Pencemaran Teluk Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyaraka Di sisi lain,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BILA POPULASI MIKROALGA TUMBUH MELEDAK MENIMBULKAN PETAKA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar berita dari koran ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan industri (Singh, 2001). Hal ini juga menyebabkan limbah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan industri pertambangan yang berasaskan manfaat serta kebutuhan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Logam berat merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, baik

I. PENDAHULUAN. Metil metsulfuron merupakan senyawa aktif yang terkandung dalam herbisida.

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

KERUSAKAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber pencemar yang sangat berbahaya, Peristiwa keracunan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

mendirikan pabrik bertujuan untuk membantu kemudahan manusia. Namun, hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Industri yang ada di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat,

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pencemaran air merupakan persoalan yang terjadi di. sungai dari badan air di Indonesia. Sumber pencemaran air

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup adalah satu kesatuan ruang dengan kesemua benda, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

Transkripsi:

Pencemaran Teluk Jakarta Republika Sabtu, 29 Mei 2004 Pencemaran Teluk Jakarta Oleh : Tridoyo Kusumastanto# Pasca kematian massal ikan di Teluk Jakarta, publik telah disuguhi berbagai macam analisis kemungkinan penyebabnya, mulai dari dugaan adanya industri yang nakal dengan menggelontorkan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dalam kuantitas besar, hingga akibat adanya fenomena Red tide (blooming/pertumbuhan pesat) fitoplankton di perairan. Namun pada 21 Mei 2004, pemerintah melalui konferensi pers menyatakan bahwa penyebab terjadinya kematian massal ikan di Teluk Jakarta ini adalah akibat ulah fitoplankton yang mengalami blooming. Kelimpahan fitoplankton saat itu mencapai kelimpahan 245,52 juta individu/liter mengakibatkan terjadinya deplesi oksigen di perairan, sehingga ikan mati karena kekurangan oksigen. Ditekankan pula bahwa matinya ikan bukan karena keracunan fitoplankton yang menghasilkan racun (toksin). Kesimpulan lainnya menyebutkan bahwa kandungan logam berat (Pb, Hg, dan Cd) yang terdapat dalam daging ikan masih berada dalam ambang baku mutu yang diperbolehkan untuk dikonsumsi manusia. Dengan keterangan pers tersebut bukan berarti masalah pencemaran Teluk Jakarta selesai karena kematian ikan tersebut baru pada bagian puncak gunung es. Permasalahan sebenarnya jauh lebih besar yang belum muncul ke permukaan dan seluruh stakeholder harus menyelesaikan tugas masing-masing termasuk para pencemar lingkungan laut yang menggelontorkan limbah khususnya limbah B3 ke Teluk Jakarta, kalau tidak maka petaka yang lebih besar bisa terjadi. Hasil penelitian Dr Ario Damar, Dr Tri Prartono, Dr Etty Riani, Dr Hefni Effendi, dan Ir Zulhamsyah Imran -- peneliti PKSPL-IPB dan Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang diketuai Prof Dr Tridoyo Kusumastanto -- menunjukkan terdapat berbagai faktor yang perlu segera ada langkah konkret dalam rangka penanganan komprehensif pencemaran Teluk Jakarta. page 1 / 5

