KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN

dokumen-dokumen yang mirip
KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Skor Tes Awal Xi (Pre-Test) Perilaku Sopan Santun Siwa. Skor Pre-Tes. No

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI DI SMK PELAYARAN HANG TUAH KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1.Interaksi Sosial Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. No Nama Skor Kategori Kelompok

JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA KELAS XI IPA SMA MUHAMMADIYAH KOTA KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

Meningkatkan Kemampuan Hubungan Interpersonal Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama pada Siswa Kelas IX-1 SMP Negeri 1 Praya Barat Daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MATERI GREETING

PERBEDAAN PEMBENTUKAN KARAKTER MANDIRI DAN TANGGUNG JAWAB SISWA SMP PADA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

18 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Candra Hulopi SI Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

Oleh. Hamidah SDN 1 Cakranegara

METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SD NEGERI I NGERANGAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI TERHADAP HASIL BELAJAR CAHAYA DAN SIFAT-SIFATNYA PADA SISWA KELAS V SDN NO 34/1 TERATAI.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang lingkungan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 mushola, 1 ruang perpustakaan, 1 lab

PENGGUNAAN MODEL ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS IV SDN 1 LUNDONG

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN. depan, seperti pendidikan formal di universitas mahasiswa diharapkan aktif, kunci

PENGARUH PENGGUNAAN CROSSWORD PUZZLE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: B. Definisi Operasional

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 10 Biau

PENERAPAN ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

Peningkatan Hasil Belajar Materi Keunggulan Lokasi Indonesia Melalui Pendekatan Problem Based Learning pada Siswa Kelas VII B SMPN 6 Kota Bima

EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakkan seluruh subjek dalam kelompok belajar untuk diberi perlakuan

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penentuan metode dalam sebuah penelitian ilmiah merupakan langkah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

PENGEMBANGAN PERMAINAN SIMULASI KETERBUKAAN DIRI UNTUK SISWA SMP

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Penerapan Teori Konstruktivisme

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014

MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK SOSIODRAMA KELAS VIII MTSN 2 MEDAN

PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) TERHADAP AKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH KALIREJO 2014/2015

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan,

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

BAB IV ANALISIS DATA. Mahasiswa Jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN. perolehan data pengembangan paket.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

Pengaruh Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang sering terjadi dalam dunia pendidikan meliputi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan prestasi manusia melalui pembelajaran disekolah. yang bermanfaat untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik.

KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP/ MTs DI KECAMATAN PREMBUN

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana siswa berinteraksi. Lingkungan yang dimaksud adalah sekolah karena hampir

Available online at Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banjarmasin Timur, subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 31

Melin Pratikasari. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi ABSTRAK

MENINGKATKAN HASIL DAN PROSES BELAJAR SISWA KELAS XI IPA SMA PGRI 6 BANJARMASIN PADA KONSEP SISTEM EKSKRESI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Bimbingan Dan Konseling.

BAB III METODE PENELITIAN

Peningkatan Kemampuan Siswa Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas III SDN Lampasio

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai proses pembelajaran pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB III Metode Penelitian

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

JURNAL THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA TECHNIQUE TO MINIMIZE HIGH BULLYING BEHAVIOR AT EIGHT GRADE OF SMPN 2 PAPAR ACADEMIC YEAR 2016/2017

JURNAL OLEH : INDAH CHOIRUN NISA NPM : Dibimbing Oleh: 1. Dr. Hj. Sri Panca Setyawati, M.Pd. 2. Yuanita Dwi Krisphianti, M.Pd.

