengan sumbu X ), menyebabkan perubahan ketinggian Y ( Δ Y ). Jumlah Y dan 48 Δ Δ Y sama dengan Δ Y. Tinggi permukaan fungsi produksi menggambarkan peluang X dan X berada. Permukaan produksi merupakan peluang Y berada. Y C Iso-quant dy dy B dy Iso-quant X X A 0 Gambar. Grafik Pengaruh Perubahan X dan X terhadap Perubahan Y Slope garis singgung suatu titik pada iso-quant merupakan tingkat substitusi suatu faktor dengan faktor lain, sehingga output dapat dipertahankan pada tingkat keluaran tetap/tertentu. Slope iso-quant yang negatif didefinisikan sebagai tingkat substitusi teknis (rate of technical substitution, RTS). f RTS = =... () f
49 RTS dibaca tingkat substitusi teknis dari faktor produksi satu ke faktor dua. Tambahan kata teknis dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa hubungan antara faktor X dan X bersifat teknis semata. Jika diasumsikan biaya yang tersedia adalah terbatas, dan terdiri dari biaya untuk pupuk (X) dan biaya untuk lainnya, seperti tenaga kerja (X), maka dapat dituliskan sebagai berikut: C = PX. X + PX. X... (3) Biaya ini digunakan untuk menghasilkan produk Y, maka pemecahan untuk menghasilkan kondisi maksimisasi ouput diuraikan sebagai berikut: Tujuan : Maksimumkan Y = f ( X,X )...(4) Kendala : C = PX. X + PX. X...(5) Hal ini dapat dipecahkan dengan cara sebagai berikut : Fungsi majemuk : L = f X, X ) + λ [ c ( PX. X + PX. )]...(6) ( X dimana λ adalah angka parameter pengganda Lagrange. Syarat-syarat primer: dl df df = 0 λ. P = 0 λ =...... (7) P dl df df = 0 λ. P = 0 λ =... (8) P dl = C P.X + P.X = 0... (9) Berdasarkan penurunan di atas dapat dilihat bahwa :
df df λ = =...... (30) P P 50 dy P dy =..... (3) P MPP MPP =...... (3) P P f PX RTS = = =....... (33) f PX Jadi dengan demikian, dalam kondisi maksimisasi ouput, penggunaan jumlah pupuk sangat ditentukan oleh harga pupuk dengan harga input lainnya. = f(px, PX ).......(34) Persamaan permintaan pupuk seperti kurang mendekati abstraksi dunia nyata, karena petani produsen bukan memaksimumkan ouput, melainkan memaksimumkan keuntungan. Untuk penyederhanaan persamaan, petani hanya menggunakan satu input. Fungsi produksi dalam kasus menggunakan input produksi tunggal contohnya pupuk, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Y = f X / X )... (35) ( Y adalah output, X adalah faktor variabel pupuk dari input produksi dan X adalah faktor input lainnya yang dianggap tetap (the fixed factor) dan f adalah fungsi. Y diukur dalam ukuran fisik, maka output merupakan Total Physical Product (TPP). Ditinjau dari sudut input/masukan, maka keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = TVP C (FOC), maka: (36) Ketika laba maksimum, kondisi ini disebut sebagai first order condition 5 dπ = 0... (37) dtvp dc = 0 TVP = Py. Y C = Px. X P. dy / P = 0 P. MPP = P y MVP = P x MVP = MC X y x + b First Order Condition (FOC) merupakan syarat perlu (necessary condition), perlu didukung oleh syarat kecukupan (sufficient condition) untuk menentukan laba maksimum. Syarat kedua untuk maksimasi laba (Second Order Condition, SOC), adalah: d π / d( MVP MC) < 0 dmvp < < 0 dmc..... (38) dalam kondisi: Berdasarkan kenyataan tersebut, maka permintaan input pupuk berada Py. MPP = Px atau.... (39) = (Py.dy ) / Px...... (40) Dengan menganggap dy adalah dampak yang ditimbulkan bukan hanya karena pengaruh penggunaan pupuk, namun juga dipengaruhi perubahan luas areal dan teknologi yang digunakan, sehingga fungsi permintaan pupuk dapat dituliskan sebagai berikut:
Dx = f (Px, Py, A, T) (4) 5 Dengan menggabungkan persamaan (4) dan persamaan (5), maka akan diperoleh persamaan permintaan pupuk yang lengkap, yakni: Dx = f (Px, Pi, Py, A, T) (4) dimana: Dx Px Pi Py A T = permintaan pupuk = harga pupuk = harga input lainnya = harga ouput = luas areal = teknologi yang digunakan 3.3. Perilaku Konsumsi Komoditas Pertanian Dalam melihat perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu komoditas, diasumsikan bahwa seorang konsumen adalah rasional, serta memiliki alternatif pilihan yang lengkap dan konsisten tentang sederetan preferensi. Jika fungsi preferensi seorang konsumen diandaikan hanya pada dua barang, yakni barang q dan q, maka preferensi konsumen dapat dituliskan dalam fungsi utilitas : U = f (q,q )...(43) Dalam rangka memaksimumkan kepuasannya, seorang konsumen dibatasi dengan anggarannya, sehingga: Maksimisasi : U = f(q,q )...(44) Kendala : Y = P.q + P. q...(45) dimana: P = harga komoditas q P = harga komoditas q Y = pendapatan konsumen