Blooming fitoplankton atau limbah? Dalam upaya untuk mencari dugaan terhadap faktor penyebab kematian massal ikan ini, tim PKSPL-IPB pada tanggal 13 Mei 2004 telah melakukan pengambilan sampel plankton, ikan, dan air dekat dasar perairan teluk (jarak dari pantai sekitar 1 km dengan kedalaman 1,5-2,0 m) di lokasi-lokasi yang mengalami kematian massal biota air (Ancol dan Dadap). Berikut ini dipaparkan hasil penelitian Tim PKSPL-IPB: Pertama, berdasarkan hasil analisis komunitas fitoplankton di Ancol, Dadap, dan Muara Baru, pada saat tersebut tidak dijumpai adanya indikasi blooming fitoplankton, walaupun telah ditemukan komunitas fitoplankton dominan yaitu: Lauderia sp. (6.800-43.480 individu/liter), Chaetoceros sp. (15.820-135.640 ind/l), dan Skeletonema costatum (0-36.860 ind/l), yang merupakan fitoplankton dari kelompok Diatom dan bukan penghasil toksin (racun). Di samping itu juga ditemukan jenis fitoplankton penghasil toksin dari kelompok Dinoflagellata seperti: Peridinium sp. (1.820-6.960 ind/l), Protoperidinium sp. (0-10 ind/l), Prorocentrum sp. (0-10 ind/l), dan Dinophysis caudata (40-630 ind/l), namun dalam jumlah yang relatif sedikit. Kondisi ini menggambarkan keadaan keseharian (tidak blooming) untuk perairan Teluk Jakarta. Perairan dikatakan blooming jika kepadatan salah satu jenis fitoplankton mencapai jutaan individu per liter. Blooming dapat diindikasikan oleh pertumbuhan yang sangat pesat (eksponensial) dan berlangsung dalam kurun waktu 1-2 minggu. Di samping itu proses kematian fitoplankton pada saat blooming tidak terjadi dalam jangka waktu yang singkat, sehingga fenomena blooming pada umumnya berlangsung dalam jangka waktu 1-2 minggu. Pasca terjadinya blooming biasanya masih ditemukan adanya sisa-sisa scum (agregat fitoplankton mati) di permukaan perairan yang terdampar di pantai. Pada saat tim PKSPL-IPB melakukan sampling (4 hari setelah kematian massal ikan), tak menemukan adanya indikasi fitoplankton blooming. Oleh karena itu, kemungkinan matinya secara massal ikan di kedua lokasi tersebut akibat blooming fitoplankton perlu disimpulkan secara hati-hati. Kedua, hasil analisis sampel air dekat dasar perairan yang dilakukan oleh PKSPL IPB pada tanggal 13 Mei 2004 didapatkan nilai konsentrasi beberapa logam berat relatif tinggi, bahkan sudah melebihi baku mutu air laut untuk biota laut seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 berikut ini: Walaupun kadar keempat jenis logam berat sudah melebihi baku mutu, namun mengingat biota air memiliki sistem homeostasis dalam mengatasi suatu lingkungan abiotik yang fluktuatif, sehingga ikan-ikan di Teluk Jakarta tetap dapat melaksanakan siklus hidupnya berupa tumbuh, berkembang, dan bereproduksi secara tuntas, meskipun barangkali tak senyaman seperti di lingkungan perairan laut lainnya. Oleh karena itu, dugaan logam berat menjadi penyebab kematian mendadak dan massal ikan di Teluk Jakarta menjadi relatif kecil. Namun demikian tidak berarti keberadaan logam berat di perairan dikesampingkan sebagai biang keladi kematian massal ikan. Apabila pada 8-9 Mei 2004 terjadi peningkatan konsentrasi logam berat dan limbah B3 lainnya di perairan page 2 / 5

yang sangat tinggi, maka akan mengakibatkan kematian ikan secara massal. Dalam kondisi perairan Teluk Jakarta maka pembuangan limbah B3 secara terus menerus akan menyebabkan kematian biota air apabila melewati dosis mematikan (lethal dosage) dan akan berdampak kepada manusia seperti Kasus Minamata di Jepang. Ketiga, jika dalam perairan terdapat logam berat, yang harus diwaspadai adalah kemungkinan terjadinya akumulasi di dalam tubuh biota air. Karena logam berat yang terakumulasi dalam tubuh biota air ini walaupun tidak sampai mematikan (lethal), tetapi dapat berakibat buruk pada paramater sub-lethal seperti kesehatan biota air berupa kemampuannya dalam menghasilkan anakan (menurunkan produksi) dan kualitas anakannya. Dan hal lain yang sangat perlu diantisipasi adalah jangan sampai bioakumulasi logam berat pada biota air sampai pada suatu ambang yang dapat mengganggu kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Walaupun blooming sebagai fenomena alam, tapi hal ini tak akan terjadi begitu saja kalau tak ada pemicunya. Salah satu pemicunya berupa peningkatan kadar nutrien yang mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (penyuburan) di perairan, yang berasal dari limbah industri, domestik, perkotaan, pertanian, dan budidaya perikanan. Jadi sebetulnya aktivitas anthropogenik maupun pembuangan limbah B3 yang kurang mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian lingkunganlah yang dapat dituding sebagai biang keladi terjadinya pencemaran Teluk Jakarta. Pelajaran yang dapat diambil dari kejadian matinya secara massal ikan di Teluk Jakarta ini, yang disebabkan oleh blooming fitoplankton atau limbah industri, pada dasarnya merefleksikan potret buruk pengelolaan Teluk Jakarta dan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir ke Teluk. Upaya antisipatif dan preventif Kesimpulan blooming fitoplankton sebagai penyebab kematian massal ikan di Teluk Jakarta oleh pemerintah dan pernyataan tentang kadar logam berat di tubuh ikan yang masih di bawah baku mutu, barangkali memang dapat menjadi penawar yang mujarab bagi khalayak ramai pada umumnya, dalam rangka meredakan efek domino sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh kematian massal ikan ini. page 3 / 5