PERBEDAAN MORALITAS SISWA YANG MENGGUNAKAN METODE SIMULASI DAN PROBLEM SOLVING DENGAN MEMPERHATIKAN KECERDASAN INTRAPERSONAL DAN INTERPERSONAL

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SUYUT ADIN FEBRIANTO NPM

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK MODELING TERHADAP RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS X SMAN 1 MOJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP N 10 PADANG JURNAL

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP PEMAHAMAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS X UNTUK PERENCANAAN KARIER DI SMK TUNAS HARAPAN JAKARTA

Oleh: Parliyah SDN 3 Watuagung, Watulimo, Trenggalek

Transkripsi:

KEEFEKTIFAN TEKNIK ROLE PLAYING DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SISWA KELAS VI SD PANGAMBANGAN 5 BANJARMASIN Sulistiyana Program Pendidikan Guru Bimbingan Konseling Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin E-mail: sulistiyana.nh@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran komunikasi antarpribadi siswa serta peningkatan kemampuan komunikasi antar pribadi siswa kelas VI di SD Pangambangan 5 Banjarmasin melalui teknik role playing. Sampel dalam penelitian diambil 5 orang siswa pada kelas VI dari jumlah keseluruhan siswa kelas VI yang berjumlah 32 orang siswa. Alasan peneliti memilih hanya 5 orang dari kelas VI karena dalam hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas VI diketahui ada siswa-siswa yang mengalami kendalam dalam komunikasi antarpribadi siswa berjumlah 5 orang siswa. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Data dianalisis menggunakan analisis varians (annova). Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa sesudah diberikan perlakuan melalui proses bimbingan kelompok dengan teknik role playing, rata-rata komunikasi antarpribadi konseli mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukan bahwa teknik role playing efektif untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi siswa. Kata Kunci: Komunikasi Antarpribadi, Teknik Role playing PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang lingkungan sekitarnya. Dalam rangka mengetahui gejala di lingkungan sekitar ini menuntut siswa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi antarpribadi mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi antarpribadi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan pribadi kita dan orang lain. Komunikasi antarpribadi sendiri dapat dirumuskan sebagai proses pengiriman pesan verbal dan non verbal dan komunikasi antarpribadi merupakan interaksi antara dua atau lebih individu. Dalam prosesnya individu saling menanggapi dalam menyampaikan pesan (Hidayat, 2012: 65). Komunikasi pun berlangsung dalam proses dan kegiatan pembelajaran. Seperti yang diketahui komunikasi siswa di Sekolah Dasar kelas VI memasuki tahap perkembangan remaja awal. Remaja awal adalah suatu tahapan perkembangan antara masa anak-anak dan masa remaja, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan sosial. Perubahan yang terjadi masa remaja awal akan mempengaruhi perilaku individu tergantung pada kemampuan atau kemauan individu pada masa remaja awal untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya kepada orang lain, sehingga ia dapat memperoleh pandangan baru dan yang lebih baik. Siswa merupakan individu yang memiliki karekteristik yang berbeda-beda, dalam proses perkembangannya memerlukan bantuan dalam mengadakan komunikasi antarpribadi yang positif di lingkungan, keluarga,sekolah maupun di masyarakat. Kurang dapat berkomunikasi akan dapat menghambat pembentukan kepribadian dan aktualisasi diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi di sekolah dan dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah-masalah yang lebih kompleks lagi. Fakta dilapangan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SDN Pangambanagn 5 melalui proses wawancara dengan guru kelas dikatakan bahwa masih ada beberapa siswa kurang bisa berkomunikasi dengan guru dan teman sebayanya di kelas seperti pada saat pembelajaran, beberapa siswa cenderung diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya dan tidak ikut mengeluarkan pendapatnya pada umumnya siswa merasa cemas, tidak percaya diri, malu, takut ketika akan berkomunikasi atau berbicara didepan orang banyak, beberapa sikap siswa ketika berbicara atau berkomunikasi terlihat tegang dan kurang rileks ketika berbicara didepan kelas maupun dalam kegiatan diskusi kelompok, siswa kurang mampu mengorganisasi perkataannya sehingga ketika berbicara atau berkomunikasi kurang runtut dan 67

