PENENTUAN LAJU PENURUNAN MUTU PRODUK SUSU BUBUK TIPE-X PADA BERBAGAI SUHU DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA, JAKARTA SKRIPSI ELISABETH SETYO F

dokumen-dokumen yang mirip
III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

METODE. Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

Bab III Bahan dan Metode

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Minuman sari buah SNI

Jahe untuk bahan baku obat

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

5.1 Total Bakteri Probiotik

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional

Lampiran 1 Formulir organoleptik

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mochamad Nurcholis, STP, MP. Food Packaging and Shelf Life 2013

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By: ABSTRACT

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

Penetapan Kadar Sari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

II. TINJAUAN PUSTAKA

SNI Standar Nasional Indonesia. Sari buah tomat. Badan Standardisasi Nasional ICS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Kandungan Gizi Labu Kuning. Tabel 5. Kandungan Gizi dalam 100 g Labu Kuning. Kandungan Gizi. 0,08 mg.

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODELOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

PENDUGAAN MASA KADALUWARSA DENDENG LUMAT IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA KEMASAN ALUMINIUM FOIL. Oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II. DIKRIPSI PERUSAHAAN dan DAERAH PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODE PENELITIAN

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Fe dan Sn DALAM SUSU KENTAL MANIS

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

METODE PENELITIAN. A. Alat dan Bahan. B. Metode Penelitian. 1. Persiapan Sampel

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

MONITORING PERUBAHAN MUTU SUSU BUBUK TIPE A DAN B SELAMA MASA SIMPAN DAN KORELASI ANTAR PARAMETER UJI ANGGUN SURIWIJAYANTI PUTRI F

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

Transkripsi:

PENENTUAN LAJU PENURUNAN MUTU PRODUK SUSU BUBUK TIPE-X PADA BERBAGAI SUHU DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA, JAKARTA SKRIPSI ELISABETH SETYO F24070099 2011 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DETERMINATION OF QUALITY DEGRADATION RATE OF MILK POWDER - TYPE-X AT VARIOUS TEMPERATURE IN PT FRISIAN FLAG INDONESIA, JAKARTA Elisabeth Setyo 1 and Endang Prangdimurti 1 1 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agriculture Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62 817 273370, E-mail: elisabethsetyo@yahoo.com ABSTRACT One of the processed milk is milk powder. Milk powder contains many components of food and become a good nutrition source for the body but it can damage easily. Its needs to be identified how the quality degradation rate to prevent further deterioration of milk powder during storage. The objective of this research is determination of quality degradation rate of milk powder-type-x at various temperature. The products were kept at 30 C, 40 C, and 55 C for six weeks of storage. Initial analysis has been done to determine critical parameters that increased milk powder damaged. The results show free fat, peroxide value and insolubility index as major damaged of milk powder. Quality degradation rate of milk powder-type-x followed zero order reaction for free fat and insolubility index. Order reaction of peroxide value cannot be determined because the deterioration has not reached 50% of the final quality value. Deterioration of milk powder-type-x is influenced by internal conditions of milk powder, analysis procedures, and intensity of analysis. Based on models accuracy test with MRD value obtained zero order reaction of peroxide value at 30 o C, first order reaction of peroxide value at 55 o C, and zero order reaction of free fat value at 40 o C rather describe the quality degradation rate of milk powder-type-x. Keywords: milk powder, quality degradation rate, order reaction, MRD

Elisabeth Setyo. F24070099. Penentuan Laju Penurunan Mutu Produk Susu Bubuk Tipe-X pada Berbagai Suhu di PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta. Di Bawah Bimbingan Endang Prangdimurti. 2011. RINGKASAN Susu merupakan salah satu sumber gizi yang baik bagi manusia karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air sebagai bahan penyusun utama. Kandungan gizi yang tinggi menyebabkan susu mudah mengalami kerusakan sehingga susu sering diproses menjadi bentuk lain, salah satunya menjadi bentuk bubuk dengan pengeringan. Walaupun dalam bentuk bubuk, namun susu bubuk juga berpotensi untuk mengalami penurunan mutu. Oleh karena itu perlu ditentukan laju penurunan mutu susu bubuk, dalam hal ini susu bubuk tipe-x, dengan menetapkan ordo reaksinya. Dengan menentukan laju penurunan mutunya, kita dapat mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhi penurunan mutu dari susu bubuk dan seberapa cepat laju kerusakannya. Produk susu bubuk memiliki kadar lemak yang tinggi sehingga dapat memicu reaksi oksidasi lemak. Oksidasi akan menurunkan mutu susu bubuk baik secara fisikokimia maupun organoleptik karena akan menghasilkan off flavor yang dapat menurunkan penerimaan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter kritisnya pada berbagai suhu penyimpanan. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu yang pertama analisis awal untuk menentukan parameter yang paling cepat menurunkan mutu susu bubuk tipe-x. Setelah diketahui parameter yang paling mempercepat penurunan mutu susu bubuk kemudian tahapan yang kedua susu disimpan pada tiga suhu 30 o C, 40 o C, dan 55 o C. Selanjutnya, sampel susu bubuk yang disimpan di tiga suhu tersebut akan dianalisis setiap minggunya dengan parameter yang telah ditentukan pada tahap 1 selama enam minggu. Tahapan yang ketiga adalah penentuan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x sesuai ordo reaksinya. Penentuan ordo reaksi bertujuan untuk mengetahui apakah konsentrasi pereaksi mempengaruhi laju penurunan mutu dari susu bubuk. Berdasarkan hasil analisis tahap satu didapatkan parameter yang paling cepat mempengaruhi penurunan mutu susu bubuk tipe-x adalah parameter bilangan peroksida, kadar lemak bebas, dan indeks non solubilitas. Berdasarkan hasil kurva regresi, ordo reaksi penurunan mutu susu bubuk tipe- X untuk parameter kadar lemak bebas dan indeks non solubilitas mengikuti ordo reaksi nol sedangkan parameter bilangan peroksida tidak dapat ditentukan ordo reaksinya karena penurunan mutunya belum mencapai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa laju penurunan mutu berdasarkan parameter kadar lemak bebas dan indeks non solubilitas tidak dipengaruhi oleh konsentrasi dan terjadi secara konstan. Ketiga parameter kritis menunjukkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang cukup rendah bahkan sangat kecil untuk bilangan peroksida yaitu kurang dari 0.1 pada suhu 30 o C. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi berjalan lambat sehingga akhir reaksi sulit diperoleh. Apabila penurunan mutu belum mencapai 50%, maka sedikit sekali perbedaan yang diperoleh jika digunakan ordo reaksi nol atau ordo reaksi satu sehingga sebaiknya intensitas waktu pengukuran sampel diperpanjang. Selain itu, waktu pengujian juga dapat mempengaruhi nilai R 2 yang kecil dimana waktu pengambilan data selama enam minggu masih kurang untuk mencapai 50% penurunan mutu dari susu bubuk tipe-x. Faktor lain yang juga diduga mempengaruhi rendahnya nilai R 2 dan tingginya nilai RSD adalah faktor internal dari susu bubuk itu sendiri yang terdiri dari bermacammacam komponen dimana antar komponen tersebut saling mempengaruhi sehingga mempengaruhi

