I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o 34-7 o 48 LS; 108 o o 05 BT) (White et al., 1989). Ekosistem estuaria tersebut memiliki biodiversitas yang sangat tinggi (Ardli, 2008). Namun demikian, kawasan tersebut telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia selama beberapa dekade seperti penangkapan ikan tertentu, limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., 2009). Sumberdaya alam Segara Anakan terancam oleh kerusakan, pencemaran dari eksploitasi berlebihan, dan polusi yang berasal dari kegiatan industri serta rumah tangga. Hidrologi Segara Anakan diatur oleh aliran berbagai sungai dan pertukaran pasang surut dengan Samudera Hindia. Ancaman utama terhadap ekosistem Segara Anakan adalah sedimen tinggi, masukan hara, degradasi hutan mangrove, perubahan penggunaan lahan dan cemaran dari industri serta perkotaan (Jennerjahn et al., 2007). Peningkatan pertumbuhan populasi mengakibatkan tekanan semakin tinggi terhadap lingkungan estuaria (DEFRA, 2008). Segara Anakan berperan penting sebagai sumber komoditas perikanan seperti bahan pangan dan perdagangan oleh masyarakat setempat. Pemeliharaan produktivitas perikanan memerlukan pembatasan usaha penangkapan dan perlindungan habitat. Sumberdaya perikanan dan habitat mangrove-estuaria dimodifikasi oleh peningkatan sedimentasi, pengurangan mangrove oleh perambahan manusia, pengaruh potensi pencemaran dari pestisida dalam air

2 2 limpasan pertanian, pencemaran air dari pemukiman dan lokasi industri, serta (5) overfishing (White et al., 1989). Kawasan Pengelolaan Segara Anakan dibagi menjadi dua bagian yaitu Kawasan Pengelolaan Rawa Barat (108 o o 53 LS dan 8 o 35-8 o 43 BT) dan Kawasan Pengelolaan Rawa Timur (108 o o 03 LS dan 8 o 40-8 o 45 BT). Semua kawasan dikategorikan sebagai daerah rawa yang dilindungi (Sastranegara, 2004). Sungai Sapuregel merupakan perairan yang dikelilingi oleh mangrove (Sutomo et al., 1996). Estuaria yang ditumbuhi mangrove merupakan ekosistem yang produktif. Menurut Naamin dan Van Zalinge (1975) dalam Sutomo dan Djamali (1996), sekitar 80-88% dari aktivitas dan produksi perikanan laut (ikan dan terutama udang) di daerah Cilacap bergantung pada pendayagunaan Segara Anakan dan ekosistem mangrove di sekitarnya sebagai daerah asuhan. Sungai Donan merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan kawasan industri, pelabuhan, dan domestik telah memberi kontribusi terhadap bahan pencemar yang masuk ke perairan. Pada akhirnya, hal tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan perairannya. Kandungan bahan organik pada sedimen yang tinggi juga mengindikasikan bahan antropogenik yang masuk. Selain itu, logam berat juga terdeteksi di sepanjang Sungai Donan dan relatif tinggi. Hal tersebut dimungkinkan oleh keberadaan input bahan pencemar yang telah masuk ke lingkungan perairan. Kandungan logam berat yang tinggi di sekitar kegiatan industri dan pelabuhan mengindikasikan sumber utama pemasukan logam berat dari lokasi tersebut. Sedimen mengandung C-organik yang relatif tinggi berkisar antara 0,16-5,1%. Hal tersebut mengindikasikan

3 3 keberadaam sumber antropogenik, baik dari aktivitas domestik, pelabuhan, maupun dari industri. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, Cu, Cr, dan Ni di sedimen berturut-turut dalam kisaran tak terdeteksi-0,09 ppm; 2,5-26 ppm; 0,76-1,7 ppm; 0,92-56 ppm; 1,8-12 ppm; dan 1,5-8,7 ppm. Diantara logam berat yang diamati, kandungan Cu merupakan yang paling tinggi, selanjutnya Pb>Cr>Ni>Cd (Sudaryanto, 2001). Salah satu organisme yang berada di wilayah estuaria adalah plankton. Plankton merupakan kelompok organisme yang hanyut bebas dan gerakannya dikuasai oleh arus air. Plankton terbagi atas dua golongan berupa fitoplankton dan zooplankton (Nybakken, 1988). Plankton merupakan penyumbang fotosintesis terbesar di perairan karena plankton bertindak sebagai perangkap bagi energi matahari yang selanjutnya berturut-turut berpindah ke komunitas perairan lainnya (Nybakken, 1988). Secara tidak langsung, kehidupan di dalam perairan sangat bergantung pada hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air yang mampu mengubah unsur-unsur anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari (Jannah dan Zainal, 2012). Plankton tidak hanya berperan penting dalam proses aliran energi, tetapi plankton juga bertindak sebagai bioindikator perairan. Tingkat kesuburan suatu perairan sangat menentukan kekayaan dan kelimpahan plankton (Jannah et al., 2012). Plankton dapat digunakan sebagai parameter biologi yaitu mampu menunjukkan tingkat ketidakstabilan ekologi dan mengevaluasi berbagai bentuk pencemaran (Astirin et al., 2002). Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis mengubah air dan karbondioksida dengan

