PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

dokumen-dokumen yang mirip
InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB II KAJIAN TEORITIS

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

KAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEKILAS TENTANG PMRI. Oleh Shahibul Ahyan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) SEBAGAI BASIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Utami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

BAB II KAJIAN TEORETIS

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK, KAITANNYA DENGAN PERFORMANSI PESERTA DIDIK Oleh: Ahmad Nizar Rangkuti 1

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN PENDEKATAN PENDlDlKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DALAM PEMBELAJARAN PERKALIAN BAG1 SISWA SD DENGAN LATAR BELAKANC BUDAYA YANG BERBEDA

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD

Jurnal MITSU Media Informasi Teknik Sipil UNIJA Volume 3, No. 1, April ISSN :

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

BAB II KAJIAN TEORI. penting untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif. Berbagai studi

PENELITIAN DESAIN MENGENAI KELILING LINGKARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA KELAS V SD BUDYA WACANA YOGYAKARTA

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT BANGUN RUANG

Pematematikaan Horizontal Siswa SMP pada Masalah Perbandingan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. memformulasikan dan merealisasikan ide- ide mereka.

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

P 36 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) BERBASIS BUDAYA CERITA RAKYAT MELAYU RIAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN RENDANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aktivitas belajar merupakan hal penting yang wajib dilakukan oleh

PROSIDING ISBN :

MENDESAIN SENDIRI SOAL KONTEKSTUAL MATEMATIKA *

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika

KETERKAITAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi aspekaspek

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION: MODEL ALTERNATIF

Transkripsi:

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan menyusun dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagaimana kita ketahui KTSP diimplementasikan pada sekolah-sekolah di Indonesia mulai tahun ajaran 2007/2008, meskipun belum semua sekolah menerapkannya, tergantung dari kesiapan masing-masing sekolah. KTSP bertujuan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas. Penerapan KTSP berimplikasi pada beberapa aspek antara lain perencanaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, pendekatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan lain sebagainya. Pendekatan pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, mengingat keberhasilan suatu pembelajaran di kelas akan sangat tergantung dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru. Untuk memaksimalkan hasil pembelajaran di kelas perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pendekatan pembelajaran matematika yang merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika yang sesuai dengan KTSP. Pendekatan pembelajaran yang dimaksud adalah pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). B. Pendekatan Pembelajaran Matematika Dalam suatu pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa. Agar komunikasi tersebut dapat berlajaran dengan baik dan diperoleh hasil pembelajaran yang maksimal guru seharusnya mempunyai strategi dalam melaksanakan pembelajaran. Secara umum strategi belajar mengajar mempunyai pengertian sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Menurut Mansur Muslich (2007:67) strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola pikir guru dalam mengajar. Dengan demikian jika dihubungkan dengan belajar mengajar matematika, strategi berarti suatu pola- 1

pola umum kegiatan guru-siswa dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar matematika untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut Syaiful Bahri D (2002), ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yakni: 1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan. 2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. 3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar. Strategi merupakan siasat dalam pembelajaran misalnya mengaktifkan siswa. Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan, seperti konstruktivis dan realistik. Pendekatan pembelajaran merupakan suatu pedoman mengajar yang sifatnya masih teorits atau konseptual. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa memilih sistem pendekatan belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Dalam konteks penerapan KTSP, kegiatan pembelajaran diartikan sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator, guru bertanggungjawab untuk menciptakan situasi yang kondusif yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar. Dengan demikian, tanggung jawab belajar terdapat pada diri siswa. Menurut Depdiknas (2003), pengembangan kegiatan pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut. 1) Berpusat pada siswa 2) Belajar dengan melakukan 3) Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan 4) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah 2

5) Mengembangkan kreatifitas siswa 6) Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi 7) Perpaduan kompetensi, kerjasama, dan solidaritas 8) Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik 9) Belajar sepanjang hayat. Karakteristik pembelajaran seperti tersebut di atas merupakan ciri-ciri pembelajaran yang menganut paradigma belajar. Pembelajaran dalam konteks paradigma belajar sangat sesuai dengan paham kontruktivisme. Kostruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi kita sendiri. Menurut Jaworski yang dikutip oleh Ali Mahmudi (2005) bahwa pengetahuan dikonstruksi secara aktif oleh siswa dan tidak diterima secara pasif dari lingkungan. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa, melainkan harus dikonstruksi atau diinterpretasikan sendiri oleh siswa. oleh karena itu dalam pembelajaran di kelas diusahakan agar siswa aktif mengkontruksi sendiri pengetahuannya, menemukan sendiri konsepkonsepnya. Dengan demikian siswa akan lebih paham tentang konsep yang sedang dipelajarinya dan konsep tersebut akan bertahan lebih lama dalam ingatannya. D. Realistic Mathematic Education (RME) Realistic Mathematic Education (RME) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman seharihari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Realistic Mathematic Education (RME) merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di negeri Belanda oleh Freudhenthal pada tahun 1973. Menurut Freudhental matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics as a human activity) dan harus dikaitkan dengan realita (de Lang, 1999; Gravemeijer, 1994). Menurut Gravemeijer (1994:90-91) dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan RME terdapat tiga prinsip utama yaitu: 1) Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization) Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Seperti yang 3

dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumusrumus matematika. 2) Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalahmasalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata. 3) Mengembangkan model-model sendiri (self-developed model) Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri. Dalam pembelajaran, proses yang diharapkan terjadi adalah pertama siswa dapat membuat model situasi yang dekat dengan siswa, kemudian dengan proses generalisasi dan formalisasi model situasi diubah kedalam model tentang masalah (model of). Selanjutnya, dengan proses matematisasi horizontal model tentang masalah berubah menjadi model untuk (model for). Setelah itu, dengan proses matematisasi vertikal model untuk berubah menjadi model pengetahuan 4

matematika formal. Menurut Ahmad Fauzan (2003), pendekatan PMR dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut: 1) Matematika dipandang sebagai kegiatan maniusia sehari-hari sehingga memecahkan masalah-masalah kontekstual merupakan hal yang esensial dalam pembelajaran. 2) Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics) 3) Siswa diberikan kesempatan untuk menemukan konsep-konse matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru). 4) Proses pembelajaran berlangsung secara interaktif dimana siswa menjadi fokus dari semua aktivitas di kelas. Kondisi ini mengubah otoritas guru yang semula sebagai validator, menjadi seorang pembimbing dan motivator. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik guru mengarahkan siswa untuk menggunakan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika dengan caranya sendiri, konsep matematika diharapkan muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelasaian yang berkaitan dengan konteks dan secara perlahan siswa mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih tinggi. Konteks dalam PMR merujuk pada situasi dimana soal ditempatkan, sedemikian hingga siswa dapat menciptakan aktivitas matematik dan melatih ataupun menerapkan pengetahuan matematika yang dimilikinya. Konteks dapat pula berupa matematika itu sendiri, sepanjang siswa dapat merasakannya sebagai hal riil. Frans Moerland (2003) memvisualisasikan proses matematisasi dalam pembelajaran matematika realistik sebagai proses pembentukan gunung es (iceberg). Proses pembentukan gunung es di laut selalu dimulai dari bagian dasar di bawah permukaan laut dan setrusnya akhirnya terbentuk puncak gunung es yang muncul di atas permukaan laut. Bagian dasar gunung es lebih luas dari pada puncaknya, dengan demikian konstruksi gunung es tersebut menjadi kokoh dan stabil. Proses ini diadopsi pada proses matematisasi dalam matematika realistik, yaitu dalam pembelajaran selalu diawali dengan matematisasi horizontal kemudian meningkat sampai matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal lebih ditekankan 5

untuk membentuk konstruksi matematika yang kokoh sehingga matematisasi vertical lebih bermakna bagi siswa. Dalam prinsip-prinsip pembelajaran matematika realistik, matematisasi horizontal terdiri tiga tingkatan, yaitu : (1) mathematical world orientation; (2) model material; (3) building stone number relation. Sedangkan matematisasi vertikal adalah kegiatan yang menggunakan notasi matematika formal. Tingkatan ini oleh Frans Moerlands digambarkan dalam diagram sebagai berikut: Ketiga prinsip di atas oleh de Lang (1987:75) dijabarkan dalam 5 karakteristik, yakni: 1) Digunakannya konteks nyata untuk dieksplorasi Maksudnya dalam kegiatan pembelajaran matematika dimulai dari masalahmasalah yang nyata (real) yang dekat dengan siswa atau sering dijumpai siswa sehari-hari. Dari masalah nyata tersebut kemudian siswa menyatakan ke dalam bahasa matematika, selanjutnya siswa menyelesaikan masalah itu dengan alatalat yang ada dalam matematika, kemudian siswa membahasakan lagi jawaban yang diperoleh ke dalam bahasa sehari-hari. Dengan langkah-langkah yang 6

