BAB II. Konsep Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. Penyusunan Algoritma

Algoritma pemrograman yang akan disusun dibagi ke dalam tahap-tahap berikut :

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

LOGIKA FUZZY. By: Intan Cahyanti K, ST

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Aplikasi Pewarnaan Graf dalam Pengalokasian Frekuensi Gelombang pada WLAN

BAB VII LOGIKA FUZZY

Penerapan Algoritma Backtracking pada Pewarnaan Graf

VII. LOGIKA FUZZY. Antara input dan output terdapat suatu kotak hitam yang harus memetakan input ke output yang sesuai. Misal : Ruang Input

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2. Konsep Dasar. 2.1 Definisi graf

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

Mahasiswa mampu memformulasikan permasalahan yang mengandung fakta dengan derajad ketidakpastian tertentu ke dalam pendekatan Sistem Fuzzy.

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

Gambar 6. Graf lengkap K n

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ( X Print) 1

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI PEWARNAAN GRAF FUZZY UNTUK MENGKLASIFIKASI JALUR LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN INSINYUR SOEKARNO SRABAYA

Studi Algoritma Optimasi dalam Graf Berbobot

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru (28293), Indonesia

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

APLIKASI GRAF FUZZY PADA PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN TERBAN KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III KONSEP DASAR TEORI GRAF. Teori graf adalah salah satu cabang matematika yang terus berkembang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2. Teori Dasar. 2.1 Definisi Graf

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu graf G disebut himpunan titik G, dinotasikan dengan V(G) dan

BAB I H I M P U N A N

BAB II TEORI PENUNJANG

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

Himpunan Tegas (Crisp)

PENYELESAIAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK FUZZY DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA CHUANG KUNG DAN ALGORITMA FLOYD

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

BAB 2 GRAF PRIMITIF. 2.1 Definisi Graf

Misalkan dipunyai graf G, H, dan K berikut.

APLIKASI PEWARNAAN GRAPH PADA PEMBUATAN JADWAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

3.1 Model Matematika untuk masalah interferensi pada WLAN. Telah dijelaskan pada bab satu bahwa dengan teknologi dan kemudahan yang

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Pewarnaan Graf Fuzzy untuk Mengklasifikasi Jalur Lalu Lintas di Persimpangan Jalan Insinyur Soekarno Surabaya

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

Sebuah pewarnaan dari graph G adalah sebuah pemetaan warna-warna ke simpulsimpul dari G sedemikian hingga simpul relasinya mempunyai warna warna yang

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

PATH KUAT TERKUAT DAN JARAK KUAT TERKUAT DALAM GRAF FUZZY. Lusia Dini Ekawati 1, Lucia Ratnasari 2. Jl. Prof. H. Soedarto, S. H, Tembalang, Semarang

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Definisi Graf

Aplikasi Pewarnaan Graf pada Pemecahan Masalah Penyusunan Jadwal

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB 2 GRAF PRIMITIF. Gambar 2.1. Contoh Graf

BAB II LANDASAN TEORI

Aplikasi Pewarnaan Graph pada Pembuatan Jadwal

BAB II LANDASAN TEORI. usaha kecil dengan menggunakan metode fuzzy logic, yang antara lain meliputi :

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. A. Kinerja Pegawai di Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB 2 LANDASAN TEORI

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

Kode MK/ Nama MK. Cakupan 8/29/2014. Himpunan, Relasi dan fungsi Kombinatorial. Teori graf. Pohon (Tree) dan pewarnaan graf. Matematika Diskrit

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

Bab 3 HASIL UTAMA. 3.1 Penyusunan Algoritma

NASKAH UJIAN UTAMA. JENJANG/PROG. STUDI : DIPLOMA TIGA / MANAJEMEN INFORMATIKA HARI / TANGGAL : Kamis / 18 FEBRUARI 2016

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DIGRAPH. Representasi dari sebuah digraph D dapat dilihat pada contoh berikut. Contoh 2.1. Representasi dari digraph dengan 5 buah verteks.

MATERI KULIAH (PERTEMUAN 12,13) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

MA3051 Pengantar Teori Graf. Semester /2014 Pengajar: Hilda Assiyatun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SIFAT SIFAT LINE DIGRAPH. Bab ini khusus membahas mengenai definisi serta sifat sifat dari line

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

Himpunan (set) Himpunan (set) adalah kumpulan objekobjek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI ALGORITMA GREEDY PADA PERSOALAN PEWARNAAN GRAF

HAND OUT MATA KULIAH TEORI GRAF (MT 424) JILID SATU. Oleh: Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si.

