HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi oleh kandungan plasma seminalis. Plasma seminalis merupakan sekresi epididimis dan kelenjar assesoris yaitu vesica seminalis, prostata, dan bulborethralis (Garner dan Hafez, 2000). Hasil rataan volume semen domba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabe l 7. Nilai Rataan Volume Semen Domba Ransum Rataan Volume (ml) R1 0,53 ± 0,12 R2 0,65 ± 0,20 Rujuka n 1,11 ± 0,40 (*) (*) : Herdis (2005) Berdasarkan hasil uji T, rataan volume semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Volume semen domba yang dihasilkan pada penelitian ini berada di bawah kisaran semen domba Garut normal menurut Herdis (2005) yaitu 1,11 ± 0,40 ml. Volume yang rendah ini diduga berkaitan dengan konsumsi protein kasar domba penelitian. Menurut NRC (2007) domba dengan bobot hidup 30 kg harus mengonsumsi protein kasar sekitar 192 gram/ekor/hari, sedangkan konsumsi protein domba penelitian untuk ransum komplit yang mengandung Indigofera Sp. adalah 134±23gram/eko r/hari dan ransum ko mplit yang mengandung limba h tauge sebesar 184±29 gram/ekor /hari. Konsumsi protein kasar yang masih di bawah standar kebutuhan protein menurut NRC (2007) menyebabkan volume semen domba yang dihasilkan masih rendah. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Salisbury dan Van Demark (1985) yang menyatakan volume semen yang dihasilkan seekor pejantan berhubungan erat konsumsi protein dari domba tersebut. Penyebab lain dari rendahnya volume semen domba yang digunakan adalah domba muda yang masih dalam masa pertumbuhan, sehinggakonsumsi protein tersebut selain dipergunakan oleh domba untuk reproduksi juga digunakan untuk 24
hidup pokok dan pertumbuhan sehingga hasil volume yang diejakulasikan oleh dom ba masih di bawah kisaran semen domba garut normal menurut Herdis (2005) Konsentras i Spermatozoa Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa yang terkandung dalam satu ml ejakulat. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoa dalam satu ml ejakulat, maka semakin tinggi tingkat fertilitasnya. Rataan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabe l 8. Nilai Rataan Konsentrasi Semen Domba Ransum Rataan Konsentrasi (juta/ml) R1 3806,13± 1578 R2 4387,50 ± 2307 Rujuka n 3242 ± 535 (*) (*) : Herdis (2005) Berdasarkan hasil uji T, rataan konsentrasi spermatozoa tidak berbeda antara kedua perlakuan. Konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil konsentrasi spermatozoa domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 3242 ± 535 juta/ml. Rataan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan diduga dipengaruhi oleh kandungan asam amino dalam zat makanan ransum komplit yang diberikan pada domba garut, salah satunya adalah asam amino arginin. Pada Indigofera Sp. mengandung asam amino arginin sebesar 0,1% (Abdullah, 2010) dan pada limbah tauge sebesar 1,67% (USDA, 2007). Kemampuan asam amino arginin untuk meningkatkan konsentrasi spermatozoa pernah diteliti oleh Mayasari (2005) yang melakukan penelitian pada tikus putih. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin yang diberikan pada tikus putih dapat meningkatkan jumlah spermatozoa dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat. Proses menahan inhibitor glikolisis yang dilakukan oleh asam amino arginin diduga dapat meningkatkan ketersedian energi yang dapat digunakan oleh spermatozoa. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Sudha et al. (2006) bahwa proses menahan inhibitor glikolisis pada sel spermatozoa 25
akan meningkatkan ketersediaan energi sel spermatozoa sehingga memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Nilai ph, Warna, Konsitensi, dan Gerakan Massa Semen Nilai ph, warna, konsistensi, dan gerakan massa memiliki keterkaitan dengan konsentrasi spermatozoa. Nilai ph, warna, konsistensi, dan gerakan massa semen dapat dilihat pada Tabel 9. Tabe l 9. Nilai ph, Warna, Konsistensi, Gerakan Massa Semen Domba R1 R2 Rujuka n (*) ph 6,88 6,88 5,9-7,3 Warna Krem Krem Krem Konsistensi Kental Kental Kental Gerakan Massa +++ +++ +++ (*) : Garner dan Hafez (2000) ph Se men Domba Nilai ph semen yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabe l 9. Nilai ph yang didapat berada dalamkisaran nilai ph semen oleh Garner dan Hafez (2000) yaitu 5,9-7,3. Plasma seminalis merupakan media yang bersifat netral dan mengandung energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa. Salah satu fungsi dari plasma seminalis adalah sebagai buffer bagi spermatozoa sehingga ph semen harus bersifat netral. Nilai ph semen yang netral menandakan bahwa kelenjar assesoris yang mengsekresikan plasma seminal berfungsi dengan baik. Semakin rendah atau semakin tinggi ph semen dari kisaran normal dapat membuat spermatozoa lebih cepat mati. Nilai ph yang netral menandakan metabolisme aktif spermatozoa berjalan dengan baik, kedua bahan yang terkandung dalam ransum komplit dapat menyediakan zat makanan yang dapat mendukung proses metabolisme spermatozoa secara normal. Warna dan Konsistensi Semen Domba Warna dan konsistensi semen domba yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Warna dan konsistensi yang didapat sudah sesuai dengan warna da n ko nsistensi semen do mba menurut Garner dan Hafez (2000) yaitu 26
