SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3.

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

METODELOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

Serodeteksi Brucella abortus pada Sapi Bali di Timor Leste

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE.

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

3. METODE PENELITIAN

Perbandingan Titer Antibodi Newcastle Disease pada Ayam Petelur Fase Layer I dan II

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

Deteksi Antibodi terhadap Virus Classical Swine Fever dengan Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay

BAB I PENDAHULUAN. Tetelo yang merupakan salah satu penyakit penting pada unggas. Penyakit ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

3. METODE PENELITIAN

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 MATERI DAN METODA Vaksin ND ( Newcastle Diseases ) Vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari a Ga

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

Seroprevalensi Penyakit Tetelo pada Peternakan Itik dan Pasar Galiran di Kabupaten Klungkung, Bali

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 25 September 17 Oktober 2012 di unit kandang

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

STANDAR PELAYANAN PUBLIK JANGKA WAKTU LAYANAN KARANTINA ( SERVICE LEVEL AGREEMENT )

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

MEKANISME ALUR LAYANAN KARANTINA

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

TEKNIK PENGUJIAN DAYA HIDUP VIRUS VAKSIN ND (NEWCASTLE DISEASE) YANG TELAH DIENCERKAN DALAM WAKTU PENYIMPANAN YANG BERBEDA RINGKASAN

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

DAFTAR KODE & TARIF PNBP BALAI BESAR UJI STANDAR KARANTINA PERTANIAN (berdasarkan PP No. 35/2016)

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE GROWER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

RINGKASAN. Kata kunci : Titer antibodi ND, Newcastle Disease, Ayam Petelur, Fase layer I, Fase Layer II

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lokakarya Fungsional Non Penelib' mycoplasma broth base (oxoid), D-glucose (BDH Chemicals), L.cystein HCI (BDH Chemicals), Thallous acetate (BDH Chemi

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

WALIKOTA TASIKMALAYA

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Skematis virus ND. (FAO 2004)

ASPEK DIAGNOSIS DAN PATOGENESIS ISOLAT LOKAL CANINE PARVOVIRUS (RIVS 57) KETUT KARUNI NYANAKUMARI NATIH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAYANAN KARANTINA HEWAN BERDASARKAN KATEGORISASI MEDIA PEMBAWA HPHK DAN WAKTU PELAYANAN

Inokulasi Virus pada Telur Ayam Berembrio

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

Pengambilan dan Pengiriman Sampel

EVALUASI HASIL PENGUJIAN UJI KEAMANAN VAKSIN GUMBORO AKTIF DI BBPMSOH TAHUN

HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SOEKARNO HATTA

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di unit kandang

Transkripsi:

SERODETEKSI PENYAKIT TETELO PADA AYAM DI TIMOR LESTE Muhammad Ulqiya Syukron 1, I Nyoman Suartha 2, Nyoman Sadra Dharmawan 3. 1 Mahasiswa FKH Unud, 2 Lab Penyakit Dalam Veteriner, 3 Lab Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P.B.Sudirman Denpasar Bali tlp, 0361-223791 Email : qiya_soft@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian penyakit tetelo pada ayam di Timor Leste. Penelitian ini menggunakan sampel serum ayam yang diambil dari distrik di Dili, Los Palos, Suai dan Maliana. Setiap distrik diambil 15 serum sampel. Sampel yang digunakan merupakan koleksi tim Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Universitas Udayana tahun 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI). Hasil yang didapat dalam penelitian ini menunjukan bahwa nilai titer antibodi antara 2 1 sampai 2 8 di Timor Leste. Simpulan penelitian ini adalah di Negara Timor leste terjangkit penyakit tetelo secara endemik. Kata kunci : Penyakit tetelo, Ayam, Timor Leste dan HI. PENDAHULUAN Timor Leste atau yang lebih lengkap disebut Republik Demokratik Timor Leste, juga disebut Timor Lorosae adalah negara kecil di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Sebelum merdeka, Timor Leste bernama Provinsi Timor Timur, merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Timor Leste secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Sebagai negara yang relatif baru, secara formal Pemerintah Timor Leste belum memiliki peraturan khusus karantina yang dapat dipakai acuan dasar untuk menangkal masuknya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) ke wilayah negara tersebut (Dharmawan et al., 2010). Yang dimaksud HPHK adalah semua hama penyakit dan penyakit hewan yang berdampak sosio- 360

ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat resikonya (Balai Karantina Hewan Kelas I Ngurah Rai, 2006). Penggolongan HPHK dibuat oleh setiap negara berdasarkan kondisi yang nyata ada. Hal ini sesuai dengan Kesepakatan tentang Penerapan Ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi, disebut sebagai Kesepakatan SPS dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organitation, atau WTO). Salah satu Kesepakatan SPS menyebutkan bahwa anggota WTO mempunyai hak menjalankan ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang diperlukan, untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, selama ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan persyaratan yang ada. Mengingat pentingnya suatu negara memiliki peraturan khusus karantina tentang HPHK, maka pembuatan dokumen peraturan khusus tersebut di Timor Leste sangat mendesak dan perlu mendapat prioritas. Dalam rangka mempersiapkan dokumen dimaksud, dibuat kerjasama antara Ministērio da Agricultura e Pescas (Kementerian Pertanian dan Perikanan) Timor Leste dengan Universitas Udayana, Bali, Indonesia. Salah satu isi kerjasama tersebut adalah pembuatan Daftar HPHK Timor Leste yang dibuat dengan cara studi ilmiah. Penelitian Serodeteksi penyakit tetelo pada ayam di Timor Leste ini merupakan salah satu studi untuk mengetahui kejadian penyakit tetelo di Timor Leste, yang diantaranya dapat dipakai untuk melengkapi daftar HPHK yang akan disusun tersebut. Dari uraian latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: apakah penyakit tetelo pada unggas khususnya ayam ditemukan di Timor Leste. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian penyakit tetelo pada ayam di Timor Leste. Hasil dari penelitian ini bermanfaat memberi informasi tentang keberadaan tetelo di Timor Leste, penelitian ini juga akan dimanfaatkan sebagai bukti ilmiah untuk menyusun daftar HPHK dalam rencana penyusunan peraturan khusus karantina di Timor Leste. 361

METODE PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum ayam yang merupakan koleksi Tim HPHK Universitas Udayana tahun 2010. Serum ayam yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari ayam di Timor Leste pada tahun 2010. Pengambilan sampel dilakukan di 4 distrik, dengan tiap distrik akan diambil sebanyak 15 sampel. Distrik pengambilan sampel yaitu : Dili, Los Palos, Maliana dan Suai. Distrik-distrik tersebut dipilih karena dianggap sebagai gudang ternak di Timor Leste. Isolasi Serum Darah diambil dari vena sayap (V. brachialis). Bulu sekitar vena brachialis dicabut dan didesinfeksi dengan alkohol. Pengambilan darah pada vena brachialis dengan spuit 3 cc. Setelah didapatkan darah diletakkan pada suhu kamar ±1-2 jam setelah itu diletakkan pada suhu 4 0 C selama 18-24 jam. Kemudian serum dipisahkan dari bekuan darah. Serum ditampung pada tabung eppendorf steril. Serum disimpan pada suhu -20 0 C sampai digunakan. Uji Hemaglutinasi Uji Hemaglutinasi (HA) : Tambahkan 25 µl NaCL fisiologis ke dalam sumuran 1 sampai dengan 12. Kemudian tambahkan 25 µl antigen ke dalam sumuran 1 dan 11. Setelah itu encerkan kelipatan 2 antigen dari sumuran 1 sampai dengan 10. Dari sumuran 10 buang 25 µl. Sedangkan sumuran 11 sebagai kontrol antigen dan 12 sebagai kontrol sel darah merah. Lalu tambahkan 25 µl NaCL fisiologis ke dalam sumuran 1 sampai dengan 10. Setelah itu tambahkan 50 µl s.d.m 1 % ke dalam sumuran 1 sampai dengan 12 dan campur isi mikroplate dengan mikro plate shaker atau menggoyangnya dengan tangan. Setelah itu inkubasikan mikroplate pada suhu ruang sekitar 15-60 menit dan kemudian baca hasilnya. Dalam membaca hasil dari uji Hemaglutinasi (HA) dinyatakan valid apabila pada sumuran 12 (kontrol sel darah merah / RBC) setelah inkubasi terjadi hambatan sel darah merah / red blood cell 362

