BAB I PENDAHULUAN. dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN. tinggal yang terdiri dari beberapa tempat hunian. Rumah adalah bagian yang utuh

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan internasional yang lazim disebut dengan Global Governance. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia. Kemiskinan tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menjadi suatu permasalahan dalam pembangunan ekonomi

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hak bagi setiap orang. Karena setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang layak.pada umumnya mereka belum tersentuh oleh megahnya

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

I. PENDAHULUAN. perumahan yang telah disediakan oleh pemerintah. Sehingga masyarakat dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Selain itu, kemiskinan juga

BAB I PENDAHULUAN. Status negara berkembang dengan kesejahteraan materials tingkat rendah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. multidimensional, yang dapat ditandai dengan keberadaan pengangguran,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara,

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN YANG TERTUANG DALAM RPJMD Pemalang, 4 Oktober 2017

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank Indonesia dalam Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. miskin di dunia berjumlah 767 juta jiwa atau 10.70% dari jumlah penduduk dunia

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG PERUMAHAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan sosial yang sangat kompleks di Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun kemiskinan menjadi topik yang hangat untuk dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan mengarah kepada keluarga, kelompok, dan masyarakat yang sangat luas. Karena begitu besarnya dampak dari kemiskinan ini maka solusi untuk mengentaskannya terus menerus diperbincangkan oleh para elit politik maupun masyarakat yang jika dilihat hingga saat ini belum terlihat perubahan secara signifikan yang menunjukkan terselesaikannya masalah kemiskinan di Indonesia. Masalah ini masih menjadi sorotan pemerintah karena kemiskinan merupakan masalah yang sangat berat dalam pembangunan yang melanda setiap bangsa, bahkan bangsa maju sekalipun masih memiliki kantong-kantong kemiskinan. Pemerintah suatu negara akan berjuang untuk menyelesaikan masalah kemiskinan karena keberhasilan mengurangi angka kemiskinan selalu menjadi indikator penilaian baik atau buruknya suatu masa pemerintahan. Kondisi ini disebabkan karena sangat tingginya angka kemiskinan bahkan yang dalam suatu periode tertentu menunjukkan peningkatan akan menghambat laju pembangunan suatu bangsa. Jika memperhatikan kondisi kemiskinan di Indonesia saat ini jawabannya mungkin sangat parah, sebab kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat sangat 16

multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini. Melihat kondisi masyarakat dewasa ini, masih sangat banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermatabat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 10.356.690 jiwa atau dalam persentase yaitu 10,96% dan untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri jumlah penduduk miskin 1.360.000 atau 9,85% (Badan Pusat Statistik, 2014). Jika dibandingkan dengan data statistik tahun 2013 persentase kemiskinannya memang lebih tinggi yaitu 11,37% untuk seluruh Indonesia dan untuk Sumatera Utara 10,06%. Persentase kenaikan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan dari Maret 2013 hingga Sepetember 2014 yaitu 1,4% dan 0,5 % menurut Suryamin sebagai Kepala BPS hal menunjukkan tingkat kemiskinan yang semakin parah (detik.com, 2014). Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan pemerintah juga kerap kali menjadi salah satu faktor lain meningkatnya kemiskinan di negara ini. Seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang selalu menjadi kontroversi bagi masyarakat, yang mana kondisi ini akan sangat mempengaruhi harga kebutuhan pokok sehingga akan menurunkan daya beli masyarakat dan akan berdampak pula pada kemiskinan. Memang bukan tanpa alasan pemerintah menetapkan kebijakan tersebut, tetapi seharusnya disertai dengan strategi-strategi yang bisa meminimalkan dampak dari kebijakan tersebut. 17

Pemerintah juga tidak tinggal dalam menanggapi kemiskinan yang semakin memprihatinkan ini. Dalam usaha untuk mengurangi angka kemiskinan, tim nasional percepatan dan pengentasan kemiskinan Indonesia telah melakukan berbagai macam strategi pengentasan kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan sejak tahun 1998 hingga saat ini. Secara umum, program yang telah dilakukan mampu menurunkan angka kemiskinan Indonesia yang berjumlah 47,97 juta pada tahun 1999 menjadi 30,02 juta pada tahun 2011. Adapun empat strategi dasar yang ditetapkan sebagai dasar pembuatan program pengentasan kemisikinan yaitu menyempurnakan program perlindungan sosial, peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan yang insklusif (Kompasiana.com, 2013). Program-program pengentasan kemiskinan yang dirancang pemerintah tidak hanya bersifat sementara. Dalam setiap program tersebut masyarakat miskin harus diberdayakan sehingga pada akhirnya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Program-program yang berbasis pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Beberapa program yang telah dijalankan pemerintah berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan perkotaan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus 18

Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat. Program-program pengentasan kemiskinan ini dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang paling utama atau kebutuhan primernya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka pemerintah saat ini juga sudah memulai Progam bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. Sebagaimana diketahui bahwa rumah merupakan kebutuhan primer setiap orang dan merupakan tempat yang memiliki fungsi yang multidimensional. Kelayakan suatu rumah akan sangat menentukan bagaimana seorang individu menjalankan kehidupan sosialnya setiap hari. Namun untuk mewujudkan suatu rumah yang sesuai dengan standar kelayakan bukanlah suatu proses yang mudah bagi masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Sebagai penanda tangan kesepakatan global tentang pencapaian tujuantujuan pembangunan milenium (MDGs), Indonesia memiliki waktu sekitar enam tahun untuk membuktikan komitmennya. Dalam target ke-7 MDGs, tertera tujuan mencapai perbaikan berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada 2020.Saat ini, menurut data resmi, jumlah kebutuhan perumahan di Indonesia telah mencapai 7-8 juta unit dan akan bertambah sekitar 1,4 juta unit/tahun, sebuah angka yang sangat besar, meskipun sebenarnya belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang ada. Hal ini dikarenakan tidak adanya pertimbangan sekian juta keluarga yang walaupun sudah tercatat memiliki tempat tinggal, kondisi perumahan mereka tidak memenuhi standar kelayakan. Mudah 19

diduga mayoritas yang membutuhkan tempat tinggal tersebut ialah mereka yang berpenghasilan pas-pasan dan karena itu pemenuhan kebutuhannya memerlukan uluran tangan pemerintah (Lampost.com, 2014). Sebuah fenomena yang patut dicermati di Indonesia sejak beberapa dekade terakhir ialah kenyataan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta-merta membawa perbaikan pada sistem penyediaan perumahan bagi mayoritas masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya. Di kota-kota yang ekonominya berkembang pesat, seperti Jakarta dan Surabaya, kondisi perumahan bagi mayoritas masyarakat makin memburuk. Harga rumah bagi mereka yang berpenghasilan tetap sekalipun makin tidak terjangkau. Semua itu merupakan indikasi terjadinya krisis perumahan yang melanda Indonesia, khususnya di daerah perkotaan, sejak beberapa dekade terakhir.ragam tawaran solusi sebenarnya konstitusi negeri ini dengan tegas menyatakan negara berkewajiban membantu mengadakan rumah yang layak bagi rakyat Indonesia (UUD 1945, Pasal 48 H). Begitu pula UU No. 25/2000 tentang Propenas dan UU Bangunan Gedung 2003 (Pasal 43 Ayat [4]) yang mewajibkan pemerintah daerah memberdayakan masyarakat miskin yang belum memiliki akses pada rumah. Semua arahan konstitusional tersebut bertujuan memberikan aksesibilitas rumah bagi rakyat Indonesia, terutama bagi kelompok lemah ekonomi (Lampost.com, 2014). Menteri Sosial RI ke-25 periode kerja 2009-2014, Salim Segaf Al Jufri menyatakan bahwa Kementerian Sosial sedang melakukan rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 2,3 juta di 33 provinsi. Rehabilitasi RTLH tersebut diprioritaskan untuk Rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan dana 20