berwarna krem dan kental. Hasil warna dan konsistensi pada penelitian ini berkorelasi positif dengan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan (Tabel 8). Pernyataan ini didukung oleh Partodihardjo (1985) bahwa warna semen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen dan oleh Garner dan Hafez (2000) bahwa semakin kental semen domba maka konsentrasi spermatozoa semakin tinggi. Dengan mengamati warna dan konsistensi semen yang dihasilkan oleh domba maka dapat diduga konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen domba tersebut. Gerakan Massa Spermatozoa Domba Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Gerakan massa spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Gerakan massa spermatozoa yang didapat telah sesuai dengan hasil gerakan massa menurut Garner da n Hafez (2000) yaitu +++ (sangat ba ik). Semen domba yang memiliki nilai +++ (sangat baik) mengandung konsentrasi yang tinggi sehingga membentuk seperti kumpulan awan hitam dan memiliki motilitas yang tinggi yang bergerak sangat cepat. Kebutuhan nutrien untuk bergerak dan memproduksi spermatozoa diduga tersedia dalam jumlah yang banyak maka gerakan massa yang dihasilkan +++ (sangat baik). Gerakan massa spermatozoa yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terdapat pada kedua ransum komplit seperti karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan karbohidrat dalam ransum dapat membentuk energi dalam bentuk Adenosin Triphospate yang dihasilkan melalui proses glikolisis dan siklus krebs, sedangkan lemak dan protein dapat digunakan oleh organ reproduksi untuk memproduksi spermatozoa dan membentuk membran spe rmatozoa. Motilitas Spermatozoa Motilitas atau daya gerak sperma menjadi salah satu patokan atau cara yang paling sederhana dalam penilaian semen untuk inseminasi buatan selain konsentrasi dan abnormalitas. Motilitas spematozoa yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. 27
Tabe l 10. Nilai Rataan Motilitas Semen Domba Ransum Rataan Motilitas (%) R1 79,38 ± 3,04 R2 78,75 ± 2,26 Rujuka n 72,50 ± 2,74 (*) (*) : Herdis (2005) Berdasarkan hasil uji T, rataan motilitas semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Motilitas spermatozoa yang dihasilkan sudah sesuai dengan hasil motilitas semen segar do mba garut yang ditetapka n oleh Herdis (2005 ) yaitu 72,50 ± 2,74%. Rataan motilitas yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terkandung di dalam ransum, seperti pernyataan Garner dan Hafez (2000) bahwa kandungan zat makanan pada ransum menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat motilitas. Karbohidrat merupakan salah satu zat makanan yang terkandung di dalam ransum. Penelitian terkait hubungan karbohidrat dan kualitas spermatozoa dilakukan oleh Herdis (2005) pada domba garut yang menyimpulkan bahwa penambahan karbohidrat pada pakan domba garut dapat meningkatkan kualitas spermatozoa yang dihasilkan. Karbohidrat dalam bentuk laktosa dapat menyediakan energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa melalui siklus krebs dan glikolisis sehingga dihasilkan Adenosin Trifosfat (ATP). Adenosin Trifosfat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez, 2000). Viabilitas Spermatozoa Persentase hidup spermatozoa menggambarkan spermatozoa yang hidup pada saat dicampur dengan zat warna yang menyebabkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati da n hidup (Garner da n Hafez, 2000). Viabilitas spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 11. 28