(RBC) mengendap sempurna. Sedangkan HA sempurna apabila terjadi aglutinasi dimana eritrosit terlihat merata (difusi) tanpa terjadi pengendapan berbentuk titik ditengah lubang. Jika aglutinasi terjadi sampai dengan sumuran ke 8 (1 : 256) maka berarti bahwa antigen tersebut mengandung 256 (2 8 ) HA unit. Pada hasil akhir uji HA antigen virus ND dibuat dalam konsentrasi 2 2 atau 4 HA unit. Selanjutnya digunakan untuk uji titerasi dengan uji hemaglutinas inhibisi (HI). Uji Hambatan Hemaglutinasi (HI) Hemaglutinasi Inhibisi (HI) : Cara kerja uji HI untuk menentukan titer antibodi. Pertama tambahkan 25 µl pengencer NaCL fisiologis ke dalam sumuran 1 sampai dengan 12. Lalu tambahkan 25 µl serum uji kedalam sumuran 1. Setelah itu encerkan kelipatan 2 serum uji dari sumuran 1 sampai dengan 10 dari sumuran 10 buang 25 µl. Kemudian tambahkan 25 µl antigen 4 HA unit ke dalam sumuran 1 sampai dengan 11. Selanjutnya campur isi semua sumuran dengan cara menggoyang dengan mikroplate shaker atau dengan tangan. Setelah tercampur kemudian inkubasikan mikroplate pada suhu ruang minimum 30 menit. Setelah masa inkubasi selesai tambahkan 50 µl RBC ayam 1 % kedalam masing-masing sumuran 1 sampai dengan12. Campur isi mikroplate dengan cara menggoyangnya. Setelah itu inkubasikan kembali mikroplate pada suhu ruang selama 15-60 menit atau sampai kontrol sel darah merah pada sumuran 12 mengendap dan kemudian baca hasilnya. Untuk membaca hasil pada uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dinyatakan valid hasilnya apabila pada sumuran 11 (kontrol antigen) dan 12 (kontrol RBC) setelah inkubasi terakhir RBC mengendap sempurna. Serum uji dinyatakan positif antibodi apabila pada sumuran 1 atau sumuran selanjutnya terjadi hambatan aglutinasi sel darah merah sehingga terjadi pengendapan sel darah merah. Nilai titer antibodi tergantung sampai sumuran mana masih terjadi hambatan aglutinasi sel darah merah. Sedangkan untuk menentukan titer antibodi pada serum uji harus ditentukan dahulu end point pada uji. End point uji HI adalah sumuran terakhir dimana masih terjadi hambatan aglutinasi 363

sdm Apabila end point sudah ditentukan maka kebalikan angka pengenceran serum pada sumuran end point dinyatakan sebagai titer antibodi pada serum. Dengan ketentuan nilai HI titer untuk ND dinyatakan negatif jika kurang dari 1:8 (2 3 ) dan positif jika bernilai 1:8 (2 3 ) atau lebih (OIE, 2009) yang telah dimodifikasi oleh Laboratorium Biomedik. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai titer antibodi penyakit tetelo yang terdeteksi dengan uji HI pada serum sampel di wilayah Timor Leste adalah kisaran antara 2 1 sampai 2 8. Berdasarkan uji HI 6 sampel dinyatakan positif. Hasil positif pada distrik Dili sebanyak 1 sampel, Los palos 3 sampel, Suai 2 sampel dan Maliana (0). Nilai titer penyakit tetelo yang diperoleh dengan uji HI terhadap sampel serum pada masing-masing distrik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai titer antibodi ND yang diperoleh dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi. No. Distrik No. Sampel Keterangan Nilai titer 1 Dili 2 + 128 2 Los Palos 6 + 64 12 + 64 14-2 15 + 256 3 Suai 2-2 7 + 32 15 + 64 4 Maliana 0-0 Jumlah sampel (+) 6 Keterangan : (+/-) positif/negatife 364

