USAHA PENINGKATAN PELAYANAN TRANS JAKARTA DENGAN PEMBANGUNAN FLY OVER PADA PERSIMPANGAN STUDI KASUS PADA KORIDOR BLOK M - KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam mengevaluasi travel time dan headway, tidak akan terlepas dari

NILAI WAKTU PENGGUNA TRANSJAKARTA

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

PENDAHULUAN. Pada umumnya, manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka selalu

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

Studi Perencanaan Rute LRT (Light Rail Transit) Sebagai Moda Pengumpan (Feeder) MRT Jakarta

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

FOKE-NARA ADJI-RIZA JOKOWI-AHOK HIDAYAT-DIDIK FAISAL-BIEM ALEX-NONO

BAB V. SIMPULAN dan SARAN. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa simpulan sebagai

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia, dikenal juga sebagai kota

Manajemen Angkutan Umum Perkotaan

Kertas Kerja Audit Auditee : BLU Transjakarta

ANALISIS ANTRIAN PADA PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DI SHELTER SEMANGGI JAKARTA SELATAN

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN MOBIL PRIBADI DI JAKARTA

Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 4 JANUARI 2018

JUMLAH PERJALANAN JABODETABEK MENCAPAI 25,7 JUTA PERJALANAN/HARI. 18,7 JUTA (72,95 %) MERUPAKAN PERJALANAN INTERNAL DKI JAKARTA, 6,9 JUTA (27,05 %) ME

Saat ini sudah beroperasi 12 koridor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Aplikasi Teori Graf dalam Optimasi Pembangunan Trayek Transjakarta

Dukuh Atas Interchange Station BAB III DATA 3.1 TINJAUAN UMUM DUKUH ATAS

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas yang ada. Hal tersebut merupakan persoalan utama di banyak kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

EVALUASI PENERAPAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) Fitra Hapsari ( ) Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian Manajemen Rekayasa Transportasi

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan

BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan

DepartemenTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada. Pertemuan Ke 13. PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Frekuensi, Headway, dan Jumlah Armada)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

rata-rata 19 km/jam ; Jalan Kolektor dengan kecepatan rata-rata 21 km/jam ; Jalan Lokal dengan kecepatan rata-rata 22 km/jam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Halte Bus Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota,

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

PENGANTAR TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPOR ENGEMBANGAN SISTEM

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

PENGARUH BIAYA NGETEM TERHADAP PELAYANAN DAN EFISIENSI OPERASIONAL ANGKUTAN UMUM

Sumber: Automology.com. Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018

EVALUASI SISTEM PELAYANAN TRANSIT ANTAR KORIDOR BUS RAPID TRANSIT TRANS SEMARANG

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT TREM DI JALAN RAYA DARMO SURABAYA

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang dimiliki kota tersebut. Jayadinata (1992:84) menyatakan, kota

BAB 1 PENDAHULUAN. simpang merupakan faktor penting dalam menentukan penanganan yang paling tepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena

BAB 1 PENDAHULUAN. mengupayakan pengadaan transportasi massal dengan meluncurkan bus Trans

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG)

Suku Dinas perhubungan dan transportasi Kota Administrasi Jakarta Pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB IV DATA DAN ANALISA. Jumlah Penumpang di Terminal Awal Akhir. Dalam mengatur headway atau selang waktu keberangkatan dari suatu

ANALISIS BIAYA NGETEM ANGKUTAN UMUM DI DKI JAKARTA STUDI KASUS : LOKASI JAKARTA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bus Way adalah sistem angkutan umum masal cepat dengan menggunakan

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

MERCYANO FEBRIANDA Dosen Pembimbing : Ir. Wahju Herijanto, MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

STASIUN KERETA BAWAH TANAH ISTORA DI JAKARTA

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

STUDI ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) TRANSJAKARTA

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. diiringi dengan peningkatan mobilitas manusia dan kegiatan yang dilakukan. Jakarta

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB V GAMBARAN UMUM INSTITUSI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

EVALUASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL OPERASIONAL TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DAN KORIDOR 12

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG ANGKUTAN MASSAL BUSWAY YANG BERKELANJUTAN DI SURABAYA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2004 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

III. METODOLOGI PENELITIAN

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

Transkripsi:

