BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
1. KBRI-Kuala Lumpur tidak optimal dalam menjalankan fungsi dan misi diplomatik dalam situasi perundingan/negosiasi terkait penyelesaian kasus

: Diplomasi dan Negosiasi : Andrias Darmayadi, M.Si. Memahami Diplomasi

Bab 5. KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki hubungan yang cukup baik dengan negara-negara di kawasan Asia

I. PENDAHULUAN. setelah China, India, dan USA. Kondisi ini menyebabkan jumlah pencari kerja

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah pada tahun 2009 menerapkan kebijakan moratorium dalam rangka

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Hubungan Internasional untuk memenuhi national interest nya masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. kecil, memaksa para perempuan untuk menjadi tenaga kerja wanita di luar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-3 Kedudukan Perwakilan Diplomatik di Indonesia

TENAGA KERJA INDONESIA: ANTARA KESEMPATAN KERJA, KUALITAS, DAN PERLINDUNGAN. Penyunting: Sali Susiana

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang seperti teknologi, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN [GBPP]

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

TUGAS AKHIR SEMESTER GANJIL

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, tingkat pendidikan dan keahlian yang rendah juga menjadi salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB V PENUTUP. dalam mengadvokasi buruh migran perempuan Indonesia di Malaysia dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Seiring tingginya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II ISU BURUH MIGRAN DAN MIGRANT CARE. CARE sebagai Non-Government Organization. Pembahasan tentang sejarah baik dari

Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASPEK-ASPEK HUKUM DAN HAM TERKAIT PERLINDUNGAN TKI DI LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

MATRIKS BUKU I RKP 2011

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Laut Bering lepas pantai Chukotka, Rusia. Juru bicara Kementerian Kelautan

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menghadapinya. Menurut Reivich dan Shatte (2002), bahwa kapasitas seseorang

BAB V PENUTUP. 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada. dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional.

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

Tim Analisis Isi Media. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Medan Kementerian Komunikasi dan Informatika

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Karena manusia merupakan makhluk

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara yang diwakilinya

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

melakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai aktor utama melakukan kerjasama dengan negara lain yang bersifat lintas

MEKANISME PENANGANAN KELUHAN

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN. human trafficking di Indonesia yang berkedok dengan menjadi TKI di luar negeri

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

INTER-PARLIAMENTARY UNION DAN AGENDA GLOBAL ABAD 21

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

RENCANA STRATEGIS KBRI BRATISLAVA

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I. A. Latar Belakang

RINGKASAN. vii. Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER

SEJAK 2011, BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REKOMENDASIKAN MORATORIUM PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA KE TIMUR TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. telah membentuk dunia yang tanpa batas, karena itu negara-negara tidak

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

Pedoman Pengecualian Informasi Berdasarkan UU No.14 Tahun 2008

RechtsVinding Online. manusiawi selama masa penampungan;

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia merupakan ujung tombak

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

Transkripsi:

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Pemilihan judul skripsi didasarkan pada permasalahan mengenai tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia sektor domestik yang bekerja di Malaysia. Terutama mengenai perlakuan yang diterima oleh para TKI/Wanita di Malaysia yang terkadang hingga keluar dari batas manusiawi. Padahal sumbangsih para TKI/Wanita yang bekerja di sektor domestik Malaysia terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga di Indonesia sangatlah besar, dimana salah satu niatan mereka untuk menjadi TKI/Wanita adalah membebaskan keluarga dari kehidupan ekonomi yang tidak menentu. Malaysia menjadi salah satu negara tujuan pengiriman TKI/Wanita dengan tingkat kompleksitas permasalahan terumit bagi para TKI/Wanita di sektor domestiknya karena eskalasi jumlah kasus penganiayaan, eksploitasi serta ancaman hukuman pidana, selalu mengalami peningkatan yang cukup pesat pada tiap tahunnya. Selain itu, persoalan tidak adanya hukum dan kebijakan yang komprehensif di Malaysia terkait perlindungan Tenaga Kerja Asing, kondisi keamanan di Malaysia, minimnya pelayanan perlindungan, minimnya informasi mengenai hak, hukum dan kebijakan di Malaysia serta sulitnya aspek berkomnuikasi juga menjadi berbagai macam persoalan yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan secara sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, penulisan skripsi terutama diinspirasi oleh kejadian dianiayanya Nirmala Bonat pada mei 2004, seorang PRT migran yang bekerja di Malaysia dan mengalami penyiksaan dari majikannya berupa penyiraman air panas dan pemukulan di kepalanya. 1 Melalui kasus inilah kemudian tindak kekerasan terhadap TKI/Wanita di Malaysia menjadi pembicaraan umum di Indonesia dan media pun mulai mengekspose berbagai kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap TKI/Wanita lainnya. 1 Nirmala Bonat Tak Lelah Menunggu Keadilan (online), <http://www.tempo.co/read/news/2012/09/15/173429664/nirmala-bonat-tak-lelah- Menunggu-Keadilan>, diakses 20 Januari 2013. 1