juga hasil akhir analisis, dan faktor kesalahan saat analisis dimana subyektivitas saat pengukuran mempengaruhi hasil akhir khususnya pada saat analisis indeks non solubilitas. Untuk mengetahui apakah model matematika dari ketiga parameter pada tiga suhu penyimpanan baik ordo reaksi nol maupun ordo reaksi satu tepat menggambarkan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x, maka dilakukan uji ketepatan model dengan menghitung nilai MRD-nya masing-masing. Nilai MRD menggambarkan kedekatan nilai konsentrasi penurunan mutu susu bubuk tipe-x hasil percobaan dengan model matematika hasil perhitungan. Semakin dekat nilai hasil percobaan dengan hasil perhitungan, maka model matematikanya semakin tepat yang ditandai dengan nilai MRD yang kecil yaitu kurang dari 5. Berdasarkan hasil perhitungan nilai MRD untuk seluruh parameter, diperoleh parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol pada suhu 30 o C, bilangan peroksida ordo reaksi satu pada suhu 55 o C, dan kadar lemak bebas ordo reaksi nol pada suhu 40 o C memiliki nilai MRD antara 5 10 yang berarti model matematika dari ketiga parameter tersebut agak tepat menggambarkan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x.

PENENTUAN LAJU PENURUNAN MUTU PRODUK SUSU BUBUK TIPE-X PADA BERBAGAI SUHU DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA, JAKARTA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ELISABETH SETYO F24070099 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Skripsi Nama NIM : Penentuan Laju Penurunan Mutu Produk Susu Bubuk Tipe-X pada Berbagai Suhu di PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta : Elisabeth Setyo : F24070099 Menyetujui, Pembimbing I, (Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.) NIP 19680723 199203 2 001 Mengetahui: Plt. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, (Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi) NIP 19610802 198703 2 002 Tanggal lulus :

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Laju Penurunan Mutu Produk Susu Bubuk Tipe-X pada Berbagai Suhu di PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan, Elisabeth Setyo F24070099

BIODATA PENULIS Elisabeth Setyo lahir di Yogyakarta, 17 November 1988 dari pasangan Ayah Alm. Stefanus Marsudi dan Ibu Rosalia Sumartini sebagai anak satu-satunya. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SDK Santo Markus II Jakarta (2001), jenjang SMP di SMPK Tarakanita Magelang (2004), jenjang SMA di SMAK Pangudi Luhur Van Lith Muntilan (2007), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2011) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi seperti KeMaKI, Tim Pendamping, dan HIMITEPA sebagai pengurus maupun anggota serta kegiatan kemahasiswaan, antara lain Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2009-2010), BAUR (2009) dan HACCP (2009). Penulis mengikuti beberapa seminar nasional dan kegiatan PKMK yang didanai oleh Dikti (2011). Penulis pernah memperoleh Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (2008-2009) dan Karya Salemba Empat (2009-2011). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul Penentuan Laju Penurunan Mutu Produk Susu Bubuk Tipe-X pada Berbagai Suhu di PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2011 ini adalah penyimpanan, dengan judul Penentuan Laju Penurunan Mutu Produk Susu Bubuk Tipe-X pada Berbagai Suhu di PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Mom (Rosalia Sumartini) tercinta yang selalu menguatkan penulis dengan doa dan cintanya. Seluruh keluarga (Bu Tiek, Mas Eko, Mba Riris, Mba Nina, Mba Lila, Mba Rita) yang selalu memberikan motivasi pada penulis dan Sangkot VR Situngkir atas doa, semangat, nasehat dan kasih sayangnya. 2. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat, masukan dan perhatiannya selama studi dan penelitian. 3. Elvira Syamsir, S.TP, M.Si dan Azis B. Sitanggang, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran bagi skripsi ini. 4. Pak Yadi Haryadi, Bu Dede R. Adawiyah, Pak Feri Kusnandar dan Pak M. Arpah atas masukannya untuk penelitian ini. 5. Mba Mirza R. Zulkarnain sebagai pembimbing lapang atas kritik dan sarannya. 6. Seluruh staf Divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, Mba Victoria Valentina, Mas Erik, Mba Nini, Mba Velia, Mba Astri, Mas Yuli, Mba Scheling, Mas Heri, Mba Reny, Mba Milka, dan Mas Dony. 7. Seluruh staf Quality Control PT Frisian Flag Indonesia, Pak Ahmad, Pak Ramdani, Pak Zulfi, Pak Hendra, Pak Jose, Pak Har, Pak Jafar, Pak Edi, Pak Aen, Pak Detril, Pak Dani, Mas Reza, dan Mas Welby. 8. Karya Salemba Empat yang telah membantu menyokong dana bagi penulis. 9. Trancy Chandra, Marisa, dan Amelinda Angela atas kebersamaan yang indah selama tiga tahun di perwira 45. 10. Rekan seperjuangan di Divisi RnD PT Frisian Flag Indonesia, Indri, Hans, Muly, dan Risa. 11. KeMaKI dan Tim Pendamping IPB, Keluarga Densus 08 tersayang (Sari, Ulin, Eny, Luci, Brury, Anton, Adian, Anti, Bambang, Manta, Rio, Ella, Chissy, Ayu, Dika), dan Ambrose yang senantiasa ada dalam suka dan suka. 12. Rekan-rekan ITP, terutama ITP 44, Suriah, Riffi, Dela, Chandra, Mike, Eliana, Reggie, Daniel, Melia, Dinda, Marvin, Ony, Siska, Leo, Vita, Dhina, Esti, Adi, Andrew, Bertha, Nipu, Tiara, Mei, Cherish, Nisa, Belinda, Amelia, Septi, Ricen, Nurina, Punjung, (Alm.) Rina dan temanteman ITP lainnya. 13. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan staf unit pelayanan terpadu yang luar biasa (Ibu Novi, Mba Anie) serta semua pihak lain yang belum disebutkan yang telah membantu. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Terima kasih. Bogor, Agustus 2011 Elisabeth Setyo iii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN..1 A. LATAR BELAKANG........1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN... 3 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... 3 B. VISI DAN MISI... 3 C. LOGO... 4 D. ORGANISASI DAN PENGELOLAAN... 4 E. LOKASI PERUSAHAAN... 5 F. KETENAGAKERJAAN... 5 III. TINJAUAN PUSTAKA........7 A. SUSU BUBUK....7 B. PENURUNAN MUTU PRODUK PANGAN.....8 C. KINETIKA REAKSI.........10 1. Ordo Reaksi Nol....11 2, Ordo Reaksi Satu...11 IV. METODOLOGI PENELITIAN.....13 A. WAKTU DAN TEMPAT.. 13 B. BAHAN DAN ALAT... 13 C. METODE PENELITIAN.......13 1. Analisis fisikokimia awal...13 2. Analisis fisikokimia sesuai parameter kritis.....18 3. Penetapan laju penurunan mutu.......19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20 A. PENENTUAN PARAMETER MUTU KRITIS.... 20 B. PENENTUAN LAJU PENURUNAN MUTU... 21 1. Bilangan peroksida.21 2. Kadar lemak bebas....25 3. Indeks non solubilitas...28 C. UJI KETEPATAN MODEL..30 iv