USAHA PENINGKATAN PELAYANAN TRANS JAKARTA DENGAN PEMBANGUNAN FLY OVER PADA PERSIMPANGAN STUDI KASUS PADA KORIDOR BLOK M - KOTA Reza Sunggiardi Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara Jl. Let. Jen. S. Parman No. 1 Jakarta, 11440 (P):021-5672548(F):021-5663277 reza_sunggiardi@hotmail.com Najid Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara Jl. Let. Jen. S. Parman No. 1 Jakarta, 11440 (P):021-5672548(F):021-5663277 najid2004@yahoo.com Abstract In 2004, DKI Jakarta government published a Macro Transportation Layout that based on Integrated Mass Rapid Transit. This policy is based on fact that there will be a traffic deadlock by the year of 2014. Trans Jakarta BRT as the lowest investation cost then was implemented first. By December 2006, there are 7 BRT corridors operated in Jakarta. High traffic volume caused by private cars, cause decline in Trans Jakarta s productivity, especially in road intersections. This condition can be eased by some traffic management or creating new infrastucture that act as interchanges like fly over or underpass. The paper study the feasibility to build fly over for Trans Jakarta in Blok M Kota corridor s intersections using benefit-cost ratio method. Firstly the cost for building and maintenance are sum with assumption that the building is built for 10 years period, then it s compared by benefit including monetary values. Fly over should be feasible if cost/benefit ratio is more than 1. Keywords :BRT, Fly Over, Trans Jakarta, Benefit-Cost Ratio 1. PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi yang makin membaik pasca krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1990-an meningkatkan mobilitas masyarakat terutama pada kota-kota besar seperti Jakarta. Namun kondisi ini tidak diikuti dengan peningkatan kualitas dan kuantitas dari transportasi umum, sehingga masyarakat yang telah memiliki daya beli yang cukup baik menggunakan kendaraan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan transportasinya. Meningkatnya kendaraan pribadi secara cepat memenuhi jalan-jalan di Jakarta yang jaringannya hanya sedikit bertambah dari tahun ke tahun dikarenakan lahannya yang terbatas. Oleh karena itu, pada praktisi transportasi memperkirakan adanya kemacetan total sepanjang hari pada tahun 2014 di Jakarta. Dalam mengatasi ini, sejak awal tahun 2004, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta telah meluncurkan perintis kendaraan transportasi massal yang sekarang kita kenal dengan nama Trans Jakarta Busway. Menurut Pola Transportasi Makro DKI Jakarta Trans Jakarta akan diintegrasikan dengan transportasi massal lainnya seperti Light Rail Transit (Monorail), Mass Rapid Transit (Subway), dan Angkutan Sungai. Trans Jakarta diharapkan dapat menjadi moda transportasi alternatif khususnya bagi masyarakat menengah ke atas sehingga intensitas penggunaan kendaraan pribadinya dikurangi. Oleh karena itu Trans Jakarta membangun image sebagai moda transportasi yang cepat, aman, nyaman, dan berdisiplin; hal-hal yang didambakan masyarakat bagi angkutan umum yang belum dapat dipenuhi angkutan-angkutan umum lainnya saat itu. Pemilihan rute Blok M Kota sebagai koridornya yang pertama juga didasarkan pada pertimbangan untuk melayani para penglaju (commuters) dari luar Jakarta yang masuk melalui terminal bus Blok M atau stasiun kereta Kota melalui pusat komersial 1

