BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti
|
|
- Suryadi Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti (2012) tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan oleh seluruh manusia mengingat fungsi dari tempat tinggal tersebut adalah untuk mendukung terselenggaranya pembinaan keluarga, pendidikan serta peningkatan kualitas generasi yang akan datang dan berjati diri. Kurangnya jumlah lahan dan masalah ekonomi yang dialami suatu keluarga berdampak pada keterbatasan pemenuhan tempat tinggal, karena itu masyarakat berpenghasilan rendah kebanyakan mendirikan bangunan di atas tanah-tanah ilegal seperti pinggiran rel kereta api, pinggiran sungai, bahkan di bawah kolong jembatan. Tindakan ini akan mengakibatkan munculnya pemukiman liar yang terkesan kumuh. Indonesia telah berkomitmen di mata dunia untuk turut serta aktif menghapus kawasan kumuh. Hal ini terbukti dengan ditandatanganinya Deklarasi Millenium, yang menegaskan kesepakatan Pemerintah Indonesia untuk mengikatkan diri bersama negara lain di dunia dalam mencapai target MDGs. Oleh karena itu, penanganan akan kebutuhan rumah tinggal harus dikelola secara maksimal. Rusunawa yang telah dibangun pemerintah menjadi salah satu solusi dalam penanganan masalah tersebut. Setiap tempat tinggal berisi fasilitas memasak dan 1
2 kamar mandi pribadi serta dapat dikenal sebagai apartemen, tempat tinggal, rumah petak, atau kondominium (Wahab, et al., 2016). Permintaan hunian bertingkat dengan sistem sewa menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat dengan penghasilan rendah sebagaimana diketahui permintaan 27,5 persen dari Sydney, 84 persen dari Singapura dan lebih dari 95 persen populasi Hong Kong tinggal di perumahan bertingkat tinggi (Greco, et al., 2013). Pemerintah menyikapinya hal ini dengan terus mendorong tingkat penghunian rusunawa yang telah ada karena hal ini menjadi inti dari capaian manfaat dari kegiatan pembangunan rusunawa. Tahun 2014, Kementerian Perumahan Rakyat telah membangun sebanyak 408 towerblock (TB) rusunawa dengan unit. Jumlah tersebut setara dengan daya tampung untuk jiwa. Apabila dilihat dari tahun 2010 hingga 2014, maka rusunawa yang telah terbangun adalah sebanyak 843 towerblock dengan unit yang setara dengan daya tampung untuk jiwa. Tabel 1.1 Jumlah Rusunawa Perumahan Rakyat Terbangun Jumlah Terbangun Status Huni Tahun Tower Block Unit Jiwa Terhuni (TB) Belum Terhuni (TB) Jumlah Sumber: Kementerian PU & PR, 2016 Jumlah Rusunawa yang telah dibangun pemerintah masih belum mampu menutup backlog. Dalam kaitan tersebut, Ditjen Cipta Karya bertugas dan bertanggung jawab mencapai perbaikan yang berarti untuk meningkatkan kehidupan sedikitnya 100 juta masyarakat miskin yang hidup di permukiman kumuh hingga tahun
3 Dalam perjalanannya, program ini cukup berdampak untuk mengurangi luasan dan jumlah enclaves permukiman kumuh secara parsial di beberapa daerah, namun belum sepenuhnya memberikan dampak yang signifikan pada pengurangan jumlah kawasan permukiman kumuh secara nasional. Aturan yang ada pada UU No. 20 tahun 2011 diharapkan dapat membangkitkan semangat dan menambah energi baru untuk mendorong kemajuan program pembangunan Rusun yang lebih baik bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang terletak di antara dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Surakarta sehingga dengan lokasi yang strategis tersebut menjadikan Kabupaten Klaten mengalami perkembangan sangat pesat salah satunya dari sektor industri. Dari tahun 2010 jumlah industri di Kabupaten Klaten terus mengalami kenaikan, baik itu industri kecil maupun besar. Tahun 2010 tercatat jumlah industri yang ada sebanyak dan pada tahun 2013 sudah ada industri. Hal ini menyebabkan penambahan tenaga kerja dari luar daerah yang masuk ke Kabupaten Klaten dan berdampak pada permintaan tempat tinggal. Tabel 1.2 Banyaknya Perusahaan Industri di Kabupaten Klaten Tahun Banyaknya Usaha Banyaknya Usaha Jumlah Besar Kecil Sumber: BPS Kabupaten Klaten, 2017 Pemerintah Kabupaten Klaten mengantisipasi kebutuhan perumahan dan pemukiman tersebut dengan cara pembangunan rumah susun seperti telah dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 14 Tahun
4 tentang Rumah Susun yang mengatur mengenai Perencanaan rumah susun, Pembangunan, Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan, Pengelolaan, PPPSRS, Peningkatan Kualitas, Pengendalian dan Larangan Kabupaten. Jumlah penduduk Kabupaten Klaten pada tahun 2014 adalah , sedangkan pada tahun 2015 adalah menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk sebesar dari tahun 2014 ke tahun Oleh karena itu, penambahan penduduk antar tahun tergolong tinggi sehingga menambah tingkat kepadatan penduduk. Dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, maka Kabupaten Klaten disyaratkan dalam pengembangan rusunawa sebagai solusi mengatasi masalah penyediaan pemukiman yang layak, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rusunawa klaten yang berlokasi di Bareng Lor, Bareng Lor, Klaten Utara, Kabupaten Klaten merupakan rumah susun yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Memiliki luas tanah m 2 dengan jumlah lantai 5 telah dihuni sekitar 125 KK. Rusunawa yang berada di Kabupaten Klaten memang menjadi alternatif bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk dapat memperoleh tempat tinggal yang layak, namun sangat disayangkan pengelolaan rusunawa yang belum optimal menyebabkan ketidakpuasaan bagi pemangku kepentingan baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun penghuni rusunawa itu sendiri. Temuan di lapangan yang terjadi adalah tidak adanya kesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengelolaan. Tugas dan kewenangan diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai penanggung jawab akan adanya rusunawa, namun tidak diimbangi dengan dana yang dibutuhkan 4
5 untuk operasional. Selain itu, tidak adanya standar sistem pengelolaan yang jelas membuat kinerja para pengelola tidak optimal. Pengelolaan Rusunawa tidak terlepas dari masalah pengelolaan aset dan fasilitasnya. Pengelolaan merupakan kombinasi antara tindakan teknis dan administratif untuk memastikan item dan elemen bangunan dalam standar yang dapat diterima untuk melakukan fungsi yang disyaratkan. Dalam melaksanakan pengelolaan secara efisien, pemeliharaan bangunan, rencana dan pemantauan sangat diperlukan (Kerama, 2013). Penelitian Arining (2017) menjelaskan bahwa masalah utama yang paling sering dihadapi dalam pengelolaan rusunawa adalah jarangnya pelaksanaan evaluasi dan monitoring pengelolaan rusunawa. Penelitian Hashim, et al. (2014) menemukan hasil bahwa pembaruan fasilitas fisik dan peralatan rusunawa dibutuhkan untuk keberlanjutan keberadaan rusunawa. Salah satu metode untuk menganalisis pengelolaan rusunawa adalah menggunakan metode service quality (servqual) dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi terhadap hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden dan metode Importance Perfmance Analysis (IPA) untuk melihat atribut yang seharusnya diberikan perhatian lebih, dikurangi, atau dipertahankan. Analisis deskriptif kualitatif diperlukan untuk mengetahui kualitas SDM pengelola, sistem pengelolaan yang dijalankan, dan pengelolaan bangunan. 1.2 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian bertujun untuk membandingkan penelitian yang sedang dilakukan dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan pemahaman peneliti, penelitian ini belum pernah dilakukan. Namun, terdapat beberapa penelitian 5
6 dengan topik yang sama. Pertama yaitu penelitian yang dilakukan Susanti (2012) menganalisis tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Oleh Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Rumah Sewa Kota Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) oleh pihak UPTD Rumah Sewa Kota Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan fenomena yang sebenarnya terjadi di lapangan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan Rusunawa oleh pihak UPTD Rumah Sewa Kota Surakarta dapat dikatakan baik karena sudah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan berorientasi pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Lumbantoruan (2014) dengan judul persepsi penghuni terhadap sistem pengelolaan rusunawa mukakuning di Kota Batam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sistem pengelolaan Rusunawa Mukakuning dan mengidentifikasi persepsi penghuni rusunawa terhadap sistem pengelolaan Rusunawa Mukakuning. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pengelola telah melakukan tugasnya dengan cukup baik. Dari persepsi penghuni diketahui bahwa penghuni masih belum puas dengan kinerja pengelola hal ini dikarenakan terdapat 6 kriteria yang menurut penghuni kurang memuaskan. Penelitian ketiga dilakukan oleh Christudason (2016) menganalisis pemilihan sistem pengelolaan properti untuk perkembangan srtata perumahan di Singapura. Penelitian ini bertujuan untuk mencerahkan pemilik properti strata 6
7 tittle tentang pentingnya memilih sistem yang sesuai untuk pengelolaan properti bersama dalam pengembagan strata. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor yang harus dihadapi perusahaan manajemen yang disadari saat menentukan bentuk sistem manajemen properti yang akan digunakan. Penelitian keempat dilakukan oleh Arining (2017) dengan judul analisis model pengukuran kinerja pengelolaan rumah susun sederhana sewa di Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model pengukuran kinerja yang dapat digunakan sebagai parameter penilaian dalam evaluasi dan monitoring pengelolaan rusunawa di Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan berpasangan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kriteria kinerja yang mempengaruhi pengelolaan rusunawa di Surabaya adalah efektifitas dan efisiensi (bobot: 34,6 persen) diikuti oleh kesesuaian kelembagaan dan kepenghunian (bobot: 26,5 persen), risiko kepatuhan hukum (bobot: 19 persen, kesesuaian fisik (bobot: 10,9 persen), kemudian keberlanjutan (bobot: 5,4 persen) dan yang terakhir adalah dampak (bobot: 3,5 persen). Dari penilaian kinerja pada 8 objek penelitian didapatkan 62,5 persen rusunawa dengan kinerja yang baik dan 37,5 persen rusunawa dengan kinerja cukup. Rusunawa Pesapen memiliki nilai kinerja tertinggi (total nilai 3,90 dari 5,00), sedangkan nilai kinerja terendah diperoleh Rusunawa Gunungsari (total nilai 2,24 dari 5,00). Dari pelaksanaan FGD diketahui bahwa model pengukuran kinerja sudah cukup relevan untuk digunakan sebagai parameter penilaian pengelolaan rusunawa di Kota Surabaya. 7
