I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

I. PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan berbagai indikator-indikator yang dapat menggambarkan potensi. maupun tingkat kemakmuran masyarakat suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi ini dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi.

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan


Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. akan meningkat yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. disuatu negara yang diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi. Oleh karena itu, memperbaiki iklim investasi merupakan suatu tugas yang penting bagi setiap pemerintah, terutama negaranegara yang memiliki daya saing investasi yang rendah seperti Indonesia (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, 2005). Daya saing investasi yang rendah di Indonesia, terlihat dengan menurunnya peringkat berinvestasi (Doing Business, 2011), dari peringkat 115 tahun 2010 menjadi peringkat 121 pada tahun 2011 dari 183 negara yang di survey. Sedangkan, peringkat investasi berdasarkan The Global Competitiveness Report 2010-2011 (The World Economic Forum, 2010), Indonesia menempati peringkat 44 dari 139 negara, meningkat dari peringkat 54 tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia cukup jauh tertinggal dari Thailand dan Malaysia, walaupun relatif berimbang dengan Vietnam yang peringkatnya lebih tinggi di Doing Business, tetapi lebih rendah menurut The Global Competitiveness Report. Kuncoro (2004) menyatakan bahwa rendahnya daya saing dikarenakan rendahnya kualitas pelayanan birokrasi, tidak

2 efisiennya bisnis, meningkatnya biaya buruh, rendahnya kualitas infrastruktur, dan tingginya biaya investasi di Indonesia. Setelah ditetapkannya otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi fiskal sejak tahun 2001, kewenangan pemerintahan sepenuhnya telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Sehingga proses pengambilan kebijakan pembangunan daerah dan perbaikan iklim investasi daerah, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan seluruh lapisan pemerintah dan masyarakat umum daerah. Kesiapan dan kemampuan daerah dalam berkreasi, merupakan salah satu penentu keberhasilan pembangunan di daerah termasuk dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif, dan pada akhirnya meningkatkan daya tarik investasi terutama penentuan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur daya saing perekonomian daerah terkait dengan pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur fisik dalam upaya meningkatkan daya tariknya dan memenangkan persaingan (KPPOD, 2003). Muana Nanga (2001) menyatakan bahwa akumulasi modal atau tambahan bersih terhadap stok kapital didefinisikan sebagai investasi. Peningkatan investasi mendorong peningkatan kapasitas produksi yang diharapkan, selanjutnya meningkatkan produktivitas yang menghasilkan output dan nilai tambah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi

3 untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat (Mankiw, 2003). Menurut Samuelson dan Nordhaus (2001) ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yakni sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal dan teknologi. Hal ini sejalan dengan teori ekonomi neoklasik yang menitikberatkan pada modal dan tenaga kerja, serta perubahan teknologi sebagai sebuah unsur baru. Studi mengenai investasi baik swasta atau pemerintah serta hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi masih menjadi perdebatan kalangan ekonom di berbagai negara, hasil penelitian yang diperoleh berbeda satu sama lain. Kesimpulan dari sebagian peneliti bahwa investasi swasta (PMA, PMDN) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Khan, 1996; Kweka dan Morrisey, 2000; Sodik dan Nuryadin, 2005). Dan investasi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Pal, 2008; Cullison, 1993; Mubaroq et.al, 2013). Investasi swasta diberlakukan di Indonesia dimulai dengan pembentukan undang-undang No. 1 tahun 1967 selanjutnya disempurnakan dengan UU No. 11 tahun 1970 tentang PMA, dan Undang-undang No. 6 tahun 1968 Jo. No. 12 tahun 1970 tentang PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Investasi modal asing terus meningkat secara bertahap dalam setiap kurun waktu. Meningkatnya perkembangan modal asing juga diikuti oleh investasi di kalangan masyarakat dan sektor swasta, juga bagi PMDN yang menjadikan pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun.

