KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM Donald Sihombing, Wahyu Handayati dan R.D. Indriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Di Jawa Timur sedap malam umumnya dibudidayakan di dataran rendah kabupaten Pasuruan dan Banyuwangi. Pengembangan sedap malam di dataran sedang cukup prospektif antara lain dekat konsumen. Untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan dari beberapa genotip sedap malam di dataran sedang, suatu percobaan telah dilaksanakan di KP Karangploso - Malang, BPTP Jawa Timur (500 m dpl) sejak Desember 2008 sampai Januari 2009. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan adalah varietas Dian Arum, klon no. 219, no. 297 dan 309 (genotip sedap malam ber ganda); Roro Anteng dan klon no. 75 (ber semi ganda); serta kultivar lokal Pasuruan (ber tunggal). Hasil percobaan menunjukkan bahwa genotip sedap malam ber ganda merupakan genotip paling cocok dibudidayakan di dataran sedang Malang. Jumlah anakan terbanyak dimiliki oleh varietas Dian Arum (13,17 anakan) dan klon no. 309, berbeda nyata dengan varietas Roro Anteng, kultivar Pasuruan dan klon no.75. Produksi tertinggi dihasilkan oleh varietas Dian Arum dan klon no. 219, no.297 dan 309 antara 4,00 4,33 tangkai/rumpun/tahun. Genotip ber ganda memiliki tangkai lebih pendek dengan batang kekar, rachis panjang, kuntum besar serta susunan kuntum yang rumpuk. Sementara genotip ber semi ganda dan tunggal memiliki batang yang panjang dengan batang kecil dan tidak kekar serta rachis yang pendek dan kuntum kecil. Penampilan tipe ganda lebih menarik dibanding semi ganda dan tunggal. Kata kunci: Sedap malam, budidaya, genotip, dataran sedang, pertumbuhan tanaman, produksi dan penampilan. PENDAHULUAN Sedap malam merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer dan disukai oleh konsumen baik sebagai potong maupun tabur. Hal tersebut tercermin dari peringkat permintaan potong sedap malam yang mendominanasi pasar di Indonesia selain mawar, anggrek, krisan, anyelir, anthurium dan gerbera (Dwiatmini et al., 1994). Jika dilihat dari warna, semua jenis sedap malam memiliki kemiripan yakni warna putih atau putih gading dengan memiliki sedikit perbedaan pada ada tidaknya atau sedikit banyaknya semburat warna pink pada bagian ujung petal. Sampai saat ini baru ada dua jenis sedap malam yang telah dilepas sebagai varietas unggul yaitu Roro Anteng yang berasal dari kultivar lokal Bangil Pasuruan (Anonim, 2003) serta Dian Arum yang berasal dari kultivar lokal 333
Cianjur Jawa Barat (Sihombing, 2008). Varietas Roro Anteng ber semi ganda, sedangkan varietas Dian Arum ber ganda. Variasi baru penampilan dapat diperoleh melalui persilangan. Namun persilangan sedap malam terbatas pada tunggal dan ganda, dan hanya bisa dilakukan searah (Haryanto et al., 1997), sehingga variabilitasnya sangat sempit. Melalui persi-langan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Hias, diperoleh beberapa genotip sedap malam (Haryanto et al., 1997) dan telah terseleksi beberapa genotip harapan antara lain klon no. 75, no. 219, no. 297 dan 309 (Sihombing et al., 2006). Untuk mengantisipasi permintaan sedap malam yang makin besar, peningkatan produksi dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam. Salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan adalah dataran sedang Malang. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa daerah Malang dan sekitarnya merupakan salah satu daerah sentra produksi dan pemasaran tanaman hias serta menjadi tujuan wisata di Indonesia. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas dan genotip sedap malam di daerah dataran sedang Malang serta untuk mendapatkan jenis sedap malam yang cocok dibudidayakan di dataran sedang Malang. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di kebun percobaan Karangloso dari BPTP Jawa Timur sejak Desember 2008 sampai Januari 2010. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan adalah beberapa genotip sedap malam yaitu varietas Dian Arum, klon no. 219, no. 297 dan 309 (genotip ber ganda); Roro Anteng dan klon no. 75 (ber semi ganda), serta kultivar Pasuruan (ber tunggal). Tanah diolah, dihaluskan dan diberi pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Setelah dibuat bedengan berukuran 1 m x 5 m, ditanam benih sedap malam (yang telah disimpan dan dikeringanginkan selama + 2 bulan), dengan jarak tanam 25 cm x 30 cm. Pemeliharaan meliputi penyiangan gulma dan pemberian air irigasi dilakukan secara berkala atau sesuai kebutuhan. Untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman, diberi pupuk NPK dengan dosis 200 kg/ha pada umur 2 bulan setelah tanam dan diulangi pada umur 6 dan 9 bulan. Peubah yang diamati meliputi: tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi per tanaman, panjang tangkai, diameter tangkai, panjang rachis, diameter rachis mekar, jumlah kuntum, diameter kuncup kuntum, diameter mekar kuntum, jumlah petal dan vas life. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan program STX 8.0, dan uji Tukey pada taraf 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pertumbuhan dan Produksi Bunga Pada Tabel 1 dapat dilihat keragaan pertumbuhan tanaman yang diamati pada saat fase vegetatif sebelum memasuki fase generatif. Setiap genotip 334
memiliki tinggi tanaman tidak berbeda nyata di antara genotip yang diuji. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua genotip yang duji secara genetis memiliki tingkat pertumbuhan tanaman yang hampir sama pada kondisi dataran sedang Malang. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Sihombing et al., (2006) di Cianjur Jawa Barat (600 m dpl) yang menunjukkan bahwa semua genotip tersebut menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama. Jumlah anakan menunjukkan perbedaan yang nyata di antara genotip yang diuji. Jumlah anakan terbanyak dimiliki oleh varietas Dian Arum dan klon no. 309. Sementara jumlah anakan paling sedikit terdapat pada kultivar Pasuruan. Jumlah anakan varietas Dian Arum (13,17) tersebut hampir sama dengan jumlah anakan saat pelepasan varietas tersebut sebanyak 12,3-16,4 anakan per rumpun (Sihombing et al., 2007; Sihombing, 2008). Varietas Dian Arum, klon no. 219, no. 297 dan 309 menghasilkan jumlah paling banyak dan berbeda nyata dengan Roro Anteng, kultivar Pasuruan dan klon no. 75. Genotip ber ganda dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan genotip ber semi ganda dan tunggal. Tabel 1. Keragaan pertumbuhan tanaman serta produksi dan penampilan dari beberapa genotip sedap malam di dataran sedang Malang (2009) Genotip Tinggi Tanaman Jumlah Anakan Produksi (tangkai/tanaman/tahun) Dian Arum 62,18 a 13,17 a 4,33 a Roro Anteng 62,95 a 9,73 bc 3,83 b Pasuruan Tunggal 61,62 a 8,10 c 3,50 b Klon no 75 62,50 a 8,17 c 3,75 b Klon no 219 64,83 a 12,07 b 4,00 a Klon no 297 51,81 a 12,93 a 4,17 a Klon no 309 61,27 a 13,00 a 3,97 a Penampilan kuntum rumpuk Tangkai lemas dan lurus, susunan kuntum kurang rumpuk Tangkai lemas dan lurus, susunan kuntum kurang rumpuk Tangkai lemas dan lurus, susunan kuntum kurang rumpuk kuntum rumpuk kuntum rumpuk kuntum rumpuk Selanjutnya pada pengamatan panjang tangkai menunjukkan bahwa genotip Roro Anteng, kultivar Pasuruan dan klon no. 75 memiliki tangkai yang lebih panjang dan berbeda nyata dengan varietas Dian Arum, klon no. 219, no. 297 dan no. 309 (Gambar 1 dan Tabel 2). Genotip ber semi ganda dan tunggal memiliki tangkai yang lebih panjang dibanding genotip ber ganda. 