Sedangkan perlindungan terhadap TKI/Wanita secara prosedural sebenarnya menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri. Namun dalam mekanisme pelaksanaan di luar negeri khususnya di Malaysia, KBRI di Kuala Lumpur memiliki peran yang sangat penting karena menjadi aktor pertama yang akan menerima laporan mengenai tindakan pelanggaran terhadap perlindungan TKI/Wanita yang bekerja di Malaysia, serta KBRI pula aktor yang akan menjadi ujung tombak pemberian perlindungan terhadap TKI/Wanita di Malaysia melalui proses-proses negosiasi/perundingan dengan pihak Malaysia terkait penjaminan hak-hak TKI/Wanita sebagai korban kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan. Hal tersebut dikarenakan KBRI di Kuala Lumpur merupakan perwakilan pemerintah Indonesia (Kementerian Luar Negeri) yang berfungsi sebagai sarana penghubung dan aktor diplomatik antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara yang menjadi tujuan penempatan TKI/Wanita. Berdasarkan penjelasan tersebut, peran KBRI dalam menerapkan mekanisme perlindungan TKI/Wanita di Malaysia menjadi hal yang menarik untuk dianalisa lebih lanjut karena dengan vitalnya peran KBRI dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita yang bermasalah di luar negeri, sangat menentukan tingkat efektifitas dari mekanisme perlindungan tersebut. Oleh karena itulah penulisan skripsi ini mempunyai motivasi untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya menganalisa baik dan buruknya mekanisme perlindungan terhadap TKI/Wanita oleh KBRI. Dimana TKI/Wanita juga merupakan warga negara Indonesia yang sudah selayaknya mendapatkan perlindungan di tempat kerjanya. B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana penerapan layanan diplomatik Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur dalam mengatasi kasus Nirmala Bonat, Nurul Aida, Siti Hajar dan Winfaidah? Mengapa mekanisme perlindungan yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia terhadap TKI/Wanita di Malaysia tidak berjalan secara efektif? 2