4 Beberapa penelitian mengenai investasi swasta dan pertumbuhan ekonomi diantaranya, Lean dan Tan (2011) menyatakan bahwa PMA memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan PMDN tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Selanjutnya PMA, PMDN, dan pertumbuhan ekonomi terkointegrasi dalam jangka panjang. Sedangkan dalam jangka pendek kenaikan PMA memiliki pengaruh yang positif terhadap PMDN, ada hubungan antara PMDN terhadap PMA, dan pertumbuhan ekonomi terhadap PMA. Sesuai dengan pendapat Tang et.al (2008) yang menyatakan bahwa PMA memiliki hubungan yang saling melengkapi dengan PMDN, PMA tidak hanya membantu mengatasi kekurangan modal tetapi juga dapat merangsang pertumbuhan ekonomi melalui PMDN di Cina. Beberapa implikasi penting bagi pembuat kebijakan di Cina dan di tempat lain, bahwa negara harus mendorong dan mempromosikan arus masuk PMA yang sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang dibutuhkan. Penelitian ini di dukung oleh Lautier dan Moreaub (2012) hasil penelitiannya memperlihatkan hubungan yang kuat dari PMDN terhadap PMA. Di negara berkembang PMDN dapat merangsang PMA, dimana PMDN dapat menjadi prediktor yang baik untuk aliran investasi di masa depan. Selanjutnya promosi investasi perusahaan domestik akan menyebabkan arus masuk PMA yang lebih baik. Negara-negara berkembang akan mendapatkan keuntungan dari tindakan yang bertujuan mendorong PMDN dan selanjutnya kinerja PMDN yang lebih efisien akan mendorong PMA. Bukti menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah di sektor industri, bertujuan meningkatkan

5 profitabilitas dan ruang lingkup PMDN dan akan efektif untuk meningkatkan arus masuk PMA di negara berkembang. Investasi pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, bertujuan untuk: (a). Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah; (b). Meningkatkan pendapatan daerah; dan (c). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa penelitian mengenai investasi pemerintah yakni, Aschauer (1989) tentang investasi publik dan produktivitas pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal publik merupakan unsur yang sangat penting dalam metode pertumbuhan ekonomi dan kenaikan standar hidup. Berbeda dengan Swaby (2007) dengan menggunakan variabel investasi pemerintah yang diproksi menggunakan belanja modal, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi. Swaby menyatakan, bahwa penggunaan belanja modal harusnya diarahkan untuk proyekproyek yang produktif yang dapat mendorong investasi swasta domestik, sehingga belanja modal berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan memiliki pengaruh yang positif terhadap investasi swasta dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang oleh investasi. Pertumbuhan yang ditopang oleh investasi dianggap akan dapat meningkatkan produktivitas sehingga membantu meningkatkan

6 pertumbuhan ekonomi. Mankiw (2003) dalam teori pertumbuhan model Solow bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan, apabila tingkat pertumbuhan perekonomian mencapai kondisi mapan, kemajuan teknologi perlu dimasukkan ke dalam model, yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Kemajuan teknologi membuat fungsi produksi mengkaitkan modal total (K), tenaga kerja (L), output total (Y), dihubungkan dengan (E), yaitu variabel baru yang disebut efisiensi tenaga kerja, sehingga dapat ditulis dengan persamaan: Y = F ( K, LxE ). Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi. Efisiensi tenaga kerja meningkat ketika teknologi mengalami kemajuan, pengembangan dalam kesehatan, pendidikan atau adanya keahlian angkatan kerja. Efisiensi tenaga kerja (L x E), mengukur jumlah para pekerja efektif, perkalian ini memperhitungkan jumlah pekerja (L) dan efisiensi masing-masing pekerja (E). Ayotinka dan Isaiah (2011) mengkaji tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Hasilnya menunjukkan bahwa elastisitas tenaga kerja dari pertumbuhan ekonomi positif dan signifikan dari dua estimasi akhir yang dilakukan. Sesuai dengan Kurniati et.al (2008) bahwa tenaga kerja yang mempunyai peranan yang dominan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dibandingkan peran investasi.

