MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

1 of 5 21/12/ :45

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti

Modul ke: PPh Pasal 22. Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1.Akuntansi

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

Pemungut PPh Pasal 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan Pasal 21

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksploita

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORITIS

253/PMK.03/2008 WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJ

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

BAB I PENDAHULUAN. Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERA TU RAN MENTE RI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

l'v1 ENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN. PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORITIS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

2015, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN M

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

2015, No Tidak Sesuai Dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan kepada Pihak Lain Baik Sebagian atau Seluruhnya Serta Pengenaan Sanksi Atas

II. PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH SKB PPN ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193/PMK.03/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

BAB VI BAB VI BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 146 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PPh PASAL 22

b. Pemungutan pajak bukan karena denda sebagai akibat tindakan melawan hukum, tetapi pemungutannya akibat suatu ukuran-ukuran tertentu antara lain,

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015, No Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PMK.04/2012

*47240 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

PPN DAN PPn BM PRINSIP DASAR PENGKREDITAN PPN, DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN, TATA CARA RESTITUSI, TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PPN

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING SUHARTONO Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika Jakarta Jl. RS. Fatmawati No. 24 Jakarta Selatan, Indonesia E-mail: suhartono.sht@bsi.ac.id ABSTRACT Currently the Government is increasing the tax revenue from various sectors, especially the increase in the tax on imported goods ( Income Tax (VAT ) on the import of Article 22 ). Income Tax (VAT ) on the import of Article 22 in accordance with Law No. 7 of 1983 has a supporting role budgetary functions ( towing instruments of public funds to put into the state treasury ). But along with the issuance of the Finance Minister Regulation No. 175/PMK.011/2013 About Withholding Income Tax Article 22 Relating to Payments for Delivery of Goods and Activities for Import Or Other Business Activities in the Field of the Income Tax (VAT ) on the import of section 22 has a role new additions as support functions regulerend ( tool for controlling imports ). It is intended that the import of certain goods from another country can be muted. Other purpose that is greater than the reduction of imported goods is to reduce the pressure on the balance of trade with other countries in order to avoid a deficit. It is expected that the reduction in the number of imported goods will improve the trade balance moving towards a trade surplus with other countries and the domestic industry are encouraged to increase the production of goods as import substitution goods. Keywords: Article 22 Income Tax, Import, Ms. Access Programming I. PENDAHULUAN Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi utama yaitu fungsi budgeter (anggaran) dan fungsi regulerend (mengatur). Menurut Pudyatmoko (2009), dua fungsi utama pajak tersebut adalah sebagai berikut: a. Fungsi budgeter (Anggaran) Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana sebesar-besarnya ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan. b. Fungsi regulerend (Mengatur) Pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah. Oleh karenanya fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah. Dengan adanya fungsi mengatur, kadang kala dari sisi penerimaan (fungsi budgeter) justru tidak menguntungkan. Terhadap kegiatan masyarakat yang dipandang bersifat negatif, apabila fungsi regulerend yang dimaksudkan untuk menekan kegiatan itu dikedepankan, pemerintah justru dipandang berhasil apabila pemasukan pajaknya kecil. Sebagai contoh adalah cukai minuman keras. Bila pemasukan dari cukai minuman keras sangat sedikit, yang mengindikasikan bahwa masyarakat tidak lagi banyak mengonsumsi minuman keras, maka hal itu justru disebut keberhasilan, sekalipun dari sisi budgeter tidak menguntungkan. Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi utama pajak adalah sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam kas Negara (fungsi budgeter) dan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah (fungsi regulerend) Untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pemerintah setiap tahunnya berusaha meningkatkan pemasukan dari sektor pajak. 1

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) atas impor merupakan salah satu jenis pajak yang memiliki peran selain sebagai pendukung fungsi budgeter menarik dana dari masyarakat untuk kas Negara juga sekaligus berperan sebagai fungsi regulerend (mengatur) yaitu sebagai alat untuk mengendalikan impor. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian PPh Pasal 22 Menurut Mardiasmo (2006) merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Menurut Waluyo (2005) adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Menurut Fidel (2008) yaitu PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang. 2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Menurut Tim Direktorat Jenderal Pajak (2012) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; 2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 2.2 Pemungut PPh Pasal 22 Berdasarkan PMK No.154/PMK.03/2010 maka pemungut PPh pasal 22 sebagai berikut : 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4; 4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-apbn; 5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. 8. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 2.3 Objek PPh Pasal 22 Menurut Muljono (2010) objek PPh Pasal 22 yang harus dikenakan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. PPh pasal 22 dari Bendaharawan Pemerintah. 2. PPh pasal 22 dari Impor Barang. 2

PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 3. PPh pasal 22 dari Industri tertentu, seperti industri kertas dan otomotif. 2.4 Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 maka dasar pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terdiri atas: 1. Nilai Impor:Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yang terdiri dari cost insurance and freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainya yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor. 2. Harga jual lelang 3. Harga Pembelian 4. Harga Penjualan 2.5 Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 maka tarif PPh pasal 22 sebagai berikut : 1. Atas impor : a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final. 3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu: a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final) b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final) c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final) d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final) 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final 5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN. 6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor. 7. Atas Penjualan a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2. d. Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2. e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. 8. Untuk yang tidak ber-npwp dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 2.6 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 maka pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut : 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan; 2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang 3

bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia; c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; h. barang pindahan; i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundangundangan kepabeanan; j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; k. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; l. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; m. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); n. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; o. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional; p. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; q. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia; r. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau s. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama. 3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali; 4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d PMK-154 (i.e :Bendaharawan dan KPA), berkenaan dengan: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/pdam dan benda-benda pos. 6. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG); 7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor; 8. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 2.7 Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 Menurut Waluyo (2005) penetapan saat terutang dan pelunasan PPh Pasal 22 diatur sebagai berikut : 1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk 4

PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB); 2. Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada saat pembayaran; 3. Atas penjualan hasil terutang dan dipungut pada saat penjualan; 4. Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); 5. Atas pembelian barang-barang dilaksanakan dengan cara pungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau kantor POS. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan membaca buku literatur tentang Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22), materi pajak pada website dan buku-buku yang lain. 2. Pengambilan kesimpulan Setelah proses analisa telah selesai dilakukan, maka dilakukan pengambilan kesimpulan dengan cara menarik kesimpulan dari analisa data dilakukan sebelumnya. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Input Data Proses analisis Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) untuk pegawai tetap menggunakan ilustrasi data yang diolah dengan MS. Acces Programming sebagai berikut : 1. Pada layar komputer akan tampil form kosong seperti berikut ini: Sumber : Data olahan 1. Pada form tersebut program akan meminta user untuk menginput Jumlah Barang Import, Harga Satuan, Biaya Asuransi, Biaya Angkut, Biaya Masuk, Biaya Masuk Tambahan dan Kurs Dollar. 2. Jumlah Barang Import diinput berdasarkan banyaknya jumlah barang yang diimport. Pada contoh kasus Jumlah Barang Import di input sebanyak 100 unit. 3. Harga Satuan dan Biaya Asuransi dan Biaya Angkut diinput menggunakan mata uang dollar. Pada contoh kasus Harga Satuan = $ 20.000 dan Biaya Angkut = $ 4.000 Gambar III.1 Form PPh Pasal 22 (kosong) 4. Biaya Masuk dan Biaya Masuk Tambahan diinput berdasarkan jumlah persentase sesuai dengan ketentuan. Pada contoh kasus Biaya Masuk = 10% dan Biaya Masuk Tambahan = 30% 5. Kurs dollar diinput berdasarkan nilai kurs dollar saat ini. Pada contoh kasus kurs dollar = Rp. 10.000 Setelah semua item di input, maka proses selanjutnya adalah menghitung berapa rupiah Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor yang harus di bayar. Hasil dari proses penghitungan data adalah sebagai berikut : 5

Sumber : Data olahan Dari data tersebut diatas dapat di hitung bahwa : 1. Harga Faktur = $ 2.000.000 di dapat dari Jumlah Barang Import dikalikan dengan Harga Satuan ( 100 x $ 20.000) 2. Biaya Asuransi = $ 4.000 dan Biaya Angkut = $ 8.000 di dapat dari hasil input. 3. CIF (Cost, Insurance dan Freight) = $ 2.012.000 di dapat dari penjumlahan Harga Faktur, Biaya Asuransi dan Biaya Angkut ( $ 2.000.000 + $ 4.000 + $ 8.000) 4. Biaya Masuk = $ 201,200 di dapat dari persentase Biaya Masuk di kalikan dengan CIF (10% x $ 2.012.000) 5. Biaya Masuk Tambahan = $ 603.600 di dapat dari persentase Biaya Masuk Tambahan dikalikan dengan CIF (30% x $ 2.012.000) 6. Nilai Import = $ 2.816.800 di dapat dari penjulahan CIF, Biaya Masuk dan Biaya Masuk Tambahan ($ 2.012.000 + $ 201,200 + $ 603.600) 7. Nilai Import dalam rupiah = Rp. 28.168.000.000 di dapat dari nilai Nilai Import di kalikan dengan nilai kurs saat ini ($ 2.816.800 x Rp. 10.000) 8. PPh yang harus dipungut (memiliki API) = Rp. 704.200.000 di dapat dari Nilai Import dalam rupiah dikalikan dengan tarif PPh 22 jika memiliki API (Angka Pengenal Impor) yaitu 2,5% x Rp. 28.168.000.000 V. KESIMPULAN Pada tahun 2013 Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid II (Peraturan Menteri Keuangan Nomor No.154/PMK.03/2010) yang salah satu isinya Gambar III.2 Form PPh Pasal 21 (isi) tentang kenaikan tarif Pajak Penghasilan Pasal (PPh) pasal 22 impor. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meredam impor barang-barang tertentu dengan tujuan yang lebih besar lagi adalah untuk merespon tekanan pada neraca perdagangan. Dengan naiknya tarif PPh Pasal 22 Impor, diharapkan jumlah impor barang akan berkurang dan pada akhirnya dapat memperbaiki neraca perdagangan dan defisit neraca perdagangan. Dampak lain yang diharapkan oleh Pemerintah adalah industri dalam negeri terdorong untuk meningkatkan produksi barang sebagai substitusi impor barang. DAFTAR PUSTAKA Fidel. 2008. Pembahasan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Dengan Komentar Pasal Per Pasal. Jakarta: Carofin Publishing. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Pengantar Hukum Pajak. Yogyakarta: ANDI Mardiasmo. 2006. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: ANDI Muljono, Djoko. 2010. Panduan Brevet Pajak : Akuntansi pajak dan ketentuan umum perpajakan. Yogyakarta: ANDI 6

PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 Tim Direktorat Jenderal Pajak. 2012. Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 22. Diambil dari http://www.pajak.go.id. (27 Juni 2012) Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Waluyo. 2005. Perpajakan Indonesia : pembahasan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru. Jakarta: Salemba Empat. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1991 dan Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan 7

8