V. PENUTUP... 34 A. SIMPULAN... 34 B. REKOMENDASI... 34 DAFTAR PUSTAKA... 35 LAMPIRAN. 37 v

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk.. 7 Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak.... 8 Tabel 3. Perbandingan hasil analisis susu bubuk dengan standar... 20 Tabel 4. Nilai mutu awal produk susu bubuk tipe-x berdasarkan beberapa parameter 21 Tabel 5. Nilai proksimat susu bubuk tipe-x..... 21 Tabel 6. Pengukuran larutan standar FeCl 3... 22 Tabel 7. Data pengukuran bilangan peroksida dalam satuan meq/kg sampel. 23 Tabel 8. Data pengukuran kadar lemak bebas dalam satuan % 26 Tabel 9. Data pengukuran indeks non solubilitas dalam ml. 28 Tabel 10. Hasil perhitungan nilai MRD.. 31 vi

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Logo Frisian Flag Indonesia... 4 Gambar 2. Standar scorched particle untuk susu bubuk. 18 Gambar 3. Alat ukur oksigen 18 Gambar 4. Grafik kurva standar FeCl 3... 22 Gambar 5. Grafik ordo reaksi nol parameter bilangan peroksida.. 23 Gambar 6. Grafik ordo reaksi satu parameter bilangan peroksida. 24 Gambar 7. Grafik ordo reaksi nol parameter kadar lemak bebas... 26 Gambar 8. Grafik ordo reaksi satu parameter kadar lemak bebas.. 27 Gambar 9. Grafik ordo reaksi nol parameter indeks non solubilitas... 29 Gambar 10. Grafik ordo reaksi satu parameter indeks non solubilitas. 29 Gambar 11. Kurva perbandingan data hasil percobaan dan hasil perhitungan parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol pada suhu 30 o C.. 31 Gambar 12. Kurva perbandingan data hasil percobaan dan hasil perhitungan parameter bilangan peroksida ordo reaksi satu pada suhu 55 o C 32 Gambar 13. Kurva perbandingan data hasil percobaan dan hasil perhitungan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi nol pada suhu 40 o C. 32 vii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Spesifikasi Alat Pengukur Oksigen (Servomex Gas Analyzer).. 38 Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Data hasil percobaan dan perhitungan parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol. Kurva perbandingan hasil percobaan dan perhitungan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter bilangan peroksida ordo reaksi nol. Data hasil percobaan dan perhitungan parameter bilangan peroksida ordo reaksi satu Kurva perbandingan hasil percobaan dan perhitungan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter bilangan peroksida ordo reaksi satu Data hasil percobaan dan perhitungan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi nol. Kurva perbandingan hasil percobaan dan perhitungan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi nol. Data hasil percobaan dan perhitungan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi satu Kurva perbandingan hasil percobaan dan perhitungan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter kadar lemak bebas ordo reaksi satu Data hasil percobaan dan perhitungan parameter indeks non solubilitas ordo reaksi nol. Kurva perbandingan hasil percobaan dan perhitungan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter indeks non solubilitas ordo reaksi nol. Data hasil percobaan dan perhitungan parameter indeks non solubilitas ordo reaksi satu Kurva perbandingan hasil percobaan dan perhitungan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter indeks non solubilitas ordo reaksi satu 38 39 39 40 40 41 41 42 42 43 43 44 viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan salah satu sumber gizi yang baik bagi manusia karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air sebagai bahan penyusun utama. Kandungan gizi dan kadar air (87%) yang tinggi menyebabkan susu menjadi media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme dan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak diinginkan sehingga susu mudah mengalami kerusakan. Hal ini tentu sangat merugikan karena selain kaya akan kandungan gizi, susu juga banyak dimanfaatkan di industri pangan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan. Pengolahan susu segar cair menjadi bubuk akan memberikan banyak keuntungan, yaitu meningkatkan total padatan pada susu, umur simpan, dan menurunkan biaya transportasi karena bobotnya yang ringan. Menurut data USDA (2010), konsumsi susu bubuk Indonesia meningkat 6.000 ton dari 106.000 ton menjadi 112.000 ton selama tahun 2009-2010. Data itu menunjukkan penerimaan masyarakat Indonesia akan susu bubuk cukup tinggi. Selain untuk dikonsumsi, susu bubuk juga banyak dimanfaatkan di industri pangan seperti industri bakery,permen, dan saus. Hal ini karena susu bubuk merupakan sumber nutrisi ekonomis bagi industri yang membutuhkan komponen gizi dari susu seperti lemak susu, mudah dalam transportasi dan penyimpanan, dan mudah direkonstitusi. Indonesia adalah negara beriklim tropis sehingga susu yang kaya nutrisi sangat rentan terhadap serangan mikroorganisme yang mempercepat kerusakannya. Oleh karena itu masyarakat lebih memilih susu dalam bentuk bubuk yang mana memiliki kadar air rendah serta lebih tahan lama sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu lebih lama. Di negara yang produksi susunya terbatas seperti Indonesia, susu yang banyak beredar adalah susu rekombinasi. Susu rekombinasi adalah produk susu hasil pencampuran lemak susu dan padatan susu tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan air. Pencampuran ini akan menghasilkan susu dengan komposisi lemak tertentu (Walstra 1982). Menurut Floros dan Gnanasekharan (1993), mekanisme penurunan mutu untuk produk susu bubuk adalah akibat penyerapan uap air dan oksidasi. Untuk produk susu bubuk dengan kadar lemak yang tinggi, kedua faktor tersebut menjadi sangat penting. Untuk itu peran kemasan sangatlah penting dalam melindungi produk susu bubuk. Kemasan dengan permeabilitas uap air yang rendah dapat menekan pengaruh kadar air dalam penurunan mutu susu bubuk sehingga faktor kritis yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah oksidasi. Oksidasi akan menurunkan mutu susu bubuk baik secara fisikokimia maupun organoleptik karena akan menghasilkan aroma tengik yang dapat menurunkan penerimaan konsumen. Salah satu upaya untuk memenuhi persyaratan mutu dalam rangka melindungi konsumen adalah dengan memberikan informasi mengenai umur simpan produk susu bubuk. Informasi tentang umur simpan merupakan hak konsumen seperti yang tertera dalam PP No. 69 Tahun 1999 tentang label pangan pada Bab II Pasal 2 dan 3 yang berisi bahwa setiap orang atau pihak yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan, dimana keterangan dalam label mencakup kewajiban untuk mencantumkan masa kadaluarsa produk. Sebelum dilakukan penetapan umur simpan suatu produk pangan, perlu diketahui laju penurunan mutunya terhadap kondisi lingkungan. Laju penurunan mutu akan ditentukan berdasarkan parameter kritisnya. Dengan menentukan laju penurunan mutunya, kita dapat

mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhi penurunan mutu dari susu bubuk dan seberapa cepat laju kerusakannya. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan laju penurunan mutu susu bubuk tipe-x berdasarkan parameter kritisnya pada berbagai suhu penyimpanan. 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT Frisian Flag Indonesia (FFI) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan susu di Indonesia yang berada di bawah lisensi Royal FrieslandCampina, Belanda. Dengan perjalanan sejarah lebih dari 88 tahun di Indonesia, PT Frisian Flag Indonesia adalah pemimpin pasar di industri susu Indonesia yang berkomitmen untuk memproduksi produk susu berkualitas terbaik dan bernutrisi tinggi dan memberikan pelayanan terbaik bagi konsumen dan mitra usahanya. Semua ini dimulai di tahun 1922 dengan merk susu Friesche Vlag atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera diimpor dari Cooperative Condensfabriek Friesland di Belanda, yang kemudian berubah nama menjadi Royal Friesland Foods. Salah satu pengembangan Royal Friesland Foods adalah didirikannya PT Friesche Vlag Indonesia pada tahun 1969. Perusahaan ini berdiri dengan status penanaman modal asing dari Belanda dan memulai kegiatan usahanya dengan memasarkan produk-produk susu yang diimpor dari sana. Setelah sekian tahun mengimpor susu, pada tahun 1972 PT FVI memulai produksi lokalnya dengan produk komersial pertama berupa susu kental manis (SKM). PT Frisian Flag Indonesia menjalin kerja sama sinergi internasional dengan Royal Friesland Coberco Dairy Foods yang sekarang dikenal dengan nama Friesland Foods. Saham perusahaan ini dimiliki oleh PT Mantrust sebagai pihak nasional dan Friesland Foods dari Leeuwarden, Belanda. Untuk lebih meningkatkan kapasitas produksinya maka pada tahun 1976 perusahaan ini mengambil alih PT Foremost Indonesia yang juga merupakan produsen susu kental manis. Dalam perkembangannya, perusahaan ini mulai memproduksi susu bubuk pada tahun 1979, dan di bidang susu cair pada tahun 1991. PT FVI kemudian berubah nama menjadi PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pada tahun 2002. Pada tahun 2008, perusahaan ini melakukan merger dengan perusahaan Campina dan membentuk organisasi kooperatif dengan nama Royal FrieslandCampina. PT FFI merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikat ISO 9001/9002 dan disempurnakan dengan ISO 14001. Proses produksi susu di PT FFI menggunakan teknologi mutakhir dan praktek sterilisasi terbaik dari awal hingga akhir untuk menghindari kontaminasi dalam proses produksinya sehingga menerima GMP Award (Good Manufacturing Practices). Perusahaan ini juga memperoleh OHSAS (Occupational Health & Safety Advisory Services) serta menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan memiliki mutu dan kemasan yang terjamin. B. VISI DAN MISI Sebagai bentuk dari komitmen perusahaan, FFI memiliki visi untuk menjadi pemimpin dalam bidang industri berbahan dasar susu di Indonesia, menjadi perusahaan untuk mengembangkan karyawan yang berbakat, serta mencapai hasil yang bersih dan memuaskan serta dapat dipertahankan bagi para pemegang saham. Untuk memenuhi visi perusahaan tersebut, FFI mempunyai beberapa misi yaitu selalu berusaha untuk menjadi nomor satu dalam produk secara keseluruhan, menstimulasi konsumsi susu di Indonesia dan mencapai pertumbuhan di bidang penting pada pasar susu, memegang kuat