7 Didukung oleh Mubaroq et.al (2013) tentang pengaruh investasi pemerintah, tenaga kerja, dan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan: pertumbuhan ekonomi, investasi pemerintah (rasio realisasi belanja modal terhadap PDRB nominal kabupaten), jumlah tenaga kerja, kemandirian daerah (sebagai ukuran desentralisasi fiskal, berupa rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap jumlah Total Pendapatan Daerah kabupaten), dan PDRB riil perkapita kabupaten. Hasilnya menunjukkan Investasi pemerintah, jumlah tenaga kerja dan desentralisasi fiskal yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Simon Kuznet, pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan kesanggupan negara tersebut menyediakan barang-barang yang terus dibutuhkan bagi rakyatnya. Kesanggupan ini didasari pada keberhasilan penguasaan teknologi dan birokrasi serta akselerasi pertumbuhan ekonominya dengan ideologi yang dianut. Sektor ekonomi di Provinsi Lampung tahun 2011 mengalami pertumbuhan positif, kecuali sektor kehutanan yang mengalami pertumbuhan negatif 0,38 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 13,13 persen, diikuti oleh sektor listrik, gas dan air bersih 9,86 persen, sektor jasa-jasa menempati posisi ketiga dengan laju pertumbuhan 8,24 persen. Selama tiga tahun terakhir, struktur lapangan usaha masyarakat Lampung masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, dan restoran dan sektor industri pengolahan. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung tahun 2011, sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB

8 Rp46.287,63 milyar (36,98 persen) diikuti sektor industri pengolahan sebesar Rp20.555,16 milyar (16,01 persen) (Lampung Dalam Angka, 2012). Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama periode 2001-2011 sebesar 5,19 persen. Tahun 2011 laju pertumbuhan Provinsi Lampung tertinggi selama periode 2001-2011, yaitu sebesar 6,39 persen, atau mengalami kenaikan dari tahun 2010 sebesar 0,54 persen, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2001-2011. Laju pertumbuhan Tahun (%) 2001 3,64 2002 5,62 2003 5,07 2004 4,02 2005 4,93 2006 4,98 2007 5,94 2008 5,35 2009 5,26 2010 5,85 2011 6,39 Sumber: Badan Pusat Statistik (LDA 2001-2011) Dalam teori ekonomi makro, dari sisi pengeluaran, pendapatan regional bruto adalah penjumlahan dari berbagai variabel termasuk di dalamnya adalah investasi. Investasi sendiri dipengaruhi oleh investasi asing dan domestik. Investasi yang terjadi di daerah terdiri dari investasi pemerintah dan investasi

9 swasta dapat berasal dari pemerintah dan swasta. Investasi dari sektor swasta dapat berasal dari dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA). PMA dan PMDN yang disetujui oleh pemerintah di Provinsi Lampung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Rata-rata PMA dari tahun 2001-2011 sebesar 138.405.715 US$, dengan rata-rata proyek 14 pekerjaan. PMA dan banyaknya proyek tertinggi pada tahun 2011 yaitu 827.889.965 US$ dan 58 proyek, atau mengalami kenaikan dari tahun 2010 sebesar 400 persen lebih baik banyaknya proyek atau PMA. Pada tahun 2003 baik PMA maupun banyaknya proyek yang dilaksanakan menjadi yang terendah selama periode 2001-2011 dengan PMA sebesar 1.670,00 US$ dan banyaknya proyek hanya 3 proyek. Kondisi PMDN juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Rata-rata banyaknya proyek dan PMDN sebesar 15 proyek dan Rp1.818.909 juta. Banyaknya proyek dan PMDN tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 92 proyek dan Rp7.268.952,50 juta, sedangkan terendah untuk banyaknya proyek PMDN pada tahun 2003 hanya 2 proyek sedangkan untuk PMDN terendah pada tahun 2008 sebesar Rp42.635,90 juta, hal ini terjadi pada tahun 2008 untuk PMDN salah satu penyebab karena krisis keuangan global yang melanda negara Amerika dan berimbas ke eropa dan asia termasuk Indonesia. Tetapi dampak krisis tersebut tidak berlangsung lama di tahun 2009 nilai PMDN mulai mengalami peningkatan menjadi Rp1.948.356,20 juta, walaupun banyaknya proyek tetap sama dengan tahun 2008 yaitu hanya 8 proyek. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