2. Karakter Bunga Panjang tangkai merupakan salah satu klasifikasi utama dalam penentuan mutu sedap malam. Kelas super memiliki panjang tangkai berukuran lebih dari 95 cm, panjang berukuran 75-95 cm, medium berukuran 60-74 cm, pendek berukuran 50-59 cm dan mini 30-49 cm (Anonim, 1996). Jika dikaitkan dengan klasifikasi tersebut dapat dikemukakan bahwa varietas Roro Anteng, kultivar lokal Pasuruan dan klon no. 75 termasuk kelas 335
super, sementara varietas Dian Arum dan klon no. 219 termasuk klas panjang; klon no. 297 dan no. 309 termasuk kelas medium atau sedang. Gambar 1. Penampilan dari beberapa genotip sedap malam Semua genotip memiliki diameter tangkai hampir sama (Tabel 2). tangkai varietas Dian Arum (1,1 cm) tersebut hampir sama dengan hasil pengamatan saat pelepasan varietas di Cianjur Jawa Barat yang berukuran 1,2-1,4 cm (Sihombing et al., 2007). Sementara diameter tangkai varietas Roro Anteng (0,98 cm) lebih kecil dibandingkan hasil pengamatan saat pelepasan varietas di Pasuruan Jawa Timur yang berukuran 1,36 cm (Anonimous, 2003). Genotip Tabel 2. Keragaan penampilan beberapa karakter dari beberapa genotip sedap malam di dataran sedang Malang (2009) Panjang tangkai tangkai Panjang rachis rachis mekar Jumlah kuntum kuntum kuncup kuntum mekar Jumlah petal Vas life (hari) Dian Arum 80,50 b 1,10 a 39,33 ab 9,60 a 50,67 a 1,25 a 4,17 a 18,33 a 4,07 a Roro Anteng 111,08 a 0,98 a 35,92 ab 9,67 a 44,83 a 1,02 abc 4,23 a 9,75 b 4,33 a PsTg 114,17 a 0,87 a 24,00 b 9,54 a 42,67 a 0,80 c 3,67 a 6,00 b 4,17 a 75 103,85 a 1,02 a 37,38 ab 10,00 a 45,50 a 0,95 bc 4,10 a 9,00 b 4,13 a 219 83,85 b 1,00 a 37,75 ab 9,83 a 48,77 a 1,08 ab 4,17 a 20,67 a 4,27 a 297 70,83 b 1,10 a 46,33 a 8,97 a 51,22 a 1,17 ab 4,17 a 19,00 a 5,00 a 309 71,40 b 1,00 a 39,02 ab 8,42 a 49,40 a 1,15 ab 4,10 a 21,83 a 4,40 a 336
Jika diameter tangkai dikaitkan dengan panjang tangkai, maka penampilan varietas Roro Anteng serta kultivar Pasuruan tunggal dan klon no. 75 tampak kurang kekar (kokoh) dan lemas serta cenderung bergejala gejala seperti etiolasi. Sebaliknya varietas Dian Arum, klon no. 219, no. 297 dan no. 306 memiliki batang yang kokoh dan lurus (Tabel 1). Menurut Suyanti (2002) selain panjang tangkai, kekokohan dan kelurusan tangkai berpengaruh terhadap mutu sedap malam. Untuk kualitas super, tangkai harus benar-benar lurus dan kokoh. Semua genotip memiliki panjang rachis yang berbeda dengan diameter yang hampir sama. Rachis terpanjang dimiliki oleh klon no. 297 dan terpendek dimiliki kultivar lokal Pasuruan. Jumlah kuntum per rachis tidak berbeda nyata di antara genotip yang diuji, 42,67-51,22 kuntum. Bila jumlah dalam satu tangkai kurang dari 20 kuntum biasanya tidak disukai konsumen (Tejasarwana, 2009). Namun jika ditelaah lebih lanjut tampak bahwa susunan kuntum per rachis terdapat perbedaan kerapatan. Varietas Dian Arum dan klon no. 297 serta 306 memiliki susunan kuntum yang lebih rapat dibanding genotip lainnya. Sementara pada varietas Roro