8 Penelitian kelima dilakukan oleh Amankwah, et al. (2017) menganalisis tentang manajemen berkelanjutan dan praktik pemeliharaan bangunan residensi gedung multifamily di Ghana. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana penghuni mematuhi peraturan-peraturan yang digunakan dalam manajemen dan pemeliharaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran. Hasil dari penelitian ini adalah meski sebagian besar warga tidak senang dengan manajemen saat ini dan praktik pemeliharaannya, ada harapan tinggi untuk kolaborasi yang lebih baik diantara semua pemangku kepentingan. Penerapan praktik pengelolaan dan perawatan yang bijaksana yang dapat membantu memecahkan tantangan. Hasilnya memberikan informasi yang konstruktif untuk SSNIT dan pengembang real estate lainnya siap masuk ke pasar kondominium. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dapat dijadikan referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian yang saat ini sedang dilakukan, namun perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan yang sedang dilakukan saat ini dapat dilihat pada beberapa aspek antara lain sebagai berikut. 1. Lokasi penelitian Lokasi yang dipilih merupakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang berlokasi di Bareng Lor, Bareng Lor, Klaten Utara, Klaten. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan antara Juli September
9 3. Sudut pandang aspek penelitian Penelitian yang dilakukan akan mencoba melihat dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM), sistem pengelolaannya yang dilihat dari sudut pandang pengguna rusunawa. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran yang telah dipaparkan dalam latar belakang, permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Rusunawa yang berada di Kabupaten Klaten adalah kurang optimalnya kinerja staf dalam mengelola rusunawa. Kondisi ini terbukti dengan adanya hak penghuni yang belum dapat dipenuhi. Selain itu terdapat beberapa harapan yang seharusnya dilakukan oleh pengelola dan belum dapat dilakukan. Penelitian ini menyelaraskan antara persepsi penghuni rusunawa dengan harapan yang diinginkan penghuni terhadap kemampuan pengelola dalam menjalankan sistem pengelolaan. Hal ini diharapkan mampu menjawab faktor apa saja yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan rusunawa yang berada di Kabupaten Klaten. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana tingkat kepuasan penghuni terhadap sistem pengelolaan yang dijalankan? 2. Bagaimana sistem pengelolaan rusunawa di Kabupaten Klaten? 9
10 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi pihak pengelola, evaluasi ini dapat dijadikan pedoman guna merumuskan sistem pengelolaan yang lebih baik sehingga tujuan dari pemangku kepentingan dapat tercapai. 2. Bagi penghuni rusunawa, kajian ini dapat dijadikan panduan wawasan pelaku lingkungan rusunawa yang berkesinambungan. 3. Bagi dunia penelitian, hasil penelitian ini dapat memperkaya konsep evaluasi pengelolaan rusunawa untuk masa yang akan datang. 1.6 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis tingkat kepuasan penghuni terhadap sistem pengelolaan rusunawa yang dijalankan. 2. Menganalisis sistem pengelolaan rusunawa di Kabupaten Klaten. 1.7 Sistematika Penulisan Penyusunan karya tulis ini terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan, yang memuat tentang latar belakang, keaslian penulisan, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisi penjelasan mengenai teori, kajian terhadap penelitian sebelumnya dan model penelitian. Bab III Metode Penelitian, yang terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan metode analisis data. Bab IV Analisis menjelaskan gambaran umum, 10
11 deskripsi data, analisis data dan pembahasan. Bab V Kesimpulan berisi kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian. 11
BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya proses perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini membawa dampak timbulnya berbagai masalah perkotaan. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi berakibat pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta
Lebih terperinciOPTIMALISASI FASILITAS DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI KOTA MATARAM (STUDI KASUS RUSUNAWA SELAGALAS KOTA MATARAM)
OPTIMALISASI FASILITAS DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI KOTA MATARAM (STUDI KASUS RUSUNAWA SELAGALAS KOTA MATARAM) Sri Hartati 1, *), Tri Joko Wahyu Adi 2) dan Yusroniya Eka Putri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD tahun 1945 pasal 28 H ayat (I) bahwa: setiap
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang
BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab V merupakan bagian akhir dari penulisan penelitian yang memaparkan beberapa bahasan penutup. Pertama adalah simpulan penelitian yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Kota Tangerang terletak antara Lintang Selatan dan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Tangerang terletak antara 6 6-6 13 Lintang Selatan dan 106 36-106 42 Bujur Timur. Luas wilayah Kota Tangerang sekitar 164,55 km², saat ini memiliki 13 wilayah administratif
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perumahan relokasi yang di Surakarta merupakan perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar bantaran sungai Bengawan Solo. Perumahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran masyarakat bahwa hidup diperkotaan lebih terjamin dibandingkan dengan hidup dipedesaan telah menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya urbanisasi
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal. Dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan fisik Kabupaten Sidoarjo sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permukiman adalah kawasan lingkungan hidup baik di perkotaan maupun di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah kawasan lingkungan hidup baik di perkotaan maupun di pedesaan yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana lingkungan yang mendukung kegiatan penduduknya. Seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang disusun oleh penulis adalah Rumah Vertikal Ekologis di Surakarta dengan Fasilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan infrastruktur baik yang merupakan aset pemerintah maupun aset swasta, dilaksanakan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, seperti jalan raya,
Lebih terperincilib.archiplan.ugm.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan papan memiliki berpengaruh yang erat terhadap kelangsungan hidup manusia. Salah satu kebutuhan dasar berupa papan sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Berdasarkan sensus, Jakarta merupakan salah satu kota dengan penduduk terpadat yaitu 8.509.170 jiwa (Dinas Kependudukan dan catatan Sipil 2008). Tingginya tingkat
Lebih terperinciC. Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah Susun Sewa
2334.001.001.107.C Kajian Optimalisasi Penghunian Rumah Susun Sewa i BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Renstra Kementerian Pekerjaan Umum mengamanatkan percepatan pembangunan perumahan sebagai upaya
Lebih terperinciAssalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PRODUK UNDANG-UNDANG YANG BERPIHAK PADA PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN KERJA, DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Makalah disampaikan pada Musyawarah Nasional Real
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dan motivasi penelitian mengenai penyesuaian tarif sewa Rusunawa Tambak. Berdasarkan latar belakang timbul permasalahan mengenai penetapan tarif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai dengan saat ini masalah kemiskinan masih menjadi persoalan yang belum tertuntaskan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat yang berpenghasilan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik (Juniarko dkk, 2012;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu hak yang mendasar bagi manusia dalam mencapai kehidupan yang lebih layak selain kebutuhan sandang dan pangan. Rumah atau tempat tinggal berfungsi
Lebih terperinciTINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA
TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI RUSUNAWA TERHADAP FISIK DAN LINGKUNGAN RUSUNAWA DI SURAKARTA Masturina Kusuma Hidayati Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada (UGM) E-mail : rimamastur6@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat dengan pesat sehingga jumlah kebutuhan akan hunian pun semakin tidak terkendali. Faktor keterbatasan
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Kesimpulan dari evaluasi pelaksanaan program Penataan dan peremajaan prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini antara lain:
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki tiga kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan dimana rumah merupakan salah satu yang termasuk di dalamnya. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan sosial yang sangat kompleks di Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun kemiskinan menjadi topik yang hangat untuk dibahas karena
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam peranannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemian budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai salah satu kebutuhan primer dan mempunyai fungsi yang strategis dalam peranannya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian selatan. Daerah Istimewa Yogyakarta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori RUSUN (rumah susun) merupakan model yang tepat dengan filosofi dasar untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah dengan penyediaan fasilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar (basic needs) dan pokok manusia selain sandang dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Lebih terperinciPersentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas
Dalam pembukaan UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Dalam perjalanannya, kita hampir melupakan aspek pemerataan atau cita-cita keadilan sosial yang begitu mendasar dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah kampung berasal dari bahasa Melayu, digunakan sebagai terminologi yang dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung sering dipakai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan jumlah penduduk mungkin bukan sebuah fenomena yang asing di telinga untuk saat ini. Fenomena ledakan jumlah penduduk hampir terjadi di seluruh belahan dunia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
Lebih terperinciANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN APARTEMEN DI SEMARANG 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semarang termasuk dalam sepuluh peringkat kota metropolitan terbesar di Indonesia dan merupakan ibu kota Jawa Tengah yang didominasi oleh bangunan- bangunan sebagai
Lebih terperinciAPARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta memiliki permasalahan permukiman kumuh dengan kondisi rumah tidak sesuai dengan standar yang ada dan kurang memperhatikan kelengkapan prasarana dan sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kegiatan, yang kemudian sistem ini disebut sebagai sentraliasasi, kegiatan untuk
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sejak bertahun-tahun Kota Jakarta telah menjadi kota pusat berbagai kegiatan, yang kemudian sistem ini disebut sebagai sentraliasasi, kegiatan untuk menjadikan Kota Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi
Lebih terperinciPERCEPATAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DIREKTUR PERKOTAAN, PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA, 5 SEPTEMBER 2017
PERCEPATAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH DIREKTUR PERKOTAAN, PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA, 5 SEPTEMBER 2017 1 PERUBAHAN YANG DITUJU Trend Saat Ini Permukiman Kondisi Yang Diinginkan Padat, tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, dengan susunan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2 dengan jumlah populasi 2 sebesar 8.792.000 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis
BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang Permukiman kumuh merupakan permasalahan klasik yang sejak lama telah berkembang di kota-kota besar. Walaupun demikian, permasalahan permukiman kumuh tetap menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam potensi, peluang dan keuntungan dalam segala hal. Kota juga menyediakan lebih banyak ide dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan tentang Penataan Ruang di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek Meningkatnya kebutuhan akan rumah, terbatasnya lahan, serta tingginya nilai lahan menjadi fenomena umum yang terjadi hampir
Lebih terperinciKebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh. Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016
Kebijakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas Manado, 19 September 2016 Persentase Juta Jiwa MENGAPA ADA PERMUKIMAN KUMUH? Urbanisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hak bagi setiap orang. Karena setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28 H dijelaskan bahwa tempat tinggal dan lingkungan yang layak adalah hak bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun
Lebih terperinciIV.B.7. Urusan Wajib Perumahan
7. URUSAN PERUMAHAN Penataan lingkungan perumahan yang baik sangat mendukung terciptanya kualitas lingkungan yang sehat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan meningkatnya kualitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Selain itu, kebutuhan
Lebih terperinciBastary Pandji Indra Asdep Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SEMINAR HASIL KAJIAN Penyiapan Kebijakan Pembangunan Perumahan MBR dan Land Consolidation Perkotaan Bastary Pandji Indra Asdep Perumahan,
Lebih terperinciRUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengapa rumah susun? Kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan primer manusia. Berbagai macam upaya pemenuh kebutuhan ini terwujud dengan semakin banyaknya proyek-proyek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah
1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut
Lebih terperinciTUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat kosentrasi kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, meliputi kegiatan industri, perkantoran, hingga hunian. Perkembangan kegiatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU) PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciEVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)
EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Kegiatan pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah
Lebih terperinci