Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Transkripsi

1 KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP JAGUNG DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN PADA MUSIM KEMARAU DI BANGKALAN Donald Sihombing, Nurul Istiqomah, Wahyu Handayati dan Andi Takdir M. 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Jl. Raya Karangploso Km 4 Malang Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Sulawesi Selatan donalsiltoru@yahoo.com Abstract One of the alternatives to increase corn production is through the expansion of the planting area on the rain-fed paddy lands. According to this matter, an assessment was done in desa Tanah Merah Dejah, kecamatan Tanah Merah, kupaten Bangkalan from Juni to October 20. The objective of the assessment was finding out of plant growth and corn yield performance of some maize genotypes on Bangkalan rain-fed paddy lands in dry season. Randomized block design was used with 3 replications. As a treatments were the 3 genotypes of maize, namely no. (6/Nei9008-)/Mr4, (6/Nei9008-2)/Mr4, B-26/Mr4, CA0002-BBB/Mr4, E54-2-BBB/Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4, var. Bima 2, Bima 3, Bima 5, Bisi 6, Pioner 2 and local cultivar of Tanah Merah. The results showed that the genotype no. (6/Nei9008- )/Mr4, (6/Nei9008-2) Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4 and Bima 3 had the better plant growth, corn dry weight and corn yield (more than 2 ton/ha) than the other genotypes. The fift genotypes are the most suitle to plant in dry land in dry season. Keywords: Maize, genotypes, plant growth, production, rain-fed paddy lands, dry season, Bangkalan District PENDAHULUAN Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan sumber pangan kedua setelah padi. Sekitar 64 % jagung diusahakan di Jawa dan memberikan kontribusi kirakira 68 % terhadap produksi jagung nasional. Produktivitas jagung di Jawa Timur relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional (Swastika dan Hendayana, 200). Pada tahun 200 luas areal pertanaman di Jawa Timur mencapai ha dengan produksi sebesar ton. Sementara di Bangkalan luas panen mencapai ha atau sekitar 5,85 % dari luas panen provisnsi Jawa Timur dengan produksi mencapai ton atau sekitar 3,0 % dari total produksi provinsi Jawa Timur (BPS,20). Produktifitas rata-rata jagung di kupaten Bangkalan hanya 2,28 ton/ha dan rata-rata di Jawa Timur telah mencapai 4,44 ton per ha atau lebih rendah sekitar 5,37 % dari rata provinsi Jawa Timur (BPS, 20). Hal ini antara lain diduga oleh keragaman kesuburan tanah, pemahaman dan penerapan inovasi teknologi produksi yang masih rendah, keterbatasan ketersediaan air dan sarana irigasi serta sosial ekonomi petani. Disisi lain, pada tahun 204 pemerintah mencanangkan program swasembada jagung. 58