C. KERANGKA KONSEPTUAL Dalam menjawab rumusan masalah, Penulis akan menggunakan beberapa konsep, diantaranya adalah Characteristic of Diplomatic Services (R.G. Feltham), Function and Mission of Diplomatic Process (Lord Strang) dan New Security Agenda (John Roper). Hal tersebut dikarenakan diperlukannya alat bantu analisis yang dapat menggambarkan mekanisme langkah-langkah diplomatik yang diambil oleh KBRI dalam menyelesaikan permasalahan perlindungan TKI/Wanita di negara tujuan. Characteristic of Diplomatic Services digunakan untuk menganalisa signifikansi kendala-kendala yang mengarah kepada sifat kerja dan layanan diplomatik KBRI dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita yang terkena jerat hukum dan membutuhkan perlindungan. Function and Mission of Diplomatic Process digunakan untuk mengidentifikasi langkah-langkah diplomatik yang telah dilakukan oleh KBRI di Malaysia dalam memberikan perlindungan terhadap TKI/Wantia di negara tujuan. Hal tersebut dikarenakan Function and Mission of Diplomatic Process dapat mengidentifikasi interaksi politik serta teknik yang digunakan oleh sebuah negara untuk melakukan negosiasi dalam menyelesaikan permasalahan di level internasional. Sedangkan New Security Agenda digunakan untuk menganalisa studi kasus KBRI dalam menyelesaikan beberapa permasalahan tentang perlindungan TKI/Wanita di negara tujuan, dengan melihat apakah Hak Asasi Manusia khususnya dalam perlindungan TKI/Wanita telah menjadi agenda utama KBRI di Malaysia dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai perwakilan diplomatik pemerintah Indonesia. Hal tersebut dikarenakan New Security Agenda dapat membantu menganalisa isu-isu baru yang menjadi perhatian suatu negara yang dianggap sama pentingnya dengan isu keamanan dan pertahanan di negara tersebut. 3

Characteristic of Diplomatic Services Menurut R.G. Feltham dalam buku yang berjudul Hubungan Diplomatik Republik Indonesia, karakteristik layanan diplomatik suatu kedutaan sangat bergantung kepada peran Kepala misi diplomatik atau duta besar. Meskipun dalam memberikan pelayanan diplomatik melalui perundingan maupun negosiasi, seorang duta besar maupun stafnya sudah tidak lagi relevan untuk menuntut hak bertemu dengan kepala negara, tetapi ia berhak untuk meminta bertemu dengan kepala pemerintahan (Menteri Luar Negeri negara penerima) guna merundingkan persoalan yang menyangkut kedua negeri. Tetapi mengenai soal-soal rutin seperti pelayanan-pelayanan administratif biasanya dilaksanakan oleh seorang anggota staf diplomatik dan atase-atase dari misi diplomatik. 2 Sedangkan bila seorang Menteri Luar Negeri hendak menyampaikan suatu pesan termasuk nota-nota diplomatik dan mekanisme-mekanisme perundingan kepada negara lain, hanya bisa dilaksanakan melalui perwakilan diplomatiknya di luar negeri. Sedangkan secara garis besar, tanggung jawab duta besar maupun para staf diplomatik kedutaan sebagai pelaksana misi diplomatik adalah melaksanakan instruksi-instruksi kementerian luar negeri dan melaporkan kembali kepada Menteri Luar Negeri mengenai informasi yang diminta termasuk hasil perundingan dan negosiasi dengan negara Penerima. Tetapi pihak Kementerian Luar Negeri berharap agar seorang duta besar dapat menggunakan perspektifnya sendiri dalam merekomendasikan sebuah keputusan politik, dengan catatan sesuai dengan tujuan nasional pemerintahannya. Sehingga hubungan antara Kementerian Luar Negeri dengan kepala-kepala misi diplomatik adalah mengenai persoalan pemberian dan penerimaan informasi, serta untuk menentukan tingkatan, apakah pihak kementerian atau kedutaan yang lebih penting dalam menentukan suatu keputusan politik. 2 C.S.T. Kansil, Hubungan Diiplomatik Republik Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, halaman 267. 4