Anteng lebih renggang. Di antara genotip yang diuji memiliki diameter kuncup yang berbeda nyata, tetapi diameter mekarnya tidak berbeda nyata. kuntum kuncup paling besar dimiliki oleh varietas Dian Arum dan paling kecil dimiliki oleh kultivar Pasuruan. Effendie (1994) mengemukakan bahwa konsumen tanaman hias potong lebih menyukai ukuran yang lebih besar daripada yang lebih kecil. Jika dikaitkan antara panjang rachis, jumlah per rachis dan diameter kuntum, tampak penampilan yang berbeda. Penampilan paling baik ditunjukkan oleh genotip yang memiliki kuntum yang paling rapat dengan diameter yang besar. Berdasarkan hal ini, varietas Dian Arum, klon no 219, no. 297 dan klon no. 306 yang semuanya memiliki ganda memberikan penampilan lebih baik dan lebih kompak dibandingkan dengan genotip lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa genotip ber ganda lebih sesuai dibudidayakan di dataran sedang Malang. Di antara genotip yang diuji juga memiliki jumlah petal per kuntum yang berbeda nyata (Tabel 2). Jumlah petal terbanyak dimiliki oleh varietas Dian Arum, klon no. 219, no, 297 dan no. 309, sedangkan paling sedikit dimilki oleh varietas Roro Anteng, kultivar Pasuruan dan klon no. 75. Pebedaan jumlah petal mengindikasikan perbedaan tipe sedap malam. Tipe ganda memiliki jumlah petal yang banyak, biasanya lebih dari 17 helai. Tipe semi ganda memiliki 9-11 helai petal, sedangkan tipe tunggal memiliki sekitar 6 helai petal (Sihombing, 2007) Vas life atau lama kesegaran dalam vas merupakan salah satu kriteria penilaian mutu sedap malam (Suyanti, 2002). Konsumen tanaman hias menyukai dengan vas life yang panjang. Semua genotip yang diuji menunjukkan vas life yang hampir sama dan tidak berbeda nyta nyata. 337
KESIMPULAN 1. Penampilan terbaik ditunjukkan oleh varietas Dian Arum, klon no. 219, no. 297 dan no 306 2. Genotip ber ganda merupakan genotip paling sesuai dan layak dibudidayakan di dataran sedang Malang. DAFTAR PUSTAKA Amiarsih, D., Yulianingsih dan Sabari, D. 2004. Karakterisasi Mutu untuk Bahan Penyusunan Standar Mutu Bunga Sedap Malam. Prosiding Seminar Nasional Florikultura Bogor, 4-5 Agustus: 432-437. Anonim, 1996. Pasar komoditas. Buletin Asbindo. No. 17. 4 hlm. Anonim. 2003. Lampiran SK Menteri Pertanian No. 535/Kpts/PD.210/10/2003 tentang Pelepasan sedap malam Bangil sebagai varietas unggul dengan nama Roro Anteng. 3 hlm. Dwiatmini, K., D. Herlina dan S. Wuryaningsih. 1994. Inventarisasi dan karakterisasi beberapa jenis potong komersial di pasaran Cipanas, Lembang, Bandung dan jakarta. Bull Penel. Tan. Hias. 2 (1): 7-18 Effendie, K. 1994. Tataniaga dan perilaku konsumen potong. Bull. Penel. Tan. Hias. 2 (2): 1-17. Haryanto, B., D.S. Badriyah dan L. Sanjaya. 1997. Pemuliaan varietas sedap malam melalui hibridisasi dan poliploidisasi. Laporan Hasil Penelitian. Balithi Jakarta (tidak dipublikasikan). 5 hlm. Tejasarwana, R. 2009. Ragam sedap malam di Indonesia. Warta Penel. Pertanian. 31 (5): 10-12 Sihombing, D., R. Tedjsarwana, W. Handayati dan S. Kartikaningrum. 2007. Daya hasil klon-klon harapan sedap malam. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Hias. 8 hlm., S. Kartikaningrum dan W. Handayati. 2007. Usulan pelepasan varietas sedap malam Dian Arum. Balai Peneltian Tanaman Hias. 21 hlm.. 2008. Dian Arum varietas baru sedap malam Balithi. Warta Plasma Nutfah Indonesia. No. 20: 1-3. Suyanti, 2002. Teknologi pasca panen sedap malam. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (2): 24-31. 338