posisi merk yang lebih disukai oleh masyarakat seluruh Indonesia, dan memiliki karyawan yang berpotensi dan berdedikasi di semua bidang, serta memiliki succession planning yang dapat memastikan perusahaan dapat terus berkembang, serta memiliki perencanaan yang baik di segala tingkat untuk memastikan agar perusahaan dapat terus berkembang. C. LOGO Pada tanggal 10 Desember 2010, Frisian Flag Indonesia memperkenalkan identitas brand terbaru (Gambar 1), melestarikan karakter Frisian Flag: bendera dan warna biru cerah. Logo baru ini dikelilingi oleh cincin untuk memvisualisasikan radiasi energi Frisian Flag. Logo ini menggambarkan sinar matahari, sumber inspirasi dan vitalitas. Logo ini juga melambangkan segelas susu bergizi, siap untuk diminum. Logo baru dilengkapi dengan tag line: Raih Esokmu. Perubahan logo dan tag line melambangkan komitmen Frisian Flag untuk merespon konsumen dan mencerminkan perubahan yang sesuai dengan hari ini, dinamis dan modern. Logo baru ini juga memiliki irama yang sama dengan keluarga FrieslandCampina lainnya di regional, seperti merek Dutch Lady (di Malaysia & Vietnam) maupun merk Foremost di Thailand Gambar 1. Logo Frisian Flag D. ORGANISASI DAN PENGELOLAAN Struktur organisasi yang baik sangat berperan penting dalam menunjang suatu kegiatan perusahaan yang lancar dan sistematis. Untuk mencapai hal tersebut, maka PT Frisian Flag pun membentuk suatu struktur organisasi dengan bagian dan pertanggungjawaban yang jelas, serta evaluasi yang dilakukan terus- menerus yang mengarah pada pengembangan yang lebih baik. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang Direktur Utama (President Director) yang membawahi lima Direktur lainnya, yaitu Direktur Pemasaran (Consumer Marketing Director), Direktur Administrasi dan Keuangan (Financial Director), Direktur Personalia dan Umum (Human Resource Development and General Affair Director), Direktur Penjualan (Trade Marketing Director), serta Direktur Operasi (Operation Director). Seluruh kegiatan produksi yang berjalan di perusahaan ini berada di bawah tanggung jawab Direktur Operasi, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Manajer Pabrik (Plant Manager) untuk masing-masing Pabrik (Pasar Rebo & Ciracas). Selain Manajer Pabrik, Direktur Operasi juga membawahi beberapa departemen yang masing-masing mempunyai tugas berbeda. Tiap departemen memiliki Kepala Department yang bertanggung jawab dalam departemennya masing-masing, yaitu Corporate QASHE Manager yang membawahi QA (Quality Assurance) & SHE (Safety Health Environtment) Manager, Quality Control (QC) Manager, Gabungan Manajer Departemen 4

Penelitian dan Pengembangan (Corporate Research and Development Manager), dan Supply Chain Manager. Dalam menjalankan tugasnya, Plant Manager dibantu oleh beberapa kepala bagian (head of department) yang bertanggung jawab atas departemennya masing-masing, antara lain bagian Pengolahan (Processing) & bagian Pengemasan (Packaging). Di Plant Pasar Rebo, terdapat bagian pengolahan Susu Kental Manis (SKM) & pengemasannya (dalam kemasan sachet & pouch) serta pengolahan susu bubuk & pengemasannya (dalam pouch & duplex). Sedangkan di Plant Ciracas, terdapat bagian pengolahan SKM & pengemasannya (dalam kaleng) & pengolahan susu cair serta pengemasannya (dalam bentuk kemasan UHT maupun botol steril). Selain itu, Plant Manager juga dibantu oleh Departemen Teknik (Engineering Department). Masing-masing kepala bagian dibantu oleh seorang administrator, shift supervisor, shift foreman, dan shift operator kecuali untuk Departemen Gudang dan Teknik. Pada kedua departemen ini supervisor tidak terbagi ke dalam shift. Untuk menjaga kenyamanan dan kelancaran produksi, PT Frisian Flag Indonesia menyediakan fasilitas berupa pengadaan air dan listrik untuk pabrik. Air yang digunakan merupakan air tanah yang berasal dari sumur dalam dengan kedalaman kurang lebih 180 m, dengan jumlah kurang lebih 3 sumur di sekitar pabrik. Adapun air ini digunakan untuk keperluan produksi, proses pencucian peralatan, dan lain sebagainya. Sementara itu, pengadaan listrik diperoleh dari PLN dengan daya 1500 kva, 380 V, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik kantor, laboratorium, dan kantin. Fasilitas lain berupa pabrik didayakan dengan 4 unit generator dengan daya masing-masing 512 kva, 50 0V, dan 2 unit generator dengan daya masing-masing 468 kva, 400 V. Selain kedua fasilitas produksi tersebut, perusahaan ini juga memiliki pengadaan uap dari ketel uap (boiler) yang merupakan bagian dari unit pabrik. Adapun uap ini digunakan untuk kepentingan produksi. Total ketel uap yang dimiliki ada tiga buah, ketel pertama memiliki kapasitas 2,5 ton/jam dengan tekanan maksimum 12 kg/cm 2, ketel kedua memiliki kapasitas 7 ton/jam dengan tekanan maksimum 27,5 kg/cm 2, sedangkan ketel terakhir memiliki kapasitas 12 ton/jam dengan tekanan maksimum 29,5 kg/cm 2. E. LOKASI PERUSAHAAN PT Frisian Flag Indonesia pusat berlokasi di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Cijantung, Jakarta Timur. Secara keseluruhan perusahaan ini memiliki dua pabrik yang beroperasi. Pabrik yang pertama terletak di perusahaan pusat (di Pasar Rebo) yang dipusatkan untuk produksi susu bubuk dan susu kental manis sachet dan pouch (dikenal dengan nama Plant Pasar Rebo). Pabrik kedua terletak di Jalan Raya Bogor Km 26, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Plant Ciracas. Pada pabrik ini diproduksi susu kental manis kalengan dan susu cair. Pemilihan kedua lokasi tersebut dianggap strategis karena memudahkan pengadaan tenaga kerja, pemasokan bahan baku, transportasi distribusi, serta sarana komunikasi mudah diakses serta dekat dengan daerah pemasaran yang potensial. F. KETENAGAKERJAAN Tenaga kerja di PT Frisian Flag berasal dari dalam negeri dan luar negeri, namun staff dan karyawan perusahaan ini sebagian besar adalah tenaga kerja Indonesia yang memiliki lebih dari 1000 karyawan. Setiap calon karyawan akan diuji terlebih dahulu oleh bagian HRD dan departemen yang bersangkutan, sesuai dengan kedudukan yang akan diberikan nantinya. 5