10 Tabel 2. Jumlah Proyek-proyek Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal dalam Negeri yang Disetujui Pemerintah Daerah di Provinsi Lampung Tahun 2001-2011 Tahun Banyaknya Proyek PMA PMA(000 US$) Banyaknya Proyek PMDN PMDN (Juta Rupiah) 2001 2 91.413,00 10 184.064,50 2002 6 30.031,00 11 2.785.086,30 2003 3 1.670,00 2 148.900,00 2004 8 280.133,50 3 618.000,00 2005 14 63.497.091,00 8 1.440.039,00 2006 18 178.282,00 13 3.763.050,00 2007 14 248.283.636,00 7 951.356,40 2008 13 197.387.743,00 8 42.635,90 2009 12 41.677.140,00 8 1.948.356,20 2010 10 143.146.659,00 3 857.553,90 2011 58 827.889.065,00 92 7.268.952,50 Sumber: Badan Pusat Statistik (LDA 2001-2011) Selain investasi, Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan ekonomi daerah khususnya dalam upaya pemerintah daerah mengurangi jumlah penduduk miskin. Dalam penyajian data ketenagakerjaan, BPS menggunakan batasan umur 15 tahun ke atas dari semua penduduk dan dikenal dengan istilah penduduk usia kerja. Menurut Wikipedia, tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Data tenaga kerja di Provinsi Lampung selama periode 2001-2011 mengalami fluktuasi. Jumlah tenaga kerja terbesar yaitu pada tahun 2010 sebesar 3.737.078 jiwa atau mengalami peningkatan sebesar 10,33 persen dari tahun sebelumnya, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar 6,82 persen.

11 Rata-rata jumlah tenaga kerja selama periode 2001-2011 sebesar 3.238.478 jiwa. lebih lanjut, data jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja di Provinsi Lampung Tahun 2001 2011 Tahun Jumlah Tenaga Kerja 2001 3.007.385 2002 3.033.305 2003 3.053.890 2004 3.132.126 2005 3.113.984 2006 3.081.105 2007 3.281.351 2008 3.313.553 2009 3.387.175 2010 3.737.078 2011 3.482.301 Sumber: Badan Pusat Statistik (LDA 2001-2011) Investasi pemerintah adalah penggunaan anggaran pemerintah yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang menyangkut dimensi waktu yang lebih panjang dari satu tahun anggaran. Investasi pemerintah ditujukan untuk pembentukan aset (stok barang modal/capital stock) di masa depan yang diharapkan dapat menimbulkan multiplier effect yang besar dan lebih berkelanjutan (Direktorat Jendral Anggaran, Kementrian Keuangan RI). Investasi pemerintah pada penelitian ini diproksi menggunakan belanja modal pemerintah daerah dalam APBD. Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya

12 adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Rata-rata belanja modal di Provinsi Lampung tahun 2001-2011 sebesar Rp215.151,19 juta. Penggunaan belanja modal terbesar pada tahun 2011 yaitu Rp631.250,02 juta dan terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp51.241,68 juta. Tingkat pertumbuhan belanja modal tertinggi pada tahun 2007 sebesar 131,85 persen, dan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar minus 29,00 persen, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Belanja Modal dan Pertumbuhan Belanja Modal di Provinsi Lampung Tahun 2001-2011 Tahun Pertumbuhan Belanja Modal Belanja Modal (juta Rupiah) (%) 2001 51.241,68-2002 71.808,68 40,14 2003 79.125,66 10,19 2004 168.921,65 113,49 2005 119.927,28-29,00 2006 113.441,65-5,41 2007 263.015,50 131,85 2008 208.831,68-20,60 2009 233.290,05 11,71 2010 425.809,20 82,52 2011 631.250,02 48,25 Sumber: www.djpk.depkeu.go.id Keterangan : 1. Nama data tahun 2001-2002 belanja pembangunan 2. Nama data tahun 2003-2005 belanja modal yang ada di akun belanja publik 3. Nama data tahun 2006-2011 belanja modal Dari latar belakang penelitian, penulis tertarik untuk meneliti investasi dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2001-2011.

13 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan data yang disajikan, rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Nilai rata-rata investasi swasta (PMA dan PMDN) di Provinsi Lampung pada tahun 2001-2011 sebesar 138.405.715 US$ dan Rp1.818.909 juta. Peningkatan PMA dan PMDN terbesar yaitu pada tahun 2011, PMA sebesar 827.889.965 US$ dengan 58 proyek dan PMDN sebesar Rp7.268.952,50 juta dengan 92 proyek. Ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah sudah optimal, tetapi peningkatan ini belum diikuti dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. Belanja daerah di Provinsi Lampung terutama komponen belanja modal terus mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga tahun 2011. Pengeluaran belanja modal tertinggi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp631.250,02 juta atau meningkat 48,25 persen dari tahun 2010. Besarnya pengeluaran belanja modal harusnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung pada tahun 2011, tetapi kenyataannya besarnya pengeluaran belanja modal tersebut belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung pada tahun 2011 hanya sebesar 6,39 persen. Peningkatan pengeluaran belanja modal tahun 2011 masih difokuskan pada pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan (Bank Indonesia, 2011). Tingkat pertumbuhan tenaga kerja di Provinsi Lampung dari tahun 2001-2011 mengalami fluktuasi, dengan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 10,33 persen dan mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar 6,82 persen. Ini menunjukkan bahwa semakin besarnya tingkat pertumbuhan tenaga