Sebelumnya... Penalaran pada Sistem Pakar. Ketidakpastian dalam Sistem Pakar. Contoh forward chaining & backward chaining

Hasil kali kartesian antara himpunan A dan himpunan B, ditulis AxB adalah semua pasangan terurut (a, b) untuk a A dan b B.

Aplikasi Pewarnaan Graf Pada Pengaturan Warna Lampu Lalu Lintas

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK...

Transkripsi:

BAB II Konsep Dasar 2. Definisi Graf Graf G = (V G,E G ) terdiri dari himpunan tidak kosong V G, disebut himpunan titik, dan himpunan E G, disebut himpunan sisi, yang beranggotakan pasangan tak terurut dari anggota berbeda di V G. Sebagai contoh, graf G = (V G, E G ) dengan V G = {v, v 2, v 3 } dan E G = {v v 2, v v 3 } digambarkan pada gambar 2.. Jika u, v V G dan uv E G, maka u dan v disebut ujung-ujung dari uv. Dengan demikian, pada graf G di atas, sisi v v 2 mempunyai ujung v dan v 2, sisi v v 3 mempunyai ujung v dan v 3. Titik v dikatakan terkait oleh sisi e jika titik tersebut merupakan ujung dari sisi e. Dua buah sisi dikatakan saling terkait jika keduanya memiliki salah satu ujung yang sama. Graf sederhana adalah graf yang tidak ada dua sisi yang memiliki sepasang ujung yang sama. Untuk selanjutnya, setiap graf yang dimaksud dalam tugas akhir ini adalah graf sederhana. Graf dinamakan demikian dikarenakan graf dapat direpresentasikan secara grafis. Untuk graf G, setiap u V G digambarkan dengan titik dan setiap uv E G, digambarkan dengan garis yang menghubungkan titik u dengan titik v. Tidak ada cara yang unik dalam menggambarkan graf. Posisi titik dan garis dapat digambar secara bebas. 5

v v2 v3 Gambar 2.. Graf G. Dua buah titik yang berbeda dikatakan bertetangga jika dua titik tersebut dihubungkan oleh suatu sisi. Pada gambar diatas, v bertetangga dengan v 2 dan v 3 ; v 2 bertetangga dengan v, dan v 3 bertetangga dengan v. Pada graf sederhana, derajat dari titik v didefinisikan sebagai banyaknya tetangga dari titik v. Matriks ketetanggaan A(G)=[a ij ] dari G dengan n = V G dan V G = {v,...,v n } adalah suatu matriks berukuran n x n dengan: a ij =, jika vv E ; i j G 0, jika vv E ; i j G Gambar 2.2 memperlihatkan suatu graf beserta matriks ketetanggaannya. v v3 v2 v4 v v2 v3 v4 v 0 0 v2 0 0 v3 v4 0 0 0 0 G A(G) Gambar 2.2 6

2.2 Himpunan Kabur (Fuzzy Set) Teori himpunan kabur merupakan suatu teori tentang konsep penilaian yang batasannya tidak begitu jelas atau memiliki elastisitas. Dengan nilai/derajat elastisitas ini himpunan kabur mempertegas sesuatu yang kabur, misalkan terdapat kalimat atau pernyataan setengah baya. Pertanyaan yang muncul, Berapa kriteria umur yang dapat dikatakan setengah baya?. Dapat ditentukan bahwa orang yang disebut setengah baya mempunyai kriteria usia berkisar antara 35-55 tahun. Bagaimana dengan yang berusia 34 tahun. Dapatkah dikatakan setengah baya?. Crisp set atau sistem jangkauan menjawab dengan tegas bahwa 34 tahun tidak termasuk setengah baya (bernilai 0), namun himpunan kabur (fuzzy set) dapat menyatakan dengan leluasa bahwa usia 34 tahun juga termasuk setengah baya dengan derajat tertentu. Himpunan kabur adalah sekumpulan obyek x dengan masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function), disimbolkan dengan μ ( x). Nilai ini dipetakan ke dalam range [0,]. Jika Χ adalah sekumpulan obyek, maka himpunan kabur A pada X adalah himpunan dengan sepasang anggota. A= {( x, μ ( x)) x Χ } A Sebagai contoh, jika ingin didefinisikan himpunan bilangan yang mendekati 0, maka dapat dituliskan dengan menggunakan himpunan kabur sebagai berikut : A = x x x = + x x X. 2 {(, μa( )) μa( ) ( ( 0) ), } 7