53 Dengan menggunakan pendekatan Lagrangian, maka kondisi kepuasan seorang konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut: = U - λ (Y - P q + P. q )...(46) / q = U/ q - λp =0...(47) / q = U/ q - λp =0...(48) / λ = Y - P.q + P. q = 0...(49) U/ q - λp = 0 ; λ = ( U/ q ). / P...(50) U/ q - λp = 0 ; λ = ( U/ q ). /P...(5) ( U/ q). /P = ( U/ q ). /P...(5) q / q = P / P...(53) Jadi dengan demikian kepuasan seorang konsumen terjadi jika q / q sama dengan MRS (Marginal Rate of Substitution) dan sama dengan rasio harganya. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh perubahan harga barang alternatifnya (P ), pendapatan konsumen (Y), serta perubahan selera (S). Disamping itu karena kurva permintaan tersebut diturunkan dari individu konsumen, maka jumlah permintaan barang akan meningkat, jika jumlah konsumennya bertambah (POP). Oleh karena itu perilaku permintaan untuk komoditas q (Q D) secara matematis dapat diturunkan sebagai berikut: QD = f( P, P, Y, S, POP).. (54) Perilaku konsumen terhadap suatu barang diukur dengan elastisitasnya. Elastisitas harga sendiri nilainya adalah negatif terhadap jumlah barang yang dimintanya, sedangkan untuk elastisitas lainnya sangat ditentukan jenis barangnya apakah barang tersebut merupakan barang substitusi atau komplementer (Tabel 3).
54 Jika persamaan (54) berbentuk linier dan mengabaikan selera konsumen, maka dapat dituliskan sebagai : QD = β 0 - β P + β P + β 3 Y + β 4 POP (55) Tabel 3. Perilaku Konsumen berdasarkan Ukuran Elastisitas Jenis Elastisitas Permintaan Ukuran Harga sendiri ed =( Q /Q )/( P /P ) Harga silang ed =( Q /Q )/( P /P ) Pendapatan ed Y =( Q /Q )/( Y /Y ) Keterangan ed < (inelastis) > (elastis) ed < 0 (komplemen) = 0 (netral) >0 (substitusi) ed Y < 0 (inferior) > 0 (normal) Sehingga besarnya elastisitas dapat dihitung: Harga sendiri ed = β (P /Q ). (56) Harga silang ed = β (P /P )... (57) Pendapatan ed Y = β 3 (P /Y)... (58) 3.4. Perilaku Produksi Komoditas Pertanian Perilaku produsen adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri dari biaya tetap FC dan biaya variabel (VC), maka kondisi maksimum keuntungann untuk memproduksi barang Q dengan harga P dapat dicari sebagaimana telah diuraikan pada pokok bahasan sebelumnya. Kondisi keuntungan maksimum terjadi pada: P = δvc/δq....(59)
55 Oleh karena δvc/δq= MC (marginal cost), maka persamaan ini dituliskan sebagai: P = MC. (60) Tabel 4. Perilaku Produsen berdasarkan Ukuran Elastisitas Jenis Elastisitas Permintaan Ukuran Keterangan Harga sendiri es = ( Q /Q )/( P /P ) es < (inelastis) > (elastis) Harga silang es = ( Q /Q )/( P /P ) es < 0 (substitut) = 0 (netral) > 0 (komplemen) Pendapatan e i = ( Q /Q )/( Y /Y) e i < 0 Persamaan ini disebut fungsi penawaran. Kondisi ini dengan pertimbangan perubahan teknologi (T) dan respon penawaran tergantung pada komoditas alternatif (P ), maka perilaku produsen melalui fungsi penawaran (Q S) dapat diindentifikasi sebagai berikut: Qs t = f(pd t, Ps t, T t, i)....(6) s dimana:q t Pd t Ps t T t i = Penawaran komoditas pertanian Indonesia pada tahun ke-t = Harga komoditas pertanian di pasaran domestik tahun ke t = Harga produk substitusi komoditas pertanian tahun ke-t = Tingkat teknologi pada tahun ke-t = Tingkat bunga Parameter perilaku konsumen atau produsen terhadap suatu barang adalah elastisitas. Tanda elastisitas harga adalah positif, sedangkan respon terhadap perubahan harga komoditas lain sangat tergantung pada barang bersifat komplemen, subtitusi ataukah netral. Tanda elastisitas perubahan harga input adalah negatif.