masih terbata-bata. Hal ini menyebabkan siswa kurang terampil dalam berkomunikasi terutama saat berbicara didepan kelas. Akhirnya dampak ini akan meluas yang mengakibatkan rendahnya keterampilan berkomunikasi dan hasil belajar siswa. Mengatasi permasalahan tersebut di atas diperlukan sebuah teknik yang dapat membantu siswa mengatasi komunikasi antarpribadi siswa yang rendah yaitu melalui teknik bimbingan dan konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan oleh guru kelas/wali kelas kepada siswa yang menggunakan prosedur, cara dan bahan agar kemandirian individu tidak lepas dari adanya komunikasi dalam proses sosialisasi di lingkungan dimana individu berada. Komunikasi ini sangat berperan dalam pembentukan kepribadian individu. Untuk itu teknik yang dirasa dapat dilakukan adalah dengan menggunakan teknik role playing. Alasan memilih teknik role playing adalah dengan mempertimbangkan bahwa teknik ini lebih tepat dan lebih efektif untuk melatih berbicara, membangun rasa percaya diri pada siswa, menghilangkan rasa takut dan malu karena mereka dapat tampil dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya sehingga dapat meningkatkan komunikasi antarpribadi siswa. Role playing sendiri berasal dari kata sosio dan drama. Sosio berarti sosial menunjukan pada objeknya yaitu masyarakat menunjukan pada kegiatan-kegiatan sosial, dan drama berarti mempertunjukan, mempertontokan atau memperlihatkan. Sosial atau masyarakat terdiri dari manusia yang satu sama lain terjalin hubungan yang dikatakan hubungan sosial. Drama dalam pengertian luas adalah pertunjukan atau mempertontokan suatu keadaaan atau peristiwa-peristiwa yang dialami orang. Orang tingkah laku orang. Teknik sosiadrama berarti cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukan dan mempertontokan atau mendramtisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi, sosiodrama ialah teknik mengajar yang dalam pelaksanaannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengadung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari situasi sosial (Sagala, 2012: 213). Pandangan yang serupa juga dikemukakan oleh Djamarah & Zain (2013) yang mengungkapkan bahwa role playing dapat diartikan dalam pemakaiannya sering silih berganti, namun pada dasarnya memiliki arti mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Role playing sendiri dipandang sebagai dirancang secara khusus untuk membantu siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan moral dan pencerminannya dalam perilaku. Disamping itu model ini digunakan pula untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral dan sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki keterampilan sosial. Sebagai teknik mengajar, teknik ini mencoba membantu individu untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial dan berupaya memecahkan dilema-dilema sosial dengan bantuan kelompok. Karena itu pada dimensi sosial metode ini memungkinkan individu untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial, terutama permasalahan interpersonal melalui cara-cara yang demokratis guna menghadapi situasi tersebut (Aunurrahman, 2012: 155). Jika konselor sekolah memutuskan untuk menggunakan sosiodrama ( role playing) dalam rangka kegiatan bimbingan kelompok, ia harus berpegang pada pola prosedural yang pada dasarnya adalah pertama, persoalan yang menyangkut orang lain diketengahkan dan diuraikan dalam situasi pergaulan yang akan dikaji. Situasi tersebut harus cocok untuk disandiwarakan, mudah dipahami dan cukup biasa bagi siswa karena telah mengalaminya sendiri. Siswa perlu diingatkan bahwa pembawaan adegan bukan tontonan yang menjadi bahan tertawaan. Kedua, ditentukannya para pemeran yang akan maju untuk membawakan adegan situasi pergaulan yang telah digariskan. Penentuan tersebut didasarkan pada kerelaan beberapa siswa yang menyatakan kesediaanya untuk maju dan memegang peranan tertentu. Tidak boleh ada unsur paksaan dalam hal para partisipan. Ketiga, para pemeran membawakan adegan secara spontan dan improvisasi, tanpa persiapan dan mengetahui apa dan siapa yang harus mereka perankan. Adegan dimainkan seolah-olah sungguh-sungguh terjadi menurut situasi pergaulan yang telah digariskan. Permainan tidak boleh berjalan terlalu lama dan hanya berlangsung cukup lama untuk mengetengahkan situasi problematis serta cara pemecahannnya. Akan tetapi, persoalan harus segera dihentikan jika konselor menyadari bahwa salah seorang mengungkapkan masalahnya sendiri atau menggambarkan keluarganya sendiri. Dengan kata lain, penyandiwaraan sudah bukan permainan, melainkan ungkapan ketegangan pribadi dihadapan orang lain. Keempat, setelah dramatisasi selesai, para pemeran melaporkan apa yang mereka rasakan selama berperan dan apa alasan mereka sehingga tidak berhasil menyelesaikan secara memuaskan. Kelima, Para penyaksi mendiskusikan jalannya permainan tersebut dan efektivitas dan cara pemecahannya yang terungkap dalam dramatisasi.jika dianggap perlu, adegan yang sama diulang kembali dengan mengambil pelaku- 68