14 kerja berpengaruh terhadap besarnya penduduk yang bekerja dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Kenyataannya penurunan tingkat pertumbuhan tenaga kerja di Provinsi Lampung berbeda dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan secara terus-menerus. Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan, maka permasalahan untuk penelitian ini adalah : 1. Apakah Investasi Swasta (PMA riil perkapita) mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? 2. Apakah Investasi Swasta (PMDN riil perkapita) mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? 3. Apakah Investasi Pemerintah (belanja modal riil perkapita) mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? 4. Apakah tenaga kerja mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh investasi swasta (PMA riil perkapita) terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 2. Menganalisis pengaruh investasi swasta (PMDN riil perkapita) terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Menganalisis pengaruh investasi pemerintah (belanja modal riil perkapita) terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

15 4. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan apakah investasi swasta (PMA dan PMDN riil perkapita), investasi pemerintah untuk belanja modal riil perkapita, dan tenaga kerja, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah daerah dalam pembuatan perencanaan dan kebijakan perumusan pengeluaran pemerintah, dan diharapkan sebagai bahan kajian peneliti-peneliti lain untuk menulis topik yang sama. D. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini berdasarkan teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Solow dan Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi (eksogen). Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu. Empat variabel penting dalam model Solow, yaitu output, capital, labor dan knowledge, dimana: Y(t) = F [ K(t), L(t), A(t) ]....(1)

16 Waktu tidak masuk dalam fungsi produksi secara langsung, tetapi hanya melalui K, L dan A, yaitu output akan berubah terhadap waktu hanya jika input produksinya berubah. Teori pertumbuhan model Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan. Samuelson dan Nordhaus (2001) ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yakni sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal dan teknologi. Hal ini sejalan dengan teori ekonomi neoklasik yang menitikberatkan pada modal dan tenaga kerja, serta perubahan teknologi sebagai sebuah unsur baru. Muana Nanga (2001) menyatakan bahwa akumulasi modal atau tambahan bersih terhadap stok kapital didefiniskan sebagai investasi. Peningkatan investasi mendorong peningkatan kapasitas produksi yang diharapkan, selanjutnya meningkatkan produktivitas yang menghasilkan output dan nilai tambah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori Sollow dan Swan maka penelitian ini mencoba menganalisis hubungan antara investasi (akumulasi modal), tenaga kerja (labor) terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung selama periode 2001-2011. (tidak menggunakan indikator teknologi /eksogen). Indikator yang digunakan untuk tingkat investasi adalah investasi swasta yang terbagi dua jenis yaitu : Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), indikator tenaga kerja yaitu jumlah angkatan kerja yang bekerja, sedangkan pertumbuhan ekonomi menggunakan persentase penambahan PDRB atas dasar

17 harga konstan 2000. Sehingga penelitian ini akan melihat pengaruh PMA riil perkapita, PMDN riil perkapita, Belanja Modal riil perkapita dan tenaga kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi, secara ringkas akan diperlihatkan pada Gambar 1 berikut. Investasi Penduduk Usia Kerja Swasta Pemerintah PMA PMDN Belanja Modal Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu serta kerangka berfikir yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. PMA riil perkapita berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung

18 2. PMDN riil perkapita berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung 3. Belanja Modal riil perkapita berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung 4. Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung 5. Secara bersama-sama PMA riil perkapita, PMDN riil perkapita, belanja modal riil perkapita dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung F. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh investasi dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung periode 2001-2011. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah PMA riil perkapita, PMDN riil perkapita, belanja modal riil perkapita dan tenaga kerja. Riil perkapita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengukur perbandingan relatif penduduk yang menggambarkan tingkat pembangunan sebuah Negara.