Sebelum seseorang diterima sebagai karyawan tetap, terlebih dahulu harus menjalani masa percobaan selama 3 bulan. Jumlah jam kerja bagi seluruh karyawan adalah 40 jam kerja setiap minggunya (5 hari kerja, 1 hari = 8 jam). Untuk pekerja kantoran, shift kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai 16.30 WIB, sedangkan untuk karyawan pabrik shift kerja diatur dalam 3 shift: shift pertama dimulai dari pukul 07.00 sampai 15.00 WIB, shift kedua dari pukul 15.00 sampai 23.00 WIB, sedangkan shift terakhir dimulai dari pukul 23.00 sampai 07.00 WIB. Bila karyawan bekerja melebihi 40 jam kerja tersebut, maka karyawan akan diberi upah lembur sesuai dengan ketentuan perusahaan. Setiap hari kantin perusahaan menyediakan makan pagi, siang, sore, dan malam untuk karyawannya. Selain itu, setiap bulan perusahaan juga memberikan jatah susu hasil produksinya kepada karyawannya sesuai dengan ketentuan perusahaan. Perusahaan menyediakan makan pagi, siang, sore, dan malam hari di kantin bagi karyawan yang hadir bekerja. Karyawan yang bekerja pada shift ke-3 atau berpuasa di bulan Ramadhan akan mendapat uang makan sesuai ketentuan perusahaan. Gaji karyawan diberikan berdasarkan golongan yang akan ditetapkan oleh PT Frisian Flag dan diberikan tiap bulan. Sekali dalam setahun, perusahaan akan mengadakan penilaian bagi karyawan-karyawannya untuk kenaikan gaji. Penilaian tersebut didasari oleh prestasi, masa kerja, dan kecakapan karyawan tersebut dalam bekerja. Selain penilaian tersebut, kenaikan gaji juga mungkin akan diberikan apabila job value di pasar meningkat atau terjadi kenaikan angka indeks konsumen yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk perusahaan itu. Agar jabatannya bisa naik, karyawan tersebut haruslah jujur, baik, terampil, dan loyal terhadap perusahaan. Jabatan yang tinggi biasanya mengutamakan seseorang dengan sifat kepemimpinan yang baik. Bila ada kedudukan yang kosong, perusahaan akan mempertimbangkan dulu karyawan-karyawan lama yang memenuhi persyaratan sebelum menerima atau menempatkan orang baru. Karyawan yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi, dapat berupa peringatan tertulis maupun tidak tertulis. Peringatan tersebut memiliki tiga tingkatan berdasarkan bobot kesalahan yang diperbuat. Semua karyawan berhak mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja per tahun, dengan tetap menerima upah penuh setelah bekerja selama 12 bulan terusmenerus. Cuti tidak dapat dikumpulkan dan hanya dapat digunakan selama tahun tersebut. Karyawan wanita yang hamil berhak mendapatkan cuti hamil selama 3 bulan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Karyawan yang telah mencapai usia pensiun (55 tahun) berhak mendapatkan uang pensiun dari PT ASTEK, sedangkan tunjangan yang biasa diberikan adalah tunjangan hari raya, akhir tahun, dan asuransi kecelakaan selama 24 jam penuh. 6

III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%) dan padatan susu tanpa lemak (9%) yang mengandung mineral (0.7%), laktosa (4.9%) dan protein (3.4%). Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Selain dikonsumsi dengan cara direkonstusi menjadi susu cair, susu bubuk juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pengolahan pangan contohnya untuk pembuatan produk bakery. Susu bubuk digunakan untuk meningkatkan nilai gizi dan sifat fungsionalnya seperti penerimaan sensori dan tekstur. Susu bubuk sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke 2008). Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk (Chandan 1997) Komponen (%) Kadar air 3.0 Kadar lemak 27.5 Kadar protein 26.4 Kadar laktosa 37.2 Kadar mineral 5.9 Kandungan air yang tinggi pada susu segar menyebabkan perlu dilakukan pemekatan terlebih dahulu untuk menghasilkan susu dengan kadar air yang lebih rendah. Proses pemekatan awal ini melibatkan evaporasi sehingga terjadi perubahan kadar air menjadi 50% diikuti dengan pengeringan semprot sehingga dihasilkan susu bubuk dengan kadar air rendah, sekitar 3% (Widodo 2003). Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk susu bubuk ditunjukkan pada Tabel 2. Susu bubuk dibuat dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan. Metode pengeringan yang dilakukan dapat dilakukan dengan cara pengeringan drum (drum drying) atau dengan pengeringan semprot (spray drying). Pengeringan semprot merupakan proses proses pengeringan yang umum digunakan di industri susu bubuk dimana terjadi atomisasi susu evaporasi dengan menggunakan udara panas (180-220 o C). Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik (Walstra et al. 1999). Pada pengeringan drum, susu evaporasi dikontakkan langsung dengan permukaan drum yang panas hingga menjadi kering. Proses ini akan menghasilkan mutu yang kurang baik karena akan memicu karamelisasi laktosa, reaksi Maillard, dan denaturasi protein pada susu bubuk yang dihasilkan (Walstra et al. 1999). Reaksi-reaksi yang terjadi akan meningkatkan partikel hangus dan menurunkan kelarutan dari susu bubuk sehingga proses pengeringan drum ini jarang digunakan di industri susu bubuk (Watson Dairy Consulting 2011). Menurut BPOM (2006), komposisi lemak total pada susu bubuk maksimal 40% dan minimal 26% dengan kadar air maksimal 5%. Dalam susu bubuk dapat ditambahkan komposisi lain seperti vitamin, carrier vitamin, emulsifier, stabilizer, anticaking, antioksidan, dan juga

flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan pangan dengan umur simpannya. Pengurangan kadar air dengan pengeringan membantu memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara mengurangi kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah dua tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder), dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder). Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak No Jenis Satuan Persyaratan 1 Keadaan Bau Rasa - - Normal Normal 2 Air b/b, % Maks. 4.0 3 Abu b/b, % Maks. 6.0 4 Lemak % Min. 26.0 5 Protein % Min. 25.0 6 Pati % Tidak terdapat 7 Cemaran Logam Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks. 40.0 Maks. 40.0/250.0* Maks. 0.03 8 Arsen mg/kg Maks. 0.1 9 Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri Coliform E. coli Salmonella S. aureus *untuk kemasan kaleng Sumber : SNI 01-2970-1999 koloni/g APM koloni/g koloni/100g koloni/g Maks. 5x10 5 Maks. 20 Negatif Negatif 1x10 2 B. PENURUNAN MUTU PRODUK PANGAN Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami perubahan. Produk pangan mengalami penurunan mutu apabila terjadi perubahan fisik, kimia, mikrobiologis, enzimatis, maupun organoleptik yang berpotensi menurunkan mutu dan penerimaan konsumen. Tingkat penurunan mutu dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan, seperti suhu, intensitas cahaya, konsentrasi O 2 dan CO 2, kelembaban relatif, dan tekanan (Arpah 2001). Penurunan mutu pada makanan umunya terjadi selama pengolahan, penyimpanan, dan 8