Glodok, Thamrin, dan Sudirman. Pemilihan ini cukup tepat dikarenakan pergerakan mereka memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kemacetan lalu lintas di Jakarta. Sampai pada tahun 2007 ini, telah beroperasi tujuh koridor, yaitu koridor Blok M Kota, Pulo Gadung Harmoni, Kali Deres Harmoni, Pulo Gadung Dukuh Atas, Ragunan Kuningan, Kampung Melayu Ancol, dan Koridor Kampung Melayu Kampung Rambutan. Tiga koridor pertama meenjadi tulang punggung jaringan Trans Jakarta yang menghubungkan Utara, Timur, Selatan, dan Barat Jakarta yang berpusat di Halte Harmoni Central Busway. Sementara empat koridor lainnya menghubungkan pusat-pusat kegiatan yang berdasarkan penelitian memiliki volume lalu lintas yang cukup padat dan potensial mengalami dead-lock. Namun penerapan jalur khusus untuk Trans Jakarta telah menyebabkan perlu diadakan penyesuaian dalam hal manajemen lalu lintas, apalagi mengingat koridor-koridornya diterapkan pada daerah yang memiliki volume lalu lintas yang padat. Tanpa penyesuaian, tingkat pelayanan ruas dan simpang-simpang pada jalan-jalan tersebut akan mengalami penurunan yang sangat signifikan. Penurunan tersebut tentu akan berbalik kepada produktivitas dari Trans Jakarta itu sendiri karena sekalipun pada dasarnya terjadi pemisahan lajur, namun pada persimpangan-persimpangan, lajurnya masih sebidang dengan kendaraan biasa. Oleh karena itu makalah ini mencoba meneliti kemungkinan peningkatan produktivitas Trans Jakarta khususnya pada koridor Blok M Kota dengan pembangunan fly over pada persimpangan jalan yang dianggap menurunkan tingkat pelayanan secara signifikan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Bus Rapid Transit Sistem Bus Rapid Transit (BRT) adalah dengan memberikan lajur khusus untuk bus yang lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Sistem prioritas ini diberikan dengan dasar bahwa bus membawa lebih banyak penumpang pada satu perjalanan dibandingkan kendaraan pribadi. Sistem BRT yang dilakukan di Indonesia mengacu pada sistem BRT pada Bogota, Kolombia. Pada awalnya, di Indonesia akan diterapkan lajur khusus bus tanpa separator seperti di kota-kota lain. Namun di Indonesia, lalu lintas padat diperparah dengan rendahnya budaya tertib lalu lintas di Jakarta membuat pemerintah berpikir, apabila diberlakukan BRT tanpa separator, maka akan berakhir dengan kegagalan, dikarenakan bus yang seharusnya diprioritaskan tidak diacuhkan bahkan akan sering dipotong dengan kendaraan-kendaraan yang kemampuan manuver dan mobilitasnya lebih tinggi seperti sepeda motor. Efek negatif pengurangan satu lajur yang berakhir pada pengurangan kapasitas jalan diharapkan membuat pengguna kendaraan yang jenuh terhadap kemacetan yang meningkat drastis berganti menggunakan BRT. Berdasarkan ITDP Annual Report 2005, Jakarta adalah negara di luar kawasan Amerika Latin yang pertama kali mengimplementasikan sistem BRT. Sampai tahun ini telah banyak kota-kota yang menerapkan BRT. 2.2. Bus Rapid Transit dan Pola Transportasi Makro DKI Jakarta 2004 Rencana BRT menurut PTM adalah sistem prioritas bus pada ruas-ruas jalan di Jakarta. Sistem ini memiliki koridor utama yang menghubungkan daerah utara-selatan serta barat-timur Jakarta. Kemudian koridor-koridor yang lain merupakan lajur yang menghubungkan berbagai posisi ruas jalan utama di Jakarta. BRT menghubungkan seluruh Kota Jakarta secara umum, 2

namun untuk menuju jalan-jalan kecil, tetap dibutuhkan bus-bus feeder. PTM merencanakan 18 koridor untuk BRT sesuai dengan kajian-kajian sebelumnya, yaitu: 1. Blok M Kota 10. Senayan Tanah Abang 2. Pulogebang Tanah Abang 11. Pulogebang Kampung Melayu 3. Rawa Buaya Harmoni 12. Warung Jati Imam Bonjol 4. Pulo Gadung Bundaran HI 13. Kebayoran Lama Lebak Bulus 5. Pasar Minggu Manggarai 14. Kali Malang Blok M 6. Kampung Melayu Ancol 15. Ciledug Blok M 7. Kampung Melayu Roxy 16. Pondok Labu Blok M 8. Tomang Harmoni Pasar Baru 17. Pluit Roxy 9. Kampung Rambutan Kampung Melayu 18. Antasari Blok M Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan dari rencananya. Dalam makalahnya, Adi Putra et. al. (2007) membandingkannya dalam tabel 1 dan 2 sebagai berikut : Tabel 1. Perbandingan Tahun Peluncuran Rute Busway Dibandingkan dengan Rencana pada PTM Tahun Tahun Rute Keterangan Rencana Implementasi Blok M Kota 2003 2004 - Pulogebang - Tanah Abang 2004 2005 - Rawabuaya Harmoni 2004 2005 - Pulogadung Bundaran HI 2005 2007 - Pasar Minggu Manggarai 2005 - Ganti koridor Kampung Melayu Ancol 2006 2007 - Kampung Melayu Roxy 2006 - Fly over Roxy blm selesai Tomang Harmoni Pasar Baru 2007 2005 Digabung Koridor III Kampung Rambutan - Kampung Melayu 2007 2007 - Tabel 2. Perbandingan Rute Busway dengan Rencana Menurut PTM Rute Rencana Rute Aktual Keterangan Blok M Kota Blok M Kota Sesuai dengan PTM Pulogebang - Tanah Abang Pulo Gadung Harmoni Rute Tanah Abang ditiadakan Rawabuaya Harmoni Kali Deres Harmoni Pemakaian Rute Sementara karena (via Roxy) (via Tomang ke Pasar Baru) Fly Over Roxy blm selesai Pulogadung - Bundaran HI Pulogadung Dukuh Atas Pasar Minggu Manggarai Ragunan Kuningan Pergeseran Rute Kampung Melayu Ancol Kampung Melayu Ancol Sesuai dengan PTM Kampung Melayu Roxy - Fly over Roxy blm selesai Tomang - Harmoni - Pasar Baru - Bergabung dg Koridor III Kp. Rambutan Kp. Melayu Kp. Rambutan Kp. Melayu Sesuai dengan PTM Total Koridor Beroperasi : 7 dari yang direncanakan 9 koridor sampai dengan 2007. Sumber tabel 1 dan 2 : Adi Putra et. al. (2007) 3