4 4 keberadaan sinar surya serta garam-garam hara yang dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat (Thoha dan Amri, 2011). Zooplankton merupakan plankton dari golongan hewan yang hidup di laut dan sangat beranekaragam, serta makanan zooplankton sepenuhnya bergantung pada organisme lain yang masih hidup, maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus, debris, dan fitoplankton (Yazwar, 2008). Zooplankton terdiri atas bermacam bentuk larva yang dimiliki hampir seluruh filum hewan. Zooplankton dapat diklasifikasikan berdasarkan lama hidupnya sebagai plankton. Pertama yaitu holoplankton (plankton permanen) dengan ciri organisme yang seluruh daur hidupnya sebagai plankton mulai dari telur, larva, sampai dewasa. Kedua yaitu meroplankton (plankton temporer) dengan ciri organisme yang hidup sebagai plankton hanya sebagian dari siklus hidupnya, sebagai telur atau larva saja. Beranjak dewasa akan berubah sebagai nekton yaitu hewan yang aktif berenang bebas atau sebagai benthos yang hidup menetap atau melekat di dasar laut. Oleh sebab itu, meroplankton sering pula disebut plankton sementara. Meroplankton sangat banyak ragamnya dan umumnya mempunyai bentuk yang sangat berbeda dari bentuk dewasanya (Nontji, 2008). Komunitas adalah beberapa kumpulan populasi organisme hidup yang menempati habitat tertentu. Suatu komunitas pada dasarnya mempunyai bentuk organisasi dan komponen penyusun komunitas serta jaring-jaring kehidupan yang menyusun suatu struktur komunitas. Struktur komunitas merupakan susunan individu dari beberapa spesies yang terorganisir membentuk komunitas. Struktur komunitas dapat dipelajari dengan mengetahui kekayaan spesies, kelimpahan

5 5 individu, dan distribusi (Krebs, 1978). Menurut Verity dan Borkman (2009), struktur komunitas plankton estuaria berubah seiring dengan peningkatan hara perairan karena aktivitas manusia. Kualitas suatu perairan dapat diketahui dari kekayaan spesies, kelimpahan spesies, dan distribusi suatu organisme. Keberadaan pencemaran menyebabkan kekayaan spesies menurun. Kekayaan spesies yang tinggi menandakan kualitas air sungai tersebut baik atau belum tercemar, tetapi sebaliknya kekayaan spesies yang rendah menandakan perairan sudah tercemar (Kamarina, 2000). Tiga pola dasar distribusi yang telah diakui yaitu acak (random), mengelompok ( clumped atau aggregated), dan seragam atau merata (uniform) (Krebs, 1978). Pola distribusi acak dari individu-individu populasi suatu spesies dalam suatu habitat menunjukkan bahwa terdapat keseragaman (homogenity) dalam lingkungan atau pola tingkah laku yang tidak selektif. Pola non-acak (mengelompok dan seragam) menyatakan bahwa ada faktor pembatas terhadap keberadaan suatu populasi (Rani, 1999). Perubahan terhadap kualitas perairan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Hal tersebut karena fitoplankton memegang peranan penting dalam suatu perairan yaitu sebagai produsen primer dalam rantai makanan dan mempunyai kemampuan untuk merespon keberadaan suatu perubahan terhadap lingkungan (Wijaya dan Hariati, 2008). Ketika populasi zooplankton mulai menurun, fitoplankton akan berkembang dengan cepat dan mengakibatkan peningkatan kelimpahan fitoplankton. Hal tersebut disebabkan oleh siklus reproduksi fitoplankton yang relatif singkat dibandingkan dengan zooplankton,

6 6 sehingga fitoplankton mampu meningkatkan jumlah individu secara cepat (Davis, 1955). Dinamika kelimpahan dan struktur komunitas plankton dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, terutama ketersediaan hara serta kemampuan plankton untuk memanfaatkannya. Komunitas dikendalikan oleh spesies-spesies yang dominan yang memperlihatkan kekuatan spesies tersebut dengan spesies lainnya. Spesies-spesies dominan dan hilang akan menimbulkan perubahan-perubahan penting pada komunitas dan lingkungannya (Odum, 1971). Beberapa spesies plankton berlimpah pada perairan yang mengalami eutrofikasi, sedangkan spesies lainnya sangat sensitif terhadap limbah organik atau kimia. Plankton dapat merespon perubahan lingkungan dengan sangat cepat, komposisi spesies plankton juga menandakan kualitas dari massa air yang diambil (Krebs, 1978). Peningkatan aktivitas manusia di kawasan pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan akan memengaruhi tingkat pemanfaatan kawasan untuk berbagai macam kegiatan, sehingga akan mengubah kondisi perairan sungai (Sudaryanto, 2001). Plankton merupakan organisme akuatik yang menerima dampak langsung akibat perubahan kondisi perairan. Namun demikian, hanya beberapa jenis plankton yang toleran terhadap perubahan kondisi perairan, sehingga pertumbuhan jenis plankton yang toleran tersebut akan meningkat dan mendominasi perairan. Hal tersebut mengakibatkan penurunan kekayaan spesies, sehingga mengakibatkan perubahan struktur komunitas plankton ( Astirin et al., 2002).

7 7 Berdasarkan uraian, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kondisi struktur komunitas plankton dan kualitas air pada Sungai Sapuregel di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap? 2. Apakah kondisi struktur komunitas plankton dan kualitas air pada Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap? 3. Bagaimana perbedaan kondisi struktur komunitas plankton dan kualitas air pada Sungai Sapuregel dan Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap? Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian yang dilakukan sebagai berikut: 1. Mengetahui kondisi struktur komunitas plankton dan kualitas air pada Sungai Sapuregel di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap. 2. Mengetahui kondisi struktur komunitas plankton dan kualitas air pada Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap. 3. Menganalisis perbedaan kondisi stuktur komunitas plankton dan kualitas air pada Sungai Sapuregel dan Sungai Donan di Kawasan Pengelolaan Rawa Timur Segara Anakan Cilacap.