Di antara penyakit-penyakit ayam, penyakit tetelo merupakan penyakit yang sangat penting di Indonesia, karena telah menyebar di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar (Darmawan, 1985). Penyakit ini menimbulkan kerugian sosio-ekonomi yang sangat besar karena memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Darminto dan Ronohardjo, 1996). Keberadaan virus penyakit tetelo pada suatu wilayah dapat dideteksi dengan isolasi virus dari sampel feses (swab kloaka) atau swab nasofaring dan deteksi antibodi dari serum (serologis). Adanya virus penyakit tetelo dapat dideteksi dengan uji Hemaglutinasi dan Hemaglutinasi Inhibisi (Allan et al., 1978). Penyakit tetelo terdeteksi secara serologis di tiga distrik dari empat distrik yang telah ditentukan untuk pengambilan sampel yang ada di Dili, Los palos, Suai dan Maliana. Titer yang terdeteksi bervariasi dari 2 1 sampai 2 8. Nilai titer antibodi tertinggi di distrik Los palos yaitu 2 8. Titer antibodi protektif terhadap kematian akibat uji tantang penyakit tetelo berkisar 2 3 atau lebih (Nahamya et al., 2006). Sedangkan menurut Allan (1978), pembacaan hasil secara garis besar bisa sebagai berikut : pada uji tantang penyakit tetelo, ayam yang mengandung Ab kurang dari 2 2 mengakibatkan kematian 100%. Titer antibodi (Ab) antara 2 2 sampai 2 4 angka kematian mencapai 10%, titer Ab 2 5 sampai 2 6 angka kematian 0%. Titer Ab 2 6 sampai 2 8 angka kematian 0%, tetapi pada ayam petelur menyebabkan penurunan produksi. Titer Ab 2 9 sampai 2 11 angka kematian 0%, produksi telur tidak turun dan angka kesembuhan mencapai titer Ab 2 11 sampai 2 12. Titer Ab 2 11 sampai 2 13 ayam akan bebas dari wabah penyakit tetelo dan tidak akan ada penurunan produksi telur lebih dari 6 bulan. Karena sampel yang diambil adalah ayam yang tidak divaksinasi maka, sampel yang memiliki nilai titer 2 3 dinyatakan positif. Nilai titer antibodi yang terbaca belum tentu akibat terjangkit penyakit penyakit tetelo, karena bisa juga akibat vaksinasi. Sedangkan terbacanya titer yang rendah dibawah (2 3 ) diduga akibat terjadi paparan virus pada pengambilan sampel. Persentase sampel serum uji yang dinyatakan positif berdasarkan uji HI pada masing-masing distrik dapat dilihat pada Tabel 4.2 365

Tabel 4.2. Persentase sampel yang positif secara Hemaglutinasi Inhibisi. No. Distrik Sampel positif ( % ) 1. Dili 10 2. Los palos 20 3. Suai 13,33 4. Maliana 0 Rataan 10,83 Deteksi titer yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI). Uji ini telah digunakan dan keberadaannya menjadi wajib di tiap laboratorium yang memeriksa titer penyakit penyakit tetelo karena sifatnya yang lebih spesifik dan tidak memerlukan peralatan khusus sehingga lebih ekonomis. Prinsip dari uji HI adalah hambatan aglutinasi sel darah merah (RBC) oleh virus akibat terikatnya virus tersebut oleh antibodi spesifik. Oleh karena itu uji HI hanya bisa digunakan untuk virus yang mengagglutinasi sel darah merah (RBC), metode kerja uji HI adalah pengenceran bertingkat serum sampel hingga pengenceran terbesar yang masih sanggup menghambat agglutinasi (RBC) oleh antigen, sehingga dapat diketahui nilai titer antibodi dari serum sampel. Uji deteksi serologis yang lain adalah ELISA dan AGPT. Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), uji ini memiliki beberapa keunggulan yaitu cepat, akurat, mampu menghitung titer (kuantitatif) dan dapat menguji sampel dalam jumlah banyak, namun demikian harga kit yang digunakan mahal. Agar Gel Precipitation Test (AGPT), uji ini menggunakan teknik presipitasi (pengendapan) antigen oleh antibodi yang sesuai, namun uji AGP hanya bersifat kualitatif yaitu hanya mengetahui keberadaan antibodi spesifik terhadap antigen (Medion, 2009). Untuk memastikan adanya virus penyakit tetelo beredar pada suatu wilayah dilakukan dengan isolasi virus dari sampel feses (swab). Hasil sampel itu ditanam 366

