BAB II LANDASAN TEORI. pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Tidak ada pajak yang dapat dipungut oleh negara tanpa adanya undangundangyang mengatur pemungutan pajak tersebut. Oleh karena itu setiap pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang menjadi dasarhukum pajak yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang dasar 1945 pasal23 ayat (2) segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang. Berdasarkan Undang-Undang 1945 pasal 23 ayat (2) di atas lahirlah beberapa undang-undang yang mengatur tentang Perpajakan di Indonesia. Bahkan sejak 1945 sampai sekarang pemerintah telah beberapa kali mengadakan revisi dan penggantian Undang-Undang Perpajakan seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Mardiasmo (2011,1) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat imbalan jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Menurut Rochmat Soemitro dalam Aristanti Widyaningsih (2011,2) mengemukakan pajak sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber dana utama untuk membiayai public investment. Menurut P. J. A. Adriani dalam Aristanti Widyaningsih (2011,2) pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dan dapat ditunjuk dan yang gunanya 6

2 7 adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari pengertian-pengertian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran yang wajib kepada masyarakat yang bersifat memaksa melalui proses peralihan kekayaan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara dengan imbalan secara tidak langsung. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang. 2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah-tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. B. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya sebagai sumber pembiayaan dan pembangunan negara. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi menurut Aristanti Widyaningsih (2011, 3), yaitu :

3 8 1. Fungsi Penerimaan (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran- pengeluaran pemerintah. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri 2. Fungsi Mengatur (regulator) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Misalnya PPnBM untuk barangbarang mewah, hal ini diterapkan pemerintah dalam upaya mengatur agar tingkat konsumsi barang-barang mewah dapat dikendalikan 3. Fungsi Stabilitas Fungsi ini berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga (melalui dana yang diperoleh dari pajak) sehingga laju inflasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi Redistribusi Dalam fungsi redistribusi, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan lebih dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak. Contohnya dalam pajak penghasilan, semakin besar jumlah penghasilan maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terutang.

4 9 5. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong, fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. C. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut, Mardiasmo (2011,2) : 1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Di Indonesia, Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal inimemberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negaramaupun warganya.

5 10 3.Tidak mengganggu pemerintahan (syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupunperdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomianmasyarakat. 4.Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehinggalebih rendah dari hasil pemungutannya. 5.Sistempemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. D. Pengelompokan Pajak Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo (2011:5) sebagai berikut : 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain Contoh : Pajak Pengahsilan (PPh) b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP)

6 11 Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penju alan atas Barang Mewah 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut pleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barag mewah (PPnBM), dan Bea Materai b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas 1) Pajak Propinsi Contohnya : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 2) Pajak Kabupaten/Kota Contohnya : Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan E. Tata cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:6) dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

7 12 a. Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan.kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakanlebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapatdikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui) b. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun.sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan,

8 13 maka Wajib Pajak harus menambah, sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2. Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011, 7) yaitu : a. Asas domisili ( Asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untyuk Wajib Pajak dalam negeri b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara F. Teori Pemungutan Pajak Teori pemungutan pajak pajak memberikan penjelasan mengenai hak negara untuk memungut pajak. Teori-teori ini menurut Aristanti Widyaningsih (2011, 11) 1. Teori Asuransi Teori ini mengibaratkan pembayaran pajak seperti pembayaran premi dalam perjanjian asuransi. Hal tersebut ditujukan untuk mengganti biaya yang dikeluarkan negara dalam melaksanakan kewajibannya yaitu,

9 14 melindungi keselamatan dan harta benda warga negaranya. Teori ini banyak ditentang, karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi 2. Teori Kepentingan Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara, termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar. 3. Teori Daya Pikul Beban pajak yang harus dibayar harus disesuaikan dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan : a. Unsur objektif, dilihat dari besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang b. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletk pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban 5. Teori Asaa Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat

10 15 untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. G. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Aristannti Widyaningsih (2011,14) dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : 1. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah ( fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang : Ciri-ciri Official Assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus b. Wajib pajak bersifat pasif c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang. Sistem ini memberikan peluang kepada wajib pajak untuk jujur dan bertanggung jawab akan kewajiban

11 16 3. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak H. Jenis-jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sedangkan pajak daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak menurut Aristanti Widyaningsih (2011, 4) meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pibadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

12 17 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Derah Pabean, Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. yang dimaksud dengan Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indnesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya. 3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM, yang dimaksud dengan barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah : a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok atau b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, atau c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status, atau e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu ketertiban masyarakat.