2.3. Trans Jakarta dan Sepeda Motor Bagi masyarakat yang berangkat dari daerah sub urban, biaya transportasi merupakan salah satu biaya yang tidak sedikit. Penggunaan kendaraan pribadi membutuhkan BBM yang tidak sedikit, sementara menggunakan kendaraan umum, sekalipun lebih murah, namn mengurangi kenyamanan. Lagipula, apabila tidak ada kendaraan umum yang langsung mencapai tujuannya, anggaran untuk kendaraan umum dapat berlipat. Oleh karena itu, Trans Jakarta diharapkan dapat memecahkan masalah ini. Namun dengan adanya peningkatan harga BBM dan kemudahan mendapatkan sepeda motor, masyarakat lebih cenderung menggunakan sepeda motor dibandingkan Trans Jakarta. Hal ini dikarenakan sepeda motor dengan harga yang lebih murah dari kendaraan pribadi dapat mencapai tempat tujuan dengan lebih cepat (walaupun tidak aman). Jika dicoba membandingkan nilai ekonomis penggunaan sepeda motor dan Trans Jakarta tanpa memperhatikan nilai investasi sepeda motor akan didapat sebagai berikut: a. Biaya Harian Sepeda Motor BBM : 2 x Rp 15.000,00 = Rp 30.000,00 Biaya Perawatan : Rp 2.000,00 Biaya Parkir : Rp 5.000,00 Biaya Pulang Pergi (PP) : Rp 37.000,00 b. Ongkos Harian Trans Jakarta Feeder Bus : Rp 8.000,00 Ongkos Trans Jakarta : Rp 3.500,00 Waktu Tunggu : 20 menit dengan time value Rp 2.000,00 Perjalanan ke tujuan : Rp 5.000,00 (Asumsi dengan ojek) Total Biaya sekali jalan : Rp 15.500,00 Biaya 2 kali jalan (PP) : Rp 37.000,00 Dari perhitungan sederhana di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan antara penggunaan sepeda motor dan trans jakarta sangat sedikit. Untuk hal ini, sepeda motor dapat dikatakan menjadi pilihan bagi masyarakat karena merupakan angkutan pribadi yang dapat digunakan kemana saja dengan rute yang bebas. Perlu diperhatikan bahwa permasalahan sekarang dimana waktu tunggu trans jakarta menjadi lebih lama akan meningkatkan time value yang menyebabkan ongkos harian trans jakarta akan lebih tinggi dibandingkan sepeda motor. Namun yang tetap harus diingat, penggunaan sepeda motor bukanlah alternatif yang baik. Sepeda motor adalah kendaraan yang walaupun cepat, namun tidak aman. Sebanyak 75% dari jumlah kecelakaan di Jakarta melibatkan pengendara sepeda motor. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan pada umumnya adalah data sekunder, yang berasal dari Dinas Perhubungan dan makalah-makalah tugas Manajemen Angkutan Kota Jurusan Teknik Sipil Untar yang berisi hasil survei tentang operasional Trans Jakarta khususnya data koridor Blok M Kota. Data-data tersebut dilengkapi dengan survey untuk mengetahui rata-rata tundaan dalam persimpangan-persimpangan yang terdapat sepanjang rute. Dalam survey ini dikumpulkan rata-rata tundaan yang dialami 6 bus yang berurutan mulai dari pukul 13:00 dari Blok M ke Stasiun Kota. Secara khusus juga disurvey rata-rata tundaan di Persimpangan Harmoni sebagai tempat bertemunya tiga koridor dengan menaiki bus koridor Harmoni Kali 4