ditempuh tersebut diharapkan siswa akan dapat melihat kegunaan matematika sebagai alat bantu untuk menyelesaikan masalah-masalah kontekstual. Dalam belajar siswa akan lebih mudah memahami konsep jika ia tahu manfaat atau kegunaannya. Karena sesuatu yang bermakna akan lebih mudah dipahami siswa dari pada yang tidak bermakna. Dalam hal ini yang dimaksud bermakna adalah informasi yang baru saja diterima mempunya kaitan dengan informasi yang sudah diketahui siswa sebelumnya. Dengan penekanan pada aspek aplikasi, pembelajaran matematika akan lebih bermakna. 2) Digunakannya instrument-instrumen vertikal, seperti misalnya model-model, skema-skema, diagram-diagram, simbol-simbol, dsb. Yang dimaksud model dalam hal ini berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri. 3) Digunakannya proses konstruktif dalam pembelajaran, dalam hal ini siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, proses penyelesaian soal atau masalah kontekstual yang dihadapi, yang menjadi awal dari proses matematisasi berikutnya. Dalam pembelajaran siswalah yang aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, bukan guru yang menjelaskan kepada siswa tentang pengertian atau konsep matematika. Di sini peran guru sebagai fasilitator dan motivator, guru membimbing siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuannya. 4) Adanya interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa yang satu dengan siswa yang lain serta antara siswa dengan guru. Dalam proses pembelajaran diharapkan terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Selain itu diharapkan terjadi pula interaksi antara siswa dengan siswa yaitu dalam mengkontruksi pengetahuannya mereka saling berdisksusi, mengajukan argumentasi dalam menyelasaikan masalah. Jika siswa menemui kesulitan siswa menanyakan kepada guru sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan guru. 5) Terdapat keterkaitan (intertwining) di antara berbagai materi pelajaran untuk mendapatkan struktur materi secara matematis. Dalam hal ini pokok bahasan dalam materi pelajaran tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan yang lainnya, misalnya mengkaitkan antar penjumlahan dengan perkalian, perkalian dengan pengukuran, dsb. 7

Proses pembelajaran tersebut oleh de Lange (1987: 72) digambarkan dalam suatu diagram sebagai berikut: Situasi Nyata Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dan Refleksi Abstrak dan Formalisasi (de Lange,1987:72) C. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, yang selanjutnya dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh Freudenthal. PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas insani, dalam pembelajarannya digunakan konteks yang sesuai dengan situasi di Indonesia. Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI adalah kontruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya. Menurut Zulkardi (2000) PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan ketrampilan 8

proses of doing mathematics, berdiskusi berkolaborasi berargumentasi dengan teman sekelas sehinga dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia mulai diujicobakan di Indonesia pada tahun 2002. Pada awalnya terdapat empat Universitas yang terlibat dalam pengembangan PMRI, yaitu UPI Bandung, UNY Yogyakarta, USD Yogyakarta dan UNESA Surabaya. Masing-masing Universitas tersebut melakukan uji coba pada dua Sekolah Dasar (SD) dan satu MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri). Uji coba tersebut dilaksanakan mulai kelas satu dan uji coba sudah sampai pada kelas 6. Untuk melengkapi proses pembelajaran telah disusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Buku Guru, Buku Siswa dan Lembar Aktifitas Siswa (LAS) yang disusun oleh TIM PMRI dari ke empat Universitas tersebut. D. Penutup Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa perlu dikembangkan pendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, mengkondisikan siswa sehingga dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan menggunakan modelmodel yang dikembangkan sendiri oleh siswa. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah PMRI. Namun demikian dalam implementasinya di sekolah tidaklah mudah, sehingga perlu kerja keras para guru dan siswa. Keberhasilan implementasi PMRI tergantung pada kemampuan guru untuk membuat suatu iklim dimana siswa mau mencoba berpikir dengan cara baru dan mengkomunikasikannya dengan orang lain. Selain itu dukungan kepala sekolah juaga sangat dibutuhkan untuk kesuksessan implementasi PMRI di sekolah. Oleh karena itu kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru dan siswa serta komponen sekolah yang lain akan sangat membantu kelancaran impelementasi PMRI di sekolah. Daftar Pustaka Ahmad Fauzan. (2003). Rute Belajar dalam RME: Suatu Arah untuk Pembelajaran Matematika. Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional 9

Pendidikan Matematika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 27-28 Maret 2003 De Lange, J. (1987). Mathematics, Insight, and Meaning, Utrecht : OW & Co. Gravemeijer, K.(1994). Developing Realistic Mathematics Education, : onwikkelen van relistich reken/wiskundeonderwijs (met een samenvatting in het nederlands). Nederland : Universiteit Utrechte. Julie, Hongki. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik (makalah) Marpaung, Y. (2003). Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah (makalah) 10