pelaku yang lain (Hartinah, 2009: 165-166). METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Menurut Iskandar (2013: 65) penelitian eksperimen adalah merupakan suatu penelitian yang menuntut peneliti memanipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel bebas serta mengamati variabel terikat, untuk melihat perbedaan sesuai dengan manipulasi variabel bebas (independent) tersebut atau penelitian yang melihat hubungan sebab akibat kepada dua atau lebih variabel dengan memberi perlakuan lebih ( perlakuan) kepada kelompok eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI di SDN Pangambangan 5 Banjarmasin, sedangkan sampel dalam penelitiannya 5(lima) orang siswa kelas VI, yang mengalami komunikasi antarpribadi paling sulit. Hal ini didasari pada teknik pengambilan sampel menggunakan Nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Penelitian demikian dilakukan karena tidak ditujukan untuk menarik kesimpulan umum atau generalisasi bagi populasi (Sukmadinata: 254). Data dikumpulkan melalui skala Likert, setelah pemberian perlakuan yaitu konseling dengan teknik role playing dilakukan pengukuran dengan menggunakan skala likert untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan komunikasi antarpribadi siswa dibandingkan dengan sebelum diberi perlakuan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis varians (annova). HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penggalian data yang terkumpul dengan menggunakan angket mengenai komunikasi antarpribadi yang dibagikan kepada 32 orang siswa kelas VI SDN Pangambangan 5 Banjarmasin. Kemudian data diperoleh diolah secara statistik guna mendapatkan hasil skala pengukuran komunikasi antarpribadi siswa. Dalam penelitian ini, mengklasifikasikan subyek penelitian menjadi empat katagori, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi. Pengklasifikasian tersebut diperoleh dengan membuat urutan total skor yang didapat subyek ke dalam bentuk interval (%). Total skor dalam bentuk persen (%) dibuat berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka diperoleh hasil skala pengukuran tingkat komunikasi antarpribadi siswa ( pre-test) adalah sebagai berikut bahwa pada hasil pengukuran tingkat komunikasi antarpribadi pada siswa kelas VI SDN Pangambangan 5 Banjarmasin diperoleh hasil data yaitu, 5 siswa memiliki tingkat komunikasi antarpribadi sangat rendah, 12 siswa memiliki tingkat komunikasi antarpribadi rendah, 12 siswa memiliki tingkat komunikasi antarapribadi sedang, dan 3 siswa yang memiliki tingkat komunikasi antarpribadi tinggi. Untuk memperoleh subyek penelitian yang akan diberikan bimbingan kelompok peneliti memiliki beberapa pertimbangan melalui kriteria bahwa hasil pengukuran skala komunikasi antarpribadi kelas VI hasil pre-test menunjukkan siswa dengan kategori sangat rendah 5 orang, kategori rendah 12 orang, kategori sedang 12 orang dan kategori tinggi 3 orang. Karena penelitian ini ditunjukkan pada siswa yang memiliki tingkat komunikasi antarpribadi sangat rendah, maka penelitian bermaksud mengambil sampel kategori sangat rendah, kategori sangat rendah berjumlah 5 siswa (dengan no konseli VI-14,VI-18, VI-24, VI- 28, VI-32). Setelah diperoleh sampel 5 orang, maka kemudian diberikan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing kepada 5 orang siswa dan semuanya menerima untuk mengikuti kegiatan bimbingan kelompok. Dan diperoleh 5 orang siswa VI-14,VI-18, VI-24, VI-28, VI-32, kelimanya dijadikan sampel untuk diberikan perlakuan atau perlakuan dalam bimbingan kelompok. Proses bimbingan kelompok mengenai role playing ini diawali pertemuan dengan sekelompok siswa yang telah ditentukan menjadi sampel yang disebut sebagai konseli. Dalam pertemuan awal tersebut, peneliti memaparkan beberapa hal, yaitu pertama, menyampaikan secara singkat maksud dan tujuan mengenai rencana pelaksanaan bimbingan kelompok; kedua, menanyakan kesedian konseli secara penuh untuk mengikuti proses kegiatan bimbingan kelompok dari awal sampai akhir kegiatan. Dalam pelaksanaannya dilakukan dalam empat kali pertemuan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan setelah pemberian konseling pada tahap akhir yaitu pada pertemuan ke 3 atau akhir dari bimbingan kelompok, sudah terlihat perubahan terutama komunikasi antarpribadi siswa yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan teknik role playing untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi pada siswa VI, maka dilakukan analisis hasil pre-test dan post-test. Kelompok yang diberi perlakuan memiliki perbedaan nilai rata-rata dan persentase sebelum dan sesudah diberikan bimbingan kelompok dengan teknik Role playing, dimana nilai rata-rata sebelum diberikan teknik tersebut adalah 37 dengan persentase 27, 21% dan sesudah diberikan teknik mengalami peningkatan menjadi rata-rata 67,6 dengan persentase 49, 71%. Penurunan persentase 69