13 18 4. Bea materai Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek yang memuat jumlah uang atau nominal di atas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PPB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. I. Pajak Penghasil Pasal 22 Pembayaran Pajak berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 22 menurut Atep Adya Barata (2011, 407) adalah pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dilaksanakan melalui pemungutan oleh pemungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya dan penjualan barang yang bersifat sangat mewah. 1. Subjek Pajak PPh Pasal 22 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, Subjek PPh Pasal 22 adalah Wajib Pajak yang melakukan penyerahan kepada pemerintah, Wajib

14 19 Pajak badan-badan tertentu yang melakukan kegiatan impor atau melakukan penyerahan barang yang tergolong sangat mewah.subjek Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh pasal 22 adalah siapa saja yang wajib menghitung, memungut, dan menyetorkan PPh Pasal 22 ke kas Negara. Mereka adalah: a. Importir b. Rekananpemerintah dan badan-badan tertentu yang merupakan pemungut PPh Pasal 22 c. Konsumen semen, kertas, baja, dan otomotif d. Distributor dan agen pertamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang BBM jenis premix dan gas e.industri dan eksportir di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, danperikanan 2. Objek PPh Pasal 22 Adapun objek PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut : a. Pembelian 1) Pembelian barang oleh bendaharawan 2) Pembelian bahan-bahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari pedagangan pengepul b. Impor Barang c. Penjualan oleh Industri Tertentu 1) Industri baja

15 20 2) Industri semen 3) Industri kertas 4) Industri otomotif d. Penjualan BBM dan Gas oleh Pertamina Premium, solar, premix/super TT, minyak tanah, gas/lpg, dan pelumas e. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah Pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen sangat mewah dan kendaraan sangat mewah, dll 3. Pemungut PPh Pasal 22 Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain menyebutkan pemungut PPh Pasal 22 adalah Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang : a. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang b. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada

16 21 pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) d. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri e. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas f. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedangan pengumpul. Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 253/PMK.03/2008 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah menyebutkan Pemungut PPh Pasal 22 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu : a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp ,- (dua puluh miliar rupiah) b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp ,- (sepuluh miliar rupiah)

17 22 c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp ,- (sepuluh miliar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m 2 (lima ratus meter persegi) d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp ,- (sepuluh miliar rupiah) dan atau luas bangunan lebih dari 400 m 2 (empat ratus meter persegi) e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, spart utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp ,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari cc. 4. Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22 Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 jo peraturan Direktur Jenderal Pajak No. 15/PJ/2011 menyebutkan dikecualikan dari pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 : a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan tidak terutang Pajak Penghasilan b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai : 1) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik 2) Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia

18 23 yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia 3) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana 4) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum 5) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan 6) Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya 7) Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah 8) Barang pindahan 9) Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan 10) Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum 11) Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara

19 24 12) Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 13) Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama 14) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan dipergunakan perusahaan pelayaran niaga nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional 15) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan dipergunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) 16) Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali d. Impor kembali (re -impor), yang meliputi barang-barang yang telah dieskpor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

20 25 e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak bendaharawan pemerintah pusat atau daerah atau kuasa pengguna anggaran, berkenaan dengan : 1) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp ,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah 2) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/pdam dan benda-benda pos f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 6. Saat Terutang/Pemungutan Tabel 2.1 Saat Terutang/Pemungutan PPh Pasal 22 Jenis Pajak Saat terhutang / pelunasan Sifat Atas impor barang Bersamaan dengan saat pembayaran BEA masuk. Dalam hal pembayaran BEA masuk Tidak final, sebagai kredit pajak. ditunda atau dibebaskan, maka PPh pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian

21 26 dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) Atas pembelian barang dari Direktorat jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah Atas pembelian barang dari Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD Atas pembelian barang dari Bank Indonesia (BI), PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Pada saat pembayaran Pada saat pembayaran Pada saat pembayaran Tidak final, sebagai kredit pajak. Tidak final, sebagai kredit pajak. Tidak final, sebagai kredit pajak.