Deres dengan metode yang sama. Berbagai data mengenai operasional Trans Jakarta juga didapat dengan berbagai situs elektronik tentang Trans Jakarta baik yang resmi maupun perkumpulan konsumen 3.2. Metode Analisis Data Kondisi lalu lintas diwakilkan dengan kapasitas ruas dan simpang dianalisis mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 khususnya pada bagian jalan perkotaan. Dalam menganalisis permasalahan ekonomi yang mungkin muncul, digunakan prinsip-prinsip ekonomi rekayasa dan rekayasa nilai serta perhitungan-perhitungan lain secukupnya. Analisis ekonomi terutama menggunakan Benefit-Cost Ratio. Dalam melakukan analisis terhadap produktivitas BRT, sebagian besar perhitungan didasarkan pada standar ITDP yang tertera dalam buku Bus Rapid Transit Planning Guide. 4. DATA 4.1. Biaya Investasi dan Operasional Trans Jakarta Sekalipun biaya investasi Trans Jakarta lebih murah dibandingkan LRT dan MRT, Trans Jakarta tetap membutuhkan biaya investasi yang besar. Total biaya pembuatan 29 shelter adalah 15 miliar. Sementara untuk pembuatan 21 jembatan penyeberangan orang adalah 17 miliar. Sementara biaya pengadaan 1 bus adalah sekitar 800 juta rupiah. Sumber pendapatan terutama dari tarif penumpang dan iklan. Sementara biaya investasi disubsidi oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan APBD. Pada tahun 2004, ekspektasi kerugian yang diterima adalah Rp 38 miliar, sementara pada tahun kedua diharapkan terjadi BEP. Untuk lebih lengkapnya tentang biaya investasi Trans Jakarta kira-kira adalah sebagai berikut: Tabel 5. Kisaran Harga Satuan Prasarana Trans Jakarta Prasarana Satuan Kisaran Harga Satuan Halte (Baja + Alumunium) Buah Rp 1,5 1,6 Milyar Marka Merah M 2 Rp 300.000 Rp 400.000 Marka Putih M Rp 100.000 Rp 150.000 Rambu Tegak & Pengatur Busway Buah Rp 9 9,5 juta Separator (Kansten) Buah Rp 35.000,00 Rp 45.000,00 APILL Busway Buah Rp 100 150 juta Jembatan Penyeberangan Buah Rp 3.510.986.000,00 (Sumber Dishub dan DPU DKI Jakarta) Upah rata-rata pengemudi Bus adalah sekitar Rp 3.000.000,00 per bulan sementara petugas keamanannya Rp 1.700.000,00 per bulan, dan petugas ticketing sesuai dengan UMR DKI Jakarta. Pada tahun 2004 Badan Pengelola Transjakarta mengeluarkan biaya operasional Rp 40,5 miliar untuk operator bus (PT Jakarta Express Transs), Rp 28,6 miliar untuk operator tiketing, (PT Lestari Abadi) Rp 7,6 miliar, dan sisanya untuk keperluan kantor dan gaji karyawan. 5

4.2. Situasi Hambatan di Persimpangan Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 6 bus berturut-turut mulai pukul 12 dari terminal Blok M, didapatkan data arus hambatan di simpang sebagai berikut: Tabel 6. Hambatan Rata-rata Trans Jakarta Koridor I No Nama Simpang Jumlah Armada yang Lama Berhenti Rata-Rata mendapat hambatan di Simpang 1. Kejaksaan Agung 3 buah 73 detik 2. Masjid Agung 5 buah 80 detik 3. Senayan 5 buah 20 detik 4. Bundaran HI 2 buah 45 detik 5. Departemen LN 2 buah 23 detik 6. Monas / Indosat 2 buah 37 detik 7. Museum Gajah 0 buah - 8. Sekretaris Negara 3 buah 24 detik 9. Harmoni 5 buah 67 detik 10. Petojo 3 buah 9 detik 11. Sawah Besar 3 buah 5 detik 12. Hayam Wuruk 3 buah 12 detik 13. Glodok 3 buah 3 detik 14. Stasiun Kota 6 buah 65 menit Karena survei dilakukan pada jam tidak sibuk, maka sebaiknya hambatan dikalikan faktor pembobot yang besarnya sekitar 1,3 sampai dengan 1,5. Hal ini dilakukan agar data dapat mengakomodasikan keadaan pada jam sibuk. Sementara karena Trans Jakarta bersifat terintegrasi, maka operasional untuk koridor lainnya juga harus diperhatikan, terutama pada halte transfer. Bus koridor Harmoni Kali Deres melewati persimpangan ini dua kali. Oleh karena itu juga dilakukan survey terhadap rute tersebut yang berhasil memberikan data sebagai berikut: Tabel 7. Hambatan Rata-rata Trans Jakarta Koridor III No Nama Simpang Jumlah Armada yang Lama Berhenti Rata-Rata mendapat hambatan di Simpang 1. Harmoni I 6 buah 143 menit 2. Harmoni II 6 buah 167 menit Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa untuk koridor I, simpang Harmoni tidak menjadi permasalahan, sementara pada koridor III, semua bus mendapatkan hambatan yang besar ketika mencapai persimpangan Harmoni. Hal ini mungkin saja dikarenakan pengaturan lampu isyarat tidak diperbaiki ketika Trans Jakarta dioperasikan. 4.3. Data Operasional Halte Trans Jakarta Pada makalahnya, Adi Putra et. al. (2007) menyertakan hasil survei tentang jumlah penumpang yang keluar-masuk bus pada halte Blok M, Sarinah, dan Kota. Survei ini dilakukan pada 4 sesi yaitu pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari. Tabel-tabel 6