Grafik yang mewakili nilai μ ( x ) adalah : A 0,5 0 5 0 5 x Gambar 2.3. Grafik kabur untuk bilangan yang mendekati 0 2.2. Operasi Himpunan Kabur Misalkan A dan B himpunan kabur pada semesta pembicaraan X. Himpunan kabur A dan B dikatakan sama ( A=B ) jika A termuat di B ( A B) jika μ ( x) = μ ( x), x X A B μ ( x) μ ( x), x X A B Gabungan (union) dari himpunan kabur A dan B, dinotasikan dengan A B, didefinisikan sebagai A B= {( x, ( x)) x X} dengan μa B μ A B( x) = ( μa( x) μb( x)), x X Irisan (intersection) dari himpunan kabur A dan B, dinotasikan dengan A B, didefinisikan sebagai A B= {( x, ( x)) x X} dengan μa B μ A B( x) = ( μa( x) μb( x)), x X Komplemen dari himpunan kabur A, dinotasikan A, didefinisikan sebagai A = {( x, μ ( x)) x X} dengan A 8

μ ( x ) = μ A( x ), x X A Produk (product) dari himpunan kabur A dan B, dinotasikan dengan AB, didefinisikan sebagai AB= {( x, μ ( x)) x X} dengan AB μ ( x) = μ ( x) μ ( x), x X AB A B Contoh : Misalkan X = {,2,3,4,5,6}. Misalkan pula μ (3) = 0.8, μ (6) = 0.6, μ (3) = 0.7, μ (6) = 0.5, maka : μ (3) = 0.8 A B μ (6) = 0.5 A B μ () =, μ (3) = 0.2 A A μ (3) = 0.56, μ (6) = 0.3 AB A AB A B B 2.2.2 Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership function) yang sering digunakan terdiri dari beberapa jenis, yaitu :. Fungsi-S (S-function) Aturan dari fungsi-s ini adalah : 0 jik ax < a 2 2[( x a) /( c a)] jika a x b Sxabc ( ;,, ) = 2 2[( x a) /( c a)] jika b x c jik ax > c dengan b = (a+c)/2 9

Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : S 0 a b c x Gambar 2.5. Grafik fungsi keanggotaan S Contoh penerapan dari fungsi S : Χ adalah himpunan yang terletak antara 0 sampai 20, dimana x mewakili usia. A adalah himpunan kabur yang dianggap mempunyai usia tua. 0 0 x 40 μ A( x) = 2 { + [( x 40) / 5] } 40 x 20 Di sini terlihat bahwa untuk usia yang melebihi usia 40, nilai anggotanya terus naik dan pada usia 45 akan mempunyai nilai 0,5. Jadi pada usia 45 merupakan titik penyeberangan dan pada usia selanjutnya, nilai keanggotaan akan terus naik menuju nilai. Jika digambarkan nilai fungsi >0 di atas, maka bentuknya akan mendekati bentuk fungsi S. 0

2. Fungsi-π (π-function) Aturan fungsi-π diperoleh dari modifikasi aturan fungsi-s, sebagai berikut : S( x; c b, c b/ 2, c) jika x c π ( xbc ;, ) = Sxcc ( ;, + b/ 2, c + b) jika x c Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : S 0 c-b c-b/2 c c+b/2 c+b x Gambar 2.6. Grafik fungsi keanggotaan π Contoh penerapan fungsi π : Misalkan X adalah himpunan yang beranggotakan bilangan yang terletak antara 70 sampai 0. A adalah himpunan kabur yang diasumsikan sebagai bilangan yang mendekati nilai 90. Carilah nilai dari masing-masing nilai himpunan X. Misalkan fungsi keanggotaan adalah μ ( x ), maka setiap anggota himpunan A dapat A ditulis sebagai berikut : A= {( x, μ A( x)) x X dengan μ ( x ) = A { + [/00( x -90)2]}-. Di sini terlihat bahwa bilangan 90 memiliki nilai tertinggi yaitu, sedangkan nilai keanggotaan yang lain sesuai dengan fungsi keanggotaannya. Di sini juga terlihat