22 27 Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank bank BUMN Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak dalam bidan usaha industeri semen, kertas, baja, dan otomotif Atas penjualan hasil produksi produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas Atas pembelian bahan- Pada saat penjualan saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (Deliveri Order) Saat pembelian Kertas tidak final Semen tidak final Baja tidak final Otomotif tdk final Kepada penyalur / agen, bersifat final. Selain penyalur / agen, bersifat tidak final.

23 28 bahan industeri dan eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan. 7. Tarif PPh Pasal 22 Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2012 menyebutkan besarnya pemotongan PPh Pasal 22 sebagai berikut : a. Atas Impor : 1) Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung sebesar 0,5% (setenga persen) dari nilai impor 2) Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor, dan/atau 3) Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang b. Atas pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah pusat dan daerah serta kuasa pengguna anggaran sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut :

24 29 1) Bahan Bakar Minyak sebesar : a) 0,25% (nol koma d ua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina b) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan pertamina dan Non SPBU 2) Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai 3) Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industry kertas, industry baja, dan industry otomotif 1) Penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai 2) Penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai 3) Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pertambahan Nilai

25 30 e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industry atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai f. Pemungut Pajak barang mewah wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Besarnya tariff pemungutan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak, dan hanya berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat final 8. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 22 Tata cara pelaporan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut : a. Direktorat Jendral Bea dan Cukai harus melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 7 hari setelah penyetoran. Pelaporan dilakukan menggunakan formulir surat pemberitahuan masa PPh Pasal 22 impor

26 31 b. Surat pemberitahuan masa PPh Pasal 22 impor disertai lampiran : 1) Tindasan PPUD 2) Lembaran ke-2 SSP 3) Lembaran ke-2 bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor, dan 4) Daftar dari bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor dan PPUD atau nota pembetulan c. Jumlah uang yang tercantum dalam surat setoran pajak harus sama dengan seluruh penjumlahan, sebagaimana yang tercantum dalam segi hitung dari bukti pemungutan PPh Pasal 22 yang tercantum dalam PPUD atau nota pembetulan yang bersangkutan 9. Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 22 PPh Pasal 11 yang telah dipungut dalam setiap hari kerja harus disetorkan pada hari kerja berikutnya.pph Pasal 22 yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. Penyetoran dilakukan ke kantor kas Negara, seperti kantor posa dan giro, serta bank pemerintah yang ditunjuk menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pada formulir SSPtersebut harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari pemungut pajak Tabel 2.2 Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 2 Jenis Pajak Saat Penyetoran Saat Pelaporan Atas impor barang Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Paling lambat 7 (tujuh) hari setelah

27 32 Direktorat Jenderal batas waktu Bea dan Cukai harus disetor ke bank persepsi atau kantor pos dan giro dalam jangka waktu sehari penyetoran berakhir. pajak setelah pemungutan Atas pembelian barang pajak dilakukan. Pada hari yang sama Paling lambat 14 dari Direktorat Jenderal dengan pelaksanaan (empat belas) hari Perbendaharaan, pembayaran atas setelah Masa Pajak Bendahara pemerintah penyerahan barang, berakhir. baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Atas pembelian barang pemungut pajak. Pada hari yang sama Paling lambat 14 dari BUMN dan BUMD, dengan pelaksanaan (empat belas) hari yang melakukan pembayaran atas setelah Masa Pajak pembelian barang dengan penyerahan barang, berakhir. dana yang bersumber dan dengan menggunakan

28 33 belanja negara (APBN) atau belanja daerah (APBD). Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Atas pembelian barang dari Bank Indonesia (BI), PT.Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Tenaga Listerik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan Bank bank BUMN. Atas penjualan hasil produksi dari badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri pemungut pajak. Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya. Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya. Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

29 34 semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif. Atas penjualan hasil Sebelum surat Paling lambat 20 (dua produksi produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas. Atas pembelian bahanbahan industri dan eksportir yang bergerak dalam sektorperhutanan, perintah pengeluaran barang (delivery order) ditebus. Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya. puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. perkebunan, perikanan dan pertanian. 10. Pencatatan PPh Pasal 22 a. Pencatatan Utang PPh 22 PPh Pasal 22 akan diakui sebagai utang oleh Wajib Pajak apabila dalam transaksi yang berkaitan dengan timbulnya PPh Pasal 22 itu Wajib Pajak bertindak sebagai pemungut pajak.