distribusi. Pada selang penyimpanan dengan suhu tertentu, satu atau lebih atribut mutu akan mencapai kondisi yang tidak diinginkan dimana penurunan mutu produk pangan tersebut dapat menyebabkan penolakan konsumen atau bahkan berbahaya bagi orang yang mengonsumsinya (Man 2000). Hasil dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible selama penyimpanan sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi (Syarief dan Halid 1993). Perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi merupakan faktor utama yang menyebabkan penuruanan mutu pada produk pangan (Man 2000). Dalam Man (2000), penurunan mutu fisik pada produk pangan dapat disebabkan oleh kesalahan penanganan pada saat panen, proses, dan distribusi. Produk pangan kering akan meningkat kadar airnya dan menjadi lembab jika disimpan pada lingkungan dengan kelembaban tinggi, produk snack kering yang hancur selama distribusi akan menurun kualitasnya, dan memar pada buah selama pemanenan akan mempercepat kebusukannya. Umumnya, perubahan fisik pada produk pangan akan mempengaruhi kualitas dari pangan tersebut. Selama proses dan penyimpanan, perubahan kimia dapat terjadi pada produk pangan yang disebabkan faktor lingkungan dan faktor dari dalam pangan itu sendiri. Perubahan kimia yang paling sering terjadi pada produk pangan adalah reaksi enzimatik, reaksi oksidasi dan reaksi pencoklatan non enzimatik (Man 2000). Reaksi enzimatik akan berlangsung dengan cepat pada suhu yang sesuai, umumnya pada suhu ruang. Selain dipengaruhhi oleh suhu, enzim juga dapat dipicu oleh faktor-faktor lingkungan seperti oksigen, air, dan ph. Keberadaan asam lemak tidak jenuh pada produk pangan juga memicu reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan ketengikan selama penyimpanan. Laju oksidasi lemak dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti ketersediaan oksigen, suhu, dan cahaya. Reaksi pencoklatan non enzimatik atau reaksi Maillard menjadi penyebab penurunan gizi dan kualitas pada sejumlah produk pangan. Reaksi Maillard terjadi sebagai akibat interaksi antara gula pereduksi dan asam-asam amino (Man 2000). Penurunan mutu pangan dengan kadar lemak tinggi oleh oksigen telah menjadi masalah utama dalam penyimpanan produk pangan (Arpah 2001). Lemak yang bereaksi dengan oksigen akan membentuk produk primer dan sekunder. Produk primer oksidasi lemak adalah hidroperoksida sedangkan produk sekundernya antara lain aldehida, asam keton, dan asam hidroksi. Terdapat tiga mekanisme berbeda yang dapat memicu terjadinya reaksi peroksidasi lemak yaitu autooksidasi oleh radikal bebas, fotooksidasi, dan reaksi yang melibatkan enzim (Raharjo 2006). Autooksidasi merupakan proses rantai-radikal yang melibatkan tiga tahapan yaitu inisiasi, propogasi dan terminasi dengan serangan dari spesies oksigen reaktif. Reaksi oksidasi lemak berlangsung secara spontan oleh adanya radikal bebas, dimana radikal bebas yang dimaksud adalah oksigen yang dengan semakin lama waktu penyimpanan dan meningkatnya suhu akan menjadi senyawa yang reaktif. Dalam Arpah (2001), autooksidasi merupakan rangkaian reaksi radikal yang terbagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah inisiasi dimana senyawa lemak yang tidak (atau belum) mengandung radikal peroksida mengalami serangan senyawaan oksigen reaktif pada ikatan karbon tidak jenuh sehingga oksigen dengan mudah melepaskan satu atom hidrogen membentuk radikal. Radikal rantai karbon yang terbentuk cenderung melakukan stabilisasi dengan membentuk diena terkonjugasi. Diena terkonjugasi kemudian bergabung dengan oksigen membentuk radikal peroksil (ROO*). Tahap yang kedua yaitu propagasi merupakan tahap autoreaksi berantai dimana redikal peroksil memiliki kemampuan untuk menarik atom H dari molekul lemak didekatnya. Radikal peroksil akan bergabung dengan atom H membentuk 9

hidroperoksida. Tahap yang ketiga yaitu tahap terminasi berlangsung jika terdapat dua radikal yang berinteraksi sehingga membentuk senyawa yang relatif stabil. Untuk menetapkan pengaruh mikroorganisme terhadap penurunan mutu suatu produk pangan, perlu diketahui laju pertumbuhan mikroorganisme pada berbagai kondisi lingkungan. Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan meningkat jika tersedia kondisi lingkungan yang tepat seperti suhu, ketersediaan air dan nutrisi, ph, dan ketersediaan O 2 atau CO 2 (Man 2000). Perubahan mutu produk pangan selama penyimpanan dapat dipicu oleh berbagai faktor, dimana salah satu yang paling sering mempercepat penurunan mutunya adalah suhu. Kenaikan suhu penyimpanan akan meningkatkan penurunan mutu produk pangan (Man 2000). Fluktuasi suhu juga akan meningkatkan potensi penurunan mutu produk pangan. Oleh karena itu, sering digunakan suatu model matematika untuk memprediksi penurunan mutu produk pangan sebagai fungsi dari suhu penyimpanan yang bervariasi (Labuza 1982). C. KINETIKA REAKSI Dalam produk pangan, dimana sulit untuk menentukan keseluruhan mekanisme reaksi yang menyebabkan perubahan mutu dalam komponen pangan. Oleh karena itu perlu suatu pendekatan matematika untuk memperkirakan reaksi yang terjadi dalam bahan pangan dimana faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban dianggap konstan. Penurunan atau degradasi mutu dalam hal ini dipandang sebagai suatu reaksi kimia yang dapat dikuantifikasikan mengikuti kinetika reaksi. Kinetika kimia menunjukkan kecepatan dan mekanisme perubahan kimia suatu atribut mutu terhadap waktu pada suhu tertentu. Kecepatan reaksi kimiawi ditentukan oleh massa produk yang dihasilkan atau reaktan yang digunakan setiap unit waktu (Man 2000). Menurut Labuza (1982), permodelan perubahan mutu berdasarkan sifat kimia dapat didekati dengan dua cara, yaitu pendekatan mekanis dan pendekatan semi empiris. Pendekatan mekanis adalah pendekatan yang ditekankan kepada mekanisme reaksi, tahap-tahap reaksi serta pengaruh berbagai komponen terhadap reaksi sedangkan pada pendekatan semi empiris mekanisme reaksi yang sesungguhnya maupun tahap-tahapnya tidak menjadi fokus perhatian namun yang ingin diketahui adalah laju reaksi yang berlangsung atau kinetika reaksi. Laju reaksi merupakan penambahan konsentrasi produk atau pengurangan konsentrasi reaktan per satuan waktu. Laju reaksi dapat ditentukan dari konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk suatu reaksi. Secara matematis laju reaksi dinyatakan sebagai : dimana: da/dt k [A] n da n k[ A] dt = laju perubahan konsentrasi A pada waktu tertentu = konstanta laju reaksi = konsentrasi pereaksi = ordo reaksi Dalam Labuza (1982), laju reaksi hampir selalu sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Mengubah konsentrasi suatu zat dalam suatu reaksi dapat mengubah laju reaksinya juga. Oleh karena itu, perlu diketahui pengaruh konsentrasi dalam kecepatan reaksi suatu bahan pangan dengan cara menentukan ordo reaksinya. Ordo reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Penentuan ordo reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan eksperimen dengan menggunakan sederet konsentrasi pereaksi. 10