Tabe l 11. Nilai Rataan Viabilitas Semen Domba Ransum Rataan Viabilitas (%) R1 82,93 ± 2,78 R2 83,70 ± 3,02 Rujuka n 84,50 ± 2,74 (*) (*) : Herdis (2005) Berdasarkan hasil uji T, rataan viabilitas tidak berbeda antara kedua perlakuan. Viabilitas spermatozoa yang dihasilkan sudah memenuhi hasil viabilitas semen segar domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 84,50 ± 2,74%. Viabilitas spermatozoa yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat makanan yang terkandung di dalam ransum seperti karbohidrat. Kandungan karbohidrat di dalam ransum diduga dipergunakan oleh spermatozoa untuk bertahan hidup. Pernyataan ini didukung oleh Subowo (1995) yang menyataka n ba hwa karbohidrat dalam bentuk laktosa melindungi membran plasma sel spermatozoa dengan cara berikatan dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) sehingga membentuk selubung sel atau glikokaliks dan melindungi spermatozoa. Kandungan zat maka nan lain seperti phospolipid dan kolesterol juga diduga mempengaruhi viabilitas spermatozoa yang dihasilkan. Pengaruh phospolipid terhadap viabilitas sudah dilakukan oleh Situmorang (2003) dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa phospolipid dapat meningkatka n da ya tahan hidup spermatozoa, sedangkan pengaruh kolesterol terhadap viabilitas dilakukan oleh Voet dan Voet (1990 ) dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kolesterol merupakan faktor penting dalam mempertahankan sifat-sifat membran spermatozoa. Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet Spermatozoa Spermatozoa yang normal memegang peranan yang penting dalam proses fertilisasi. Abnormalitas dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas yang ditemukan ketika menggunakan domba muda adalah adanya butiran sitoplasma pada bagian ekor spermatozoa (spermatozoa muda). Abnormalitas dan cytoplasmic droplet yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 12. 29
Tabe l 12. Nilai Rataan Abnormalitas dan Cytoplasmic Droplet Semen Domba Ransum Rataan Abnormalitas (%) Rataan C. Droplet (%) R1 20,71 ± 6,25 0,83 ± 0,588 R2 30,54 ± 16,6 1,12 ± 0,911 Rujuka n 2,50 ± 0,84 (1) 8,5 (2) (1) : Herdis (2005) (2) : Rizal (2005) Berdasarkan hasil uji T, rataan abnormalitas dan cytoplasmic droplet semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. Abnormalitas spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini masih lebih tinggi dari hasil abnormalitas semen segar domba garut menurut Herdis (2005) yaitu 2,50 ± 0,84 %. Spermatozoa yang memiliki abnormalitas yang tinggi akan memiliki peluang fertilisasi yang kecil. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari Ax et al. (2000) bahwa semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari 15% spermatozoa abnormal. Tingginya abnormalitas spermatozoa yang dihasilkan diduga karena domba yang digunakan pada saat penelitian masih berumur muda sehingga alat reproduksinya belum berkembang secara matang. Jenis abnormalitas yang banyak ditemukan pada saat penelitian adalah abnormalitas sekunder seperti ekor spermatozoa yang putus. Karena penelitian ini menggunakan domba muda maka dilakukan pengamatan terhadap butiran sitoplasmanya (cytoplasmic droplet) untuk mengamati ada/tidak spermatozoa muda yang dihasilka n. Proses pematangan spermatozoa ditandai oleh berpindahnya posisi butiran sitoplasma dari bagian proksimal ke arah distal ekor atau hilang sama sekali dari sel spermatozoa (Toelihere, 1993). Cytoplasmic droplet spermatozoa yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari hasil cytoplasmic droplet menurut Rizal (2005) yaitu 8,5%. HOS Test Spermatozoa HOS test merupakan metode untuk mengamati keutuhan membran plasma spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran utuh pada bagian ekor akan terlihat melengkung sedangkan spermatozoa yang terjadi kerusakan membrannya tidak melengkung di bagian ekor (lurus). HOS Test yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13. 30
Tabe l 13. Nilai Rataan HOS Test Semen Domba Ransum Rataan HOS Test (%) R1 73,3 ±12,8 R2 66,6 ± 10,9 Rujuka n 83,8 ± 2,22 (*) (*) : Herdis (2005) Berdasarkan hasil uji T, rataan HOS Test semen tidak berbeda antara kedua perlakuan. HOS test yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dari hasil semen segar domba garut oleh Herdis (2005) yaitu 83,8±2,22%, tetapi hasil HOS test tersebut masih dikategorikan fertil. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Revell dan Mrode (1994) ba hwa persentase HOS test semen segar yang lebih dari 60% dikategorikan sebagai semen yang fertil. Rataan HOS Test yang didapat diduga dipengaruhi oleh kandungan zat maka nan yang terkandung di dalam ransum. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Garner dan Hafez (2000) bahwa kandungan zat makanan pada ransum menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi HOS Test. Salah satu zat makanan tersebut adalah kandungan asam amino arginin yang terkandung di dalam ransum komplit. Asam amino arginin diduga dapat meningkatkan produksi Nitrit Oksidase yaitu suatu senyawa yang dapat melindungi sel spermatozoa dari kerusakan membran yang diakibatkan oleh lipid peroksidase. 31