Jika keputusan-keputusan politik pada dasarnya ditentukan oleh Kementerian Luar Negeri dan tugas duta besar beserta stafnya hanya fokus pada pelaksanaan, maka prioritas akan berhubungan dengan jumlah staf (dan kemampuannya) yang ditempatkan di luar negeri. Akan tetapi jika penentu keputusan politik sangat dipengaruhi oleh duta besar, maka fungsi dan jumlah staf Kementerian Luar Negeri akan relatif kecil, sedangkan pos-pos di luar negeri akan diberi staf yang kuat. Akan tetapi Kementerian Luar Negeri akan tetap memegang peranan terpenting dalam menentukan langkah diplomatik kedutaan, karena Kementerian Luar Negeri berhak untuk menentukan mengirim siapa, kemana dan untuk berapa lama, seorang diplomat bekerja dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada. Hal tersebut dikarenakan Kementerian Luar Negeri merupakan saluran yang harus dilewati oleh semua perwakilan menuju ke pemerintah, dalam memberikan informasi maupun keputusan politik. Jika informasi maupun keputusan politik yang harus segera direspon bersifat sangat teknis, maka Kementerian Luar Negeri dapat memberikan kuasa kepada bagian teknis yang bersangkutan untuk melakukan korespondensi lanjutan. Tetapi pendekatan pertama dan semua soal penting harus dialamatkan ke Kementerian Luar Negeri. Sedangkan dalam mengidentifikasi jenis layanan diplomatik suatu negara, Brian White menjelaskan dalam bukunya yang berjudul The Globalization of World Politics : An Introduction to International Relations, identifikasi layanan diplomatik suatu negara dapat diidentifikasi melalui langkah-langkah diplomatik yang diambil oleh negara tersebut. 3 Dimana terdapat dua karakteristik utama langkah diplomatik, pertama adalah yang bersifat konvensional, beberapa karakter yang bersifat konvensional diantaranya adalah : 3 Brian White, Diplomacy dalam John Baylis dan Steve Smith (ed.), The Globalization of World Politics : An Introduction to International Relations, Oxford University Press, New York, 1998, halaman 103. 5

1. Secara struktural, diplomsi tradisional lebih bersifat pada suatu bentuk proses komunikasi antara negara satu dengan negara lain secara resmi daripada bentuk organisasi politik lainnya, sehingga proses diplomasi ini sering disebut sebagai First-track Diplomacy atau dengan kata lain diplomasi yang bersifat State-based Activity. 2. Diatur dalam suatu dasar hubungan bilateral yang besar dan biasanya dilakukan secara rahasia serta memiliki peraturan dan prosedur yang khusus, hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah dalam menjaga segala bentuk negosiasi antar pemerintah secara rahasia. 3. Berkenaan dengan agenda, langkah diplomasi konvensional memiliki agenda yang berorientasikan high politics, seperti isu perang, perjanjian damai, serta permasalahan batas negara. Sedangkan langkah diplomatik yang bersifat non konvensional, menurut White karakteristiknya adalah : 1. Lebih bersifat terbuka pada publik, untuk meminimalisir prasangka buruk publik yang diakibatkan oleh sifat rahasia dalam langkah-langkah diplomatik suatu negara. 2. Sering disebut sebagai Second-track Diplomacy yang tidak hanya melibatkan peran pemerintah dalam menjalankan misi diplomasi, namun juga melibatkan lebih dari satu aktor, baik aktor Intergovernmental Organiations, Non Governmental Organization, MNC atau bahkan individu. 3. Diplomasi non konvensional tidak hanya terbatas pada agenda yang bersifat high politics, namun juga kepada agenda yang bersifat low politics seperti masalah ekonomi, sosial, kesejahteraan dan hak asasi manusia. Demikian halnya dengan peran KBRI dalam memberikan pelayanan perlindungan bagi TKI/Wanita di luar negeri. Identifikasi langkah-langkah diplomatik KBRI ke dalam diplomasi yang berjenis konvensional atau non konvensional terhadap pelayanan perlindungan TKI/Wanita menjadi hal yang 6

