UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN TEKNIK REFLEKSI SETTING KOOPERATIF PADA SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 1 BAJENG KABUPATEN GOWA Jasruddin 1) D. M., Pariabti P. 1), Magfirah 1) Jurusan Fisika Universitas Negeri Makassar ABSTRAK Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom action research) yang dilakukan di SMP Negeri 1 Bajeng Kabupaten Gowa yang bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan kualitas pembelajaran fisika dengan teknik refleksi setting kooperatif pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Bajeng Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II masing-masing terdiri dari empat kali pertemuan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, lembar observasi, observasi terbuka, dan angket tanggapan siswa mengenai pembelajaran dengan teknik refleksi setting kooperatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis deskriptif kualitatif menunjukkan bahwa siswa yang aktif mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II berdasarkan indikator aktivitas pada lembar observasi, begitupun dengan hasil analisis deskriptif kuantitatif menunjukkan peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar siswa dari 30 % pada siklus I menjadi 87,50 % pada siklus II berdasarkan data tes hasil belajar pada akhir siklus. KATA KUNCI : kooperatif, kualitas pembelajaran, teknik refleksi I. PENDAHULUAN Salah satu kriteria yang patut diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah termasuk diantaranya sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut diperlukan kreativitas guru sebagai pebelajar untuk menemukan metode pembelajaran yang tepat dalam proses belajar-mengajar di kelas. Berdasarkan hasil pengamatan di SMP Negeri 1 Bajeng Kabupaten Gowa bahwa siswa yang memiliki nilai hasil belajar yang tinggi pada umumnya dimiliki oleh siswa yang aktif dalam proses pembelajaran. Siswa yang aktif tersebut memiliki semangat dalam mengikuti rangkaian kegiatan pembelajaran sementara siswa yang tidak aktif nampak tidak bersemangat dan kurang memperhatikan. Jika siswa yang tidak aktif dalam kelas lebih monopoli maka suasana belajar mengajar akan terasa asing dan tidak terjalin interaksi antara siswa dan guru maupun interaksi antarsiswa sebagaimana yang diharapkan, akibatnya kualitas pembelajaran menjadi rendah. Oleh karena itu guru berupaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih metode yang tepat agar kesenjangan belajar dalam kelas bisa diatasi dengan baik dan benar. Pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi kondisi siswa yang heterogen cocok diterapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif akan lebih mengaktifkan siswa secara merata dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Siswa akan lebih banyak berpikir dan bekerja dalam menyelesaikan tugas-tugas ditambah adanya kerjasama yang terjalin antarsiswa dalam kelompoknya sehingga siswa bisa saling bertukar pikiran dan saling mengisi kekurangan dalam menghadapi materi pelajaran. JSPF Vol 9, Mei 2009 51
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada setiap kegiatan pembelajaran harus selalu mendapat perhatian dari guru supaya guru bisa menilai kekurangan maupun kelebihan penerapan model pembelajaran tersebut. Selain guru, pendapat siswa juga perlu dipertimbangkan agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dan kesalahan-kesalahan sebelumnya tidak terulang lagi. Pengajaran yang senantiasa melakukan perbaikan pada setiap pertemuan proses pembelajaran yang mengakibatkan hasil pembelajaran dan pengajaran yang meningkat dikenal dengan teknik pembelajaran refleksi. Teknik pembelajaran refleksi menuntut adanya modifikasi cara mengajar dan evaluasi setiap perubahan yang diberikan pada setiap pertemuan. Dengan teknik tersebut akan mendukung peningkatan mutu pembelajaran fisika. Berdasarkan pemikiran ini, maka telah dilakukan penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika dengan Teknik Refleksi Setting Kooperatif pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 1 Bajeng Kabupaten Gowa. II. LANDASAN TEORI a. Kualitas Pembelajaran Kualitas pembelajaran merupakan indikator keberhasilan suatu proses pembelajaran dalam kelas. Peningkatan kualitas pembelajaran amat ditentukan oleh unsur-unsur dinamis yang terkandung dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu unsur dinamis yang memiliki peran penting adalah guru. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya. Sehingga tujuan pembelajaran berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap dapat tercapai melalui proses pembelajaran demikian. Dengan pemahaman tersebut, maka Riyana (2006) mengemukakan aspek-aspek efektivitas belajar yang meliputi: (1) peningkatan pengetahuan, (2) peningkatan keterampilan, (3) perubahan sikap, (4) perilaku,(5) kemampuan adaptasi,(6) peningkatan integrasi, (7) peningkatan partisipasi, dan (8) peningkatan interaksi kultural. Dalam pengertian yang sama Suderajat (Fitrianti, 2008:8) mendefenisikan bahwa: kualitas pengajaran merupakan suatu pandangan umum, filosofi, dan metodologi yang diarahkan untuk pengelolaan perubahan secara totalitas dan sistematik sehingga terjadi perubahan paradigma, perubahan visi, misi, dan juga tujuan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulakan bahwa kualitas pembelajaran meliputi kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran. Peningkatan kualitas proses dapat diamati dari meningkatnya minat, motivasi, serta aktivitas siswa dalam setiap pembelajaran. Peningkatan minat, motivasi, dan aktivitas belajar siswa dapat dilihat dengan meningkatnya kehadiran dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan peningkatan kualitas hasil belajar dapat diukur dengan tes hasil belajar atau ketuntasan belajar siswa. Kualitas pengajaran memang lebih sulit didefenisikan karena meliputi banyak elemen yang subjektif. Akan tetapi dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa kualitas pembelajaran tidak hanya dilihat dari segi hasil belajar siswa tetapi lebih ditekankan pada optimalisasi proses pembelajaran dalam kelas. JSPF Vol 9, Mei 2009 52
b. Teknik pembelajaran Refleksi Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Selain itu, refleksi juga dapat diartikan sebagai respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Demikian Pigger dalam Soegiono (Fitrianti, 2008:11) mendefenisikan refleksi sebagai evaluasi yang dilakukan dalam rangka perbaikan-perbaikan kedepannya agar terbentuk pandangan baru yang lebih positif. Sejalan dengan itu Trianto, 2008 mendefenisikan refleksi adalah cara berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu dalam hal ini siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Sedangkan Sahrudin dan Iriani, 2008 menjelaskan bahwa : Realisasi refleksi dalam pembelajaran, yaitu guru menyisakan waktu sejenak agar perta didik melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa guru perlu melaksanakan refleksi pada setiap akhir program pengajaran. Yaitu pada setiap akhir pembelajaran guru menyisakan waktu agar peserta didik melakukan refleksi, diantaranya berupa: pertanyaan langsung terhadap apa-apa yang telah diperolehnya pada saat itu, mendiskusikan dengan teman tentang pelajaran yang baru saja dipelajari, kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran pada saat itu. Dengan upaya demikian, maka akan mengarahkan peserta didik kepada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. c. Pembelajaran dengan Setting Kooperatif Menurut Slavin (Yasa,2008) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok -kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dimana tujuan pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Sejalan dengan itu Yasa, 2008 menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif. 2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, JSPF Vol 9, Mei 2009 53
budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Menurut Ibrahim (2000), unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah 1) siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, 4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, 5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok, 6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama atau tahapan. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah dimana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugastugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari siswa. (Ibrahim, 2000:11) III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Tindakan yang diberikan adalah pembelajaran dengan teknik refleksi setting kooperatif dengan tahapan-tahapan pelaksanaan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi secara bersiklus. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. a. Analisis deskriptif kualitatif Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk melihat sejauh mana keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Data hasil observasi dan data refleksi di kelas yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. b. Analisis deskriptif kuantitatif Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk melihat skor dan persentase ketuntasan belajar siswa berdasarkan data tes hasil belajar fisika yang diberikan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Analisis deskriptif kualitatif Dari analisis deskriptif kualitatif maka diperoleh bahwa keaktifan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Meskipun ada beberapa indikator yang diamati tidak menggambarkan peningkatan yang besar seperti siswa yang menjawab pertanyaan, siswa yang mengajukan pertanyaan, dan siswa yang menanggapi dan mengeluarkan pendapatnya. Hal itu dikarenakan kepercayaan diri siswa yang kurang sehingga masih ada perasaan takut salah atau malu-malu untuk bicara dan mengeluarkan pendapat di depan teman-temannya. JSPF Vol 9, Mei 2009 54