Rp 10 juta per RTLH. Hal tersebut dilakukan guna memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia karena rumah layak huni adalah kebutuhan penting bagi warga miskin yang mengalami keterbatasan ekonomi. Selanjutnya, Menteri Sosial menambahkan bahwa selama ini Kemensos berupaya memenuhi kebutuhan rumah bagi warga miskin dengan menjalankan program rehabilitasi rumah tidak layak huni yang tentunya prosesnya melibatkan peran aktif masyarakat secara gotong royong dan semangat kesetiakawanan sosial (Pancanaka, 2013 ). Salah satu Kabupaten yang melaksanakan program ini adalah Kabupaten Nias Barat. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Nias berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 46 Tahun 2009. Jumlah penduduk Nias Barat yakni 91.701 jiwa yang terdiri dari 18.815 kepala keluarga dan jumlah penduduk miskin yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten ini yakni 69.651 jiwa. Jumlah ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk daerah ini masih berada di bawah garis kemiskinan. Kondisi ini menjadi tolak ukur dilaksanakannya program pengentasan kemiskinan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Nias Barat. Dari data yang diambil dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat terdapat 10.515 unit rumah tidak layak huni di kabupaten ini yang tersebar di 8 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Bupati Nias Barat tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Nomor 21 Tahun 2014 dijelaskan bahwa nomenklatur program ini adalah Pemberian Bantuan Sosial Rehabilatasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). Program ini sudah dijalankan sejak tahun 2014 dan dikelola oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat. Pada tahun 2014 telah 21

dilaksanakan rehabilitasi rumah sebanyak 50 unit yang terdapat di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Lahomi 12 unit, Mandrehe 27 unit, dan Lolofitu Moi 11 unit. Pemilihan daerah penerima bantuan RS-RTLH berdasarkan peninjauan terlebih dahulu oleh pengelola program ini. Pada dasarnya ke delapan kecamatan yang berada di Kabupaten Nias Barat merupakan sasaran program bantuan sosial ini. Namun untuk tahun 2014 karena keterbatasan dana maka hanya tiga kecamatan yang ditetapkan sebagai penerima bantuan sosial. Ketiga kecamatan terpilih ini karena melintasi jalan provinsi dan kabupaten menuju ibu kota Kabupaten Nias Barat. Dalam pelaksanaan program bantuan sosial di bidang perumahan ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat menetapkan konsultan perencana untuk melakukan survey di lapangan dan membuat desain serta rencana anggaran biaya (RAB) setiap unit sebagai pedoman yang tertuang dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) dan dijabarkan pada kontrak pekerjaan. Desain gambar ini akan diberikan kepada kelompok sasaran yang mana disetiap desa dikelola oleh dua kelompok dan setiap kelompok memiliki ketua dan bendahara. Pada proses pencairan dana bantuan sosial ini dari kas daerah Kabupaten Nias Barat kemudian diberikan kepada pengelola program yaitu Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat dan diteruskan kepada pengurus kelompok penerima bantuan yang diwajibkan membuka rekening di Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) cabang Lahomi. Pada kontrak pekerjaan telah ditetapkan untuk penarikan dana tahap pertama 50% ( uang muka) dan tahap kedua sebesar 50% dibayarkan setelah pekerjaan selesai 100%. 22

Dana yang telah diterima oleh kelompok sasaran ini digunakan untuk mengadakan material bahan bangunan yang akan digunakan untuk merehabilitasi rumah penerima bantuan sosial ini. Dalam ketentuan Bupati Nias Barat, pembangunan dikerjakan selama 100 hari setelah pencairan dana pertama dan diberikan dispensasi kepada rumah tangga yang melakukan rehabilitasi lebih dari ketentuan yang ditetapkan dengan menggunakan dana sendiri untuk menambah kekurangan biaya pembangunan. Pada tahun 2014 program ini sudah selesai dilaksanakan namun pelaksanaan monitoring dan evaluasi sedang dalam proses. Sebagai salah satu program pengentasan kemiskinan maka sangat diharapkan dengan dilaksanakannya program ini angka kemiskinan di Kabupaten Nias Barat bisa menurun. Penurunan angka kemiskinan adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah. Kabupaten Nias Barat sebagai daerah otonomi baru harus mampu menunjukkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan daerah melalui program-program yang tepat sasaran sehingga berdampak langsung bagi kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah ini. Sebagai program yang masih berjalan selama satu tahun di Kabupaten Nias Barat, bantuan sosial RS-RTLH sangat perlu diamati keefektivitasannya dalam pemberdayaan masyarakat miskin di kabupaten ini sehingga bisa dilanjutkan pelaksanaannya untuk tahun-tahun berikutnya. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana Efektivitas 23

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang yang telah diutarakan maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana Efektivitas Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat. 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka: 1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan pemberdayaan masyarakat miskin melalui bantuan RS-RTLH. 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program bantuan RS-RTLH. 24

1.4 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini diajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasioanal. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisiskan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data laian yang turut memperkaya karya ilmiah ini. BAB V : ANALISIS DATA 25

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang dilakukan. 26