terhadap komunikasi antarpribadi konseli setelah dilakukan perlakuan itu juga di dukung dari adanya pernyataan konseli atas perubahan komunikasi yang ingin mereka rubah menjadi lebih baik seperti tidak malu dan tidak takut bertanya didepan kelas, lebih percaya diri dan sudah tidak gagap lagi ketika berkomunikasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan jawaban yang mereka isi setiap selesai proses bimbingan kelompok begitu pula dengan beberapa perilaku yang mereka lakukan saat diberi tugas rumah oleh peneliti. Selain itu peneliti juga mengamati konseli saat beberapa kali pertemuan yang terlihat semakin berani mengungkapkan pendapat dan terbuka dalam mengungkapkan beberapa pengalaman yang kurang baik dalam hal berperilaku dan didukung pula oleh komitmen dari konseli untuk memperbaiki diri lebih baik lagi. Untuk mengidentifikasi adanya perbedaan persentase role playing sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik role playing, dapat diketahui dari hasil pengujian dengan menggunakan rumus T-test. Dari perolehan didapatkan bahwa t hit > t tab (20,4> 2,776 dengan taraf kepercayaan 95%). Jadi kesimpulan yang dapat diambil yaitu H a yang artinya bahwa adanya perbedaan tingkat presentasi komunikasi antarpribadi siswa sebelum diberikan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing dan sesudah diberikan bimbingan kelompok. Komunikasi antarpribadi yang sebelumnya siswa tersebut merasa cemas, tidak percaya diri, malu, takut ketika akan berkomunikasi atau berbicara didepan orang banyak, beberapa sikap siswa ketika berbicara atau berkomunikasi telihat tegang dan kurang rileks ketika berbicara didepan kelas maupun dalam kegiatan diskusi kelompok, siswa terbata-bata saat berkomunikasi. setelah diberikan role playing kepada siswa menjadi mulai berani berbicara didepan orang banyak, mulai berani bertanya dan mulai tidak terbata-bata lagi dalam bericara. Role playing yaitu beberapa orang mengisi peranan tertentu dan memainkan suatu adegan tentang pergaulan sosial yang mengandung persolan yang harus diselesaikan. Para pembawa peran membawakan adegan tersebut sesuai dengan peranan (role) yang di tentukan bagi masing-masing peran. Adegan tersebut dibawakan dan dimainkan di hadapan sejumlah penonton yang menyaksikan adegan tersebut dan melibatkan diri dengan mendiskusikan jalannya penyandiwaraan setelah selesai (Hartinah, 2009:164). Dengan melakukan beberapa langkah diantaranya yaitu langkah yang pertama adalah Membangkitkan semangat kelompok, memperkenalkan konseli dengan masalah sehingga mereka