merupakan hasil dari analisis penumpang yang masuk dan keluar per satuan waktu dari masing-masing halte: Tabel 8. Penumpang Keluar per Satuan Waktu (orang /detik) Sarinah Blok M NO SESI Sarinah Blok M Sarinah Kota Kota min mean Max min mean Max min mean Max min Mean Max I 0 0.93 0.86 0.17 0.39 0.38 0 0.42 0.26 0.32 0.57 0.68 II 0.81 0.92 0.54 0 0.27 0.5 0 0.26 0.19 0.20 0.69 0.83 III 1.5 0.97 0.95 0 0.19 0.28 0 0.28 0.35 0 0.43 0.35 IV N/A N/A N/A 0 0.24 0.17 0 0.15 0.03 0.75 0.31 0.39 Tabel 9. Penumpang Masuk per Satuan Waktu (orang /detik) Sarinah Blok M NO SESI Sarinah Blok M Sarinah Kota Kota min mean Max min mean Max min mean Max min Mean Max I 0 0.42 1.06 0 0.09 0.18 0 0.1 0.17 0.23 0.58 0.66 II 0.95 1 1.08 0 0.2 0.5 0 0.21 0.19 0.11 0.59 0.66 III 0.9 0.97 1.67 0.17 0.35 0.65 0 0.29 0.33 0.38 1.99 3.25 IV N/A N/A N/A 0 0.54 0.25 0 0.21 0.05 0 0.56 0.31 Sumber tabel 8 dan 9 : Adi Putra et. al. (2007) Dalam analisisnya, disebutkan bahwa dilihat secara rata-rata headway nya sesuai dengan target dari masing-masing (sekitar 2 menit) dengan nilai maksimum 9 menit pada jam yang diduga bukan jam sibuk. Namun headway 7-10 menit terjadi di stasiun kota dan Sarinah menjelang sore. 5. ANALISIS Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara waktu tundaan di persimpangan khususnya untuk persimpangan Masjid Agung, Bundaran HI, dan Harmoni. Khusus untuk Harmoni, pada koridor Harmoni Kali Deres, terdapat tundaan lima kali lebih lama dari tundaan Koridor Blok M - Kota pada persimpangan yang sama. Permasalahan akan muncul bagi penumpang-penumpang yang menggunakan jasa Trans Jakarta koridor Blok M Kota yang dilanjutkan dengan koridor Harmoni - Kali Deres. Sebagai ilustrasi, untuk menempuh perjalanan dari Blok M menuju ke kampus Untar (Halte Jelambar) dengan menggunakan Busway, maka rutenya adalah menggunakan busway koridor I turun di halte Harmoni kemudian naik bus koridor III. Total berhenti kendaraan akibat persimpangan harmoni adalah sekitar 4,5 menit. Belum dihitung waktu tunggu pada Blok M (sekitar 1-2 menit), waktu tunggu pada Harmoni Central Busway - HCB (10-30 menit), persimpangan-persimpangan pada koridor I (5 menit), persimpangan pada koridor III (5 menit), dan jika ada kendaraan yang masuk ke dalam jalur Busway koridor III ke arah persimpangan Tomang, Bus dapat kehilangan satu siklus lampu hijau dan harus menunggu sekitar 5 menit. Total berhenti akibat persimpangan adalah sekitar setengah jam. Apabila dari Blok M ke halte Jelambar memiliki waktu tempuh sekitar 45 menit, maka dengan hambatanhambatan tersebut bisa menjadi hampir dua bahkan tiga kali waktu tempuh normalnya. Penggunaan Taxi atau bus biasa akan relatif lebih cepat. Berdasarkan Pola Transportasi Makro DKI Jakarta 2004, setidaknya akan ada 4 rute yang melewati HCB, yaitu ketiga koridor di atas dan 1 rute yang direncanakan melayani ruas jalan dari Pasar Baru menuju Tomang dengan melewati Harmoni. Dengan adanya 4 rute tersebut, 7

keberadaan HCB menjadi penting. Namun letaknya yang berdekatan dengan simpang harmoni akan menyebabkan permasalahan sendiri pada persimpangan jalan tersebut. 4 kaki simpang Harmoni semuanya memiliki lajur 4 atau lebih. Waktu merah untuk tiap simpang juga besar, dibandingkan dengan persimpangan-persimpangan lain. Hal ini menunjukan bahwa kapasitas ruas tersebut besar. Kapasitas yang besar itu juga diisi dengan volume kendaraan yang besar di simpang. Dengan pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi, tingkat kedisiplinan yang rendah, dan dilaluinya 4 kaki simpang itu oleh Busway, simpang tersebut merupakan daerah dengan potensial tinggi untuk mengalami deadlock jika tidak dalam pengawasan polisi. Ketika sebuah persimpangan mendekati keadaan potensial mengalami deadlock, sebaiknya mulai direncanakan untuk dibangun simpang tidak sebidang (fly over atau underpass). Untuk persimpangan Harmoni, sebaiknya dicoba dibangun fly over untuk ruas jalan Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Agar tidak mengganggu arus pada persimpangan, jalan naik dan turun fly over dimulai jauh sebelum persimpangan harmoni ke arah monas dan berakhir setelah HCB. Panjang Fly over kira-kira 250 meter. Pengaruh untuk HCB sendiri, yaitu keperluan untuk merenovasi halte akibat adanya bus yang berhenti di atas fly over. Secara umum fly over ini diharapkan : a. Menghilangkan waktu merah akibat persimpangan Harmoni bagi koridor I dan koridor II b. Mengurangi waktu merah persimpangan Harmoni akibat jalur dari Gajah Mada dan Hayam Wuruk dari arah Monas ke Glodok atau sebaliknya tidak melewati persimpangan Harmoni. c. Meningkatkan kapasitas HCB sebagai halte transit. Kondisi Harmoni pada saat ini terdiri dari 6 pintu. Masing-masing koridor Harmoni Pulo Gadung dan Kali Deres memiliki sistem keluar dan masuk penumpang yang terpisah. Sementara koridor Blok M Kota memiliki sistem keluar masuk seperti pada halte lainnya (dua pintu untuk dua arah). Berdasarkan pengamatan, pada halte ini, arus antrian untuk koridor Harmoni - Pulo Gadung dan Harmoni - Kali Deres adalah sekitar 100 orang / 10 menit. Dalam menghitung besarnya biaya dan keuntungan yang didapat, digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: a. Jumlah penumpang harian rata-rata pada akhir tahun 2007 adalah 41.000 untuk koridor Blok M Kota, dan 13.000 untuk koridor Harmoni - Pulo Gadung dan Kali Deres. Peningkatan rata-rata per tahun dianggap 5%. b. Tingkat suku bunga dianggap tetap dengan rata-rata 10% per tahun. c. Fly over dibuat dengan umur rencana 10 tahun dan masa pembangunan 1 tahun d. Pembuatan fly over menyebabkan waktu merah untuk persimpangan harmoni rata-rata turun 33%. e. Dampak lalu lintas yang ditimbulkan saat pembangunan fly over diabaikan. f. Konsumsi BBM untuk kendaraan diam dengan AC menyala: 1 liter /jam Dengan sederhana, kita dapat menghitung biaya investasi renovasi HCB ini adalah sebagai berikut: Renovasi Halte : Rp 1.200.000.000,00 Renovasi Jembatan Penyeberangan Orang : Rp 2.500.000.000,00 Marka Merah (250 X 2 X Rp 350.000,00) : Rp 175.000.000,00 Marka Putih (0,3 X 250 X Rp 107.000,00) : Rp 8.025.000,00 Fly Over (6 X 250 X Rp 10.000.000,00) : Rp 15.000.000.000,00 Jumlah Dana Renovasi yang dibutuhkan : Rp 18.883.025.000,00 Biaya per Tahun (Dibulatkan) : Rp 1.889.000.000,00 Catatan : Besar harga satuan didapat dari Dinas PU DKI Jakarta dengan beberapa penyesuaian 8

Sementara diharapkan pada awal penggunaan fly over diharapkan : Jumlah penumpang koridor Blok M Kota : 43.000 pnp/hari Jumlah penumpang koridor Harmoni Pulo Gadung dan Kalideres : 13.650 pnp/hari Time Value for Money : rata-rata Rp 2000,00 per setengah jam (asumsi benefit dapat diakumulasi) Maka, perhitungan benefit secara adalah sebagai berikut: Waktu yang dihemat 1 hari (akumulasi): 104*13.650 = 1.419.600 detik = 394,33 jam 67*43.000 =2.881.000 detik = 800,27 jam Total waktu yang dihemat per hari Total Penghematan time value : 1194,6 jam = 1194,6 * 4.000 = Rp 4.778.500,00 / hari = Rp 1.744.127.256,00 / tahun Waktu penghematan BBM, asumsi headway 3 menit, 1 jam 20 bus Koridor Blok M Kota, Bus yang mengalami tundaan = 0 bus Penghematan = 67 x 20 = 1340 detik / jam = 32.164 detik / hari = 11.738.400 detik / tahun = 3260 jam / tahun = 3260 liter / tahun = Rp 14.020.000,00 / tahun Koridor Harmoni Pulo Gadung Bus yang mengalami tundaan = 20 bus Penghematan = 104 x 20 = 2080 detik / jam = 49.920 detik / hari = 18.220.900 detik / tahun = 5060 jam / tahun = 5060 liter / tahun = Rp 21.763.000,00 / tahun Total Penghematan Bahan Bakar : Rp 35.783.000,00 / tahun Dengan benefit diatas saja, didapat benefit cost ratio sebesar 0,94 pada tahun pertama pengoperasian fly over. Namun jika dengan optimis dianggap pertumbuhan pengguna Trans Jakarta meningkat seiring dengan peningkatan performa terminal transfer Harmoni Central Busway. Maka nilai tersebut akan melebihi 1 pada tahun-tahun selanjutnya. Pembangunan fly over menyebabkan harus adanya perubahan sistem transfer pada Harmoni Central Busway. 6. KESIMPULAN Dari pembahasan kami di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a. Penerapan sistem BRT yang dinamakan Trans Jakarta di Indonesia diharapkan untuk mengurangi kemacetan dengan biaya investasi yang rendah. Wright (2007) juga mengatakan bahwa BRT adalah moda yang dapat membiayai dirinya sendiri. b. Hambatan yang dialami Trans Jakarta umumnya adalah persimpangan sebidang yang volume kendaraannya pada umumnya sudah terlampau tinggi sehingga waktu tunda antar kaki simpangnya juga tinggi. Hal ini terutama terjadi pada persimpangan Harmoni yang di dekatnya terdapat halte transfer Harmoni Central Busway. c. Dengan melakukan analisis benefit-cost ratio dengan beberapa asumsi, didapat benefit cost ratio sebesar 0,94 pada tahun pertama pengoperasian fly over. Namun jika dengan optimis dianggap pertumbuhan pengguna Trans Jakarta meningkat seiring dengan peningkatan performa terminal transfer Harmoni Central Busway. Maka nilai tersebut akan melebihi 1 pada tahun-tahun selanjutnya. d. Keefektifan Fly over Harmoni secara teoritis mungkin terbukti berguna, namun alat transportasi massal akan benar-benar berguna apabila sudah terintegrasi dengan lengkap antara BRT, LRT, dan MRT. Namun yang terpenting bukanlah transportasi massal itu 9

sendiri, melainkan perubahan budaya kita dari budaya semaunya menjadi budaya tertib dalam berlalu lintas. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pengumpulan data terutama Deddy Setio Intan, Yatrix Manuputty, Intan Djatmiko, Hermawan, Husnu Aldi, Yani Susanti, Bapak Akbar dan Bapak Subhan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andika Purnawijaya, dan Jacob Lawardi, serta kepada Bapak Dr. Ir. Leksmono S.P, M.T dan bapak Dr. Ir. Djunaedi Kosasih atas dukungannya untuk menyelesaikan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Adi Putra, Paulus et. al. 2007. Analisis Perbedaan Rencana Bus Priority Menurut PTM dengan Implementasi Busway pada Tahun 2007 Paper Manajemen Angkutan Kota. Jakarta : Universitas Tarumanagara Adi Putra, Paulus, et. al. 2007. Analisis Operasional Busway Koridor I Paper Manajemen Angkutan Kota. Jakarta : Universitas Tarumanagara Dinas Perhubungan DKI Jakarta. 2004. Penetapan Pola Transportasi Makro. Jakarta : Dinas Perhubungan DKI Jakarta Ekotomo, Rini. 2006. Perencanaan Sarana dan Prasarana Transportasi di DKI Jakarta Seminar Transportasi Universitas Tarumanagara Mei 2006 Jakarta : Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sunggiardi, Reza, et. al. 2006. Analisis Kelayakan Pembangunan Prasarana Fly Over untuk Peningkatan Produktivitas Bus Trans Jakarta Paper Sistem dan Perencanaan Transportasi. Jakarta : Universitas Tarumanagara Tamin, Ofyar Z. 2002. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung : Institut Teknologi Bandung Wright, Llyod (ed.). 2007. Bus Rapid Transit Planning Guide. New York : ITDP www.dephub.go.id www.suaratransjakarta.yahoogroups.com www.transbatavia.blogspot.com www.transjakarta.go.id 10