30 35 Dipotong PPh mengandung arti bahwa pada penghasilan tersebut terdapat unsur PPh yang terutang, yang pelunasannya akan dilakukan oleh yang memberi penghasillan melalui pemotongan. Sedangkan pemungutan pajak mengandung arti atas suatu transaksi dibebani pajak yang dapat dikenakan terhadap penjual maupun pembeli, dengan cara dilakukan pemungutan pajak. Yang dapat bertindak sebagai pemungut PPh Pasal 22 antara lain : 1) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah Wajib Pajak yang menjual barang kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai pengelola APBN/APBD yang nilainya di atas Rp ,- akan dipungut PPh Pasal 22 2) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Pabrikan Industri tertentu Yang dimaksud industri tertentu yang atas pembeliannya akan dipungut PPh Pasal 22 oleh Wajib Pajak badan usaha sebagai penjual, adalah industri sebagai berikut : a) Semen b) Kertas c) Baja d) Otomotif Pemungutan PPh Pasal 22 industri tertentu tersebut dapat bersifat final, seperti pada industri semen, dan bersifat tidak final seperti pada industri kertas, baja dan otomotif

31 36 Apabila Wajib Pajak badan sebagai pabrikan menjual produk industri tertentu seperti rokok, kertas, semen, baja, atau otomotif kepada distributor, agen, atau yang lain, atas penjualan tersebut harus dipungut PPh Pasal 22 oleh Wajib Pajak. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Wajib Pajak akan diakui sebagai Utang PPh Pasal 22 Bagi distributor, agen atau lainnya sebagai pembeli, PPh Pasal 22 akan diakui sebagai piutang PPh Pasal 22 yang dapat dikreditkan atau sebagai pelunasan, tergantung sifat PPh Pasal 22 yang dipungut tersebut, bersifat final atau tidak final. Jurnal pemungutan PPh Pasal 22 oleh pabrikan di atas sebagai berikut : Kas/Bank Penjualan Utang PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 barang industri tertentu yang telah dipungut oleh penjual dari pembeli, bagi penjual, jurnalnya tidak dibedakan apakah PPh Pasal 22 tersebut bersifat final atau tidak final 3) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Eksportir atau Industri Pertanian Eksportir atau industri pertanian yang membeli barang pertanian dari selain petani atau kelompok tani harus memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5%. Pencatatan yang dilakukan oleh eksportir maupun industri pertanian atas pembelian dan pungutan PPh Pasal 22 tersebut sebagai berikut :

32 37 Pembelian Utang PPh Pasal 22 Kas/Bank 4) Pencatatan PPh Pasal 22 oleh Wajib Pajak tertentu atas Penjualan Barang Mewah Wajib Pajak yang menjual barang mewah tertentu diharuskan memungut PPh Pasal 22 atas pembeli. Pencatatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas penjualan barang mewah tersebut sebagai berikut : Kas/Bank Penjualan Utang PPh Pasal 22 b. Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Wajib Pajak yang telah dipungut PPh Pasal 22, baik yang bersifat final maupun tidak final akan mengakui pungutan PPh Pasal 22 tersebut sebagai piutang PPh Pasal 22. Pungutan PPh Pasal 22 terhadap Wajib Pajak dapat terjadi pada saat penjualan maupun pada saat pembelian. 1) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 pada saat penjualan Pemungutan PPh Pasal 22 pada saat penjualan terjadi saat Wajib Pajak menjual barang kepada Bendahara Pemerintah, dan oleh Wajib Pajak tersebut pungutan PPh Pasal 22 itu akan diperlakukan