2 Juni, 203 Hal ini menjadi peluang bagi petani untuk berusahatani jagung serta meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan lahan terutama lahan sawah tadah hujan yang umumnya ditemukan di kupaten Bangkalan pada musim kemarau. Kendala utama yang dihadapi petani untuk pengembangan jagung di lahan sawah tadah hujan secara umum adalah kelebihan air pada saat awal tanam dan kekeringan pada fase generatif terutama pada saat pengisian biji (Faesal dan Syuryawati, 2009). Sebenarnya produktivitas lahan sawah tadah hujan dapat ditingkatkan dengan menanam jagung atau palawija lain setelah padi dipanen pada musim kemarau. Lahan-lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal melalui penggunaan varietas tahan cekaman kekeringan dan diiringi dengan pemanfaatan air tanah menggunakan pompa atau sumber air lain seperti air sumur gali/bor, air sungai, dan mata air, karena jagung memerlukan air terutama pada fase pertumbuhan awal dan saat berbunga (Heasey dan Edmeades 999). Informasi mengenai varietas-varietas jagung yang adaptif terhadap cekaman kekeringan khususnya spesifik lokasi Bangkalan belum tersedia. Berkaitan dengan hal tersebut, seleksi lebih lanjut perlu dilakukan, baik terhadap genotip-genotip harapan yang akan dilepas maupun varietas-varietas yang sudah dilepas dan telah dijual di kalangan petani. Informasi tersebut akan bermanfaat dalam pemilihan varietas yang akan ditanam pada kondisi cekaman kekeringan. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di sawah tadah hujan di desa Tanah Merah Dejah, Kecamatan Tanah Merah Kupaten Bangkalan sejak Juni sampai Oktober 20 yakni pada musim kemarau (MK) II. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Sebagai perlakuan adalah beberapa genotip jagung yaitu no. (6/Nei9008-)/Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4, B-26/Mr4, CA0002- BBB/Mr4, E54-2-BBB/Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4, varietas Bima 2, Bima 3, Bima 5, Bisi 6, Pioner 2 dan kultivar lokal Tanah Merah. Tanah diolah dengan bajak yang ditarik oleh sapi dan dihaluskan dengan cangkul. Selanjutnya benih jagung ditanam pada lubang yang telah ditugal sebanyak butir per lubang dengan jarak tanam 60 x 20 cm. Mengingat kondisi iklim musim kemarau, sesaat sebelum tanam dilakukan penyiraman dengan cara memompa air dari sungai (dileb). Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman, posisi tongkol, komponen hasil dan hasil panen. Data-data yang diperoleh dirata-rata dan dilanjutkan dengan analisis varian. Analisis dilakukan dengan program STX.0. 59

3 HASIL DAN PEMBAHASAN a. Keragaan Pertumbuhan Tanaman Secara keseluruhan nampak bahwa pertumbuhan tanaman yakni tinggi tanaman dan letak tongkol berbeda dengan tanaman yang ditanam pada kondisi normal (tersedia air irigasi). Meskipun demikian, dengan penyiraman yang hanya dapat dilakukan kali pada awal tanam, tanaman jagung tersebut masih dapat tumbuh dengan baik. Seiring dengan peningkatan umur, pertumbuhan dan perkembangan tanaman makin lambat. Walaupun kondisi tanaman tercekam oleh kekeringan dan tidak pernah ada hujan sejak awal tanam sampai panen, tanaman masih dapat tumbuh, berkembang dan berbuah. (Gambar ). Menurut Aqil et al. (2008) bahwa tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif dan fase pematangan/masak biji. Penurunan hasil terbesar terjadi apila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan yaitu saat bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses penyerbukan. Gambar. Keragaan pertumbuhan beberapa genotip jagung dalam kondisi cekaman kekeringan pada MK II Penurunan hasil tersebut disebkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apila kekurangan air terjadi pada fase vegetatif. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan biji, juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kekurangan air pada fase pemasakan pematangan sangat kecil pengaruhnya terhadap hasil tanaman. Pada tel dapat dilihat pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan posisi tongkol dari permukaan tanah. Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman menunjukkan perbedaan nyata diantara genotip yang diuji. Genotip yang memiliki postur tanaman tertinggi adalah E54-2-BBB/Mr4 dengan tinggi 8,67 cm dan berbeda nyata dengan genotip B-26/Mr4, Pioner 2 dan lokal Bangkalan yang masing-masing memiliki tinggi 93,73, 9,73 dan 77,63 cm. Perbedaan tinggi tersebut, 520