pada telur ayam bertunas (TAB), kemudian diteruskan untuk uji HA dan uji HI. Metode diagnosa yang lain menggunakan teknik biologi melekular yaitu Nested Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (Nested RT-PCR), metode ini dipakai untuk melacak asam nukleat virus penyakit tetelo dari hasil pemamenan virus pada cairan allantois telur ayam berembrio. Metode ini mempunyai sensitifitas dan keakuratan serta cepat, namun dibutuhkan peralatan khusus serta teknisi yang ahli (Adi et al., 2008). Penyebaran penyakit penyakit tetelo melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit, kotoran, ransum, air minum, kandang, tempat ransum atau minum, peralatan lainnya yang tercemar oleh kuman penyakit, melalui pengunjung, serangga, burung liar dan udara. Penyebaran melalui udara dapat mencapai radius 5 km. Virus penyakit tetelo dapat diisolasi dengan titer tinggi selama masa inkubasi sampai masa kesembuhan. Virus penyakit tetelo terdapat pada udara yang keluar dari pernafasan ayam, kotoran, telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan dalam karkas selama infeksi akut sampai kematian (Poultry Indonesia, 2011). SIMPULAN Dari hasil pembahasan diatas dibuat kesimpulan sebagai berikut : Ayam yang dipelihara di Timor Leste terjangkit oleh penyakit tetelo. SARAN Dari kesimpulan diatas maka dapat disarankan : Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa banyak tingkat kejadian penyakit tetelo di Timor Leste, karena dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan dan distrik yang di pilih terbatas. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ministērio da Agricultura e Pescas (Kementerian Pertanian dan Perikanan) Timor Leste atas bantuan dananya. 367

DAFTAR PUSTAKA Adi AAAM, Astawa NM, Putra KSA dan Yasunobu M. 2008. Jurnal Veteriner September 2008 Vol. 9 No. 3 : 128-134. (Deteksi Virus Penyakit Tetelo Isolat Lapangan dengan Metode Nested Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction). Allan WH, Lancaster JH and Toth B. 1978. Newcastle Disease Vaccines. Their Production DAN Use. FAO of the United Nations,Rome. Balai Karantina Hewan Kelas I Ngurah Rai. 2006. Kumpulan Peraturan Perundangundangan Karantina Hewan Denpasar. Darmawan. 1985. Masa kekebalan Vaksin ND galur Komorov. Vetma. No 3/VII Pusvetma. Surabaya. Darminto dan Ronohardjo P. 1996. Newcastle Disease Pada Unggas di Indonesia : Situasi Terakhir dan Relevansinya Terhadap Pengendalian Penyakit. Balai Penelitian Veteriner. p : 65-84. Dharmawan NS, Damriyasa IM, Suartha IN, Agustina KK. 2010. List of HPH and HPHK in Timor Leste. Paper presented in. International Seminar on Timor Leste s Quarantine Regulation Plant Pest and Animal Diseases. Dili, 26-8- 2010. Medion Online. 2009. Serologis Pendukung Diagnosa. Info Medion Edisi September 2009 (http://info.medion.co.id). Nahamya FH, Mukiibi-Muka G, GW Nasinyama dan Kabasa JD. 2006. Assessment of the cost effectiveness of vaccinating free range poultry against Newcastle disease in Busedde sub-county, Jinja district, Uganda In Livestock Research for Rural Development 18 (11) 2006. (http://www.lrrd.org/lrrd18/11/naha18158.htm). OIE. 2009. OIE Terrestrial Manual 2009. Chapter 2.3.14. Newcastle disease. PoultryIndonesia. 2011. Penyakit Tetelo (Newcastle Disease). www.poultryindonesia.com.(18 juni 2011). 368