mengenalnya sebagai suatu bidang yang harus dipelajari, yang kedua Pemilihan peserta dimana konselor dan konseli menggambarkan berbagai karakter bagaimana rupanya, bagaimana rasanya, dan apa yang mungkin mereka kemukakan,yang ketiga menentukan arena panggung, para pemain peran membuat garis besar skenario, tetapi tidak mempersiapakan dialog khusus, yang keempat mempersiapkan pengamatan, yang kelima melaksanakan kegiatan yang keenam berdiskusi dan mengevaluasi, apakah masalahnya penting, dan apakah peserta dan pengamat terlibat secara intelektual dan emosional, ke tujuh melakukan lagi permainan peran konseli dan konselor dapat berbagi interpretasi baru tentang peran dan menentukan apakah harus dilakukan oleh individu-individu baru atau tetap oleh orang terdahulu, ke delapan dilakukan lagi diskusi dan evaluasi. Selama mendiskusikan pemain konselor menampakkan tentang apa yang terjadi kemudian dalam pemecahan masalah itu, Berbagai pengalaman dan melakukan generalisasi (proses penalaran dengan cara menarik kesimpulan secara umum) Secara lebih spesifik hasil temuan di dalam proses bimbingan kelompok ini adalah pada konseli Kl.1 (AN ) yang pada saat pre-test dalam kategori sangat rendah mengalami peningkatan skor komunikasi antarpribadi pada hasil post-test menjadi kategori rendah. Salah satu hal yang membuat konseli mendapatkan hasil yang optimal di dalam proses bimbingan kelompok ini yaitu siswa di dalam mengikuti bimbingan kelompok terlihat benar-benar antusias dan mempunyai keinginan yang tinggi untuk merubah kebiasaan dalam hal berkomunikasi agar lebih baik, selain itu konseli juga memiliki pengalaman buruk akibat kurang bisa berkomunikasi dengan baik, oleh karena itu konseli memiliki kemauan yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Pada konseli Kl.2 (SA ), pada saat pre-test peningkatan skor komunikasi antar pribadi pada hasil post-test menjadi kategori rendah. (SA ) memiliki skor peningkatan yang lebih sedikit dibanding temantemannya yang lain. Hal ini dikarenakan Secara kemauan (SA) telah menunjukkan perubahan yang cukup baik tetapi saat melakukan role playing masih malu-malu menjalankan skenario yang diberikan. Pada konseli Kl.3 (SI ), pada saat pre-test peningkatan skor komunikasi antarpribadi pada hasil post-test menjadi kategori rendah. Secara kemauan (SI) telah menunjukkan perubahan yang baik. Setelah pelaksanaan bimbingan kelompok dengan 4 kali pertemuan, (SI ) menunjukkan perubahan yang dia harapkan. Ia mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya perilaku komunikasi antarpribadinya 70