33 38 sebagai piutang PPh Pasal 22 atau sebagai kredit pajak atas PPh yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak pada akhir tahun Piutang PPh Pasal 22 terjadi karena PPh yang terutang atas penjualan barang, pelunasannya dilakukan dengan cara dipungut oleh bendaharawan sebagai pembeli barang. Wajib Pajak penerima penghasilan dari bendaharawan akan membuat jurnal seperti berikut : Kas/Bankk Piutang PPh Pasal 22 Penjualan barang 2) Pencatatan Piutang Pasal 22 pada saat Pembelian Apabila Wajib Pajak sebagai distributor, dealer, dan lainnya yang membeli produk industri tertentu seperti rokok, kertas, semen, baja, premium, dan otomotif kepada Wajib Pajak Badan sebagai pabrikan. Atas penjualan tersebut sudah dipungut PPh Pasal 22, maka Wajib Pajak akan mengakui pemungutan yang telah dilakukan pada dirinya sebagai piutang PPh Pasal 22. Bagi distributor, agen lainnya sebagai pembeli, pungutan PPh Pasal 22 akan diakui sebagai piutang PPh Pasal 22 yang akan dikreditkan. Jurnal pemungutan PPh Pasal 22 oleh distributor, agen, dealer, atau yang lainnya adalah sebagai berikut : Pembelian Piutang PPh Pasal 22

34 39 Kas/Bank PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final akan dijurnal pada PPh terutang, sedangkan bila PPh Pasal 22 bersifat final maka piutang PPh Pasal 22 akan dijurnal pada PPh terutang final dan langsung sebagai pelunasan dengan jumlah yang sama. Pada dasarnya PPh akan terutang pada akhir tahun takwin atau tahun buku, tergantung yang digunakan oleh Wajib Pajak. Dengan demikian PPh yang dipungut berdasarkan penghasilan yang akan diperoleh apabila atas pembelian barang industri yang akan dijual atau yang dijual setelah diproduksi lagi, diperlakukan sebagai piutang pajak. PPh Pasal 22 barang industri tertentu yang diperoleh oleh pembeli, jurnalnya diperlakukan sesuai dengan sifat pungutan PPh Pasal 22 barang industri tersebut, yang dibedakan menjadi seperti berikut : a) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 bersifat final Penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang sudah dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final, tidak akan dilakukan perhitungan besarnya PPh terutang pada akhir tahun sehingga PPh Pasal 22 yang bersifat final tersebut akan diperlakukan sebagai pelunasan PPh terutang bagi pembeli. Dengan demikian maka jurnalnya akan menjadi sebagai berikut : Pembelian barang industri Pungutan PPh Pasal 22 final

35 40 Kas/bank Pelunasan PPh terutang dari Wajib Pajak yang penghasilannya hanya berasal dari penjualan barang industri tertentu, yang tidak diolah lagi, maka pungutann PPh Pasal 22 final tersebut akan diperlakukan sebagai pelunasan, sehingga jurnalnya menjadi sebagai berikut : PPh terutang akhir tahun Pungutan PPh Pasal 22 final b) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 tidak final Penghasilan yang akan diperoleh berkaitan dengan pemungutan PPh Pasal 22 tidak bersifat final pada saa pembelian, akan dilakukan lagi perhitungan besarnya PPh terutang pada akhir tahun. PPh Pasal 22 tidak bersifat final tersebut akan diperlakukan sebagai piutang PPh Pasal 22 bagi pembeli, sehingga jurnalnya akan menjadi seperti berikut : Pembelian barang industri tertentu Piutang PPh Pasal 22 Kas/Bank Pada saat digunakan sebagai kredit pajak atas PPh terutang akan dilakukan jurnal seperti berikut : PPh terutang Piutang PPh Pasal 22 PPh Pasal 29

36 41 c) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Industri Kertas Setiap distributor kertas yang membeli produk kertas pada Wajib Pajak badan industry kertas sebagai pabrikan, distributor akan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 0,1% dari DPP PPN. Jurnal untuk pihak yang membeli sebagai berikut : Pembelian kertas Piutang PPN Piutang PPh Pasal 22 Hutang dagang Jurnal untuk pihak penjual sebagai berikut : Piutang dagang Penjualan Utang PPN Utang PPh Pasal 22 d) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Indutri Baja Setiap pembelian produk industry baja dari pabrikan, maka distributor akan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 0,3% dari DPP PPN Jurnal untuk pihak pembeli sebagai berikut : Pembelian Piutang PPN Piutang PPh Pasal 22