bahwa nilai-nilai di atas jika digambarkan akan menghasilkan bentuk mendekati bentuk fungsi π. 3. Fungsi keanggotaan segitiga (Triangular membership function) Aturan untuk bentuk segitiga ini adalah : 0 jika x < a, x> c Τ ( xabc ;,, ) = ( x a)/( b a) jika a x b ( c x) /( c b) jika b x c Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : 0 a b c Gambar 2.7. Grafik fungsi keanggotaan segitiga 4. Fungsi keanggotaan trapesium (Trapezoidal membership function) Aturan untuk bentuk trapesium ini adalah : 0 jika x < a, x < d jika b x c Ζ ( xabcd ;,,, ) = ( x a)/( b a) jika a x b ( d x)/( d c) jika c x d 2

Gambar grafik fungsi keanggotaannya adalah : μ 0 a b c d x Gambar 2.8. Grafik fungsi keanggotaan trapesium 2.2.3 Variabel Linguistik Variabel linguistik adalah variabel yang bernilai kata/kalimat, bukan angka. Sebagai alasan menggunakan kata/kalimat daripada angka karena peranan linguistik kurang spesisifik dibandingkan angka, namun informasi yang disampaikan lebih informatif. Variabel linguistik ini merupakan konsep penting dalam logika kabur dan memegang peranan penting dalam beberapa aplikasi. Jika kecepatan adalah variabel linguistik, maka nilai linguistik untuk variabel kecepatan adalah, misalnya lambat, sedang, cepat. Hal ini sesuai dengan kebiasaan manusia sehari-hari dalam menilai sesuatu, misalnya : Ia mengendarai mobil dengan cepat, tanpa memberikan nilai berapa kecepatannya. Konsep tentang variabel linguistik ini diperkenalkan oleh Lofti Zadeh. Variabel linguistik menurut Zadeh dikarakteristikkan oleh : (X, T(x), U, M) 3

dengan : X = nama variabel. T(x) atau T = semesta pembicaraan untuk x atau disebut juga nilai linguistik dari x. U = jangkauan dari setiap nilai kabur untuk x yang dihubungkan dengan variabel dasar U. M = aturan semantik yang menghubungkan setiap Χ dengan artinya. Sebagai contoh, jika X = kecepatan, dengan U[0, 00] dan T(kecepatan) = {lambat, sedang, cepat}, maka M untuk setiap X, M ( x ) adalah M(lambat), M(sedang), M(cepat), dengan : M(lambat) = himpunan kaburnya kecepatan dibawah 40 km/jam dengan fungsi keanggotaan μ lambat. M(sedang) = himpunan kaburnya kecepatan mendekati 55 km/jam dengan fungsi keangotaan μ sedang. M(cepat) = himpunan kaburnya kecepatan diatas 70 km/jam dengan fungsi keanggotaan μ cepat. 4

Gambar grafik fungsi keanggotaannya sebagai berikut : Degree of membership lambat sedang cepat 0 40 55 70 x Gambar 2.4. Grafik fungsi keanggotaan kecepatan 2.3 Graf Kabur (Fuzzy Graph) Graf G = ( V, E μ ) terdiri dari himpunan tidak kosong V, disebut himpunan titik, dan himpunan E μ, disebut himpunan sisi kabur, yang dapat dikarakteristikkan oleh matriks μ = ( μij ) i, j V dengan μij = μ ({ i, j}) E i, j V, i j dan μ : V V I E adalah fungsi keanggotaan. Dari definisi diatas, μij I merepresentasikan tingkat intensitas sisi {i,j}, i, j V dengan i j. Di sini, fuzzy graph dapat pula dilambangkan dengan G = ( V, μ). Himpunan I tersusun secara linear, dengan demikian ekspresi " μ μ " dapat ij i' j ' dikatakan tingkat intensitas sisi {i,j} lebih kecil dari tingkat intensitas sisi {i,j }. Graf G = ( V, E ) dapat dipandang sebagai graf kabur G = ( V,( μij ) i, j V ) dengan jika i, j E μij = 0 jika i, j E 5