Konstanta laju reaksi bersifat konstan terhadap konsentrasi pereaksi namun akan berubah jika terjadi perubahan kondisi lingkungan seperti suhu. Lebih lanjut, Labuza (1983) menyatakan sebagian besar reaksi deteriorasi pada produk pangan termasuk reaksi kinetika ordo nol dan ordo satu. 1. Ordo Reaksi Nol Tipe kerusakan yang tergolong dalam reaksi ordo nol menurut Labuza (1982) diantaranya degradasi enzim, pencoklatan non enzimatis dan oksidasi lemak pada bahan pangan. Pada reaksi ordo nol dimana n = 0, laju reaksi tidak tergantung pada konsentrasi pereaksi dan bersifat konstan pada suhu tetap. Jadi laju reaksi ordo nol hanya tergantung pada konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k, dimana dinyatakan dalam persamaan: 2. Ordo Reaksi Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam reaksi ordo satu diantaranya ketengikan pada lemak atau minyak, pertumbuhan mikroorganisme, off flavor oleh mikroba, kerusakan vitamin, dan kehilangan mutu protein (Labuza, 1982). Laju reaksi menurut ordo satu dimana n = 1, dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi dimana laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi. Hal ini berarti peningkatan konsentrasi akan meningkatkan pula laju reaksi. Laju reaksi ordo satu berdasarkan penurunan konsentrasi pereaksi A terhadap waktu, maka 11

12

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur selama empat bulan dari 1 Februari 2011 hingga 31 Mei 2011. B. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan adalah susu bubuk yang diproduksi PT Frisian Flag Indonesia. Bahan untuk analisis kadar lemak bebas adalah petroleum benzene, dan etanol. Bahan untuk analisis bilangan peroksida adalah larutan 1-chlorobutane-methanol, larutan iron (II) chloride, larutan ammonium thiocyanate, HCl 10 mol/l, dan aquades. Bahan untuk analisis indeks non solubilitas adalah aquades. Alat yang digunakan adalah inkubator suhu 30 o C, 40 o C dan 55 o C, neraca analitik, sudip. Alat yang digunakan untuk analisis kadar lemak bebas adalah cawan aluminium, oven 105 o C, gegep, corong, dan kertas saring. Alat yang digunakan untuk analisis bilangan peroksida adalah labu takar, pipet mikro, pipet mohr, erlenmeyer, erlenmeyer asah bertutup, air cooler, heater 55 o C, spektofotometer, kuvet, bulb, gelas ukur, dan kertas saring. Alat untuk analisis indeks non solubilitas adalah homogenizer, gelas piala, sentrifuse, tabung sentrifuse berskala, pipet tetes dan gelas ukur. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap I adalah analisis fisikokimia untuk menentukan parameter mutu kritis susu bubuk, tahap II adalah analisis sesuai parameter yang sudah ditetapkan pada tahap I, dan tahap III adalah penentuan laju reaksi penurunan mutu susu bubuk. 1. Analisis fisikokimia awal Analisis awal dilakukan untuk memastikan bahwa mutu susu bubuk secara fisik dan kimia sesuai dengan spesifikasi produk. Dalam penelitian ini, analisis awal dilakukan untuk mengetahui parameter yang paling cepat berubah yang kemudian akan ditetapkan sebagai parameter mutu kritis awal. Parameter kerusakan ditunjukkan oleh hasil analisis terhadap susu bubuk yang melebihi standar atau merupakan parameter yang menjadi tolak ukur penerimaan konsumen. Analisis yang dilakukan, yaitu: a. Analisis Kimia 1) Kadar air (AOAC, 1995) Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian ditimbang.

Sebanyak 2-3 gram sampel dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan berisi sampel tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 C selama 3 jam. Selanjutnya cawan berisi contoh yang telah kering dipindahkan ke desikator, didinginkan selama 15 menit dan ditimbang bobot akhirnya. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan bobot, yaitu selisih bobot awal dan bobot akhir. Kadar air (g/100 g bahan basah) = Kadar air (g/100 g bahan kering) = dimana : W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering (g) W2 = bobot cawan kosong (g) 2) Kadar lemak (AOAC, 2006) Metode yang digunakan pada penetapan kadar lemak adalah metode Mojonnier dengan prinsip gravimetri dan alat Mojonnier Tester. Sampel susu ditimbang sebanyak satu gram dan dimasukkan ke tabung Mojonnier kemudian dilarutkan dengan 9 sembilan ml akuades panas lalu ditambahkan 2 ml amonia 20% dan 10 ml etanol yang dicampur dengan indikator Brom Cresol Purple (BCP) kemudian diekstrak dengan 20 ml dietil eter dan 25 ml petroleum benzene, lalu disentrifugasi selama dua menit dengan kecepatan 1000 rpm. Setiap penambahan pereaksi, tabung Mojonnier disumbat lalu dikocok dengan shaker. Proses sentrifugasi akan menghasilkan dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Lapisan bawah akan diekstrak dua kali lagi untuk memperbesar ketelitian. Tahapan ekstraksi kedua dan ketiga sama seperti ekstraksi pertama hanya berbeda pada penambahan pereaksi, dimana pada ekstrasi kedua, lapisan bawah hasil ekstraksi pertama ditambahkan 5 ml etanol 96% dan 20 ml dietil eter serta 20 ml petroleum benzene sedangkan pada ekstraksi ketiga ditambahkan 10 ml dietil eter dan 10 ml petroleum benzene. Supernatan dari setiap hasil ekstraksi dimasukkan ke cawan aluminium yang telah diketahui bobot kosongnya dan dipanaskan di atas hotplate hingga diperoleh bobot konstan. Berat residu dinyatakan sebagai berat lemak dalam contoh. (bobot cawan lemak) - bobot cawan % Lemak = x100 % bobot sampel kosong 3) Kadar protein (AOAC, 1990) Metode yang digunakan adalah metode Kjeldahl. Metode ini menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung berdasarkan kadar nitrogennya. Persen protein dihitung dengan mengalikan hasil 14