kurang baik karena takut ditertawakan kalau salah dalam berkata-kata. Setelah mengetahui cara menyelesaikan masalahnya (SI ) bertekad untuk meningatkan komunikasi antarpribadi. Pada konseli Kl.4 (SLS ), pada saat pre-test peningkatan skor komunikasi antarpribadi pada hasil post-test menjadi kategori rendah. Salah satu hal yang membuat konseli mendapatkan hasil yang optimal di dalam proses bimbingan kelompok ini yaitu siswa di dalam mengikuti bimbingan kelompok terlihat benar-benar antusias dan mempunyai keinginan yang tinggi untuk merubah kebiasaan dalam hal berkomunikasi agar lebih baik dan terlihat jelas peningkatnya dibanding teman-temannya yang lain karena dihari pertama setelah diberikan perlakukan konseli sudah mulai berani mengungkapkan pendapatnya didepan temantemannya sekelas. Pada konseli Kl.5 (HI ), pada saat pre-test peningkatan skor komunikasi antarpribadi pada hasil post-test menjadi kategori rendah. di dalam mengikuti bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing terlihat antusias dan mempunyai keinginan untuk lebih berani lagi dalam bertanya baik kepada teman sekelasnya atau langsung dengan guru mata pelajaran serta (HI) ingin supaya terbiasa berkomunikasi agar tidak ragu dan terbata-bata lagi dalam berkomunikasi antarpribadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing efektif untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi pada siswa kelas VI yang mana hal ini ditandai dengan adanya meningkatan skor komunikasi antarpribadi. Adanya peningkatan ini dapat terlihat pada skor komunikasi antarpribadi konseli yang pada awalnya sebelum diberikan perlakuan atau bimbingan kelompok. Skor komunikasi antarpribadi konseli termasuk dalam kategori sangat rendah, namun setelah diberikan bimbingan kelompok dengan teknik role playing skor komunikasi antarpribadi konseli mengalami peningkatan hingga termasuk dalam kategori rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa 5 konseli memperoleh peningkatkan komunikasi antarpribadi dalam kategori sangat rendah menjadi rendah karena dipengaruhi adanya hambatanhambatan baik dari konselor maupun konseli. Hambatan dari konselor berupa konselor belum dapat sepenuhnya menciptakan suasana yang nyaman, tenang dan rileks pada saat memberikan teknik sehingga kegiatan bimbingan kelompok belum terlaksana secara optimal. Sedangkan, hambatan dari konseli adalah konseli kurang fokus dengan apa yang diberikan pada saat pelaksanaan bimbingan kelompok tersebut. Dari perhitungan t-test menunjukan t hit sebesar 20,4 antara persentase komunikasi antarpribadi siswa sebelum dan sesudah bimbingan kelompok dengan nilai t tab sebesar 2,776 yang artinya ada terdapat keefektifan. Dari hasil pembahasan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing, secara umum dapat dikatakan bahwa bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing efektif untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi pada siswa, yang ditandai dengan meningkatnya skor komunikasi antarpribadi pada saat sebelum bimbingan kelompok dan setelah bimbingan kelompok. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dengan teknik role playing, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, sebelum diberikan bimbingan kelompok dengan teknik role playing siswa komunikasi antarpribadi siswa rendah, siswa merasa cemas, tidak percaya diriu berbicara, malu, takut, terlihat tegang, kurang rileks dn terbata-bata ketika akan berkomunikasi atau berbicara didepan orang banyak. Kedua, sesudah diberikan treatment melalui proses bimbingan kelompok dengan teknik role playing, rata-rata komunikasi antarpribadi konseli mengalami peningkatan menjadi kategori rendah hal ini terlihat komunikasi antarpribadi siswa menjadi sudah mulai berani bertanya, sudah tidak lagi terbatabata dalam berbicara. Ketiga, bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik role playing efektif untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi siswa, yang ditandai dengan meningkatnya persentase skala komunikasi antarpribadi siswa dan perubahan komunikasi antarpribadi siswa. Selama proses penelitian ini dilaksanakan, ada beberapa hal yang menjadi catatan dalam menjalankan proses bimbingan kelompok. catatan ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dan sekaligus sebagai saran, baik bagi pengguna pedoman bimbingan kelompok dengan teknik role playing untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi siswa bagi konselor sekolah maupun peneliti selanjutnya. Bagi konselor sekolah dalam menggunakan role playing untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi hendaknya mengetahui terlebih dahulu karakter siswa agar memudahkan untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi siswa. Adapun bagi peneliti selanjutnya berdasarkan proses penelitian di lapangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi peneliti selanjutnya yakni pertama, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik role playing sebaiknya mengidentifikasi asalah terlebih dahulu agar memudahkan dalam 71

melaksanakan role playing. Kedua, untuk mencapai tujuan yang diharapkan hendaknya seorang peneliti dapat menjalin raport yang kuat sehingga dapat mempermudah penggunaan teknik role playing. DAFTAR RUJUKAN Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Djamarah, Syaiful Bahri & Zain, Aswan. 2013. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hartinah, Siti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama. Hidayat, D. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Iskandar. 2013. Metodelogi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Referensi. Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya 72