Peningkatan kualitas proses yang terjadi pada siklus II tidak terlepas dari teknik-teknik refleksi yang dilakukan pada setiap akhir pertemuan untuk menganalisis kekurangankekurangan pada saat pembelajaran sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan pada pertemuan selanjutnya serta refleksi secara umum yang dilakukan pada siklus I. Hasil refleksi tersebut kemudian dilakukan pada siklus II berupa pemberian penguatan dan penjelasan mengenai pentingnya hadir pada proses pembelajaran agar tidak ketinggalan materi, melakukan roling anggota kelompok agar tidak ada kelompok yang dimonopoli oleh anggota ahli (memiliki kemampuan tinggi) ataupun sebaliknya, pemeriksaan catatan pada setiap akhir pertemuan, peneliti dalam menjelaskan materi lebih detail dan teratur berdasarkan RPP agar siswa dapat dengan mudah memahami materi yang diajarkan, peneliti lebih banyak memberikan contoh-contoh soal dan latihanlatihan soal dari pada menjelaskan materi di depan siswa, memberikan bimbingan kepada siswa baik individu maupun kelompok secara merata, dan memberikan motivasi kepada siswa dengan pemberian penghargaan berupa hadiah untuk siswa yang memiliki skor tertinggi. b. Hasil Analisis deskriptif kuantitatif Skor hasil belajar siswa pada siklus I dengan kategori tinggi hanya 42,50 % (17 orang) sementara kategori sangat tinggi hanya dicapai oleh satu orang siswa (2,50 %) namun pada siklus II skor hasil belajar tersebut meningkat terutama pada kategori tinggi mencapai 80 % (32 orang). Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang mencapai nilai KKM sebesar 70 hanya 12 orang (30 %) dan setelah dilakukan refleksi persentase tersebut meningkat menjadi 87,50% (35 orang). Baik skor maupun ketuntasan hasil belajar bisa meningkat karena diterapkannya langkahlangkah pembelajaran teknik refleksi dengan setting kooperatif seperti menyampaikan tujuan pembelajaran, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, mengevaluasi melalui presentasi kelompok, serta memberikan penghargaan. c. Hasil observasi respons siswa Tanggapan siswa pada model pembelajaran yang digunakan selama penelitian (pembelajaran dengan teknik refleksi setting kooperatif) pada umumnya mereka senang karena mereka bisa bekerja sama dan saling bertukar pikiran secara langsung dalam menyelesaikan masalah. Hampir seluruh siswa (92,50 %) kelas VIII A SMP Negeri 1 Bajeng menilai positif model pembelajaran kooperatif atau pembentukan kelompok-kelompok kerja karena dengan begitu siswa yang kurang mampu dalam pelajaran fisika dapat bertanya pada teman kelompoknya yang dianggap pandai. V. PENUTUP a. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan teknik refleksi setting kooperatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran fisika siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Bajeng Kabupaten Gowa. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilihat dari dua segi yaitu peningkatan kualitas proses dan kualitas hasil belajar siswa. Peningkatan kualitas proses dibuktikan dengan meningkatnya jumlah siswa yang aktif dari siklus JSPF Vol 9, Mei 2009 55
I ke siklus II berdasarkan indikator aktivitas yang diamati pada lembar observasi, sedangkan peningkatan kualitas hasil belajar siswa dibuktikan dengan meningkatnya persentase ketuntasan hasil belajar siswa dari 30 % pada siklus I menjadi 87,50 % pada siklus II, dengan melakukan perbaikan dalam pelakasanaan tindakan di kelas terutama pengelolaan kelas, pemberian bimbingan, dan motivasi kepada siswa. b. Saran 1. Pembelajaran dengan teknik refleksi setting kooperatif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatife dalam melaksanakan pembelajaran fisika di sekolah agar kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. 2. Kepada peneliti selanjutnya agar lebih mengembangkan hasil penelitian terutama dalam hal menumbuhkan kepercayaan diri siswa dalam menjawab, menanggapi, mengeluarkan pendapat dan saran serta mengajukan pertanyaan dalam proses belajar-mengajar di kelas. 3. Kepada peneliti lain yang berniat melaksanakan penelitian yang serupa dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan perbandingan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Karakteristik Proses Belajar Mengajar (PBM) yang Efektif. (http://google.com). Diakses Februari 2009. Firdaus, SW. 2008. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Fisika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas VII 2 SMP Negeri 1 Makassar. Skripsi. FMIPA UNM. Fitrianti. 2008. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kimia melalui Pendekatan Refleksi dengan Setting Kooperatif pada Siswa Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 11 Makassar. Skripsi. FMIPA UNM. Haling, A. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Badan Penerbit UNM. Makassar Hamlik, O. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta. Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. UNESA University Press. Surabaya. Nasution. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Riyana, C. 2006. Hakikat Kualitas Pembelajaran. (http://google.com). Diakses Maret 2009. Sahruddin dan Sri Iriani. 2008. Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). (http://google.com). Diakses Maret 2009. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) di Kelas. Cerdas Pustaka. Jakarta Suderajat, A. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. (http://akhmadsuderajat.wordpress.com /2008/11/05). Diakses Maret 2009. Tirtarahardja, U. 2000. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Yasa, D. 2008. Metode Pembelajaran Kooperatif. (http://google.com). Diakses Maret 2009. JSPF Vol 9, Mei 2009 56