Untuk ilustrasi, perhatikan graf kabur G = ( V, E ) dengan V = {v, v 2, v 3, v 4 }, nilai fungsi keanggotaan I = {,, }, dan tingkat intensitas sisi dinyatakan pada tabel 2.. 4 3 2 v v 2 v 3 v 4 v 0 /2 /4 /4 v 2 /2 0 /3 /3 v 3 /4 /3 0 /2 v 4 /4 /3 /2 0 Tabel 2. a. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi 2 v v 2 v 3 v 4 v 0 0 0 v 2 0 0 0 v 3 0 0 0 v 4 0 0 0 Tabel 2.2 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sebagai berikut : v v 4 v 2 v 3 Gambar 2.9. μ = 2 6

b. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi 3 v v 2 v 3 v 4 v 0 0 0 v 2 0 v 3 0 0 v 4 0 0 Tabel 2.3 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sebagai berikut : v v 4 v 2 v 3 Gambar 2.0. μ = 3 c. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi 4 v v 2 v 3 v 4 v 0 v 2 0 v 3 0 v 4 0 Tabel 2.4 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk graf sebagai berikut : 7

v v 4 v 2 v 3 Gambar 2.. μ = 4 2.4 Pewarnaan Titik Misal G = (V G, E G ) adalah suatu graf. Pewarnaan titik pada graf G adalah suatu fungsi dari V G ke himpunan bilangan asli. Suatu pewarnaan titik pada graf G dikatakan k-pewarnaan titik sejati jika titik-titik pada V G dapat dipetakan ke himpunan k bilangan asli pertama dan memenuhi setiap dua titik yang bertetangga memperoleh warna berbeda. Bilangan kromatik χ(g) merupakan bilangan asli terkecil k sehingga terdapat k-pewarnaan titik sejati. Suatu graf yang mempunyai bilangan kromatik k disebut graf k-kromatik. Gambar di bawah menunjukkan suatu graf 3-kromatik, karena titik-titik pada graf tersebut dapat diwarnai dengan 3 warna namun tidak dapat diwarnai dengan 2 warna. 2 3 Gambar 2.2. graf 3-kromatik 8

2.5 Pewarnaan Titik Graf Fuzzy Dalam pewarnaan titik graf fuzzy, konsep pewarnaan titik yang dilakukan sama dengan konsep pewarnaan titik pada graf biasa. Sebagai contoh, misalkan terdapat suatu sistem lalu lintas sebagai berikut : A D B C Gambar 2.3. Sistem tersebut dapat dimodelkan dengan suatu graf kabur G = ( V, E μ ) dengan V = {AC, BC, DA, DB, DC} dan fungsi keanggotaan tingkat intensitas sisi di antara lintasan ini dituliskan sebagai berikut : I = {,, nlmht,,}. n = null (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan sangat tinggi). l = low (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan tinggi). m = medium (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan sedang). h = high (satu lintasan dengan lintasan lainnya memiliki keterkaitan yang erat saat tingkat kemacetan rendah). 9

t = total (satu lintasan dengan lintasan lainnya tidak saling terkait dalam kondisi tingkat kemacetan sangat rendah) AC BC DA DB DC AC 0 m n h m BC m 0 n n l DA n n 0 n n DB h n n 0 n DC m l n n 0 Tabel 2.5 Dari matriks ketetanggaan ini, dapat digambarkan dalam bentuk graf untuk setiap tingkat intensitas sisi sebagai berikut :. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi h AC BC DA DB DC AC 0 0 0 0 BC 0 0 0 0 0 DA 0 0 0 0 0 DB 0 0 0 0 DC 0 0 0 0 0 Tabel 2.6 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk pewarnaan graf sebagai berikut : AC DA BC DB DC Gambar 2.4. μ = h 20

2. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi m AC BC DA DB DC AC 0 0 BC 0 0 0 0 DA 0 0 0 0 0 DB 0 0 0 0 DC 0 0 0 0 Tabel 2.7 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk pewarnaan graf sebagai berikut : AC DA BC DB DC Gambar 2.5. μ = m 3. Matriks ketetanggaan G dengan tingkat intensitas sisi l AC BC DA DB DC AC 0 0 BC 0 0 0 DA 0 0 0 0 0 DB 0 0 0 0 DC 0 0 0 Tabel 2.8 Selanjutnya, dari matriks ketetanggaan ini dapat digambarkan dalam bentuk pewarnaan graf sebagai berikut : 2