penting karena efektifitas pelayanan akan sangat bergantung pada tipe layanan yang diberikan oleh KBRI. Dikatakan efektif bila KBRI dalam memberikan layanan memang telah menempatkan isu maupun mekanisme layanan terhadap TKI/Wanita sebagai fokus utama dalam bekerja, demikian pula sebaliknya. Function and Mission of Diplomatic Process Lord Strang dalam bukunya yang berjudul Foreign Office menyebutkan bahwa cara paling efektif dalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan Internasional adalah dengan ketenangan dan mengedepankan sifat saling ketergantungan, melalui berbagai macam diskusi atau perundingan yang diperlancar oleh hubungan-hubungan pribadi yang baik oleh aktor-aktor internasional. 4 Salah satunya dengan mengedepankan fungsi kedutaan di negara penerima, yaitu merepresentasikan negara pengirim secara total untuk menjalin hubungan baik dan kerjasama dalam hubungan bilateral, hubungan yang dijalin tidak hanya dengan pemerintah negara penerima, tetapi juga dengan seluruh institusi maupun pihak yang terkait dalam memajukan kerjasama bilateral. Hal tersebut dikarenakan langkah-langkah diplomatik kedutaan merupakan mata rantai penyambung hubungan antara negara pengirim dan negara penerima. Secara spesifik, Lord Strang menyebutkan misi dan fungsi diplomatik kedutaan adalah 1) Fungsi Negosiasi, dimana kemampuan dan keterampilan dalam melakukan negosiasi merupakan suatu conditio sine qua non (kemutlakan yang tidak bisa ditawar) yang harus dimiliki oleh para diplomat, hal tersebut dikarenakan pencapaian tujuan nasional melalui agreement dianggap jauh lebih aman dan lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan menggunakan caracara koersif. 2) Fungsi Observasi, kedutaan harus melaporkan perkembangan yang terjadi di negara penerima kepada negara pengirim, beserta langkah-langkah sebagai wujud respon fenomena internasional yang kemudian dituangkan ke dalam kebijakan-kebijakan selanjutnya bagi negara pengirim. 3) Fungsi Proteksi, kedutaan di negara penerima harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak 4 Lord Strang, The Foreign Office, Oxford Univerisity Press, New York, 1965, halaman 226. 7

terhadap warga negaranya yang berada di negara penerima, hanya saja perlindungan dapat diberikan bila terdapat warga negara yang meminta perlindungan terhadap kedutaan, kemudian dilakukan langkah-langkah perlindungan yang sesuai dengan Hukum Internasional. Relevansi fungsi dan misi dari proses diplomatik dalam kasus perlindungan TKI/Wanita oleh KBRI dapat dilihat melalui langkah-langkah layanan diplomatik yang telah dilakukan oleh KBRI selama memberikan perlindungan terhadap TKI/Wanita di luar negeri, dimana fungsi dari proses diplomatik merupakan landasan utama yang menjadi acuan cara kerja birokrasi KBRI dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bila KBRI telah menjalankan fungsi dan misi proses diplomatik yang ada, termasuk dalam kasus pemberian perlindungan terhadap TKI/Wanita dari tindakan kekerasan dan subordinatif, maka keefektifan layanan diplomatik yang diberikan oleh KBRI dapat dikatakan telah berjalan secara maksimal dan sesuai dengan landasan hukum yang ada. New Security Agenda John Roper mengemukakan bahwa konsep keamanan saat ini telah memasuki ranah non konvensional. Bila dahulu konsep keamanan hanya diidentikkan dengan asumsi aman dari segala bentuk peperangan, akan tetapi di era modern konsep keamanan telah bergeser dalam aspek-aspek yang lebih visioner seperti lingkungan, kependudukan, sumber daya alam, hak asasi manusia, dan tekhnologi. 5 Pergeseran tersebut terjadi dikarenakan negara-negara mulai mengubah kepentingan nasionalnya dari mempertahankan identitas nasional maupun memperkuat aspek militer untuk melindungi teritorinya, menjadi berbagai macam aspek yang lebih bersifat ekonomis, prestis dan global. Dengan adanya perubahan konsep keamanan tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi interaksi suatu negara dalam ranah internasional demi mempertahankan atau meningkatkan aspek-aspek keamanan non konvensional mereka. 5 John Roper, Thinking about Security after the Cold war dalam Roland Dannreuther (ed.), International Security Contemporary Agenda, Polity Press, Cambridge, 2007, halaman 13. 8