Tetapi bagi masyarakat yang sangat sadar (aware) akan buruknya kualitas air Teluk Jakarta dan sungai-sungai yang mengalir ke teluk, masyarakat yang mengerti tidak hanya toksisitas akut tetapi juga toksisitas kronis, masyarakat yang mengerti tak hanya lethal (kematian) sebagai tolok ukur dampak pencemaran tetapi juga sub-lethal (terganggunya proses fisiologi seperti: pertumbuhan dan reproduksi), dan masyarakat yang paham akan adanya mekanisme biokonsentrasi, bioakumulasi, biomagnifikasi dari limbah B3 di dalam tubuh biota akuatik, mungkin kesimpulan blooming fitoplankton sebagai biang keladi kematian massal ikan ini, bukanlah menjadi semacam panacea yang manjur, bagi meredam kegundah-gulanaan masyarakat. Justru kekhawatiran mereka akan berlanjutnya degradasi lingkungan perairan Teluk Jakarta akan semakin mengemuka, karena orang awam pun akan bisa menilai secara visual bahwa kualitas perairan yang masuk ke Teluk Jakarta secara kasat mata telah tercemar. Mudah-mudahan tragedi Minamata (Itai-itai) di Jepang berupa keracunan Merkuri (Hg) yang mengakibatkan cacat bawaan terhadap bayi-bayi yang dilahirkan pada periode kasus Minamata ini tidak akan pernah terjadi di Tanah Air kita. Dengan mencermati kesimpulan pemerintah dan realita yang ditemukan sendiri maka PKSPL-IPB menyarankan beberapa langkah yang perlu segera ditangani dalam jangka pendek, yakni: Pertama, mengusut secara tuntas kasus matinya ribuan ikan tersebut dengan cara melakukan penelitian secara komprehensif dan melibatkan stakeholder terkait. Kedua, mengusut tuntas dugaan adanya pembuangan limbah beracun (B3) dari berbagai industri ke perairan Teluk Jakarta. Ketiga, melakukan kajian tentang kesehatan biota air ditinjau dari kandungan limbah B3-nya. Keempat, melakukan kajian tentang pengelompokan komoditi perikanan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Jakarta berdasarkan asal daerah tangkapan. Karena sebagian besar ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Jakarta berasal dari luar perairan Teluk Jakarta seperti Perairan Bangka Belitung, Laut Cina Selatan, Laut Hindia, dan sebagainya. Adapun langkah jangka panjang yang harus dilakukan adalah Penerapan Pengelolaan Pesisir dan DAS Terpadu (Integrated Coastal Area and River Basin Management) melalui langkah nyata di lapangan sehingga indikator-indikator dapat dimonitor secara transparan oleh masyarakat luas. Diharapkan dengan langkah komprehensif dan terintegrasi serta dilaksanakan secara konsisten maka pencemaran Teluk Jakarta dapat diatasi sekaligus dapat menarik berbagai investasi karena kebersihan dan keindahan Teluk Jakarta yang manfaatnya dapat menyejahterakan masyarakat maupun meningkatnya citra Indonesia di mata page 4 / 5

internasional karena Jakarta adalah Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. #Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB page 5 / 5