AC DA BC DB 3 DC 3 Gambar 2.6. μ = l Lengkapnya, akan diperoleh hasil sebagai berikut : μ E μ χ μ AC BC DA DB DC n {AC,BC};{AC,DA};{AC,DB};{AC,DC};{BC,DA}; {BC,DB};{BC,DC};{DA,DB};{DA,DC};{DB,DC} 5 2 3 4 5 l {AC,BC};{AC,DB};{AC,DC};{BC,DC} 3 2 2 3 m {AC,BC};{AC,DB};{AC,DC} 2 2 2 2 h {AC,DB} 2 2 t Tabel 2.9 AC AC 3 2 DA 2 BC DA BC 3 4 5 DB 4 5 DC DB DC Gambar 2.7. μ = n Gambar 2.8. μ = t 22

Dari tabel 2.9 diperoleh bilangan kromatik G, yaitu : χ ( G ) = {(, t),(2, h)(3, l),(4, n),(5, n)} 2.6 Algoritma Pewarnaan Titik Salah satu metode pewarnaan titik adalah metode pewarnaan terurut SC (Sequential Coloring). Metode pewarnaan tersebut adalah sebagai berikut: Beri suatu urutan untuk titik-titik di G, misalkan urutan a 0, a,..., a n-. Beri a 0 warna terkecil, yaitu f(a 0 ) =. Jika a,,a i- (i ) telah menerima warna, maka untuk a i diberikan warna terkecil yang tidak muncul pada tetangga a i. Pada tahun 979 Brelaz menemukan algoritma DSATUR (Degree of Saturation). Algoritma DSATUR merupakan algoritma pewarnaan terurut dengan membangun urutan titik-titik secara dinamis. Derajat saturasi dari suatu titik x yang dinotasikan dengan deg s (x) adalah banyaknya warna berbeda yang sudah muncul pada tetangga x. Langkah-langkah konstruksi pewarnaan f untuk titik-titik dari graf G dengan menggunakan algoritma DSATUR adalah sebagai berikut: Pilih salah satu titik yang memiliki derajat terbesar. Titik tersebut diberi warna terkecil yaitu. Titik yang diwarnai selanjutnya ialah salah satu titik yang memiliki deg s (x) terbesar. 23

berikutnya. Selanjutnya diberikan beberapa definisi yang akan digunakan pada teorema Definisi 3. Pewarnaan f, f 2, dari G = (V, E) dikatakan ekivalen jika f dan f 2 mempartisi himpunan titik V berturut-turut menjadi U,..., U k dan W,..., W k dengan U i = W i untuk i =,..., k. Definisi 3.2 Suatu pewarnaan f dari titik a 0,, a n- dari graf G disebut ketat terhadap urutan yang diberikan, jika : f(a i ) colors(i-) + untuk semua i = 0,,,n- dengan colors(j) untuk j = 0,,...,n-2 merupakan banyaknya warna yang berbeda pada titik a 0,, a j, dan colors(-) = 0. Kemudian untuk mengkonstruksi suatu pewarnaan f untuk graf G yang menggunakan warna sebanyak bilangan kromatik χ(g), Brown memperkenalkan suatu algoritma. Algoritma ini menggunakan metode pewarnaan terurut dan penelusuran kembali (backtracking). Untuk efisiensi algoritma, cabang-cabang yang tidak diperlukan dari pohon pencarian dihindari dengan menggunakan teorema berikut. Teorema 3. (Klotz[5]) Misal f adalah pewarnaan dari graf G, maka terdapat suatu pewarnaan dari graf G yang ketat dan ekivalen dengan f. 24

Bukti : Misal f(a 0 ) = k >. Jika tidak ada titik yang mendapat warna, maka ganti k dengan. Jika ada, maka tukar warna k dengan. Misal f telah ketat untuk semua titik a 0,, a i-, i dan misalkan colors(i-) = l. Jika f(a i ) = k > l+ dan tidak ada titik yang mempunyai warna l+, maka ganti warna k dengan l+. Jika f(a i ) = k > l+ dan ada titik yang mempunyai warna l+, maka tukar warna k dengan l+. Konsep Algoritma Backtracking oleh Brown Konsep algoritma backtracking yang dikemukakan oleh Brown berdasarkan 2 tahap, yaitu maju dan mundur. Tahap Maju: Semua titik diwarnai satu per satu berdasarkan warna yang mungkin hingga tidak ada lagi titik yang tidak memiliki warna. Tahap Mundur: Pilih satu titik yang sudah diwarnai. Kemudian warnai titik tersebut dengan warna lain yang berbeda dengan warna sebelumnya. Selanjutnya, titik-titik lain diwarnai kembali mengikuti langkah seperti pada tahap maju. Backtrack: Apabila masih mungkin ditemukan pewarnaan pada graf G yang lebih sedikit dari pewarnaan sebelumnya maka akan dilakukan suatu pewarnaan titik kembali. Proses ini dilakukan terus menerus dan berhenti apabila titik awal pewarnaan pada tahap maju tidak bisa diwarnai dengan warna yang lain. 25