56 Perilaku produsen pada komoditas pertanian tanaman musiman dapat diketahui secara tidak langsung melalui persamaan luas areal tanaman (A). Persamaan penawaran (QS) adalah luas areal dikalikan produktifitas (y) dan produktifitas dipengaruhi harga input, tingkat bunga dan luas areal, sehingga fungsi di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: A y = f(p, P, Px, T).... (6) = f(px, I, A)....(63) QS = A*y.....(64) 3.5. Dampak Pencabutan Subsidi Pupuk terhadap Kinerja Perekonomian Sektor Pertanian di Indonesia Salah satu tolok ukur kinerja perekonomian sektor pertanian adalah produksi pertanian. Produksi dipengaruhi oleh faktor-faktor input yang digunakan, dimana salah satunya adalah penggunaan pupuk. Pencabutan subsidi pada harga pupuk, akan mempengaruhi pola produksi dan konsumsi pupuk, dan selanjutnya akan mempengaruhi pola produksi dan konsumsi produk-produk pertanian yang menggunakan faktor input pupuk. Jika untuk memproduksi produk pertanian diasumsikan hanya menggunakan satu faktor input, yaitu pupuk, maka pada Gambar 3. digambarkan pengaruh pencabutan subsidi pada produksi dan selanjutnya akan mempengaruhi kinerja perekonomian sektor pertanian. Di pasar input (pupuk) pada Gambar 3a. keseimbangan permintaan dan penawaran pupuk ketika harga pupuk mendapatkan subsidi (P 0 ) terjadi di titik A, dimana jumlah pupuk yang diminta X 0. Pada fungsi produksi (Gambar 3b), bila jumlah pupuk sebesar X 0 digunakan untuk produksi, akan menghasilkan produksi
57 sebesar Q 0. Di pasar output (Gambar 3d), ketika produksi sebesar Q 0, maka keseimbangan penawaran dan permintaan terjadi pada titik E, dimana harga yang terbentuk adalah P. P S 3 P 3 P F E S (d) Pasar Ouput (Pertanian) 0 D Q Q 0 Q Q (b) Fungsi Produksi Q Q 0 Q D C Q=f(x) Q 0 Q (c) Diagram pembantu 0 X X 0 X 0 Q Q 0 Q Px S S 0 B P P 0 A (a) Pasar Pupuk 0 D 0 X X 0 X Gambar 3. Dampak Pencabutan Subsidi Faktor Input terhadap Pasar Output
58 Bila pemerintah mencabut subsidi terhadap harga pupuk, maka harga pupuk pada Gambar 3a. akan naik dari P 0 menjadi P, yang akan menyebabkan permintaan pupuk akan turun dari X 0 menjadi X. Kurva penawaran bergeser dari S 0 menjadi S dan keseimbangan penawaran dan permintaan pupuk setelah subsidinya dicabut adalah titik B. Pada Gambar 3b, penurunan jumlah pupuk dari X 0 menjadi X, mengakibatkan produksi turun dari Q 0 menjadi Q. Pada pasar output Gambar 3d, penurunan produksi dari Q 0 menjadi Q menyebabkan kurva penawaran akan bergeser ke kiri, yaitu dari S ke S 3. Keseimbangan permintaan dan penawaran terjadi di titik F, dimana harga yang baru yang terbentuk adalah P 3. Dengan demikian, pencabutan subsidi pupuk akan mengakibatkan berkurangnya produksi produk-produk pertanian dan harga produk-produk pertanian naik. Karena itu pencabutan subsidi pupuk akan menurunkan kinerja perekonomian sektor pertanian (ceteris paribus). Kerangka pemikiran berkenaan dengan pencabutan subsidi pupuk di atas mendasarkan pada asumsi adanya rasionalitas dari pelaku kegiatan ekonomi baik bagi pelaku industri pupuk maupun tanaman pangan. Dengan demikian, pada saat tersebut kurva produksi berada pada kondisi peningkatan pengembalian yang semakin menurun, dalam konteks pengembalian atas skala disebut sebagai decreasing return to scale.