37 42 Hutang dagang Jurnal untuk pihak penjual sebagai berikut : Piutang dagang Penjualan Utang PPN Utang PPh Pasal 22 e) Pencatatan Piutang PPh Pasal 22 Industri Otomotif Setiap pembelian produk otomotif dari pabrikan atau perusahaan sebagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek), serta sebagai importer umum, maka distributor otomotif akan dipotong PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari DPP PPN Jurnal untuk pihak pembeli sebagai berikut : Pembelian PPN masukan Piutang PPh Pasal 22 Hutang dagang Jurnal untuk pihak pembeli sebagai berikut : Piutang dagang Penjualan Utang PPN Utang PPh Pasal 22

38 43 c. Pencatatan Pembayaran PPh Pasal 22 Impor Wajib pajak yang melakukan impor barang, pada saat akan mendapatkan barang yang diimpor dibebani PPh Pasal 22 impor yang mekanismenya dapat dipungut oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Pemungutan PPh Pasal 22 impor oleh kantor Pelayanan Bea dan Cukai memposisikan Wajib Pajak sebagai pembeli, atau sebagai yang akan mempunyai penghasilan. Perlakuan PPh Pasal 22 atas pembelian barang dari luar negeri, oleh Wajib Pajak sebagai importir, akan diperlakukan sebagai piutang pajak. Penghasilan yang akan diterima oleh Wajib Pajak berkaitan pembelian barang impor tersebut, yang PPh Pasal 22 impornya dipungut oleh Kantor Bea Cukai atau dibayar sendiri, akan diperlakukan sebagai piutang PPh Pasal 22 impor dan akan diperlakukan sebagai kredit pajak untuk menghitung besarnya PPh terutang di akhir tahun yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak. Piutang PPh 22 impor terjadi karena PPh yang akan terutang atas penjualan barang yang diimpor, atau dijual setelah diproduksi, pelunasannya dilakukan dengan cara dipungut oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau dibayar sendiri sebelum dilakukan penjualan. Bagi Wajib Pajak yang akan menerima penghasilan dari penjualan barang yang diimpor atau yang dijual setelah diproduksi, pembayaran PPh Pasal 22 impor akan dijurnal seperti berikut :

39 44 Impor barang Piutang PPh Pasal 22 impor Kas/Bank Dapat juga perusahaan membentuk rekening dengan nama Pungutan PPh Pasal 22 Impor, Kredit PPh Pasal 22 Impor, Piutang PPh, atau Piutang PPh Pasal 22 impor Contoh : PT Yasinndo mendatangkan bahan baku obat dari singapura senilai 1,100 USD dan kurs pajak pada saat itu adalah Rp ,- per USD sedangkan kurs bank berkaitan transaksi tersebut adalah Rp 9.500,-. Besarnya PPN impor dan PPh Pasal 22 impor yang harus dibayar oleh PT Yassindo sebagai berikut : PPN sebesar Rp ,- atau (100/110) X Rp dan PPh Pasal 22 impor sebesar Rp ,- atau sebesar 2,5% XRp ,- yang oleh PT Yassindo dapat dikreditkan untuk perhitungan PPh yang masih harus dibayar pada akhir tahun Jurnal pembelian impornya sebagai berikut : Pembelian Rp ,- Piutang PPN impor Rp ,- Piutang PPh Pasal 22 impor Rp ,- Kas/bank Rp ,-

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto Pajak Penghasilan PASAL 22 Andi Wijayanto Pengertian Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B 154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B Contributed by Administrator Tuesday, 31 August 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU

Lebih terperinci

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan 2. Pemungutan:

Lebih terperinci

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.667, 2015 KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Barang. Impor. Usaha. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PA JAK PENGHASILAN PASAL 22 PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN Pemotongan Pemungutan Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan Menunjuk

Lebih terperinci

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE Contributed by Administrator Thursday, 10 May 2001 Pusat Peraturan Pajak Online PENGANTAR KEPUTUSAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : 1 Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 05 seri PPh PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan 2. Pemungutan:

Lebih terperinci

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN. Daftar Wawancara T : Kapan RS.HJK Menjadi Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22? J : Berawal Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1243/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal 11 Agustus 2005.yang berisi

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PENGERTIAN Merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh: Bendaharawan pemerintah (pusat&daerah), instansi/lembaga pemerintah&lembaga negara lainnya sehubungan