Algoritma asli dari Brown dikembangkan lagi oleh Brelaz. Titik-titik dari graf disimpan dalam suatu array, misalkan A. Pertama, titik-titik tersebut diurutkan berdasarkan derajat yang tidak naik. Urutan ini lalu berubah secara dinamis. Misal A[0],,A[i-] telah mendapat warna dan misalkan banyaknya warna yang berbeda pada titik-titik ini adalah colors(i-) = l i. Himpunan warna bebas dari suatu titik x = A[i], dinotasikan dengan U = freecolors(x), adalah himpunan bagian dari warna {,2,, l i +} yang tidak muncul pada tetangga x. Jika suatu batas atas, dinotasikan dengan optcolornumber (χ(g) optcolornumber), telah didapat dari suatu pewarnaan f, maka semua warna optcolornumber dibuang dari U. Titik yang diwarnai selanjutnya adalah seperti pada DSATUR, yaitu titik yang memiliki derajat saturasi terbesar. Titik ini diwarnai dengan warna terkecil di U. Jika U kosong, maka suatu penelusuran kembali (backtrack) dilakukan. Algoritma ini disebut BSC (Backtracking Sequential Coloring) yang dapat mengkonstruksi suatu pewarnaan dari graf G dengan menggunakan warna sebanyak bilangan kromatik χ(g). Algoritma BSC(Backtracking Sequential Coloring) [input] n //banyak titik A[i], I = 0,,.,n- //array pengurutan derajat titik secara descending [Procedure] for i:= to n do //derajat saturasi setiap titik = 0 F[i]:=0; 26

start := 0; optcolornumber := n + ; v := A[0]; colors(-) := 0; U := []; freecolors[v] := U; while (start>=0) do //index awal //jumlah warna optimal. //titik yang akan diwarnai //colors(j) = banyaknya warna di A[0],...,A[j] //variabel untuk himpunan warna bebas(terurut) //array untuk himpunan warna bebas dari v //setiap titik diwarnai pada loop dibawah ini back:=false; for i:= start to n- do if i>start then //cari titik yang belum diwarnai dan mempunyai derajat saturasi terbesar v:=getdsaturone; // GetDSaturOne adalah fungsi untuk mencek derajat saturasi titik U:=GetUOne; //GetUOne adalah fungsi untuk mencek freecolors titik if U<>[] then C:=MinValue(U); F[v]:=C; //proses dijalankan jika U //warna bebas yang dipilih //pewarnaan untuk titik v freecolors[v]:=u-[c]; l:=colors[i-]; colors[i]:= max(c,l); else //U = dilakukan penelusuran kembali, mundur satu posisi start:=i-; 27

back:=true; break; //keluar dari loop for // akhir loop for if back then if start>=0 then v:=a[start]; F[v]:=0; //titik awal yang baru //hapus warna v U:=freeColors[v]; else //loop diatas dilalui tanpa berhenti for i:= to n do Fopt[i]:=F[i]; //menyimpan pewarnaan yang optimal pada saat optcolornumber:=colors[n-]; ini for i:=0 to n- do if F[A[i]]=optColorNumber then // i = indeks terkecil dimana F[A[i]]=optColorNumber break; start:=i-; if start<0 then break; //keluar dari loop while for j:=start to n- do F[A[j]]:=0; //hapus warna A[j], dimana j start 28

for i:=0 to start do v:=a[i]; U:=freeColors[v]; for j:=optcolornumber to MaxVertex do U:=U-[j]; //semua warna optcolornumber dihilangkan dari U freecolors[v]:=u; // disini v= A[start]; U=freecolors(v) // akhir dari loop while [Output] Fopt[n+]:=fmax(Fopt); //Bilangan Kromatik Result:=Fopt; 29

Untuk ilustrasi dari algoritma tersebut, perhatikan contoh dibawah ini :. Misalkan graf yang akan diwarnai adalah sebagai berikut 2 5 6 3 8 9 7 4 0 Gambar 2.9 2. Untuk mewarnai graf pada gambar 2.9 dengan menggunakan algoritma BSC, langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun derajat titik pada graf tersebut secara descending dalam array A. Sehingga, didapatkan A:=[v 6, v 2, v 0, v, v, v 3, v 4, v 5, v 7, v 8, v 9]. 3. Selanjutnya, pilih salah satu titik yang memiliki derajat terbesar. Jika terdapat lebih dari satu, maka pilih titik dengan label terkecil. Cek freecolors U yang mungkin diberikan pada titik tersebut, kemudian warnai titik tersebut dengan warna terkecil yang terdapat pada freecolors v. Kemudian hapus warna yang digunakan untuk mewarnai titik tersebut dari freecolors v. 4. Pilih titik dengan derajat saturasi terbesar. Jika terdapat lebih dari satu, maka pilih titik dengan derajat titik terbesar. Jika terdapat lebih dari satu, maka pilih titik dengan label terkecil. Cek freecolors U yang mungkin diberikan pada titik tersebut, kemudian warnai titik tersebut dengan warna terkecil yang terdapat 30

pada freecolors v dan tidak dimiliki oleh tetangga dari titik tersebut. Kemudian hapus warna yang digunakan untuk mewarnai titik tersebut dari freecolors v. 5. Langkah 4 dilakukan terus hingga semua titik pada graf diwarnai. Sebagai gambaran dari langkah 3 dan 4, perhatikan gambar 2.20. Gambar 2.20 6. Dari langkah 5 diperoleh hasil sebagai berikut freecolors(v 6 ) =[] freecolors(v 3 ) =[] freecolors(v 2 ) =[3] freecolors(v 0 ) = [3] freecolors(v 5 ) = [] freecolors(v ) = [4] freecolors(v 7 ) = [4] freecolors(v ) = [4] freecolors(v 4 ) = [4] freecolors(v 9 ) = [] freecolors(v 8 ) = [3,4,5] 2 3 4 5 7 6 8 9 0 Gambar 2.2 7. Hasil yang diperoleh ini kemudian disimpan pada Fopt (Fopt = 4). 3

8. Titik yang memiliki warna 4 dihapus ( v ). Kemudian hapus warna yang digunakan titik. v 8 9. Hapus semua warna 4 dari freecolors v dan U. 0. Kemudian warnai kembali v8 dengan warna yang tersedia pada freecolors v8. Selanjutnya v 9 diwarnai kembali dengan terlebih dahulu melakukan cek ulang terhadap freecolors v 9. Jika v 9 tidak memiliki freecolors yang tersedia, maka hapus warna titik v 9 dan warna titik sebelumnya berdasarkan urutan mundur dari A (dalam contoh ini kita hapus warna v 8 ).. Kemudian warnai kembali v8 dengan warna yang tersedia pada freecolors v8. Jika v 8 tidak memiliki freecolors yang tersedia, maka hapus warna titik v 8 dan v 7. 2. Semua warna titik akan dihapus berdasar urutan mundur dari A jika titik tersebut tidak memiliki freecolors v yang tersedia (pada contoh ini, proses berhenti hingga v 0 ). 3. Kemudian warnai kembali v0 dengan warna yang tersedia pada freecolors v0. Setelah v 0 diwarnai, lakukan kembali langkah 4 hingga semua titik diwarnai. 4. Sebagai gambaran langkah 8 hingga 3, perhatikan gambar 2.22 9 32

Gambar 2.22 5. Dari langkah 4 diperoleh hasil sebagai berikut freecolors(v 6 ) =[] freecolors(v 3 ) =[] freecolors(v 2 ) =[3] freecolors(v 0 ) = [] freecolors(v 5 ) = [] freecolors(v ) = [] freecolors(v 7 ) = [] freecolors(v ) = [] freecolors(v 4 ) = [] freecolors(v 9 ) = [] freecolors(v 8 ) = [] 2 3 4 5 7 6 8 9 0 Gambar 2.23 6. Hasil yang diperoleh disimpan pada Fopt (Fopt = 3). 7. Selanjutnya, lakukan cara yang sama pada langkah 8 hingga 3. Algoritma BSC berhenti apabila semua titik memiliki freecolors = []. 8. Hasil yang diperoleh adalah hasil dari Fopt terakhir (pada contoh ini hasil yang diperoleh adalah 3). 33