4 Juni, 203 selain karena secara genetik memang sudah berbeda, diduga lebih dipengaruhi dipengaruhi oleh potensi genetik dari masing-masing genotip untuk beradaptasi dengan cekaman kekeringan. Selanjutnya pada tel dapat dilihat posisi atau letak tongkol dari permukaan tanah yang menunjukkan perbedaan nyata. Posisi tongkol tertinggi ditunjukkan oleh genotip CA0002-BBB/Mr4, E54-2-BBB/Mr4 dan Bima 5 dengan tinggi 57,33, 65,73 dan 6,37 cm. Tel. Rata-rata tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol dari beberapa genotip jagung, Tanah Merah 20 No. Genotip Tinggi Tinggi letak tanaman tongkol (cm) (cm) (6/Nei ,33 54,73 )/Mr4 2 (6/Nei ,73 43,33 c 2)Mr4 3 B-26/Mr4 93,73 b 40,37 c 4 CA0002-0,20 57,33 a BBB/Mr4 5 E54-2-BBB/Mr4 8,67 a 65,73 a 6 N53/Mr4 09,53 48,67 b 7 N226/Mr4 0,40 47,47 b 8 Bima 2 0,40 52,33 b 9 Bima 3 04,3 48,3 b 0 Bima 5 4,47 6,37 a Bisi 6 99,73 47,40 b 2 Pioner 2 9,73 b 46,53 3 Lokal Tanah Merah 77,63 c 37,47 c Keterangan : angka-angka yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Tukey pada taraf 0,05 Berdasarkan tinggi tanaman tersebut dapat dikemukakan bahwa genotip yang paling mampu beradaptasi terhadap cekaman kekeringan adalah (6/Nei9008-)/Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4, CA0002-BBB/Mr4, E54-2-BBB/Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4, Bima 3, Bima 5,Bima 2 dan Bisi 6. 52

5 b. Keragaan Hasil Panen Pada tel 2 dapat dilihat data pengamatan komponen hasil dan hasil panen. Pengamatan pada diameter tongkol menunjukkan perbedaan yang nyata diantara genotip yang diuji. Diameter tongkol terbesar ditunjukkan oleh B-26/Mr4 yakni 3,96 cm dan berbeda nyata dengan CA0002-BBB/Mr4, Bima 2, Bima 3, Pioner 2 dan Lokal Bangkalan dengan diameter berkisar antara 2,53 sampai 3,56 cm. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Sija dan Syafruddin (200) yang menunjukkan bahwa diameter tongkol varietas Bima, 2, 4 dan 5 berkisar antara 4,63 sampai 5,8 cm dan diameter terbesar dimiliki oleh varietas Bima yakni 5,8 cm. Pengamatan panjang tongkol juga menunjukkan perbedaan yang nyata diantara genotip yang diuji. Tongkol paling panjang dimiliki oleh genotip Bima 5 yakni 4,44 cm dan berbeda nyata dengan genotip (6/Nei9008-2)Mr4, E54-2-BBB/Mr4, Bima 3, Bima, Pionir dan Lokal Tanah Merah berkisar antara,33 sampai 2,50 cm. Pengamatan pada bobot tongkol juga menunjukkan perbedaan yang nyata diantara genotip yang diuji. Bobot tongkol tertinggi diperoleh dari genotip N226/Mr4 dan (6/Nei9008-2)Mr4 dengan bobot masing-masing 98,00 dan 89,67 g; berbeda nyata dengan Pionir 2 dan lokal Tanah Merah yang memiliki bobot 46,33 dan 35,33 g. Tel 2. Rata-rata pengamatan komponen hasil dan hasil panen dari beberapa genotip jagung, Tanah Merah 20 Bobot Hasil Diamete Bobot Panjang kering Bobot Panen No r panen/ Genotip tongkol pipilan/ 000 (kw/ha. tongkol tongkol (cm) tongkol biji (g) ) (cm) (g) (g) (6/Nei9008-3,79 3,46 88,67 39,23 a 233,3 a 2,63 a )/Mr4 2 (6/Nei9008-3,87 2,4 b 89,67 a 4,56 a 209,9 22,92 a 2)Mr4 3 B- 26/Mr4 3,96 a 3,22 7,67 28,93 2,2 5,95 4 CA0002- BBB/Mr4 3,50 b 3,24 70,67 34,7 93,6 bc 8,84a b 5 E54-2- BBB/Mr4 3,78 2,38 b 67,33 28,4 85,5 bc 5,66 6 N53/Mr4 3,8 2,90 86,67 39,00 a 209,6 2,5 a 7 N226/Mr4 3,7 3,46 98,00 a 40,86 a 25,7 22,54 a 8 Bima 2 3,58 b 2,0 b 69,67 30,92 88,8 bc 7,05 9 Bima 3 3,56 b 2,52 b 83,67 39,45 a 66,7 c 2,75 a 0 Bima 5 3,70 4,44 a 74,67 28,57 2, 5,75a b 522