Demikian halnya dengan KBRI dalam menyelesaikan berbagai permasalahan mengenai perlindungan TKI/Wanita di luar negeri. Isu mengenai perlindungan terhadap hak asasi manusia dan isu mengenai migrasi internasional merupakan suatu isu keamanan non konvensional yang harus diselesaikan oleh KBRI sebagai perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri. Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia khususnya TKI/Wanita menjadi salah satu tolak ukur kefektifan KBRI dalam menjalankan peran dan fungsinya, yang menyangkut tentang konsep keamanan secara non konvensional D. ARGUMENTASI UTAMA 1. Penerapan layanan diplomatik yang dilakukan oleh KBRI di Kuala Lumpur dalam mengatasi kasus Nirmala Bonat, Nurul Aida, Siti Hajar dan Winfaidah sangat bergantung pada peranan Tim Negosiasi dari KBRI. Hal tersebut dikarenakan pengorganisasian layanan diplomatik oleh Tim Negosiasi KBRI berdasarkan atas arahan dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, yang sesuai dengan UU No. 37 tahun 1999 mengenai Hubungan Luar Negeri Indonesia. 2. Mekanisme perlindungan yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia terhadap TKI/Wanita di Malaysia tidak berjalan secara efektif karena : a. KBRI-Kuala Lumpur tidak optimal dalam menjalankan fungsi dan misi diplomatik, terutama dalam kasus Nirmala Bonat, Nurul Aida, Siti Hajar dan Winfaidah. b. Kendala dalam layanan perburuhan di Malaysia, yaitu terdapatnya kasus-kasus pungutan liar terhadap TKI/Wanita oleh oknum KBRI- Kuala Lumpur. c. Persoalan signifikansi isu HAM dan migrasi perburuhan bagi KBRI- Kuala Lumpur, dimana persoalan perbatasan, keamanan dan kerjsama di bidang hukum masih menjadi fokus utama KBRI di Malaysia. d. Persoalan kuantitas dan rendahnya kualitas TKI/Wanita di Malaysia. Hal tersebut dibuktikan melalui jumlah TKI/Wanita yang bekerja di 9

Malaysia tidak sebanding dengan jumlah staf KBRI yang dapat memberikan pelayanan diplomatik, serta dominannya TKI/Wanita yang hanya bekerja di sektor domestik Malaysia. E. METODE PENELITIAN Penulisan skripsi selanjutnya akan terdiri dari beberapa proses, yaitu : 1. Proses pengumpulan data Dalam proses mengumpulkan data, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan norma, nilai ataupun sikap yang berkaitan dengan subjek penelitian yang diperoleh dari beberapa sumber, seperti sumber literatur, artikel maupun jurnal internet. Misalnya penulis akan melihat lebih jauh signifikansi peran KBRI dalam menangani subordinasi yang dialami oleh para buruh migran perempuan Indonesia yang bekerja sebagai tenaga kerja informal di Malaysia. Sedangkan Metode Penelitian Kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berasal dari hasil survey dan hasil-hasil pengamatan yang berbasis angka, baik berupa grafik, tabel maupun persentase yang berkaitan dengan efektifitas KBRI dalam memberikan perlindungan terhadap TKI di Luar negeri, misalnya data grafik tentang jumlah permasalahan TKI yang terjadi di Malaysia. 2. Proses pengolahan data Dalam proses pengolahan data, penulis akan melakukan pengolahan data yang disesuaikan dengan tujuan dari penulisan skripsi pada tahap selanjutnya. Penulis akan menggolongkan data, mengidentifikasi dan menghubungkan data-data yang diperoleh. Misalnya penulis akan menggolongkan data berdasarkan tahapan-tahapan diplomatik KBRI, yaitu langkah-langkah diplomatik yang diambil KBRI dalam menyelesaikan masalah perlindungan TKI selama 2004-2009, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas KBRI dalam menyelesaikan permasalahan perlindungan TKI dan menghubungkan 10

apakah signifikansi faktor-faktor tersebut terhadap keberhasilan ataupun kegagalan KBRI dalam penyelesaian permasalahan TKI di luar negeri. 3. Proses Pelaporan data Dalam proses ini penulis akan menggabungkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam penjelasan yang sistematis, bersifat deskriptif-analitis. 11