Lebih terperinci

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu Karakteristik Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu Pemungut : pihak-pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Dipungut atas kegiatan Perdagangan Barang, bukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat BAB 2 LANDASAN TEORI II.1. Pajak Secara Umum II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak dapat diambil dari beberapa definisi para ahli dalam bidang perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Dasar Hukum Pajak Dasar hukum pajak adalah pasal 23 ayat ( 2 ) Undang - Undang Dasar 1945 yang berbunyi : segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : Pajak

Lebih terperinci

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah PEMOTONG Objek Pajak 1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P No.847, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak. Barang Mewah. Kena Pajak. Jenis Barang. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 26 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh pasal 21 Pasal 21 Undang-undang PPh mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan No.848, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Penyerahan. Barang. Impor.Usaha. Bidang Lain. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain. B. Pemungut PPh Pasal 22 1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 15/PJ/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut 31 BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.361, 2017 KEMENKEU. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PMK.010/2017 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 22 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 22 2. Pemungut

Lebih terperinci

Modul ke: PPh Pasal 22. Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1.Akuntansi

Modul ke: PPh Pasal 22. Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1.Akuntansi Modul ke: 13 PPh Pasal 22 Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1.Akuntansi Pengertian PPh Pasal 22 PPh yang dipungut oleh bendahara pemerintah, Badan-badan

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 PPH PASAL 22 Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ 2012 PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 Definisi 3 Merupakan pajak yang dipungut atas: Aktivitas pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

Pemungut PPh Pasal 22

Pemungut PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan Badan tertentu dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya. Pemungut PPh Pasal 22

Lebih terperinci

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN Contributed by Administrator Wednesday, 05 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

BAB II LANDASAN TEORI. Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Tinjauan Teori II. 1. 1 Definisi dan Unsur Pajak UU KUP No 28 Tahun 2007 pasal 1 menyebutkan definisi pajak sebagai berikut: Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 32 P4.1 Teori Pajak Penghasilan 22 & 24 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor

Lebih terperinci

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan Senin,25 Agustus 2014 TOPIK : AKUNTANSI PAJAK PPh Pasal 22 (Pungutan Pajak atas transaksi pembayaran) TSM-Trisakti haeselen PENDAHULUAN Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Secara Umum 1. Pengertian dan Unsur Pajak Secara umum, pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 50 BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi Apakah pajak itu? Kenapa pajak timbul dalam masyarakat? Apakah peranan pajak bagi negara? Iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi),

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan:

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Prof. Dr. Rahmat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Definisi pajak oleh beberapa ahli: Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Umum Pajak Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milik kepada pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: (yang dipotong merupakan penghasilan bagi penerima) Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1 PENGERTIAN PAJAK (2) Prof. Dr. P.J.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada negara (yg dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Perpajakan No 16 Tahun 2009, tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh. untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pajak Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan

Lebih terperinci

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak PPh Pasal 22 Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah pemasukan. Warga masyarakat yang memiliki NPWP, yang memiliki kendaraan, yang memiliki usaha wajib

Lebih terperinci

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti: PERTEMUAN 4 PEMBEDAAN PAJAK Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti: 1. Siapa yang membayar pajak; 2. Siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak; 3. Apakah beban pajak

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PERPAJAKAN Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami pengertian, unsur-unsur, fungsi dan peranan, pemungutan

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teori dan Literatur Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara yang bukan hanya merupakan suatu kewajiban tetapi juga merupakan hak bagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak. PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak. DEFINISI PAJAK: menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) 1. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Menurut Siti Resmi (2011:167) hak-hak pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain : a. Pemotong pajak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA PROSEDUR PELAKSANAAN DAN PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA X KEBUN KERTOSARI JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajukan

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008 Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Definisi Pajak mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Pajak Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang sangat berguna untuk kepentingan bersama. Banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberikan pengertian

Lebih terperinci

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING PERSPEKTIF, VOL XII NO. 1 MARET 2014 MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING SUHARTONO Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen Informatika dan Komputer

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU www.suluhpajak.com Editorial PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU Salam Jumpa Pembaca, Alhamdulillah, puji syukur senantiasa Redaksi panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hingga saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi a. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK 1 TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang tinjauan umum hukum pajak di Indonesia. B. Khusus o Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci