BAB IV ANALISA DATA. Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK AUTO BACKUP SYNCHRONE

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilaksanakan di PT Pertamina (Persero) Refinery

BAB IV HASIL PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

PARALEL GENERATOR. Paralel Generator

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan :

BAB IV PEMBAHASAN.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III SPESIFIKASI TRANSFORMATOR DAN SWITCH GEAR

BAB III KEBUTUHAN GENSET

BAB IV DESIGN SISTEM PROTEKSI MOTOR CONTROL CENTER (MCC) PADA WATER TREATMENT PLANT (WTP) Sistem Kelistrikan di PT. Krakatau Steel Cilegon

BAB IV HASIL DATA DAN ANALISA

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB III SISTEM PROTEKSI DAN SISTEM KONTROL PEMBANGKIT

BAB III CAPACITOR BANK. Daya Semu (S, VA, Volt Ampere) Daya Aktif (P, W, Watt) Daya Reaktif (Q, VAR, Volt Ampere Reactive)

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOMATIC TRANSFER SWITCH DAN AUTOMATIC MAINS FAILURE PADA GENERATOR SET 80 KVA DENGAN DEEP SEA ELECTRONIC 4420

BAB IV SISTEM KERJA DAN CARA PENGOPRASIAN PANEL AUTOMATIC MAINS FAILURE

STUDI KOORDINASI RELE ARUS LEBIH DAN PENGARUH KEDIP TEGANGAN AKIBAT PENAMBAHAN BEBAN PADA SISTEM KELISTRIKAN DI PT. ISM BOGASARI FLOUR MILLS SURABAYA

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB IV ANALISA PERANCANGAN INSTALASI DAN EFEK EKONOMIS YANG DIDAPAT

LABORATORIUM SISTEM TENAGA LISTRIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FTUI

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB III LANDASAN TEORI

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

KAJIAN PROTEKSI MOTOR 200 KW,6000 V, 50 HZ DENGAN SEPAM SERI M41

BAB IV ANALISA GANGGUAN DAN IMPLEMENTASI RELAI OGS

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

Analisis Setting Relay Proteksi Pengaman Arus Lebih Pada Generator (Studi Kasus di PLTU 2X300 MW Cilacap)

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

Gambar 3.1 Wiring Diagram Direct On Line Starter (DOL)

BAB IV ANALISA DATA. 4.1 ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) Vista, 7, dan 8. ETAP merupakan alat analisa yang komprehensif untuk

Proposal Proyek Akhir Program Studi Teknik Listrik. Jurusan Teknik Elektro. Politeknik Negeri Bandung

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

BAB IV ANALISIA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Koordinasi Proteksi Pada Gardu Induk Wonosobo. Gardu induk Wonosobo mempunyai pengaman berupa OCR (Over Current

STUDI KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. BOC GASES GRESIK JAWA TIMUR

BAB IV JATUH TEGANGAN PADA PANEL DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Keandalan dan kualitas listrik

Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kw

BAB IV PENGOPERASIAN PERANGKAT GENSET DAN PANEL CPGS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PLTU BANTEN 3 LONTAR

BAB I PENDAHULUAN. Transmisi, dan Distribusi. Tenaga listrik disalurkan ke masyarakat melalui jaringan

Panduan Praktikum Sistem Tenaga Listrik TE UMY

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Sistem Eksitasi Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi

BAB II LANDASAN TEORI. melakukan kerja atau usaha. Daya memiliki satuan Watt, yang merupakan

BAB III METODOLOGI DAN PENGUMPULAN DATA

Rifgy Said Bamatraf Dosen Pembimbing Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT Dr. Dedet Chandra Riawan, ST., M.Eng.

BAB III PENGGUNAAN KAPASITOR SHUNT UNTUK MEMPERBAIKI FAKTOR DAYA. daya aktif (watt) dan daya nyata (VA) yang digunakan dalam sirkuit AC atau beda

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM KELISTRIKAN DAN PROTEKSI

Koordinasi Proteksi Tegangan Kedip dan Arus Lebih pada Sistem Kelistrikan Industri Nabati

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Studi Koordinasi Proteksi Sistem Kelistrikan di Project Pakistan Deep Water Container Port

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK Kata Kunci :

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

KOORDINASI PROTEKSI TEGANGAN KEDIP DAN ARUS LEBIH PADA SISTEM KELISTRIKAN INDUSTRI NABATI

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

Jurnal Teknik Mesin UNISKA Vol. 02 No. 02 Mei 2017 ISSN

STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI INDONESIA, GRESIK JAWA TIMUR. Studi Kasus Sistem Kelistrikan PT.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB I PENDAHULUAN. mentransmisikan dan mendistribusikan tenaga listrik untuk dapat dimanfaatkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibawah Kementrian Keuangan yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat

BAB IV 4.1. UMUM. a. Unit 1 = 100 MW, mulai beroperasi pada tanggal 20 januari 1979.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

BAB IV ANALISA POTENSI UPAYA PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK PADA GEDUNG AUTO 2000 CABANG JUANDA (JAKARTA)

2014 ANALISIS KOORDINASI SETTING OVER CURRENT RELAY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan

BAB IV IMPLEMENTASI. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dari teknik perancangan yang

BAB III PERALATAN LISTRIK PADA MOTOR CONTROL CENTER (MCC) WATER TREATMENT PLANT (WTP) 3

BAB III KRONOLOGI & DAMPAK GANGGUAN

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN KEBUTUHAN GENSET

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS TRANSIEN DAN PELEPASAN BEBAN DI PT. WILMAR NABATI GRESIK AKIBAT ADANYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN FASE 2

SISTEM PROTEKSI PADA MOTOR INDUKSI 3 PHASE 200 KW SEBAGAI PENGGERAK POMPA HYDRAN (ELECTRIC FIRE PUMP) SURYA DARMA

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini menggunakan data plant 8 PT Indocement Tunggal

Standby Power System (GENSET- Generating Set)

BAB III BEBAN LISTRIK PT MAJU JAYA

Perencanaan Koordinasi Rele Pengaman Pada Sistem Kelistrikan Di PT. Wilmar Gresik Akibat Penambahan Daya

UTILITAS BANGUNAN. Tjahyani Busono

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat melalui jaringan distribusi. Jaringan distribusi merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sebuah kesatuan interkoneksi. Komponen tersebut mempunyai fungsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN RELAY DIFFERENSIAL. Relay differensial merupakan suatu relay yang prinsip kerjanya berdasarkan

BAB II SALURAN DISTRIBUSI

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Transkripsi:

BAB IV ANALISA DATA Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya Genset di setiap area pada Project Ciputra World 1 Jakarta, maka dapat digunakan untuk menentukan parameter setting dan menganalisa kehandalan dari system Auto Back Synchrone yang digunakan di Ciputra World 1 Jakarta. Module Deepsea 8660 dan 8610 adalah media yang digunakan untuk mengatur system Auto Back Synchrone ini. Seluruh parameter setting yang sudah ditentukan melalui perhitungan perhitungan berdasarkan kapasitas daya dan segala sesuatu yang diinginkan dalam sistem ini akan dimasukkan ke dalam Deepsea 8660 dan 8610. Karena system Auto Back Synchrone ini adalah membuat dua buah sumber tenaga listrik yang berbeda ( PLN dan genset ) dapat bekerja secara paralel ( Synchrone ), maka dari itu kedua tipe Module Deepsea ini memiliki fungsi dan peran masing masing. Untuk Module Deepsea 8660 ( Auto Transfer Switch & Mains Control Module ) adalah pengatur system di bagian sumber tegangan listrik yang berasal dari PLN atau biasa dikenal dengan Mains Power ( Sumber tegangan Utama ). Deepsea 8660 ini akan memberikan kontrol terhadap 2 39

40 buah Automatic Circuit Breaker yang ada pada panel utama, satu buah circuit breaker terletak di incoming dari datangnya tegangan dari sumber tegangan PLN ( Mains Breaker ) dan satu buah lagi di incoming datangnya tegangan dari sumber tegangan Genset ( Bus Breaker ). Sedangkan untuk Module Deepsea 8610 ( Auto Start Load Share Module ) adalah pengatur serta memberikan proteksi untuk genset. Deepsea 8610 ini hanya mengontrol 1 buah circuit breaker saja, yaitu incoming dari genset. Jadi secara fungsi deepsea 8610 ini yang mengatur kapan genset harus menyala, kapan genset harus shutdown, memberikan proteksi terhadap genset dari gangguan dan mengatur sinkronisasi antar genset serta mengatur pembagian beban antar genset. Berikut ini adalah penempatan dari Module Deepsea 8660 dan 8610 pada sistem Auto Back Synchrone di Ciputra World 1 Jakarta: Deepsea 8660 Deepsea 8610 Gambar 4.1 Posisi Penempatan Module Deepsea 8660 dan 8610 pada area Office

41 Deepsea 8660 Deepsea 8610 Gambar 4.2 Posisi Penempatan Module Deepsea 8660 dan 8610 pada area Podium

42 Deepsea 8660 Deepsea 8610 Gambar 4.3 Posisi Penempatan Module Deepsea 8660 dan 8610 pada area Apartment, Hotel, dan Premium Residence

43 4.1 Perhitungan kapasitas konsumsi daya maksimum. Berdasarkan spesifikasi pada trafo dan teori distribusi tenaga listrik, menyarankan bahwa konsumsi daya maksimal tidak boleh melebihi dari kapasitas maksimal dari spesifikasi daya trafo, hal ini dapat menyebabkan efisiensi kerja dari trafo menurun dari waktu ke waktu. Maka dari itu, berdasarkan data kapasitas daya pada masing masing area di Ciputra World 1 Jakarta yang ditunjukkan pada tabel 3.1, dapat ditentukan daya konsumsi maksimal pada setiap area adalah sebesar 98% dari kapasitas daya total di setiap area. Pengaturan daya konsumsi maksimum ini selain digunakan untuk melindungi infrastruktur distribusi tenaga listrik, juga digunakan sebagai acuan untuk menentukan koordinasi parameter setting dari proteksi arus lebih pada jaringan distribusi tenaga listrik di setiap area agar konsumsi daya pada masing-masing area tidak melebihi dari jatah daya maksimum yang diberikan oleh PLN. Tabel di bawah ini menujukkan nilai daya konsumsi maksimum yaitu sebesar 98% dari kapasitas daya total di setiap area pada Ciputra World 1 Jakarta. Tabel 4.1 Tabel Daya Konsumsi Maksimum Area Substation Kapasitas Daya ( KVA ) Daya Konsumsi Maksimum ( KVA ) Tegangan ( Volt ) Office Office 3895 KVA 3817 KVA 20 KV Retail 1 6055 KVA 5934 KVA 20 KV Podium Retail 2 6230 KVA 6105 KVA 20 KV Retail 3 6230 KVA 6105 KVA 20 KV Apartment 2500 KVA 2450 KVA 20 KV Apartment Hotel 4000 KVA 3920 KVA 20 KV dan Hotel Premium Residence 3200 KVA 3136 KVA 20 KV

44 Tabel diatas digunakan sebagai acuan untuk menentukan beberapa parameter setting lain seperti setting daya aktif dan daya reaktif, setting proteksi arus overload dan overcurrent dan setting proteksi untuk arus balik dalam jaringan. Seluruh parameter setting ini dimasukkan ke dalam parameter setting yang ada di Deepsea 8660. Karena dalam sistem ini Deepsea 8660 berperan sebagai otak dari sistem Auto Back Syncrhone di Ciputra World 1 Jakarta ini. Maka dari itu berdasarkan hubungan segitiga daya yang ditunjukkan pada persamaan 2.7, sebagai contoh pada area Podium Retail 1 untuk mendapatkan nilai parameter setting daya aktif maksimum yang dimasukkan ke dalam parameter setting Deepsea 8660 pada Cubicle incoming PLN di Panel MVMSB Retail 1 adalah sebagai berikut : - Area Podium Retail 1 P = S x cos phi = 5934 x 0,95 = 5637,3 Kw 5638 Kw Perhitungan diatas merupakan perhitungan daya aktif ( P ) maksimum pada salah satu area yaitu area Podium Retail 1 yang ada di Ciputra World 1 Jakarta. Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama, maka dapat ditentukan setting kapasitas daya aktif maksimum pada area lain di Ciputra World 1 Jakarta dengan hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

45 Tabel 4.2 Tabel Parameter Setting Daya Aktif Maksimum ( KW ) Setelah mendapatkan hasil perhitungan untuk setting kapasitas daya aktif maksimum pada masing-masing area di Ciputra World 1 Jakarta, maka hasil perhitungan setting tersebut kita masukkan ke dalam parameter setting pada Module Deepsea 8660. Di bawah ini diambil contoh untuk setting kapasitas daya aktif maksimum pada Module Deepsea 8660 di area Podium Retail 1. Gambar 4.4 Setting kapasitas daya aktif maksimum area Podium Retail 1

46 Pada tahap selanjutnya adalah menentukan parameter setting untuk daya reaktif ( Q ) berdasarkan kapasitas daya maksimum di setiap area Ciputra World 1 Jakarta. Berdasarakan persamaan 2.7, sebagai contoh pada area Podium Retail 1 untuk mendapatkan nilai parameter setting daya reaktif maksimum yang dimasukkan ke dalam parameter setting Deepsea 8660 pada Cubicle incoming PLN di Panel MVMSB Retail 1 adalah sebagai berikut : Area Podium Retail 1 Q = S x sin phi = 5934 x 0,312 = 1851,408 Kvar 1851 Kvar Perhitungan diatas merupakan perhitungan daya reaktif ( Q ) maksimum pada salah satu area yaitu area Podium Retail 1 yang ada di Ciputra World 1 Jakarta. Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama, maka dapat ditentukan setting kapasitas daya reaktif maksimum pada area lain di Ciputra World 1 Jakarta dengan hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.3 Tabel Parameter Setting Daya Reaktif Maksimum ( KVar )

47 Setelah mendapatkan hasil perhitungan untuk setting kapasitas daya reaktif maksimum pada masing-masing area di Ciputra World 1 Jakarta, maka hasil perhitungan setting tersebut kita masukkan ke dalam parameter setting pada Module Deepsea 8660. Di bawah ini diambil contoh untuk setting kapasitas daya reaktif maksimum pada Module Deepsea 8660 di area Podium Retail 1. Gambar 4.5 Setting kapasitas daya reaktif maksimum area podium Retail 1 Agar sistem distribusi tenaga listrik dapat berjalan dengan aman, maka kita tidak boleh menggunakan daya konsumsi beban dengan nilai yang sama atau bahkan melebihi kapasitas daya total yang diberikan oleh PLN. Hal ini memungkinkan resiko terjadinya gangguan menjadi besar. Beberapa akibat apabila kita menggunakan daya listrik yang diberikan oleh PLN secara keseluruhan ( 100% ) adalah sebagai berikut :

48 a. Terjadi gangguan beban berlebih ( overload ) yang menyebabkan relay proteksi overload aktif dan akan memutus aliran tegangan listrik ( CB Open ) dan seluruh beban akan padam. b. Apabila relay proteksi pada panel utama tidak bekerja maksimal, maka ada kemungkinan ketika terjadi gangguan yang akan bekerja lebih dahulu adalah proteksi yang ada di Gardu Induk milik PLN. Apabila hal ini terjadi maka pengelola gedung akan dikenakan sanksi oleh PLN. c. Menurunnya usia pemakaian ( lifetime ) trafo distribusi pada jaringan distribusi tenaga listrik. Kareana pemakaian 100% pada sebuah trafo memang tidak diajurkan oleh produsen trafo manapun. 4.2 Perhitungan parameter Setting Proteksi untuk sistem Auto Backup Synchrone 4.2.1 Mains Voltage Alarms Mains Voltage Alarms adalah parameter setting untuk proteksi terhadap nilai tegangan dari sumber tegangan utama ( PLN ). Karena salah satu syarat untuk dapat memparalelkan ( Synchrone ) 2 buah sumber tegangan yang berbeda ( PLN dan genset ) adalah nilai tegangan harus sama. Maka dari itu untuk menjag kestabilan nilai tegangan baik dari Genset maupun PLN, proteksi ini sangat dibutuhkan. Jadi apabila nilai tegangan dari salah satu sumber tegangan naik / turun melebihi dari batas yang sudah ditentukan dan sudah tidak memenuhi persyaratan Synchrone, maka dari itu Module Deepsea 8660 akan melakukan action berupa melepas ( Open ) CB sumber tegangan yang nilai tegangannya bermasalah. Berikut ini

49 adalah perhitungan untuk menentukan nilai parameter proteksi tegangan untuk sistem Auto Back Synchrone : a. Nominal Voltage ( Tegangan Nominal Jaringan ) Tegangan nominal jaringan yang digunakan dalam sistem ini adalah Medium Voltage 20 KV. Maka dari itu pada Module Deepsea 8660 nilai tegangan yang terbaca adalah setelah melalui proses penurunan nilai tegangan menggunakan Voltage Transformer dengan perbandingan kumparan primer dan sekunder nya adalah 20.000 V / 100 V. Artinya adalah apabila tegangan input yang masuk ke kumparan primer Voltage Transformer sebesar 20.000 Volt, maka tegangan output pada kumparan sekunder Voltage Transformer yang terbaca oleh Module Deepsea 8660 adalah sebesar 100 Volt. b. Under Voltage ( Batas minimum tegangan turun ) Nilai parameter setting untuk under voltage dalam sistem ini ditentukan pada angka 13% dari tegangan nominal. Maka dari itu dengan persamaan dibawah, maka nilai batas tegangan turun dalam sistem ini adalah sebagai berikut : Under Voltage = 100 Volt - ( 12 % x 100 Volt ) = 100 Volt 12 Volt = 88 Volt

50 Nilai diatas apabila kita konversi dengan perbandingan Voltage Transformer yaitu 20000 V / 100 V, maka akan mendapatkan hasil sebagai berikut : 100 / 20.000 = 88 / Y Volt 100 x Y Volt = 20.000 x 88 Y Volt = 17.600 Volt Nilai Y Volt adalah definisi dari nilai tegangan sebenarnya dalam jaringan sistem ini. Apabila nilai tegangan PLN turun sampai menyentuh angka tersebut diatas, maka nilai tegangan tersebut sudah tidak layak untuk dilakukan proses Synchronizing dan juga berbahaya untuk operasional beban pada jaringan. c. Over Voltage ( Batas maksimal tegangan naik ) Nilai parameter setting untuk over voltage dalam sistem ini ditentukan pada angka 9% dari tegangan nominal. Maka dari itu dengan persamaan dibawah, maka nilai batas tegangan naik dalam sistem ini adalah sebagai berikut : Over Voltage = 100 Volt + ( 9 % x 100 Volt ) = 100 Volt + 9 Volt = 109 Volt

51 Nilai diatas apabila kita konversi dengan perbandingan Voltage Transformer yaitu 20000 V / 100 V, maka akan mendapatkan hasil sebagai berikut : 100 / 20.000 = 109 / W Volt 100 x W Volt = 20.000 x 109 W Volt = 21.800 Volt Nilai W Volt adalah definisi dari nilai tegangan sebenarnya dalam jaringan sistem ini. Apabila nilai tegangan PLN naik sampai menyentuh angka tersebut diatas, maka nilai tegangan tersebut sudah tidak layak untuk dilakukan proses Synchronizing dan juga berbahaya untuk operasional beban pada jaringan. Setelah dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai parameter setting Mains Voltage Alarms pada Module Deepsea 8660, maka berikut ini adalah gambar yang menunjukkan parameter setting tersebut di dalam Module Deepsea 8660.

52 Gambar 4.6 Parameter setting Mains Voltage Alarm pada Deepsea 8660 Proteksi terhadap nilai tegangan sangat dibutuhkan dalam sistem Auto Back Synchrone ini. Selain karena untuk memenuhi persyaratan proses synchronizing, tetapi juga digunakan sebagai pengaman beban agar beban tidak cepat rusak terutama beban-beban elektronik. Banyak sekali beban-beban elektronik yang sangat sensitif terhadap nilai tegangan yang tidak stabil. Dengan adanya proteksi Mains Voltage Alarms ini maka sistem jaringan distribusi dan sistem Auto Back synchrone dapat berjalan dengan baik.

53 4.2.2 Mains Frequency Alarms Mains Frequency Alarms adalah parameter setting untuk proteksi terhadap nilai frekwensi dari sumber tegangan utama ( PLN ). Karena salah satu syarat untuk dapat memparalelkan ( Synchrone ) 2 buah sumber tegangan yang berbeda ( PLN dan genset ) adalah nilai frekwensi harus sama. Maka dari itu proteksi untuk nilai frekwensi ini sangat dibutuhkan. Jadi apabila nilai frekwensi dari salah satu sumber tenaga listrik naik / turun melebihi dari batas yang sudah ditentukan dan sudah tidak memenuhi persyaratan Synchrone, maka dari itu Module Deepsea 8660 akan melakukan action berupa melepas ( Open ) CB sumber tegangan yang nilai tegangannya bermasalah. Untuk sumber tegangan yang dihasilkan oleh genset, nilai frekwensi ini berbanding lurus dengan besar kecilnya nilai putaran mesin ( Rpm mesin ) dari genset tersebut. Maka dalam sistem ini sangat membutuhkan genset dengan performa mesin yang baik agar nilai frekwensi tegangan yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik. Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan nilai parameter proteksi nilai frekwensi untuk sistem Auto Back Synchrone :

54 a. Nilai Frekwensi dengan kecepatan putaran mesin Genset berbanding lurus berdasarkan persamaan 2.11 dan perhitungan di bawah ini : n = 120 x f / p = 120 x 50 / 4 = 1500 rpm Nilai nominal frekwensi tegangan dari PLN adalah 50 Hz. Maka dari itu, butuh kecepatan putaran mesin genset sebesar 1500 Rpm untuk menghasilkan nilai frekwensi 50 Hz pada keluaran tegangan generatornya. b. Under Frequency ( Batas bawah nilai frekwensi ) Nilai parameter setting untuk under frequency dalam sistem ini ditentukan pada angka 10% dari frekwensi nominal. Maka dari itu dengan persamaan dibawah ini, maka batas bawah nilai frekwensi dalam sistem ini adalah sebagai berikut : Under Frequency = 50 Hz - ( 10 % x 50 Hz) = 50 Hz 5 Hz = 45 Hz

55 c. Over Frequency ( Batas atas nilai frekwensi ) Nilai parameter setting untuk over frequency dalam sistem ini ditentukan pada angka 4% dari frekwensi nominal. Maka dari itu dengan persamaan dibawah ini, batas atas nilai frekwensi dalam sistem ini adalah sebagai berikut : Over Frequency = 50 Hz + ( 4 % x 50 Hz) = 50 Hz + 2 Hz = 52 Hz Setelah dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai parameter setting Mains Frequency Alarms pada Module Deepsea 8660, maka berikut ini adalah gambar yang menunjukkan parameter setting tersebut di dalam Module Deepsea 8660. Gambar 4.7 Parameter setting Mains Frequency Alarm pada Deepsea 8660

56 4.3 Perhitungan parameter setting untuk proses Synchronizing PLN Genset pada System Auto Backup Synchrone 4.3.1 Parameter Setting Bus Options Bus Options adalah salah satu fitur dalam Module Deepsea 8660 yang berguna untuk menentukan nilai nominal tegangan dan frekwensi dari Genset pada saat proses synchronizing antara PLN dan Genset. Karena nilai nominal tegangan dan frekwensi ini merupakan syarat agar proses synchronizing dapat berjalan dengan aman, maka setting tegangan dan frekwensi genset pada fitur Bus Options ini harus sama dengan setting nilai nominal tegangan dan frekwensi PLN pada fitur Mains Options. Gambar dibawah ini menunjukkan jenis-jenis parameter setting yang ada dalam fitur Bus Options pada Module Deepsea 8660. Gambar 4.8 Setting ratio Voltage Transformer pada Cubicle Incoming Genset

57 Gambar 4.9 Parameter setting Nominal Tegangan dan Frekwensi Genset Kemudian pada tahap berikutnya, untuk menentukan level operasional yang aman dari sistem Auto Back Synchrone ini kita harus menentukan beberapa parameter setting yang benar benar akan berperan penting dalam operasional sistem Auto Back Synchrone di Ciputra World ini. Parameter setting tersebut adalah sebagai berikut : a. Dead Bus Parameter setting Dead Bus adalah nilai tegangan maksimal yang terbaca di main busbar panel synchrone apabila tidak terdapat sumber tegangan yang masuk melewati CB Incoming dari panel tersebut. Jadi apabila Module Deepsea 8660 membaca tegangan di main busbar sesuai dengan parameter setting Dead Bus atau di bawah parameter setting Dead Bus, maka Module Deepsea 8660 akan menganggap main busbar tidak bertegangan dan layak untuk diisi tegangan dari salah satu sumber tegangan baik dari PLN maupun Genset. Nilai parameter setting Dead Bus dalam sistem ini

58 adalah 22 volt pada sisi sekunder dari Voltage Transformer, maka dari itu dengan acuan perbanding sisi primer dan sekunder dari Voltage Transformer, tegangan Dead bus yang terbaca di main busbar panel seharusnya adalah sebagai berikut : 100 / 20.000 = 22 / DB Volt 100 x DB Volt = 20.000 x 22 DB Volt = 4.400 Volt Jadi, apabila di main busbar panel Medium Voltage masih ada tegangan sisa baik dari PLN maupun genset dengan nilai 4.400 Volt, maka main busbar ini aman untuk diisi dengan tegangan dari salah satu sumber yang lain baik dari PLN maupun Genset. Tetapi apabila tegangan sisa melebihi setting daripada Dead Bus, maka main busbar tidak aman untuk diisi tegangan dari sumber tegangan lain. b. Check Sync Paramater check sync berarti selisih antar nilai nominal tegangan, frekwensi, dan sudut fasa antar sumber tegangan PLN dan Genset. Karena pada prinsipnya synchronizing itu adalah menggabungkan ( memparalelkan ) dua buah sumber tenaga listrik yang berbeda, maka dari itu pada fitur check sync inilah kita menentukan selisih tegangan, frekwensi, dan sudut fasa dari kedua sumber tegangan tersebut. Semakin kecil selisihnya semakin aman dua sumber tegangan untuk di synchrone.

59 c. Fail To Sync Alarm Parameter Fail to sync alarm adalah parameter proteksi untuk lama proses synchronizing dari awal menyamakan tegangan, frekwensi, sudut fasa, dll sampai kepada dua buah sumber tegangan bisa diparalelkan. Apabila proses ini terlalu lama dapat disimpulkan bahwa salah satu sumber tegangan baik dari PLN maupun genset tidak dalam kondisi yang normal. Maka dari itu proses synchronizing harus segera dihentikan agar tidak terjadi gangguan yang membahayakan sistem distribusi tenaga listrik tersebut. Dari penjelasan fitur-fitur yang pada Bus Options di atas, dibawah ini adalah gambar yang menunjukkan parameter setting pada Module Deepsea 8660. Gambar 4.10 Parameter setting Check Sync pada Module DSE 8660

60 4.3.2 Load Control Parameter setting Load Control ini berfungsi untuk mengatur kecepatan perpindahan beban dari sumber tegangan PLN ke Genset ataupun sebaliknya. Proses perpindahan beban ini terjadi saat sistem Auto Back Synchrone bekerja. Jadi, beban yang pada awalnya di back up oleh sumber tegangan dari PLN saat proses back synchrone sudah berhasil maka beban akan pelan pelan dipindahkan ke genset sesuai dengan nilai parameter setting pada Load Control ini. Hal ini juga berlaku untuk keadaan sebaliknya dimana saat beban di back up oleh Genset dan kemudian sumber tegangan PLN kembali normal maka beban akan pelan-pelan dipindahkan dari Genset ke PLN. Proses ini yang biasanya dikenal dengan proses Load Sharing yaitu pembagian beban antara 2 buah sumber tegangan yang berbeda pada saat proses synchrone terjadi. Dibawah ini ditunjukkan gambar parameter setting Load Control pada Module Deepsea 8660. Gambar 4.11 Parameter setting Load Control Yang dimaksud dengan setting Ramp Speed pada parameter Load Control ini adalah saat terjadi Load Sharing ( Perpindahan beban ) baik dari PLN ke Genset maupun sebaliknya, Module DSE

61 8660 akan mengatur perpindahan beban tersebut dengan kecepatan 1% dari total beban per detik. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi over current saat beban dipindahkan dari salah satu sumber tegangan ke sumber tegangan yang lain. 4.4 Gangguan pada sistem Auto Backup Synchrone dan cara mengatasinya Berdasarkan tahap-tahap dan persyaratan proses synchrone yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Maka parameter setting diatas merupakan syarat mutlak untuk dipenuhi agar sistem Auto Back synchrone ini dapat berjalan dengan baik. Namun dalam proses aplikasi sistem ini di lapangan, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi sehingga beberapa kali terjadi gangguan pada sistem tersebut. Berikut ini adalah pembahasan gangguan yang terjadi pada aplikasi sistem di lapangan dan solusi untuk mengatasi gangguan tersebut. 4.4.1 Gangguan Flicker ( Tegangan Kedip ) pada sumber tegangan PLN Salah satu permasalahan atau gangguan jaringan distribusi tenaga listrik di Indonesia yang sering terjadi adalah adanya tegangan kedip ( Flicker ) dan sumber tegangan utama PLN. Jadi pada prosesnya, sistem Auto Back Synchrone ini adalah memprioritaskan sumber tegangan dari PLN, apabila terdapat masalah pada sumber tegangan utama dari PLN misalkan PLN padam, Flicker, under / over voltage, dsb yang tidak memenuhi persyaratan yang sudah disetting

62 pada Module Deepsea 8660. Maka Module Deepsea 8660 akan membuka jalur utama ( CB Incoming ) dari tegangan PLN dan memanggil genset untuk segera menyala dan mengambil alih beban. Jadi Module Deepsea 8660 ini bekerja berdasarkan sensor tegangan PLN yang dibaca oleh Module. Apabila tegangan PLN kedip dalam waktu yang sangat singkat dan Module Deepsea 8660 kehilangan pembacaan nilai tegangan PLN pada sensor input tegangan, maka Module Deepsea 8660 akan memutus jalur utama ( CB Incoming ) tegangan PLN dan memanggil genset. Tetapi karena hilangnya tegangan PLN ini hanya sesaat dan dalam waktu yang sangat singkat, sebelum genset berhasil mengambil alih beban, sensor tegangan PLN pada Module Deepsea 8660 kembali merasakan tegangan PLN yang sudah normal kembali. Hal ini sering kali menyebabkan Module Deepsea 8660 menjadi alarm dan akhirnya sistem berhenti. Efek dari berhentinya sistem ini adalah tidak adanya sumber tegangan yang bisa mengambil alih beban baik dari PLN maupun dari Genset. Agar gangguan gagalnya sistem ini tidak kembali terjadi saat sumber tegangan utama dari PLN mengalami kedip, maka hal yang bisa dilakukan adalah menambah waktu delay pada saat sensor tegangan membaca tegangan hilang dari sumber tegangan PLN ( Mains Transient Delay ). Parameter setting Mains Transient Delay pada Module Deepsea 8660 berguna untuk memberikan waktu kepada sistem untuk membaca gangguan yang terjadi pada sumber tegangan utama dari PLN. Jadi apabila terjadi gangguan dari sisi sumber

63 tegangan utama PLN seperti tegangan kedip ini, maka Module Deepsea 8660 akan menahan sistem agar tidak bereaksi terhadap gangguan tersebut selama waktu mains transient delay ini berjalan. Apabila sampe waktu delay pada Mains transient delay ini habis tetapi gangguan tetap belum hilang, maka Module Deepsea 8660 akan memerintahkan sistem untuk membuka jalur utama tegangan PLN dan memanggil genset untuk mengambil alih beban. Parameter setting Mains Transient Delay ini pada sistem Auto Back Synchrone disetting pada nominal waktu 5 detik. Untuk gangguan tegangan kedip ini ( Flicker ), asumsinya adalah gangguan ini tidak akan terjadi melebihi dari waktu tersebut. Sehingga sistem tidak berhenti dan Module Deepsea 8660 tidak akan memunculkan alarm. Pada gambar di bawah ini menunjukkan parameter setting Mains Transient Delay yang ada pada Module Deepsea 8660. Gambar 4.12 Parameter setting Mains Transient Delay pada Module Deepsea 8660

64 Dari berbagai analisa dan perhitungan-perhitungan diatas, menunjukkan bahwa dalam sebuah jaringan distribusi tenaga listrik yang menggunakan metode synchrone dari beberapa jenis sumber tegangan yang berbeda maka untuk mendapatkan hasil yang baik, semua persyaratan terutama persyaratan untuk proses synchronizing dan proteksi jaringan harus dipenuhi dan dihitung berdasarkan kapasitas daya pada masing-masing area di Ciputra World 1 Jakarta. Karena pada prosesnya dari beberapa sequence sistem Auto Backup Synchrone yang digunakan di Ciputra World 1 Jakarta yang benar-benar butuh tingkat ketelitian yang tinggi adalah saat proses synchronizing antara tegangan PLN Genset dan saat proses load sharing ( pemindahan beban ) dari PLN ke Genset ataupun sebaliknya. Untuk parameter setting dari dua sequence diatas, perhitungan dasarnya berasal dari data kapasitas daya masing-masing area di Ciputra World 1 Jakarta. Selanjutnya untuk proteksi jaringan distribusi sistem Auto Backup Synchrone ini lebih diutamakan untuk proteksi terhadap tegangan dan frekwensi. Hal ini dikarenakan parameter tegangan dan frekwensi merupakan persyaratan proses synchrone yang paling utama agar sistem dapat berjalan dengan baik. Sistem jaringan distribusi tenaga listrik Auto Backup Synchrone ini memberikan kemudahan bagi para pengelola gedung dalam menjalankan operasional gedung dengan memberikan banyak pilihan yang bisa dilakukan ketika terjadi gangguan dari sumber tegangan listrik utama dari PLN.

36