6 Juni, 203 Bisi 6 3,44 2,0 68,67 27,25 73, c 5,03a b Pioner 2 3,43 b,73 b 46,33 b 7,66 b 69,8 c 9,74 b 2 3 Lokal Tanah Merah 2,53 c,33 b 35,33 b 5,35 b 25,5 c 8,47 b Keterangan : angka-angka yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Beda Nyata Tukey pada taraf 0,05 Pengamatan bobot kering pipilan menunjukkan bahwa genotip (6/Nei9008-2)Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4 dan Bima 3 memiliki bobot tertinggi yakni berkisar antara 39 sampai 4,56 g; berbeda nyata dengan Pionir 2 dan Lokal Tanah Merah masing-masing berbobot 7,66 dan 5,35 g. Pengamatan bobot per 00 butir menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata di antara genotip yang diuji. Genotip (6/Nei9008-)/Mr4 memiliki bobot 233,3 g dan berbeda nyata dengan Bima 3, Bisi 6, Pionir 2 dan Lokan Tanah Merah dengan bobot berkisar 25,5 sampai 73, g. Pengamatan berikutnya terhadap hasil panen per ha menunjukkan perbedaan nyata diantara genotip yang diuji. Hasil panen tertinggi diperoleh dari genotip (6/Nei9008-)/Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4 dan Bima 3 yakni berkisar antara 2,5 sampai 22,92 kw/ha berbeda nyata dengan Pionir 2 dan Lokal Tanah Merah masing-masing hanya 9,74 dan 8,47 kw/ha. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Sija dan Syafruddin (200) bahwa hasil panen jagung Bima lebih tinggi mencapai 8,9 sampai,7 ton/ha. Jika ditelaah lebih lanjut bahwa genotip-genotip yang memiliki hasil panen tertinggi seperti genotip no. (6/Nei9008-)/Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4 N53/Mr4, N226/Mr4 dan Bima 3 diduga secara genetik dan fisilogis memiliki kemampuan yang lebih baik dalam beradaptasi dengan cekaman kekeringan, sehingga dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi lebih baik meskipun kekurangan air. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa budidaya jagung di lahan taha hujan pada musim kemarau masih dapat dilakukan dengan syarat pada awal pertumbuhan masih tersedia air. Hasil tersebut akan lebih optimal jika pengairan dapat dilakukan minimal pada saat pembungaan, penyerbukan dan pembentukan biji. KESIMPULAN. Berdasarkan pengamatan pertumbuhan tanaman, setiap varietas yang diuji memiliki tanggap yang berbeda terhadap cekaman kekeringan 2. Genotip yang memiliki pertumbuhan dan hasil panen terbaik adalah genotip no. (6/Nei9008-)/Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4 dan Bima 3 523

7 3. Berdasarkan penilaian terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil panen tersebut, varietas yang paling tahan cekaman kekeringan adalah genotip no. (6/Nei9008- )/Mr4, (6/Nei9008-2)Mr4, N53/Mr4, N226/Mr4 dan Bima 3 DAFTAR PUSTAKA Aqil, M., I.U. Firmansyah dan M. Akil Pengelolaan air tanaman jagung. Dalam Jagung : Teknik Produksi dan Pengembangan. Hal Unduh 4 Mei 203 Biro Pusat Statistik, 20. Data luas lahan dan panen jagung Indonesia Faesal dan Syuryawati, Kendala dan prospek pengembangan jagung pada lahan sawah tadah hujan di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nsional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Hal Heasey, P.W. and G.O. Edmeades Maize production in drought-stressed. In: Would Maize Fact and Trend 997/998. Cimmyt, Mexico. Sija, P. dan Syafruddin Uji adaptasi varietas Bima di lahan kering. Prosiding Pekan Serealia Nasional 200. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Hal Swastika, D.K.S dan R. Hendayana The performance of maize varieties in some agro-ecosystems of East Java. Agroekonomi 8 (2) 524